Share

Part 26

Penulis: Hanina Zhafira
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-04 00:27:11

Pisah Terindah

#26

POV Danar

Pulang. Waktunya untuk kembali pulang ke rumah yang telah kuhuni bersama keluarga kecilku selama kurun waktu tujuh tahun belakangan ini.

Namun, pulang kali ini kulakoni dengan debar yang berbeda. Lonjakan rasa di dada membuatku tak tenang. Bukan karena aku tengah dilanda cinta yang menggebu-gebu kepada Dara, istriku. Sama sekali bukan! Tetapi karena sesampainya nanti aku di rumah, akan kuungkap sesuatu yang akan membawa perubahan besar dalam kehidupanku.

Setelah sekian lama mengulur-ngulur waktu, pada akhirnya semua harus diungkapkan. Siap atau tidak siap, tetap harus! Apalagi ada yang sangat mendesak.

Seperti biasa, setiap kepulanganku akan selalu disambut antusias oleh Dara. Dia mampu menampilkan diri selayaknya orang yang tengah menanggung rindu berat meski hanya tiga hari saja aku meninggalkannya.

Mulai dari penampilan, suasana rumah, masakan, semuanya akan dibuat sangat istimewa untuk menyambut kedatanganku. Sungguh, dia sangat berusaha mencipt
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Hajrah Fatimah
tdk ada alasanmu untuk bertahan,Dara. mending mundur saja secara Mas Danar telah bertemu cinta lama nya, jelas dirimu akan kalah
goodnovel comment avatar
yenyen
ooo alasannya clbk dara mending mundur deh toxic family laki laki pengecut
goodnovel comment avatar
Setya Radja
kok bab nya di ulang lagi,aduhhj
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pisah Terindah   Part 27

    Pisah Terindah #27POV DanarLama aku tertekur duduk di ruang tengah. Dalam rentang waktu tertentu aku melirik ke arah pintu kamar berharap pintu itu akan terbuka. Aku ingin tahu bagaimana keadaan Dara. Harusnya Dara marah, berteriak histeris, menangis terisak-isak, atau bahkan mengeluarkan kata-kata tajam untuk menunjukkan emosinya padaku. Aku telah bersiap untuk menerima semua itu. Walaupun kemungkinan yang terakhir itu kecil akan terjadi karena selama yang kutahu, Dara bukanlah orang yang punya perbendaharaan kata-kata kasar dan dia sangat takut akan menyakiti hati orang lain. Opsi lain yang lebih besar kemungkinannya, Dara akan menangis mengiba-iba agar aku tidak meninggalkannya. Aku yakin sekali Dara tidak akan pernah menginginkan kami berpisah. Shahna anak semata wayang kami adalah alasan terbesarnya. Dara tentu sangat tidak ingin kalau Shahna tumbuh dalam keluarga yang tidak komplit. Mendapatkan reaksi Dara seperti itu, aku akan menjelaskan apa yang terjadi dan meyakinkan d

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-09
  • Pisah Terindah   Part 28

    Pisah Terindah #28 (POV Danar) "Diam-diam aku memberanikan diri menemui istri sah dari rekan bisnis papa yang akan menjadi calon suamiku. Aku memberitahunya kalau suaminya ingin menikahiku. Tentu saja dia tidak ingin hal itu terjadi. Lalu, terjadilah sebuah kesepakatan yang bisa dibilang saling menguntungkan antara kami." "Singkatnya, pernikahan itu tidak jadi terjadi. Otomatis kerja sama yang sangat diimpi-impikan papa juga tidak terwujud. Papa gagal mendapat suntikan dana untuk mempertahankan perusahaannya." Aku sangat fokus mendengarkan cerita Lalisa. Setelah beberapa kali pertemuan singkat, akhirnya ada juga waktu untukku bisa lebih lama berinteraksi dengan wanita yang masih menggenggam sebagian hatiku itu. Kali ini Lalisa sengaja datang ke hotel tempatku menginap. Sedangkan aku sengaja tidak langsung pulang meski tugas dari kantor sudah selesai. Aku mengambil cuti dua hari. Tujuanku agar bisa lebih lama menghabiskan waktu bersama Lalisa. Aku berencana akan memesan satu kam

