"Tempat ketemuannya di lantai dua. Nanti bilang aja kalau udah janjian sama yang namanya Kavindra."
"Thanks udah bantuin gue. Sesuai kesepakatan, nanti gue bayarin sewa apartemen lo selama tiga bulan."
Percakapan terakhir dengan Alita masih Saras ingat ketika ia mulai menjajakan kakinya di lantai dua sebuah restoran mewah di pusat kota Jakarta.
Entah mengapa, malam ini Saras mau-mau saja disuruh menggantikan Alita untuk bertemu teman kencan butanya yang sudah disiapkan tante Yuni.
Mungkin murni karena ingin membantu sang Sahabat untuk menghindari kencan buta ini. Atau karena iming-iming dibayari sewa apartemennya selama tiga bulan oleh Alita.
Maklum, keadaan ekonomi Saras memang tidak sebagus Alita yang dibesarkan dari keluarga kaya raya.
Saras niatkan makan malam ini hanya untuk bersenang-senang saja, karena toh belum tentu yang namanya Kavindra itu ganteng.
Jadi wajar saja jika Alita tidak mau dijodohkan dengan laki-laki yang belum pernah ditemuinya itu.
"Dengan Alita?"
Saras yang baru saja duduk lima menit seorang diri, kini baru saja didatangi laki-laki dengan setelan jas rapi yang memanggilnya dengan nama sang sahabat.
Mungkin laki-laki ini yang namanya Kavindra.
"Hmm Kavindra kan?"
Saras balik bertanya sekaligus menghindar dari keharusan menjawab pertanyaan laki-laki tadi, kalau dirinya bukanlah sosok Alita.
"Iya. Saya kira kamu menolak untuk datang."
Kedua bola mata Saras tidak terlepas memperhatikan gerak-gerik Kavindra yang kini sudah duduk di depannya, terhalang meja bundar di antara keduanya.
"Berubah pikiran bukan sesuatu yang salah, bukan?" tanya Saras mencoba menjadi sosok yang enak diajak bicara demi nama baik sang sahabat di depan teman kencan butanya .... yang ternyata yeaah cukup tampan dan menarik juga kalau dilihat-lihat.
"Tentu. Justru karena kamu berubah pikiran untuk mau bertemu saya, saya jadi bisa melihat betapa cantiknya perempuan di depan saya ini," sahut Kavindra dengan senyum menawan.
Sedangkan Saras, mendadak isi perutnya gejolak ingin muntah mendengar kalimat gombal dari laki-laki dewasa di depannya yang bukan lagi seorang ABG.
Tapi Saras menahannya dengan pura-pura menampilkan sebuah senyum, lalu menanggapi ucapan Kavindra dengan santai.
"Benarkah? Saya merasa senang dipuji cantik seperti itu oleh kamu yang juga .... tampan."
Obrolan keduanya terjeda saat makanan yang dipesan telah datang. Lalu keduanya mulai menikmati makan malam disertai percakapan singkat untuk menjadi lebih dekat.
"Di pertemuan pertama ini, saya sudah tertarik sama kamu. Bagaimana kalau kita melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius? Menikah mungkin?"
Saras bergidik ngeri saat tangannya digenggam erat oleh Kavindra untuk kemudian dikecupnya punggung tangan Saras, yang membuat perempuan jomblo itu bukannya baper justru ingin cepat-cepat pulang.
"Pantes Alita gak mau dijodohin sama ini cowok. Orang modelnya kayak playboy gini," batin Saras yang menilai Kavindra ini orangnya seperti apa. Dan Saras berusaha tetap menampilkan senyum seramah mungkin di depan Kavindra.
"Duh ... gimana ya? Tapi menurut saya ini terlalu cepat karena kita baru bertemu satu kali. Jadi ... bisa beri saya waktu dulu untuk memikirkannya?"
Setelah mengucapkan kalimat penolakan secara halus tersebut, Saras juga melepaskan genggaman Kavindra dari tangannya.
"Boleh. Tapi saya sungguh tidak akan melepaskan seseorang yang sudah membuat saya jatuh cinta."
Takut sekali Saras ketika Kavindra menatapnya seperti hewan buas yang sudah menemukan mangsanya dan kapanpun bisa diterkamnya tanpa mau dilepaskan kembali.
