Beranda / Urban / Pinangan Jutawan Berkedok Seniman / Melupakanmu Saat Bersama Yang Lain

Share

Melupakanmu Saat Bersama Yang Lain

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-24 16:42:01
Sejak kapan aku bisa menolak permintaan Lois saat menyadari jika telah jatuh cinta padanya?

Dan pada akhirnya, semalam aku kembali menyerahkan jiwa ragaku secara sukarela untuk kembali dinikmati Lois. Tidak seperti dua malam lalu ketika dia meminta haknya dengan cara yang 'kasar' dalam arti sebenarnya.

Semalam, Lois memperlakukanku penuh kasih dan ... cinta.

Meski di tengah keremangan kamar, aku masih hafal betul bagaimana dia mencium bibirku penuh makna. Seolah-olah aku telah ada di hatinya hanya saja ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakannya.

Biasanya hanya sekali permainan, Lois akan mengajakku untuk terlelap, tapi tidak dengan tadi malam. Dia meminta haknya hingga dua kali pergulatan.

Kemudian Lois benar-benar melebur dengan lelah raganya hingga dia bangun kesiangan pagi ini.

Begitu aku sudah siap dengan setelan kerja sambil duduk di kursi rias, Lois baru saja membuka mata perlahan dengan posisi telungkup.

Lengannya yang padat dan sedikit berotot itu nampak menggiurka
Juniarth

enjoy reading ...

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
semoga lois sama lilyah makin lengket lilyah bisa sukses romo lubis dapat karma dg kesombongan nya
goodnovel comment avatar
THIKA Sary
kak Thor,bikin Lois klepek klepek Ama lilyah jdi disaat Lois gi krja,sllu keingat lilyah palgi sllu inget saat gi ehem2 wkwkwk
goodnovel comment avatar
Redmi 9A
terus latih piano pai mahir Ly..dan jadi pianis terkenal dunia..kalahkan keluarga lois dengan prestasimu yg mendunia...dan jadi kaya raya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Satu Bis Bersama Lois

    Lois menghentikan permainan pianonya lalu menatapku. “Aku uda beliin kamu ponsel baru. Mau lihat?” Bukannya menjawab pertanyaanku tentang pertemuannya dengan Eliska, justru Lois mengambil paper bag coklat kecil itu lalu mengeluarkan ponsel yang masih berada di dalam kotak. Dengan hati-hati Lois mengangsurkan ponsel yang ternyata sudah hidup itu padaku. “Keluaran terbaru dari merk paling bagus. Kamu suka?” Kemudian Lois membalik bagian belakang ponsel yang menunjukkan brand apel tidak bulat sepenuhnya. “Makasih, Lois. Ini lebih dari bagus.” Aku senang menerimanya karena ponsel lamaku tidak sebagus ini. Namun tetap saja di hatiku masih ada ganjalan tentang pertemuannya dengan Eliska. “Tahu kan?! Kalau aku nggak ingkar janji? Aku bolehin kamu kerja lagi dan dapat ponsel baru.” Kepalaku mengangguk dan mengakui jika Lois adalah lelaki dan suami yang tepat janji. Sesuai dengan apa yang ia ucapkan. Bukannya mengulir layar ponsel baru, aku justru meletakkannya di dekat tuts

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-25
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Sudah Lama Akrab

    Aku masih bingung, mengapa Lois masih ada di sini? Tadi pagi dia berpamitan padaku akan ke Bandung menggunakan helikopter. Tapi pagi ini dia justru mendadak akan menaiki bus yang sama denganku menuju Bandung. "Sudah lengkap semuanya?" tanya Lois sambil berdiri. Kepalanya menoleh ke kanan untuk melihat kami semua yang sudah duduk di bangku masing-masing. "Sudah, Pak Lubis," jawab kami serentak begitu juga denganku. Kemudian rombongan bis berangkat menuju Bandung. "Gi, kok ... Pak Lubis naik bis ini ya?" tanyaku berbisik pada Gia. "Ya suka-suka si bos, Ly. Dia anaknya yang punya perusahaan ini. Wajar mau naik bis kek, mobil pribadi kek, atau helikopter kantor sekalipun." Kepalaku hanya mengangguk dengan kepala menunduk agar tertutupi oleh kursi penumpang yang ada di depanku. "Lo nggak capek duduk posisinya kayak gitu, Ly?" tanya Gia ketika kami sudah sekitar setengah jam perjalanan. Aku tersenyum canggung sembari menggeleng. Sedang mereka yang duduk di bagian depan justru s

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-26
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Satu Dukungan Baru