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13
  • Pisah Terindah   Part 29

    Pisah Terindah #29Kembali bekerja setelah bertahun-tahun mengabdikan diri menjadi ibu rumah tangga yang hanya fokus pada urusan domestik. Di hari pertama memang terasa kikuk tetapi itu tak lama. Di hari berikutnya aku sudah mulai bisa beradaptasi dengan lebih baik. Aku sangat menikmati aktivitas terbaru ini. Menerima tawaran Mbak Tania untuk menggantikan asistennya yang sedang cuti ternyata tidak ada ruginya. Malah mengasyikkan. Meskipun hanya untuk sementara. Aku bersyukur sekali Mas Danar mengizinkan aku untuk bekerja walau hanya beberapa minggu saja, tetapi dengan catatan bahwa aku bekerja bukan karena kekurangan nafkah darinya. Apalagi karena dia lalai akan tanggung jawabnya memberi nafkah. Melainkan hanya untuk memanfaatkan waktu senggang yang kupunya. Seminggu sudah aku bekerja. Itu artinya sudah selama itu juga aku tidak bertemu dengan Mas Danar. Aku sengaja berbaik hati membiarkan Mas Danar fokus dengan kebahagiaan barunya memiliki anak dari wanita yang mampu membuatnya b

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-16
  • Pisah Terindah   Part 30

    Pisah Terindah #30"Dara, nanti sekitar pukul sepuluh tolong ke kantor Mas Lindan, ya. Cuma ngasihin beberapa dokumen aja. Cuman, harus diterima sama Mas Lindan langsung," ujar Mbak Tania yang baru saja datang. "Aku udah terlanjur ada janji sama calon klien. Padahal aku pengen ngobrol serius sama dia," lanjutnya lagi. "Baik, Mbak. Kantornya yang di deretan ruko biru, kan, Mbak?" "Iya, yang itu. Kamu ingat, kan orangnya? Yang dua hari yang lalu ke sini?" "Iya, Mbak. Aku ingat. Yang waktu itu pakai jas abu-abu?" "Ya, benar. Nanti ingatin aku lagi, ya." Aku mengangguk sambil mengulas senyum. Kukira Mbak Tania akan langsung masuk ke ruangannya setelah menyampaikan tugas yang harus kulakukan. Ternyata dia malah menarik kursi yang ada di hadapanku dan duduk dengan posisi nyaman. "Oh, iya, Dara, kemarin Windi ada ke sini, nggak?" Aku menggeleng pelan. "Nggak, Mbak. Aku nggak ketemu." Mbak Tania menarik napas berat. "Kalau kamu sempat ketemu sama dia, tolong nasihatin, tuh anak s

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-24
  • Pisah Terindah   Part 31

    Pisah Terindah #31Rasa penasaran makin menjadi-jadi menghampiriku. "Apa dibuka aja?" "Tapi ...." Entah kenapa aku harus membuat bingung diri sendiri. Padahal urusan apa pun di kantor Mbak Tania tidak ada kaitan apa-apa dengan kehidupanku. Aku cukup melakukan apa yang diperintahkan oleh orang mempekerjakan aku. Selain itu, aku tidak ada hak untuk ikut campur. Aku juga tidak punya kapasitas untuk melibatkan diri. Aku tidak mengerti apa-apa tentang pasal-pasal hukum. Apa lagi keberadaanku hanya sebagai asisten pengganti yang sifatnya sementara. Meskipun sudah mencoba menyadari tentang posisiku, satu sisi pikiranku yang telah dikuasai rasa penasaran hebat tidak bisa ditundukkan begitu saja. Seperti ada kekuatan lain yang menggerakkan, sehingga jariku telah berada di ujung amplop. "Daripada menanggung penasaran. Lagian juga nggak bakal keciri kalau amplop ini sempat kubuka." Begitu aku berhasil meyakinkan diri untuk mengintip isi amplop itu, telepon genggamku mengeluarkan getar. P