Dalam hati, Saras terus mengeluh dan menyesal telah menggantikan Alita pada kencan buta bersama Kavindra.
Sepertinya laki-laki itu tidak main-main dengan ucapannya barusan dan Saras takut ketika kebenaran yang sesungguhnya terkuak, mungkin Kavindra akan marah dan kecewa karena Saras bukanlah Alita.
Ketika makan malam dan kencan buta bersama Kavindra itu selesai, pulangnya Saras menolak diantar oleh laki-laki itu dan memilih tetap pulang diantar oleh supir pribadi yang disuruh oleh Alita.
Alasan lainnya karena Saras akan pulang ke apartemennya sendiri dan itu jelas jangan sampai Kavindra mengantarnya pulang jika tidak mau kebohongan ini terbongkar.
[Gimana doi? Ganteng kan?]
Itu adalah pesan pembuka yang Alita kirimkan pada Saras setelah ia selesai dengan kencan butanya bersama Kavindra.
Perempuan asal Bandung itu menempelkan bahunya di sandaran jok mobil, lalu membalas pesan dari Alita secepat mungkin karena ia ingin menceritakan semuanya malam ini pada sang sahabat.
[Ganteng sih, tapi kelakuannya bukan tipe gue banget. Aura playboy dari cowok bernama Kavindra ini sangat amat bisa gue rasakan!]
Saras kemudian menghela napas panjang setelah ponselnya kembali mati, dan ia membuang tatapan keluar kaca mobil.
Saat itulah bayang-bayang akan masa lalu begitu saja berputar di kepala Saras.
Tentang laki-laki yang menggombalinya terakhir kali sebelum kini telah resmi menjadi kakak iparnya.
Akhir hubungan yang membuat luka dalam di hati perempuan dua puluh empat tahun tersebut masih ada sampai saat ini.
Oleh karena itu, Saras yang gagal move on lebih memilih untuk terus menjomblo sampai tak terasa sudah dua tahun ia tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki manapun.
Itu yang membuat Saras sedikit kaget dan langsung ilfeel saat kembali mendapat gombalan dari seorang laki-laki.
Saras hanya merasa .... sebuah gombalan sudah bukan masanya lagi bagi dia yang umurnya sudah matang untuk menikah.
Perempuan single itu tidak butuh kata-kata manis karena yang dibutuhkan cukup bukti dan tindakan yang serius.
Tapi kalau diseriusi orang seperti Kavindra yang kelihatannya playboy itu, Saras harus pikir-pikir dulu untuk mengiyakan.
Sebab ia tidak mau menikah dengan laki-laki yang punya masa lalu sering bergonta-ganti pasangan.
Apa kabar dirinya yang selalu setia pada satu orang ini?
Lamunan singkatnya buyar saat mobil yang dinaiki Saras sudah sampai di tempat tujuan.
Bertepatan dengan chat jawaban dari Alita yang masuk ke ponselnya.
[Duh .... kurang puas kalau lo belum cerita langsung depan gue! Tunggu ketemu besok, oke?]
Saras mengetikkan balasan untuk Alita sembari berjalan masuk ke dalam lift yang akan membawanya menuju lantai lima belas, di mana kamar apartemennya berada.
Setelah berhasil mengirimkan balasan untuk Alita, Saras tidak langsung menyimpan ponselnya ke dalam tas karena sebuah pangilan dari nomor asing baru saja masuk ke dalam ponselnya.
Dengan ragu, Saras mengangkat panggilan tersebut karena siapa tahu memang penting.
"Halo?"
["Kamu tidak bisa membohongi saya, Saras Fadela. Berperan sebagai pengganti Alita? Huh!! mudah sekali ditebak."]
Detik itu juga, lutut Saras langsung lemas seketika. Ternyata seseorang yang meneleponnya kini tak lain adalah Kavindra!!
Dan laki-laki itu sudah mengetahuinya sejak awal. Tapi mengapa tetap dilanjutkan kencan buta tadi?
Saking terkejutnya Sarah, sekarang ia masih terus diam tanpa menjawab sepatah kata pun sampai pintu lift terbuka dan ia segera keluar dari sana dengan langkah lunglai.
["Setelah ini, jangan harap kamu bisa terlepas dari saya, Saras Fadela!"]
