Share

Malam Panjang

Penulis: Dwrite
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-07 13:32:53

"Astaga dragon!"

Erick terlonjak kaget, setibanya di rumah dan melihat kakeknya tengah duduk di ruang tamu dengan bertumpang kaki.

Ekspresi sama Lani tunjukan. Padahal tadi ia hanya bergurau bahwa kakek Erick akan datang. Namun, apa yang ia lihat kini, pria dengan rambut yang sudah memutih sepenuhnya itu tengah menunggu kepulangan mereka.

"Sejak kapan ntu kakek peyot ke sini?" Erick bergumam yang masih bisa terdengar oleh Lani.

Bergegas Lani menghampiri Sultan Wardhana, kemudian mencium punggung tangannya.

"Maaf buat kakek nunggu, tadi kita ada urusan sebentar." Lani merasa bersalah, gadis itu tersenyum kecil.

"Nggak apa-apa, Sayang. Duduk sini, Lan!" Sultan menepuk sofa di sampingnya, meminta untuk Lani duduki. "Kakek malah bersyukur kalian bisa keluar bareng. Walau bagaimana pun kamu dan anak kurang ajar itu memang harus lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Biar mata Si Erick nggak perlu jelalatan lagi."

Lani hanya mampu menanggapi ucapan Sultan dengan senyuman tipis. Masih teringat jelas kejadian di rumah sakit tadi saat Erick menggoda para perawat yang berlalu-lalang.

Toh, ada dia di sisinya pun sifat lelaki itu sama sekali tak berubah.

"Hey, sini kamu. Kenapa malah berdiri di situ!" Sultan memanggil Erick yang berdiri di ambang pintu.

Erick memutar bola mata. Namun, pada akhirnya pria itu menurut juga dan duduk di hadapan kakeknya. Dia meraih botol air mineral yang tersedia di meja, lalu mulai menegaknya sekaligus.

"Kakek mau nginep sehari ini!"

"Uhuk ...." Seketika Erick tersedak, dia tampak memukul-mukul dadanya, lalu membelalak setelahnya. "Mau ngapain?" Respleks, kalimat itu terlontar.

"Kenapa? Nggak boleh?"

"Bukan gitu ... kakek 'kan punya rumah sendiri. Gede banget lagi, bahkan bisa dipake konser sekecamatan. Jadi, ngapa malah pengen numpang di rumah Erick!"

TAK!

Sekali lagi, kepalanya jadi sasaran tongkat.

"Bukannya bersyukur karena kakek sudi singgah di rumahmu, bukan malah nyari-nyari alesan. Lagian tujuan kakek cuma ingin mengawasimu. Mungkin saja tanpa sepengetahuan, kamu nyakitin Lani lagi!"

Lagi-- Erick menghela napas panjang.

"Erick 'kan udah bilang, Kek. Erick nggak akan nyakitin gadis polos kayak dia!"

"Iya, kakek yakin kamu nggak akan nyakitin dia pake tangan. Tapi pakai mulut dan perilakumu itu, Bodoh. Kamu sadar, Rick? Perkataan itu bisa menembus apa yang tidak bisa ditembus jarum. Apa kamu yakin tidak menyakiti Lani dengan ucapanmu yang sembarangan itu!"

Seketika Erick membisu, ia tahu pasti apa yang dimaksud kakeknya. Lelaki itu mulai berpikir.

Apa Lani tersakiti dengan ucapannya? Atau perilakunya selama pernikahan mereka?

Lalu, kalau Lani tersakiti kenapa dia harus peduli? Yang terpenting bagi Erick adalah dia tak melakukan apa yang dilakukan pria-pria pengecut di luar sana. Dia tentu bertanggung jawab sepenuhnya atas diri Lani.

Meskipun tak ada cinta di antara keduanya. Namun, Erick menghargai Lani sebagai istrinya. Itu yang terpenting saat ini, bukan?