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-26
  • Pisah Terindah   Part 32

    Pisah Terindah #32 "Dara? Lagi apa?" Jantungku seakan mau copot begitu mendengar ada suara yang menyerukan namaku. Tanpa melihat pun aku tahu siapa yang sedang ada di pintu. Meskipun berada pada situasi genting aku tidak boleh memperlihatkan kepanikan selayaknya orang yang tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak benar. Hal itu penting untuk menghindari kecurigaan. Sayangnya aku tak pernah mempelajari ataupun memahami teori-teori ilmu psikologi yang berkaitan dengan penguasaan diri. Namun, sebisa mungkin kucoba untuk mengontrol diri untuk mengkamuflasekan apa yang kurasa saat ini. Aku mencoba menyiasati agar tidak terlihat seperti orang yang panik. Langkah pertama kucoba untuk tetap tenang tanpa ada gerakan tergesa-gesa yang nantinya akan memperlihat kegugupan. Lalu, setelah menarik napas perlahan, aku mengulas senyum dan mengarahkan pandangan dengan serileks mungkin ke arah Mbak Tania. "Ini, Mbak, lagi nyari HP. Barangkali ketinggalan di sini," ujarku spontan. Padahal in

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-29
  • Pisah Terindah   Part 33

    Pisah Terindah #33 POV LalisaLelah! Lelah raga dan terlebih lagi lelah jiwa. Kupikir takkan seperti ini jalan hidupku. Takkan seperti ini kehidupan pernikahan yang akan kujalani. Memang, menjadi istri dari seorang Danar Aryo Bintang adalah sesuatu yang tak lagi terpikirkan olehku. Namun, tanpa sepenuhnya direncanakan takdir membuatnya menjadi sebuah kenyataan. Menjadi wanita kedua, wanita mana di dunia ini yang benar-benar mau berada pada posisi itu. Jelas tidak ada. Namun, lagi-lagi takdir yang berkata terjadi. Maka semuanya pun terjadi hingga saat ini. Hingga sudah memasuki tahun kedua kujalani. Mas Danar, lelaki yang awalnya menikahiku secara sirri itu memang bukanlah orang baru dalam hidupku. Bertahun-tahun yang lalu dia pernah menjadi matahari bagi duniaku. Terlepas dari kesalahpahaman Papa ketika berhasil menemukan aku yang memang sengaja menghilang dari rumah, yang menjadi alasan utama terjadinya pernikahan itu, kuakui aku pun masuk ke dalam jerat pesona mantan. Hampir

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-12
  • Pisah Terindah   Part 34

    Pisah Terindah #34 Tak sia-sia rasanya meluangkan waktu dan menghabiskan dana yang tidak sedikit untuk mewujudkan liburan kecil-kecilan ini. Shahna sangat bahagia. Pun dengan Mas Danar terlihat larut dalam kebersamaan kami. Sepertinya ultimatum di awal yang kukeluarkan cukup mempan. Terlebih kami juga bertemu dengan teman lama Mas Danar ketika sama-sama merintis karier dulu. Dia bersama keluarganya juga tengah menghadiri acara keluarga yang tak jauh dari lokasi villa kami menginap. Sebelum kembali pulang, mereka pun menyempatkan waktu untuk bergabung bersama kami. Apalagi juga ada anaknya yang berusia setahun lebih tua dari Shahna. Shahna semakin senang karena punya teman bermain. Tak lupa, setiap kegiatan yang kami lakukan diabadikan dalam bentuk foto maupun video. Mulai dari menunggang kuda, hiking ke air terjun, beredam air panas, makan di restoran, baik yang berkonsep modern maupun yang ala-ala suasana zaman dahulu. Tentu satu hal yang tidak boleh terlewatkan yaitu memostin