Dan tubuh Saras langsung mematung saat mendapati seseorang yang kini berdiri di depan unit apartemennya.
Tak ada kesempatan bagi Saras untuk kabur atau sekedar berbalik arah lalu pergi dari hadapan Kavindra yang tengah menatapnya lima meter di depan sana."Siapa sebenarnya laki-laki ini? Kenapa bisa secepat ini dia tau semua hal tentangku? Bahkan alamat apartemen ini .... Kavindra bisa dengan cepat berada di sini. Berbahaya sekali!!"Kurang lebih begitu isi pikiran Saras ketika lututnya yang masih lemas karena begitu syok, kini harus dipaksa melangkah menuju Kavindra yang masih setia berdiri di depan pintu apartemennya.Ada perasaan gugup juga takut yang sedang Saras coba tutup-tutupi saat ia terus berjalan mendekat dan berniat langsung menjelaskan semuanya pada laki-laki itu bahwa .... posisinya di sini ia hanya disuruh dan bukan karena keinginannya sendiri."Ka-kamu .... kenapa sampai tau apartemen saya?"Saras mencoba menekan ketakutannya dengan berpura-pura berani memunculkan wajah tak suka dan marah karena Kavindra mencari tau secara diam-diam di mana tempat tinggalnya. Padahal itu
"Mm-maaf."Saras yang sudah sadar dari rasa syok-nya kini berniat menarik pintu kembali agar tertutup.Namun suara Kavindra menghentikannya."Jangan pergi. Urusan saya sudah selesai."Dilihatnya laki-laki itu menjauh dari seorang perempuan berbaju minum yang kini duduk di sisi kiri dengan wajah bete. Mungkin karena permainannya dengan si Bos harus berhenti karena kedatangan Saras."Kamu bisa pergi sekarang," ucap Kavindra pada perempuan tadi yang kiranya masih tidak ikhlas untuk pergi secepat ini padahal belum sampai tahap lebih panas adegan di antara mereka.Tapi pada akhirnya perempuan yang entah siapa itu keluar dari ruangan dan menyisakan Saras yang kini berdiri kaku di hadapan Kavindra dengan menundukkan pandangan."Perempuan itu ... bukan pacar saya."Keterangan tiba-tiba yang disampaikan Kavindra itu membuat kening Saras mengerut tak paham."Ya terus kenapa aku harus? Peduli amat," batin Saras."Ekhmm, saya kasih tau biar kamu gak salah paham dan menjadikan alasan itu untuk men
["Aya kangen kamu. Kapan pulang ke rumah?"]Saras mendecih saat nama anak kecil itu disebut oleh Faiz sebagai alasan agar ia mau pulang ke rumah.Ia tak berniat merespon kalimat itu dengan jawaban akan pulang segera. Tapi Saras langsung beralasan sedang sibuk dan mematikan sambungan telepon tanpa menunggu persetujuan dari Faiz.Laki-laki bernama Faiz itu ... yang bersama Saras selama lima tahun namun berakhir menikahi kakak perempuannya.Dan Aya adalah buah hati mereka berdua.Kenyataan menyakitkan itu yang membuat Saras malas pulang ke rumah, bahkan saat Idul Fitri pun ia akan mencari seribu alasan agar tidak pulang ke rumah dan bertemu Faiz, duda anak satu karena kakak perempuan Saras sudah meninggal dunia setelah melahirkan Aya.Apa yang lebih menyakitkan dari itu?Saras diminta untuk melakukan pernikahan turun ranjang dengan Faiz dan jelas-jelas ditolak oleh perempuan yang sakit hatinya belum juga sembuh sampai sekarang.Berusaha membuang kenangan menyesakkan itu, Saras mengambil