    Dengan kepala pening dan kaki berusaha menopang tubuh yang bersandar di badan bis yang terayomi tumbuhan rindang, aku menatap seseorang yang kini berdiri di sampingku. Memegang kedua lenganku dari samping. "Kamu sakit, Ly?" Aku tidak mengenali wajahnya sama sekali. Tapi bagaimana dia bisa tahu namaku? Kemudian dia membantuku untuk berdiri lebih tegak. "Di sini panas, Ly. Ayo kita duduk di ruang tamu gedung utama aja," ajaknya. Perempuan dengan setelan kerja yang rapi dan wangi serta riasan wajah minimalis namun elegan itu sekilas membuat otakku dipenuhi tanya. Namun belum terlontar tanya itu dari bibir ini karena aku masih sibuk melangkah menuju gedung utama dengan kepala pening. Sedang kedua tangan perempuan itu terus mengamit kedua lenganku seperti khawatir aku benar-benar limbung lalu jatuh terduduk di lantai paving pabrik. Hingga kami tiba di ruang tamu gedung utama lalu aku duduk di sofa. "Aku ambilin minum. Kamu duduk di sini aja." Setelah kepergiannya, aku mengingat kemb

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-27
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Sedia Payung Sebelum Hujan

    "Kita kayaknya perlu diskusi mesra, Ly." Aku tertawa lirih mendengar gombalan Lois di tengah galaunya hati akan kedekatannya dengan Eliska. "Gimana? Mau saya ajak rapat singkat untuk mendiskusikan sesuatu?" tanyanya lagi dengan bahasa yang formal. Astaga, Lois. Sekejap dia berubah manis tapi kadang sikapnya yang introvert itu membuatku sering salah paham. "Boleh, Pak Lois. Dimana saya bisa menemui Bapak?" ucapku tak kalah formalnya dengan gaya berbicara selayaknya dengan customer melalui sambungan telfon. "Baiklah, Lilyah. Menurut tracker yang terlacak dari ponsel saya, rupanya anda berada di lobby gedung utama pabrik saya." "Betul, Pak." "Kalau begitu anda bisa mulai mengambil jalan ke kanan." Aku mengikuti saran Lois lalu melangkah ke kanan. Di sepanjang lorong itu nampak legang karena semua karyawan sedang bersenang-senang di aula merayakan ulang tahun pabrik ini. "Silahkan naik tangga sampai ke lantai tiga." "Apa di kantor Bapak tidak ada liftnya?" tanyaku dengan mulai

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-27
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Percaya Janji Atau Mengikuti Saran?

    Sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta menggunakan bis, aku hanya duduk termenung dengan menatap keluar jendela. Apalagi jika bukan karena merasa galau akibat kedekatan Lois dan Eliska. Juga saran yang Ishak katakan. Bahkan aku tidak bersemangat menimpali obrolan Gia dan Nina yang sedari tadi sibuk membahas ketampanan anggota band yang menghibur acara ulang tahun di pabrik yang Lois pimpin. Mereka tidak tahu saja kalau anggota grup band itu semua adalah teman bermusik Lois semasa dia belum menjadi pebisnis seperti ini. "Ly, lo kok pucat banget sih? Bengong pula," tanya Gia ketika kami sudah tiba di Jakarta. Kami masih menunggu rekan-rekan yang lain turun lebih dulu dari bis agar tidak berjubel. "Kurang makan," jawabku asal. "Emang tadi di pabriknya Pak Lubis kamu nggak makan?!" Kepalaku menggeleng tegas dengan menatap Gia. "Lha? Menunya enak-enak kok malah nggak makan sih?" Aku berdiri dari duduk lalu menyampirkan tas kerja ke pundak. "Ada jelangkung di aula pabriknya Pak

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Cemburu Membuat Ribet

    Ini kali pertama aku tidur sendirian di kamar tanpa Lois sejak dipaksa pindah ke rumahnya ini. Nyatanya segala kemewahan yang ada di rumah ini tidak bisa menggantikan kesenangan yang hatiku butuhkan. "Aku mau kamu pulang, Lois. Tapi ... kamu sekarang mulai sibuk dan selalu ditempeli Eliska," gumamku dengan menatap bantal yang biasa dipakai Lois terlelap. Lalu tanganku bergerak mengusap sisi kasur yang dipakai ia berbaring. Dingin dan kosong. Bahkan di angka dua belas tepat, aku masih saja terjaga dan memandangi tempatnya yang kosong. Sembari menguatkan hati untuk tidak menangisi apapun yang terjadi. Andai kata aku hanya ditakdirkan oleh Tuhan hanya berjodoh dengan Lois beberapa tahun saja, aku sudah menyiapkan diri untuk tetap tegar meski hidup tanpa dia lagi. Bukankah hidup hanya tentang dia yang datang kemudian harus berpisah. "Selamat tidur, Lois. Aku merindukanmu. Entah dirimu." Karena nyatanya, hingga aku mulai memejamkan mata, ponsel yang berada di dalam dekapan dengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-29
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Tetap Tegar Meski Akhirnya Diceraikan