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19

Bab terbaru

  • Pisah Terindah   Part 59

    Pisah Terindah #59 "Mama hebat, selamat mama!" Shahna berseru riang sembari menyerahkan buket bunga mawar putih padaku. "Terima kasih, Sayang mama. Anak hebat, anak cantik yang paling mama sayang se-jagad raya." Aku mendapatkan pelukan dan beberapa ciuman dari Shahna. Dia pun tampil sangat menawan dalam balutan gaun panjang didominasi warna nude. Senada dengan kebaya yang kupakai hari ini. Kebahagiaan pun jelas terpancar di wajah imutnya. Momen wisuda ini memang sudah sangat ditunggu Shahna. Karena selepas ini aku berjanji akan menebus waktu kebersamaan kami yang belakangan ini semangat jarang. Pengertian Shahna yang mempermudah aku menjalani semua ini. Aku pun sangat berterima kasih kepada putri semata wayangku itu. "Selamat, ya, cintaku, sayangku, bestie terbaikku." Windi memelukku erat. Kebahagiaan dan rasa haru tergambar dari wajahnya. "Terima kasih, sahabatku tersayang. Tanpa kamu aku takkan bisa apa-apa." Tanpa diundang embun bermunculan di mataku. Aku benar-benar terh

  • Pisah Terindah   Part 58

    Pisah Terindah #58 (POV Danar) "Pak Danar, antarkan ini ke proyek A-14. Pak Anthoni sedang menunggu di sana. Sekalian berkas ini kebagian pemasaran." Pak Hamdi memberikan dua tumpuk berkas padaku. Setelah itu, lelaki yang umurnya lebih tua sepuluh tahun dariku itu berlalu begitu saja. Tak ada basa basi, tidak ada ucapan terima kasih. Begitulah gambaran hari-hariku di salah satu kantor Avalia Utama selama beberapa bulan belakangan ini. Lebih tepatnya semenjak kekalahan di pengadilan waktu itu dan proyek yang sedang digarap menderita kerugian atas ganti rugi terhadap pihak yang menang. Awal-awal memang aku masih berada di kantor pusat dengan tekanan kerja yang luar biasa serta target yang besar. Dalihnya sebagai bentuk pertanggung jawabanku. Lalu, beberapa bulan ini aku dipindahkan ke kantor cabang. Aku memang tidak dipecat tetapi luntang-lantung tanpa jobdesk yang jelas. Tiap bulannya hanya menerima gaji standar. Tidak ada bonus-bonus sama sekali. Sehingga penghasilanku mandek s

  • Pisah Terindah   Part 57

    Pisah Terindah #57Ikhlas adalah kunci bahagia menjalani kehidupan. Begitu mendiang ibu pernah berkata. Dulu bagiku semua itu adalah bentuk kenaifan belaka. Bentuk ketidak berdayaan melawan kesemena-menaan atau dengan kata lain sekadar memperindah istilah pasrah ke versi yang religius. Ternyata aku keliru. Kenyataan demi kenyataan yang kujalani dengan segala pasang surut emosi mematahkan anggapan yang dulu. Pernah memelihara sakit hati, amarah, bahkan dendam pun sempat bersarang. Namun justru hal itu makin membebani. Harusnya memang dibuat sederhana saja. Salah satu permisalan, ketika seseorang sudah tidak ingin bersama kita lagi. Dia ingin pergi, sebaiknya memang dilepaskan saja. Kenapa masih ingin tetap memiliki? Kenapa harus mati-matian dengan segala daya upaya menahan orang yang memang sudah ingin pergi? Namun kadang ego manusia susah untuk ditaklukkan sehingga ujung-ujungnya memperdalam rasa sakit untuk diri sendiri. Ikhlas adalah titik tertinggi yang tak mudah untuk dirai