"Iya, iya, Kakek!" Pria itu tampak mulai malas menanggapi ucapan Sultan.

"Bukan iya, iya, aja kamu!"

"Terus Erick kudu gimana, Kek?"

"Mulai ubah sikap dan perilakumu. Jadikan dirimu layak untuk Lani. Mulailah lakukan ibadah rutin yang sejak lama kamu tinggalkan. Jadilah seorang muslim yang baik sebagaimana kamu dilahirkan dulu!" imbuh Sultan tegas.

"Ibadah itu untuk diri sendiri. Tak perlu ada orang yang tahu terus dipamer-pamerin, 'gue udah sholat nih', 'gue udah shodaqoh dan bla-bla kayak gitu. Erick pernah denger dari ceramah pak Ustadzt waktu si Lani setel radio ... orang cuma perlu mengingatkan saja, bukan untuk memaksa. Pan kakek juga tahu surga neraka itu ada di tangan kita sendiri!"

"Alah ngeles aja kamu. Kebetulan aja mau denger ceramah biar bisa ngeles. Kapan mau tobat, Rick. Dunia udah tua, gimana kalau kamu masih kayak gini, terus mati!"

"Astaga kakek! Nggak baek nyumpahin orang mati. Erick masih muda, pasti kakek duluan, 'lah."

"Kematian itu datang sewaktu-waktu anak bodoh. Kalau kamu nggak diingatkan sekarang kapan lagi? Pas udah dikubur aja nanti nyesel dapet azab dari Allah!"

"Iya, iya, Kek ... nanti Erick shalat-- kalau inget!" ucapnya kemudian berlalu. Kepalanya seolah berasap mendengar ocehan kakeknya.

Sultan menghela napas panjang. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Lani yang sejak tadi duduk diam memperhatikan perdebatan mereka.

"Tolong maafkan sikap Erick, ya, Nak. Kakek juga nggak tahu harus berbuat apa untuk membuat dia sadar. Kadang kakek bingung, kenapa dia dan Opick begitu jauh berbeda. Padahal mereka mempunyai Ayah dan Ibu yang sama."

Lani menggenggam tangan Sultan, ia tersenyum hangat, "Kakek nggak usah banyak pikiran. Insya Allah seiring berjalannya waktu Mas Erick bisa berubah. Tidak ada yang tidak mungkin bila Allah sudah berkehendak, Kek. Kita hanya perlu bersabar!"

Sultan tersenyum, ia begitu kagum dengan Lani. Dielusnya kepala perempuan itu yang dilapisi jilbab panjang berwarna hitam. Tak salah memang memilihnya menjadi menantu. Gadis ini benar-benar berhati bersih.

* * *

Malam ini hujan turun, hawa terasa begitu dingin menusuk kulit. Di kamar yang hening dengan cahaya temaram itu Erick memperhatikan Lani yang tengah duduk beralaskan sajadah. Kedua tangannya menadah. Gadis itu terlihat begitu khusuk memanjatkan do'a pada sang Khalik agar Erick segera diberikan hidayah.

"Lo nggak cape do'a terus, Lan? Apa lo yakin dengan kekuatan do'a bisa menjadikan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Kayak mengubah perasaan seseorang misalnya!" Erick bertanya setelah Lani melipat mukena dan sajadahnya. Gadis itu menatap Erick dengan senyum.

"Kun Fayakun ...."

"Apaan itu?"

"Tak ada yang tidak mungkin bila Allah sudah berkehendak, Mas. Kun ... jadilah, Fayakun ... maka terjadilah ia!"

"Oh, begitu!" Erick mangut-mangut.

"Ya udah duduk sini!" Erick menepuk ranjang di sebelahnya. Meminta Lani untuk duduk di sana.

Gadis itu menurut, dengan malu-malu ia berjalan menghampiri suaminya.