    Senja di Jakarta hari ini ditutup dengan gerimis. Tanganku menengadah ke rerintik gerimis yang membasahi paving kantor. Sengaja aku tidak segera pulang bahkan ketika semua karyawan sudah kembali ke peraduannya masing-masing. Alasannya sederhana. "Kalau aku di rumah, aku pasti ingat kamu, Lois," gumamku dengan menatap telapak tangan yang basah akibat percikan gerimis yang berjatuhan. Kemudian ponselku berdering dan ternyata dari Pak Wawan. Aku segera mengangkat panggilannya dengan tetap membiarkan satu telapak tanganku terbasahi oleh rerintik gerimis. "Selamat sore, Mbak Lilyah. Kenapa Mbak belum pulang?" tanyanya sopan. Wajar Pak Wawan tahu aku sedang dimana. Karena aplikasi tracker yang ada di ponselku juga terhubung dengannya. "Males aja, Pak Wawan. Memangnya kenapa kalau aku belum pulang?" "Mbak sudah bekerja seharian, apa tidak lelah dan ingin segera istirahat?" "Tumben Pak Wawan nelfon dan menasehati aku kayak gini. Apa Lois yang nyuruh?" Pak Wawan menghela nafas pend

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-29
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Penyelesaiannya Selalu Di Ranjang

    Lois tidak menghubungiku sama sekali ketika ia sudah disibukkan dengan acara rapat tahunan di Bali. Entah karena sibuk dengan rapat itu atau karena gengsinya atau ... ada Eliska yang sudah menemaninya. Ya, perlahan tapi pasti. Posisiku sebagai istri Lois yang belum ia cintai sepenuhnya itu akan tergantikan oleh Eliska yang nyaris sempurna itu. "Halo, Mbak Lilyah." "Halo, Pak Wawan. Lois sedang apa?" "Kami sudah kembali ke kamar masing-masing, Mbak." Jarum jam menunjukkan pukul delapan malam di Jakarta. Berarti sekarang pukul sembilan di Bali. "Apa kamar Lois dan Eliska jadi satu?" "Astaga, Tuhan. Tidak, Mbak. Den Mas di kamarnya sendiri," jawab Pak Wawan dengan nada tidak percaya. "Lalu dimana kamar Eliska? Apa kamar mereka berdekatan?" tebakku lagi. Entahlah firasat seorang istri itu tidak bisa diabaikan. Pak Wawan tidak menjawab pertanyaanku dan bukankah itu artinya jika kamar mereka benar-benar berdekatan? "Siapa yang ngatur biar kamar mereka berdekatan, Pak?" "Mbak E

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-30

Bab terbaru

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Bikin Anak Lagi Yuk?

    POV RADEN MAS / LOIS Luis dan Lewis sudah sering bertandang ke rumah Romo dan Ibu sejak aku dan Lilyah pindah ke Jakarta. Entah sudah berapa bulan kami di Jakarta. Bahkan Romo dan Ibu khusus membuat acara welcome party untuk keduanya dengan mengundang keluarga Hartadi saja. Acara itu lumayan meriah tapi tidak ada Lilyah. Dia tidak mau datang karena takut pada Romo dan Ibu, ditambah keduanya juga tidak mengundang Lilyah. Meski aku memaksanya untuk datang namun tetap saja Lilyah tidak mau. Saudara-saudara begitu gemas melihat Luis dan Lewis saat bermain dengan keponakan yang lain. Pasalnya kedua anak kembarku itu benar-benar menggemaskan dan rupawan. “Yang, ayo ke rumah Romo dan Ibu. Ini akhir pekan lho.” Ajakku. Lilyah baru saja memasukkan bekal Luis dan Lewis ke dalam tas. “Kapan-kapan aja, Mas. Kalau aku udah diundang Romo dan Ibumu. Untuk saat ini biar kayak gini dulu. Aku cuma nggak mau mereka ilfil sama aku.” “Lagian, aku sama si kembar udah biasa sembunyi dari media tenta

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Senyum Bahagia Palsu Istriku

    POV RADEN MAS / LOIS "Den Mas, akta kelahiran Mas Luis dan Mas Lewis sudah jadi," ucap Pak Wawan, asisten pribadiku. Aku yang sedang duduk di kursi kebesaran CEO Hartadi Group lantas menerima map hijau berisi akta kelahiran baru kedua jagoanku. Gegas aku membuka map itu dan membaca kata demi kata yang tertulis di sana dengan seksama. Tidak ada yang berubah selain nama kedua putraku itu. Raden Mas Satria Luis Hartadi. