"Arsan lihat apa yang dilakukan orang-orang itu?" sahut Marren menunjuk ke sebuah rekaman kecil di sudut layar Arsan segera memperbesar ukuran layar tersebut.
Beberapa orang terlihat menyelipkan sesuatu di antara pot-pot bunga yang berisi berbagai macam tanaman.Taidk berapa lama Hasan datang dengan membawa buku tamu dan salah seorang resepsionis yang bertugas saat sang Tamu yang di curigai datang berkunjung.Pembicaraan berlangsung panjang lebar ternyata sang Tamu memesan kamar hotel untuk orang-orang yang berbeda untuk beberapa waktu yang singkat namun berurutan.Setelah Arsan menunjukkan rekaman tersebut akhirnya Arsan memerintahkan beberapa orang untuk mencari benda-benda yang sengaja diletakkan di sana."Ini jelas sekali mereka sedang melakukan sesuatu untuk hotel ini. Bisa jadi mereka ingin menghancurkan nama baik hotel ini," ujar Arsan seraya kembali menatap layar CCTV lebih teliti lagi.''Apakah mereka berusaha menja"Selamat malam, Kak, boleh kami gabung?" Marren mendongakkan kepalanya menatap seorang pria yang cukup tampan memakai setelan kemeja dan celana pantalon bersama seorang wanita yang terlihat lebih muda darinya. Wanita yang tampak manis dan lemah, 'Oh, silakan," sahut Marren tersenyum ramah yang mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan besar itu yang terlihat penuh oleh pengunjung."Tempatnya penuh, ya?" lanjutnya seraya berdir menyambut sepasang orang asing itu dan lalu duduk bersama.''Kakak tahu tidak? Kakak tadi hebat sekali, lah! Aku merekam aksi Kakak!" Ujar sang gadis itu dengan suara penuh semangat hingga membuat Marren sedikit terkejut dan memusatkan perhatiannya pada gadis yang baru ia kenal. Bahkan dengan cerianya gadis itu mendekatkan dirinya pada Marren untuk menunjukkan layar ponselnya pada Marren. Bertepatan sang Pria duduk mengapit Marren. Marren terdiam untuk sesaat setelah menatap layar punse
Marren mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali untuk memastikan apa yang dilihat di hadapannya adalah benar. Wanita cantik itu mengernyit bingung menatap ke sekeliling ruangan yang tidak asing baginya. 'Ini? Bukankah ini rumah? Rumah masa kecilku?' pikir Marren terheran-heran.''Sayang? Kamu di mana? Hei, kamu di sini rupanya!" Marren menoleh ke arah sumber suara dengan terburu-buru, ia sangat mengenali suara yang berat dan dalam milik seseorang yang sangat ia kenal. "Daddy? Dan... Oh, itu Saya?" ''Ren, kenapa diam saja? Ayo bergegaslah! Kita jemput Mommy dari butik. Kita beli kue ulang tahun untuk memberi kejutan pada Mommy!" "lya, Daddy. Marren sudah tidak sabar ingin melihat wajah Mommy yang tersipu-sipu, nanti Marren akan rekam semuanya!" sahut Marren dengan nada suara ceria dan membuat sang Daddy ikut tertawa ceria. Marren menatap ponsel Daddy nya yang bergetar dan bergerak-gerak di atas meja deng
"Apa? " Marren balik bertanya dengan kedua mata membulat. "Saya mengigau pembunuh?" ulangnya dengan wajah tidak percaya. "Ya! Kamu bilang dasar pembunuh! Dan kamu terus menanggil manggil Daddy. Apa sebenarnya yang kamu lihat?" tanya Arsan menatap Marren lekat lekat. Marren mengerjap-kerjapkan matanya dengan gugup, "Arsan, sungguh saya tidak tahu. Yang Saya ingat, dalam mimpi Saya tadi seperti putaran ingatan masa lalu saja," ujar Marren tidak berbohong."Daddy sebelum akhirnya pergi naik pesawat itu adalah hari ulang tahun Mommy. Dan semua terjadi begitu cepat tahu-tahu semua datang ke rumah dan mengucapkan turut herbelasungkawa," lirih Marren berkaca kaca. Arsan menghapus air mata yang hampir meleleh di kedua pipi Marren dan mengecup keningnya dengan penuh cinta. "Maafkan Saya, seharusnya Saya tidak menanyakan hal itu, tetapi Saya merasa kamu bermimpi sesuatu yang sangat buruk, dan Saya takut akan mengganggu pikiranmu, Sa