  • Pisah Terindah   Part 56

    Pisah Terindah #56 "Ada Mas Danar di sini? Lagi apa dia?" Pernyataan itu meluncur begitu saja tanpa di awali basa-basi. Wajah diselimuti amarah dan keangkuhan terpampang di depan mataku. "Mas Danar." Aku yang masih diliputi kaget karena kehadiran tamu yang tak disangka-sangka itu mengucap ulang nama mantan suamiku itu. "Harus banget ya Mas Danar ada di sini sampai malam-malam begini?" lanjutnya lagi dengan tatapan sinis. Aku yang hendak menanggapi lontaran kata-kata sinis mantan maduku itu sudah kedahuluan oleh Windi yang sudah berada di belakangku. "Ada siapa, Ra?" "Ada perlu apa ya, Mbak?" tanya Windi dengan tatapan penuh selidik. "Aku istri Mas Danar." Jawaban ketus terlontar begitu saja dari wanita yang telah berhasil membuat karam biduk rumah tanggaku. "Oh, nyari Mas Danar? Ada tuh, lagi sama anaknya? Kenapa emangnya?" tanya Windi dengan gaya menantangnya. Namun Lalisa tidak menghiraukan Windi. Tatapannya kembali tertuju padaku. "Sudah kuduga." Sebuah senyuman sinis

  • Pisah Terindah   Part 55

    Pisah Terindah #55"Apa kabar, Mas?" Seketika Windi melontarkan sapaan setelah sempat kikuk karena aku dan Mas Danar secara berbarengan menoleh padanya. "Baik, Win. Kamu di sini?" balas Mas Danar. "Iya, tadi kebetulan ada ketemu klien nggak jauh dari sini. Ya, udah, sekalian mampir." Bisaan saja Windi beralasan. "Aku ke belakang dulu, ya. Tak bikinin minum dulu, ya." Windi segera berlalu tanpa menunggu persetujuan apa pun. "Shahna sekolahnya kamu pindahin ke mana? Kenapa dipindah?" Nada Mas Danar bertanya terdengar kurang bersahabat di telingaku. Kentara sekali ada ketidaksukaan darinya. "Aku berencana untuk memindahkan Shahna ke sekolah yang full day." "Rencana? Rencana bagaimana? Aku datang ke sekolahan, gurunya bilang Shahna sudah pindah sekolah. Tidak di sana lagi?" Sesaat aku menghela napas panjang. Aku butuh banyak asupan oksigen agar tetap bisa mengontrol emosi menghadapi Mas Danar. "Memang hari ini Shahna tidak ke sekolah biasa. Tadi masa uji coba dulu. Kalau Shahn

  • Pisah Terindah   Part 54

    Pisah Terindah #54 Menghubungi Windi, itulah yang terlintas di benakku dan seketika itu juga aku lakukan. [Win, nanti bisa ke rumah? Sore pulang kerja.] [Bisa, sih, kayaknya. Why?] [Jangan kayaknya, yang pasti-pasti aja. Aku butuh banget kehadiran kamu.] [Iya.] [Okey, makasih, ya. Aku tunggu.] [Ok.] Aku menghela napas panjang. Baiklah hadapi saja apa yang akan terjadi. Kutenggelamkan lagi pikiran dan konsentrasi pada pekerjaan-pekerjaan yang masih terasa asing bagiku. Kendati masih kaku, tetapi aku mulai menyukainya.*** Waktu untuk pulang sudah tiba. Aku kembali mengecek tumpukan berkas yang ada di samping laptop di meja yang kutempati. Setelah semua komplit, aku pun mematikan perangkat elektronik yang seharian ini kugunakan. "Sudah beres, Dara?" Aku menengakkan kepala begitu mendengar namaku disebut. Rupanya Pak Beni sudah berdiri di samping mejaku dengan sebuah ransel hitam yang sudah tersandang di pundaknya. "Udah, Pak." "Nggak usah terlalu formal, Dara. Kita di sin

  • Pisah Terindah   Part 53

    Pisah Terindah #53"Kalau Shahna pengen bobo sama Papa bagaimana?" Aku tertegun, lidahku terasa kelu dan otakku seketika kehilangan memori yang berisi huruf-huruf. Aku dibuat tak mampu merangkai kata-kata. "Nanti bisa menginap di rumah Oma." Aku mengucapkan kalimat yang tiba-tiba saja mampir ke kepalaku. "Nggak mau di rumah Oma. Rumah Oma 'kan jauh. Maunya di sini, di rumah kita." Aku kembali terdiam. Sepertinya aku memang belum bisa untuk memberi pengertian yang sederhana namun bisa dimengerti dan dimaklumi oleh anak seusia Shahna. Sepertinya harus bertahap dan pelan-pelan. Aku pun memilih untuk tidak melanjutkan lagi obrolan kami. Aku tidak mau memberi harapan-harapan kosong pada Shahna. Aku tak ingin mengecewakannya lebih dalam lagi. Setiap anak pasti akan sangat kecewa atas pepisahan kedua orang tuanya, apa pun alasannya. Tak terkecuali dengan Shahna.Terkait bagaimana pertemuan antara Shahna dan Papanya untuk ke depannya, aku rasa lebih baik dibicarakan dulu dengan Mas Da

  • Pisah Terindah   Part 52

    Pisah Terindah #52 Kurasa dugaan Mas Danar kalau ada kedekatan antara aku dan Mas Daniel pasti akan makin menguat setelah tadi dia melihat aku dan Mas Daniel di parkiran. Apa pun itu, harusnya tidak lagi kupedulikan karena kenyataannya kami bukan siapa-siapa lagi. Sama halnya seperti aku melihat keberadaan mereka berdua. Harusnya tak perlu ada rasa apa-apa lagi di hatiku. Jika Mas Danar dan Lalisa terang-terangan bersama adalah hal yang wajar. Mereka adalah pasangan suami istri yang sah. Masih adakah rasa cinta di hatiku pada Mas Danar? Sejujurnya, bagiku tidak mudah menghilangkan rasa yang dulu tumbuh dan bersemi di hati. Rasa yang tulus, rasa yang kujaga dengan sebaik-baiknya. Walaupun setahun belakangan kami lebih akrab dengan konflik, tetapi tidaklah serta merta menghapus kasih sayang yang selama ini ada. Meskipun begitu, telah habis waktu untukku tetap memelihara rasa itu. Keadaannya sudah berbeda sekarang. Jika dahulu memujanya akan berbuah pahala, tetapi tidak dengan sek

  • Pisah Terindah   Part 51

    Pisah Terindah #51 Pak Bima mengulas senyum lalu dengan santai berkata, "Bu Dara jangan tegang begitu." Aku menarik napas pelan, mencoba untuk rileks. Namun rasanya tidak begitu berhasil. Gendang di rongga dadaku tetap bertalu-talu dengan riuh. Entah kabar apa yang akan kudengar beberapa saat lagi. Semoga saja bukanlah kabar yang tidak kuinginkan. "Dua hari yang lalu Naja mengabari saya kalau dia mau ikut suaminya ke Singapura dan akan menetap di sana. Dia mengajukan resign. Saya bermaksud menawarkan posisi yang selama ini diisi Naja pada Bu Dara." Syaraf-syaraf yang tadinya sempat tegang berlahan melentur kembali. Tak hanya kelegaan yang bersarang di dadaku tetapi juga bunga-bunga turut bermekaran. "Saya dengar dari Bu Tania, kalau Bu Dara pernah jadi asistennya." "Ini ... ini benaran, Pak? Serius?" Walau aku yakin aku tak salah dengar, tetap saja aku ingin memastikannya sekali lagi. "Ya, tentu saja. Malah sangat serius." Pak Bima kembali melebarkan senyumnya. Aku terdiam

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status