Sejenak Erick tertegun. Ditatapnya perempuan itu lekat. Setiap inci dari paras ayunya. Kulit putih yang bersih, mata bulat kecokelatan, hidung kecil yang bangir, juga bibirnya yang mungil. Entah kenapa gadis ini terlihat lebih cantik daripada sebelumnya.

"Gue tahu ini pengalaman pertama buat lo. Tenang aja. Gue nggak akan nyakitin lo, Lan. Perempuan kayak elo itu memang patut dimuliakan dan diperlakukan dengan baik!" Mereka bersitatap, tangan Erick mulai terulur menyentuh bahu Lani, lalu turun menggenggam jemari perempuan itu. "Malam ini ... jadilah milik gue seutuhnya!"

Seketika mata Lani terpejam, saat Erick mengelus lembut wajahnya, tanpa bisa dikendalikan, darahnya mulai berdesir cepat.

Sejenak ia terpaku pada mata hitam pekat itu. Bukan sekadar kabut gairah yang ia lihat di sana. Namun, tatapan dalam yang menyiratkan sisi lain dalam diri Erick, hingga akhirnya ... ia mulai pasrah dengan apa yang akan terjadi.

Tanpa Lani sadari, ia tak bisa lagi menutupi rasa itu. Rasa yang sudah sangat lama bersemayam di hatinya. Perasaan yang seringkali membuatnya lemah, hingga menutup mata tentang fakta bahwa Erick adalah seorang lelaki buaya darat.

Dalam hening, di tengah cahaya temaram itu. Sebulir cairan bening jatuh dari sudut matanya.

"Aku mencintaimu, Mas!" gumamnya begitu pelan, hingga nyaris teredam gemericik air yang turun dari langit.

Seolah menjadi saksi bisu malam panjang yang akan mereka lewati.

Bab terkait

  • Playboy in Love   7. Perasaan Sebenarnya

    Cinta adalah suatu hal yang mutlak. Kita tak bisa menyangkal, maupun menghindarinya. Begitu pun dengan perasaan Lani kepada Erick. Perasaan yang awalnya tak ia sadari. Bahkan perempuan itu hanya berpikir hanya perasaan yang timbul sesaat, lalu hilang perlahan. Namun, seiring berjalannya waktu akhirnya ia mulai sadar. Perasaannya kepada Erick semakin dalam. Tak peduli seberapa banyak pria itu menyakiti perasaannya. Lani tahu cinta itu datangnya dari Tuhan. Jadi tak mungkin bila Tuhan meniupkan sebuah perasaan yang salah di hatinya. Perempuan itu yakin, cepat atau lambat suaminya akan berubah. Itu doa yang selalu ia sematkan di setiap sujudnya.Dia percaya Tuhan Maha membolak-balikan perasaan. Dia juga Maha tahu akan segala hal yang akan terjadi. Hanya kepada-Nya 'lah Lani memohon pertolongan. Hanya kepada-Nya 'lah Lani meminta agar kelak perasaan yang semakin dalam ini akan berbalas.Dalam hening ia menatap Erick yang terbaring di sampingnya. Malam tadi adalah malam panjang yang tela

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-08
  • Playboy in Love   8. Mengenal Lebih Dalam

    "Rick, minggu depan Opick mau pulang. Katanya dia mau bawa seseorang dari Mesir!" Suara Sultan memecah keheningan di ruang makan. Erick mengalihkan pandangan dan menatap kakeknya yang duduk di kursi utama, sedangkan ia dan Lani berhadapan."Ngaku juga dia punya keluarga di Indonesia. Kirain udah ganti kewarganegaraan saking betahnya sampe 3,5 di Mesir." Pria itu tampak mengedikan bahu dan kembali fokus pada sarapannya di piring."Jangan gitu, Rick. Di Mesir, 'kan dia nuntun ilmu sambil kerja. Yang kakek denger tahun depan dia bisa jadi dosen termuda di sana!""Bodo amat. Terus kalau dia jadi Dosen Erick kudu koprol gitu, Kek? Lagian kerjaan Erick juga bisa dibilang keren. Nggak mudah loh jadi Arsitek.""Iya Kakek tahu. Maksud Kakek itu pengennya kamu jadi Dokter atau Dosen juga, biar bisa bantu orang banyak dengan kemampuan yang kamu miliki.""Emangnya Arsitek kerjaannya nggak bantu orang? Kalau nggak ada Arsitek ... noh, rumah-rumah, bangunan, jalan-jalan, taman, tempat wisata. Semu

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-09
  • Playboy in Love   9. Kangen

    "Mas, tadi ada Tante Melinda dateng ke rumah!" ucap Lani saat mereka tengah duduk di ruang tamu. Menonton TV."Tante Melinda?" Erick mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Kemudian menatap Lani dengan mata memicing."Kenapa Mas?" "Nggak apa-apa ... mau apa dia dateng? Nggak nitipin si Chico, 'kan, Lan?""Oh, nggak. Dia kasih rendang buatannya, Mas!""Kirain. Biasanya, 'kan dia dateng kalau cuma buat nitipin anaknya atau cari perhatian gue. Tante Melinda itu Janda kaya beranak satu. Bisnisnya jualin tas yang harganya selangit. Suaminya meninggal karena serangan jantung. Lo jangan sampai kepincut barang dagangan, ya! Soalnya strategi marketing ntu emak-emak nggak perlu diraguin lagi.""Kok Mas bisa tahu banget sih," tanya Lani dengan mata memicing."Ng, itu ... dulu gue pernah sempet ditawarin Ferrari buat hadiah ulang tahun.""Serius, Mas?""Iya, tapi gue nolaklah. Dia nggak mungkin ngasih cuma-cuma. Pasti ada udang dibalik bakwan. Emangnya gue cowok apaan!""Tapi keliatannya dia

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-10
  • Playboy in Love   Frustrasi

    Erick menunggu dengan tak sabar. Beberapa kali ia memeloti ponselnya yang tak bersalah, tapi masih belum ada balasan dari Lani. Pria itu menggeram, dicengkeramnya ponsel hanya untuk memastikan apakah centang dua di pesannya sudah berubah biru apa belum."Kampret! Ke mana lagi si Lani?" gumamnya kesal."Ada apa, Mas?" tanya Pak Agus pada Erick yang tampak sibuk sendiri. Sementara pesanan mereka sudah datang beberapa menit yang lalu, "Nanti Mie kocoknya keburu dingin nggak enak loh Mas!"Erick mengalihkan pandangan dari layar ponsel, ia menatap pria paruh baya itu kemudian tersenyum kecil."Duluan aja Pak, saya nunggu agak dingin sedikit. Nggak bisa makan yang panas-panas, soalnya sering panas dalem," ucap Erick kembali sibuk dengan ponselnya.To : Bini Voloz 😺Lan!Send.Lani!Send.Alani ... woy!Send.Alani Rhamadanti, lo masih hidup?!Send."Ah, kesel gue." Erick melempar ponselnya ke meja. Kemudian menyantap Mie kocok yang masih panas itu dengan lahap.Kekesalan menguasainya hingg

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Playboy in Love   Gengsi

    Sesampainya di hotel, Erick duduk di tepi ranjang. Pria itu meraih sebungkus rokok di kantong celana lalu menyalakannya dengan pematik. Asap rokok terlihat mengepul pekat mengisi ruangan. Sesekali ia melirik ponsel yang tergeletak di sampingnya. Benda itu bergetar beberapa kali. Awalnya ia abaikan karena itu mungkin saja panggilan dari perempuan-perempuan yang pernah menjadi korbannya dulu.Namun, saat melihat nama Lani tertera di sana, ia segera meraih benda persegi tersebut tanpa berpikir panjang."Jangan, Rick, jangan diangkat!" Erick menatap ponsel itu kemudian menggeleng keras, logika dan hatinya berjalan bertentangan. Sekali lagi ia tak bisa menurunkan ego yang selalu ia bumbung tinggi, hingga yang terjadi panggilan itu hanya ia biarkan begitu saja.Erick kembali menghisap rokoknya kuat-kuat, pikirannya berkelana entah kemana. Pernikahannya dan Lani baru berjalan seminggu. Namun, perempuan itu telah berhasil mengambil kendali dalam dirinya. Sepanjang hidup ia belum pernah merasa

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Playboy in Love   Merajuk

    Seketika raut wajah Erick berubah masam, ketika melihat ekspresi Lani akan kedatangannya bukan seperti yang pria itu harapkan."Ck, nggak asik lo, Lan!" Dia berjalan melewati Lani kemudian menghempaskan diri ke sofa."Mang Wawan, woy ... ambil barang di mobil!" teriaknya, tak lama pria parubaya yang kebetulan suami dari bi Ningsih itu berlari tergopoh-gopoh dari belakang."Iya, Pak.""Turunin oleh-oleh di mobil, peuyeumnya masukin kulkas. Kalo roti unyilnya bawa sini. Udah itu cuci sekalian mobilnya. Tadi di jalan hujan," ucap Erick dengan wajah datar dan ditanggapi anggukan oleh mang Wawan.Sepeninggal mang Wawan Lani berjalan ragu menghampiri Erick di sofa. Perempuan itu duduk di samping suaminya kemudian menyentuh lengan Erick yang sibuk dengan ponselnya."Diem Lan, masih sore!" Erick menepis tangan Lani."Mas kenapa sih, dari kemaren di telepon kok aneh banget?"Erick mengalihkan pandangannya dari layar ponsel, ia menatap Lani dengan ekspresi jengah."Harusnya gue yang tanya. Kena

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-13
  • Playboy in Love   Undangan Kumpul Keluarga

    "Mas udah nggak marah lagi, 'kan?" cicit Lani di tengah keheningan pekat yang menyelimuti mereka di taman depan rumah.Erick menoleh, sebelah alisnya tampak terangkat naik. "Menurut lo?" cetusnya datar, namun tak melepas tautan tangan keduanya."Kayaknya masih. Buktinya tangan aku nggak dilepas. Ini udah sejam, loh, Mas," papar Lani dengan sorot mata meredup. Menatap Erick sembari memiringkan kepalanya.Seketika Erick terkesiap. Ia menarik diri, lalu berdehem."Ekhmm ... sorry, kebawa suasana. Lagian lo nggak protes, tuh!" sanggah Erick sembari memalingkan pandangan. Mengusap tengkuk. Salah tingkah."Ya udah, aku masuk dulu. Mau siapin makan sia--""Pan udah ada Bi Ningsih!" potong Erick cepat, seraya menarik pergelangan tangan Lani yang hendak beranjak, "gue udah bilang, jangan terlalu banyak ikut campur urusan dapur. Nanti tangan lo kasar dan kapalan. Kerjaan lo cuma ngurusin gue," sambungnya tegas."Eh." Bibir mungil perempuan itu tampak terbuka setengah. Dia menatap lelaki berumur

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Playboy in Love   Kembar

    Esoknya Erick dan Lani tampak tengah bersiap-siap untuk berkunjung ke kediaman utama keluarga Wardhana, di Jakarta Pusat. Dari kabar yang didengar katanya Opick sudah tiba di tanah air. Segera setelah mendengar kabar itu kemarin mereka tengah bersiap di depan mobil untuk menyambut kepulangan kakak Erick tersebut, setelah beberapa tahun lamanya.Meskipun Erick tampak malas untuk bertemu dengan saudaranya itu. Namun, tetap saja ikatan yang mengikat mereka kuat. Walaupun lelaki itu tak terlalu menyukai Opick terlebih karena sikap keluarga yang selalu membanding-bandingkan keduanya. Namun, tetap saja, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam Erick tak bisa memungkiri perasaannya kala akan bertemu sang kakak. "Udah siap, Lan?" tanya Erick saat melihat perempuan itu selesai memakai seatbelt."Udah, Mas. Bismillah ...." Mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah kepadatan ibu kota di siang hari ini.Tak ada percakapan yang terjadi di antara keduanya. Mereka sama-sama sibuk bergelut den

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15

Bab terbaru

  • Playboy in Love   Akhir

    Empat tahun kemudian ....Pria itu tampak berjongkok untuk menyejajarkan tubuh dengan bocah perempuan yang berdiri di hadapannya. Ia memasangkan jilbab di kepala bocah menggemaskan dengan mata bulat dan pipi gembil tersebut."Ayah ... napa Ica harus pake keludung, tapi Kak Malik sama Kak Ridwan engga?" Pertanyaan yang terlontar dari bibir putri kecilnya membuat senyum pria itu mengembang. Ia mengusap kepala bocah bernama lengkap Khairunnisa Wardhana yang lebih sering dipanggil Ica itu setelah jilbabnya terpasang."Ridwan dan Malik itu laki-laki, Sayang. Sedang anak ayah yang cantik ini, 'kan perempuan shalihah. Ica selalu bilang sama ayah kalau mau jadi kayak bunda, 'kan?"Bocah menggemaskan itu tampak mengangguk antusias."Iya, Ayah. Ica mau jadi kayak Buna. Buna cantik, telus sayang Ica sama Ayah!""Nah, kamu tahu? Jilbab itu adalah cara Allah buat ngelindungin kaum perempuan. Kalau udah gede Ica pasti ngerti.""Iya, Ayah. Ica juga suka pake keludung. Biar kelihatan cantik kayak Bun

  • Playboy in Love   Ngidam

    Semburat senja yang tampak di kaki langit telah berganti dengan pekatnya sang malam. Tepat ketika jam berpusat di angkat tujuh, Erick baru kembali dari lokasi proyek di daerah Jakarta Utara.Lelaki itu tampak berlari kecil menuju pintu masuk akses rumahnya. Ia merapatkan jaket saat udara dingin mulai menyergap."Assalamualaikum," salamnya setelah pintu dibuka Bi Ningsih."Wa'alaikumsallam," balas perempuan paruh baya itu, sembari mempersilakan Erick masuk."Lani di mana, Bi?" tanyanya."Oh, Neng Lani ada di atas, Pak. Tadarus kayaknya."Erick mengangguk, kemudian melepas sepatunya dan mengganti dengan sandal rumah. Bergegas pria itu berjalan menuju lantai dua."Makan malamnya udah siap, Pak. Mau makan sekarang?"Erick menghentikan langkah, kemudian memutar kepala menghadap Bi Ningsih. "Nanti aja, Bi."Mengerti dengan maksudnya, Bi Ningsih tersenyum penuh arti. "Duh pasangan muda makin lama makin romantis aja. Jadi pengen muda lagi. Si Bapak ke mana lagi. Pan abi ge hoyong dimanja cita

  • Playboy in Love   Hadiah di Penghujung Tahun

    "Sebentar, ya." Setelah itu Erick berlari menuju garasi.Lani menunggu di pelataran, sampai suaminya kembali dari garasi dengan sebuah motor matix berwarna hitam metalic."Yuk, Mas!" Lani tampak sudah bersiap menggunakan helm dan naik di jok belakang. Namun, seketika kegiatannya terhenti saat sebuah cekalan tangan menahannya tetap berdiri di hadapan. Lekat mata Erick menatap Lani yang berdiri di hadapannya dengan gamis bermodel semi gaun yang bertumpuk di bagian bawahnya hingga membentuk beberapa layer. Pakaian itu dipadupadankan dengan khimar syar'i yang menutupi pinggang rampingnya berwarna senada. "Lan.""Iya?""Kenapa nasi harus ada lauknya?"Seketika dahi Lani mengernyit, pada akhirnya ia menjawab juga. "Untuk pelengkap. Kalau cuma makan nasi aja, 'kan nggak enak, Mas.""Nah, sama halnya dengan kamu. Allah menciptakanmu untuk menjadi pelengkap hidup Mas, Lan. Tanpamu dunia Mas hampa."Mendengar itu seketika tawa Lani meledak. Perempuan itu tampak membekap mulut, setelahnya ia

  • Playboy in Love   Lupa

    Suara azan subuh terdengar berkumandang, angin mulai berembus kencang masuk melalui ventilasi di sisi jendela, hingga menyibak gorden kamar berwarna cokelat lembut tersebut. Terbaring di atas ranjang berukuran king size, tampak sepasang suami istri yang telah memadu kasih. Bergelung dalam satu selimut yang sama. Seolah berbagi kehangatan tubuh masing-masing.Setelah mendengar suara azan berkumandang, terlihat sang suami beranjak. Melerai pelukan eratnya dari tubuh mungil sang istri yang masih terlelap dalam buaian mimpi. Bibirnya terlihat mendekati daun telinga yang semula tertutup juntaian rambut tersebut. Lembut ia berbisik. "Lan, udah subuh. Bangun, yuk! Atau mau Mas pangku ke kamar mandi?" Merasakan napas hangat menyapu permukaan wajah, akhirnya Lani mengerjap. Perlahan tapi pasti mata bulat bening itu mulai tampak. Lalu bersitatap dengan iris hitam pekat yang menatapnya lekat. Kedua sudut bibirnya tertarik. Perlahan ia mulai beranjak. "Aku duluan, ya," sahutnya sembari mulai

  • Playboy in Love   Begitu Indah

    Ruang makan itu terlihat hening, hanya suara denting sendok garpu yang beradu dengan piring saja yang terdengar. Bi Ningsih menatap kedua majikannya dari kejauhan, tanpa ia sadari kedua sudut bibirnya terangkat naik, membentuk senyuman. Kebahagiaan keluarga kecil ini seolah menular padanya. Bisa ia rasakan rumah yang tadinya sedingin es di kutub utara, sekarang menjadi sehangat ini. Bi Ningsih terus larut dalam tontonan, hingga tak sadar tengah menyandarkan tubuhnya pada sebuah guci besar di atas meja, yang terletak di lorong ruang makan, terhubung dengan dapur. Prang! Guci itu pecah, berserakan di lantai. Serpihan pecahannya bahkan sampai di bawah ubin yang Lani dan Erick pijak. Tepatnya di bawah meja makan. "An ... jritt!" Segera sebelum kata kasar itu terlontar, Erick membekap mulut. Dengan wajah polos dan lucu ia menatap Lani yang tak kalah terkejut. Namun, tampaknya perempuan itu justru menahan senyum. "So ... maaf, Lan. Keceplosan." Setelahnya ia menyengir. "Nggak apa-apa

  • Playboy in Love   Ungkapan Perasaan

    Seketika Erick termangu. Geming menatap Lani yang mulai beringsut mendekat. Kuat kepalan tangannya setiap melihat perempuan itu menghela napas, dan membuka mulut. Perasaan yang selama tiga bulan sempat teredam, kembali muncul ke permukaan kala Lani mulai mengungkitnya kembali.Erick pikir perempuan ini telah melupakan kejadian itu seiring berjalannya waktu bersama dengan proses konselingnya.Melupakan permintaan yang membuat lelaki itu untuk pertama kalinya merasa takut kehilangan. Namun, ternyata ia salah. Proses itu dilakukan hanya untuk mengendalikan trauma Lani serta mengontrol kendali pada dirinya. Bukan serta merta memengaruhi ingatan di benaknya, apalagi ingatan yang melekat dalam diri sang penderita. "Mas ...."Seketika lelaki itu mendongak, setelah menghela napas panjang ia meletakkan tangan di kedua bahu Lani. "Maaf karena aku nggak bisa menuruti keinginanmu beberapa bulan yang lalu. Jujur permintaanmu saat itu di luar kuasaku, Lan. Jadi, kumohon kasih aku kesempatan. K

  • Playboy in Love   Permintaan Cerai

    Mobil-mobil mewah itu tampak sudah berjejer rapi di pekarangan rumah Erick malam hari ini. Didorong menggunakan kursi roda oleh Hendra menantunya--tampak Sultan Wardhana tersenyum semringah melihat Lani menyambutnya di ambang pintu.Tak hanya Erick, ternyata perubahan juga terjadi pada sosok Hendra Wirawan--papanya. Setelah tiga bulan berusaha memperbaiki diri. Akhirnya hubungan ia dengan keluarga pihak istri--terlebih Sultan Wardhana--perlahan mulai membaik.Keluarga besar Wardhana itu masuk satu per satu menuju kediaman Erick dan Lani. Setelah Hendra dan Sultan, tampak Rima serta Ainun berjalan bersebelahan, lalu bergantian memeluk Lani. Setelahnya diikuti Opick dan Mariam. Mereka berkumpul di ruang tengah dengan prasmana yang sudah disiapkan oleh pihak catering yang sengaja dipesan. Tampak datang belakangan Panji dan Diana berdiri celingukan di ambang pintu. Erick yang melihat itu langsung berjalan menghampiri."Astagfirullah, Di. Baju lu udah kek jaring-jaring Ikan Pari," celetu

  • Playboy in Love   Menahan Diri

    Sesaat setelah menjejakkan kakinya memasuki kamar, Lani dibuat tertegun dengan suasana yang tiba-tiba berubah. Dinding yang biasa bercat hijau, kini dilapisi wallpaper bermotif elegan. Warnanya berpaduan peach dan hijau tosca. Sangat seiras dan enak dipandang. Langkahnya mulai berayun memasuki ruangan seluas 9 x 9 meter tersebut. Menyisir pandangannya ke sekeliling, lalu terhenti tepat di depan ranjang dengan seprai berwarna senada dinding. Dilapisi kelambu putih yang diikat dengan pita cantik di tiap sisi tiang penyangganya.Jemari lentik perempuan itu mulai terulur menusuri setiap inci ranjang berukuran king size itu, lalu beralih pada Erick yang berdiri memperhatikannya sejak tadi. "Suka?" tanya Erick sembari melempar senyum ke arah istrinya. Lani mengangguk. "Iya, ini nyaman, Mas," pujinya. Senyum Erick melebar. "Syukurlah. Ya, udah. Mas mandi dulu, ya. Setelahnya kita salat Ashar di musala bawah.""Sebentar, Mas!" Lani menghentikan langkah Erick yang baru saja hendak beranja

  • Playboy in Love   Pulang

    Dua bulan kemudian....Di hadapannya Lani melihat Erick sibuk mengemasi barang mereka ke dalam tas berukuran sedang, hingga tak ada satu pun yang tertinggal. Sementara ia hanya duduk diam memperhatikan di sofa. Setelah serangkaian konseling serta psikoterapi yang dijalani. Akhirnya perempuan itu dinyatakan pulih, walaupun belum sepenuhnya sembuh. Lani masih harus mengikuti konseling rutin seminggu sekali dengan psikolognya Prof. William. Selama hampir kurang lebih tiga bulan berlalu sejak guncangan hebat yang berakibat pada psikisnya. Perempuan itu tak bisa mengingat apa saja yang terjadi selama tiga bulan terakhir ini. Karena konon, pasien yang mengalami depresi atau apa pun itu penyakit yang mengganggu kejiwaan seseorang. Mereka kerap kali melakukan tindakan di luar alam bawah sadar, hingga menunjukkan gejala-gejala yang sebenarnya tak ia kehendaki. Namun, meskipun begitu. Dalam beberapa kasus ada pula penderita yang mengalami gejala setengah sadar pasca depresi, dan masih bisa m

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status