Marren mendesah perlahan menyaksikan Arsan yang terlihat uring-uringan sejak satu jam yang lalu saat mereka menerima pesan dari Laura yang mengabarkan kedatangannya ke vila kecil mereka. Apalagi kini gadis itu telah berdiri di hadapan keduanya dan mulai menunjukkan sikap manjanya yang menuntut. "Apa-apaan sih? Kenapa kamu harus datang kemari? Siapa yang memberitahumu alamat vila ini?" tanya Arsan seraya menahan tekanan suaranya agar tidak terlihat emosi, namun rahangnya yang mengeras sangat jelas terlihat. "liihh! Kak Arsan yang apa-apaan! Bukankah waktu itu Kakak sendiri yang janji pada Laura kalau Kakak akan membantu segala usaha Laura agar bisa bersatu dengan pacar Laura? Sekarang Lau butuh tempat tinggal, Kak! Laura kabur dari rumah! Dan Lau sudah tidak ada tempat lagi untuk pergi! Lau menelepon Kak Arland dan dia sangat baik untuk memberiku alamat vila ini, dan Lau...." "Oh, jadi Arland yang memberitahumu?" Sela Arsan
Entah sihir apa yang menyelubunginya, Marren yang awalnya hanya diam menatap mata Arsan, tiba-tiba mendekat dan meraup wajah Arsan lalu memagut bibirnya. Arsan pun membalas ciuman Marren dengan lumatan yang dalam dan menuntut. Dan, tak butuh waktu lama untuk Arsan menjelajahi isi mulut Marren, seolah ingin mengabsen deretan gigi Marren satu per satu. Dengan terburu-buru Arsan membalikkan tubuh Marren membelakanginya seraya mengecup leher hingga ke punggung Marren. "Sejak kapan gaun saya terbukaaa? Oh...Tuan" pekik Marren menggeliat di dalam dekapan Arsan dan kini bibir Arsan kembali terpaut pada bibir Marren yang kini rebah di lengan Arsan. Bibir mereka saling melumat, menghisap dan memilin lidah, Marren memekik dalam tenggorokannya saat merasakan tangan Arsan yang menyelusup masuk di dalam gaun tidurnya telah berada di balik celana dalamnya. Marren makin menggeliat tidak karuan dan membalas lumatan bibir Arsan dengan liar
"Apa? Oke, baik!" "Ada apa? Kenapa John menelepon?" "Kita kembali, target sudah ditemukan!" "Tapi bagaimana dengan si laki-laki yang tidak di temukan? Seharusnya kita membawa keduanya, 'kan?" ''Tidak masalah, yang penting kita sudah menemukan target utama! Ayo!" "Awas saja jika ternyata kita harus bekerja dua kali! Mestinya sekaranglah saatnya, karena mereka sedang tidak dalam pengawalan seperti biasanya." "Tutup mulutmu! Ikuti saja perintah John!" Arsan dan Marren menunggu dengan tegang di balik semak dan pepohonan. Bahkan Marren seolah menahan napas dalam pelukan Arsan setelah mendengar percakapan beberapa pria yang semakin lama menjauh dari tempat persembunyian mereka. Setelah beberapa lama mereka memastikan tidak ada suara apa pun lagi yang terdengar, Arsan keluar dari persembunyian diikuti oleh Marren, "Sebenarnya siapa mereka, Arsan? Sepertinya mereka sedang mencari seseorang," ucap Marren dengan n
"Kau yakin mereka tidak menjebakmu?" tanya Arland setelah mereka sampai di alamat yang tertera pada sobekan kertas di tangan Arsan. Arsan mendengus untuk ke sekian kalinya karena ia harus bekerja sama dengan Arland demi membebaskan Laura. "Mau hagaimana lagi? Tidak ada petunjuk apa pun selain alamat ini, mau tidak mau kan kita harus datang ke tempat ini," sahut Arsan menatap tajam Arland."Kalau kau memang merasa semua ini tidak masuk akal, lalu apa rencanamu?" imbuhnya mencoba mengalahkan egonya. Arsan mencoba meredam segala perseteruan yang masih mengganjal di antara mereka seperti pesan Marren sebelum akhirnya istrinya rela melepaskan kepergiannya demi misi malam itu."Sayang, fokuslah pada penyelamatan ini, jangan memikirkan masalah kalian, Anggap itu bukan Arland, karena jika kamu emosi kamu akan hilang kendali, Arsan," ucap Marren mengingatkan dan memasangkan jaket pada Arsan."Sayang, kamu lupa, ya. Hanya kamu yang bisa
Arland menatap Arsan yang berjalan perlahan menuju gudang tua yang ada di tepian dermaga yang menjorak ke laut. pria itu mengikuti langkah Arsan melalui teropong kecil di tangannya. Kegiatannya terganggu oleh getaran ponsel dari saku jasnya yang terus menerus berbunyi. Seraya mengernyit ia membuka saluran telepon yang ada di tangannya yang hanya memperlihatkan deretan angka asing. ''Siapa ini?" tanya Arland tanpa basa basi.''Tuan Arland! Ini Jack bodyguard yang menjaga rumah Tuan Muda Arsan. Tuan, tolong segera mundur! Ini perangkap! Ini perangkap, Tuan!" pekik Jack dari seberang saluran. ''Apa maksudmu?" tanya Arland terkejut. ''Baru saja sang pelaku menelepon melalui ponsel Tuan Muda Arsan yang tertinggal di rumah, dan memberitahukan di gudang itu ada peledak yang aktif dan sewaktu-waktu akan di ledakkan!" papar Jack dengan suara panik. ''APA?" sahut Arland kembali memasang teropongnya dan mendapati Arsan telah