Awalnya Saras begitu antusias saat mengetahui dirinya akan pergi ke Jepang untuk pertama kalinya dalam hidup.Namun realita yang terjadi ketika ia masuk ke dalam pesawat, ketakutannya mulai muncul dan Saras bingung harus bagaimana mengendalikan ketakutannya saat pesawat mulai take off."Saras, tolong cek jadwal di hari kedua."Kavindra menoleh dan menemukan sekretarisnya sedang memejamkan mata dan berpegangan erat pada kursi yang didudukinya.Awalnya laki-laki itu tidak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan Saras dengan memejamkan matanya seperti itu.Tapi kemudian Kavindra tersenyum usil begitu sadar bahwa perempuan di sampingnya ini sedang ketakutan naik pesawat."Kamu takut, hmm?" Saras membuka matanya saat merasakan tangan Kavindra menarik tubuhnya mendekat hingga kepala Saras bersandar di bahu laki-laki itu."I-iya, Pak."Di kepala Kavindra, langsung terlintas ide modus untuk Saras yang sedang coba ia luluhkan hatinya tersebut.Tangan kanannya sudah merengkuh tubuh perempuan
"Aku akan ngajarin kamu bahasa Jepang malam ini."Saras mengikuti langkah Kavindra yang kini mendekat ke arah sisi tempat tidur.Seperti dugaannya, laki-laki tampan namun meresahkan itu duduk santai di sisi tempat tidur dan tanpa aba-aba langsung menarik tangan Saras untuk ikut duduk di dekatnya."Kamu tahu? Bahasa Jepangnya aku cinta sama kamu, apa?"Saras memutar bola matanya malas, sadar kalau buaya ganteng di depannya kini sedang modus. Padahal kalau niat belajar mah yang ditanyakan ya kalimat dasar seperti 'selamat pagi' dalam bahasa Jepang itu apa, bukan justru kalimat ungkapan cinta yang terkesan seolah Kavindra ingin menjebak Saras agar mau mengatakan kalimat cinta pada laki-laki itu.Dih! Saras nggak mudah dikibulin ya."Gak tahu. Aku cuma tahu bahasa Jepang satu kata, kawaii ... artinya lucu kan?"Saras melihat Kavindra tersenyum dan mengganggukan kepala. Lalu tanpa diduga menjawil pipi Saras dengan gemas."Iya, lucu kayak kamu."Perempuan single terhormat itu langsung menye
Tiga hari setelah pulang dari Jepang.Saras baru saja membuka mata di pagi hari dan telinganya langsung mendengar suara bel apartemen terus berbunyi tanpa henti."Siapa sih?!" tanya Saras dengan menahan kesal.Namun perempuan itu tetap melangkah keluar dari kamar dan menuju pintu utama.Setelah dibuka, ia langsung menemukan wajah tertekuk Alita di depannya kini."Kita harus bicara!" tegas Alita.Dan Saras hanya mengangguk pelan, lalu mempersilahkan temannya itu untuk masuk ke dalam apartemen."Ceritain apa yang aku gak tahu tentang kamu dan Kavindra!"Dengan wajah baru bangun tidur, Saras menatap Alita yang meminta dengan tak sabaran. Padahal dia tidak perlu mengkhawatirkan apapun karena Saras tidak memiliki perasaan pada Kavindra."Inti dari cerita yang mau lo tau ... gue gak ada hubungan apapun sama Kavindra. Sebelumnya, tentu lo tahu kalau di anak dari atasan gue di kantor.""Tapi gue gak nyangka kalau lo akan jadi sekertarisnya juga!"Dari dulu, Saras selalu mencoba nyaman untuk b
"Ini..."Saras menyodorkan gaun kurang bahan yang ia temukan saat beres-beres ruang tamu.Ekspresi Kavindra saat ini biasa saja. Laki-laki itu bahkan tidak menghiraukan gaun yang Saras beri dan terus berjalan menuju dapur."Barangkali cewek semalem nanyain gaun ini. Bisa kamu simpan dan kembalikan pada orangnya."Tapi Saras tetap menyodorkan gaun itu dan mengikuti langkah Kavindra yang kini berada di dapur apartemen.Menatap laki-laki yang kini sedang menenggak minuman kaleng, isi kepala Saras tidak bisa ditahan untuk memikirkan kejadian tadi malam antara Kavindra dengan wanita lain di ruang tamu.Buru-buru Saras menggelengkan kepalanya dan lebih mendekatkan gaun itu pada Kavindra."Buang aja. Aku gak berminat menyentuhnya apalagi mengembalikannya pada yang punya," ucap Kavindra seraya bangkit dari posisi duduknya."Gak berminat menyentuhnya gimana? Orang semalam kamu yang membuat gaun ini lolos dari tubuh orangnya kan?"Duh!Saras menyesal telah ceplas-ceplos berbicara pada Kavindra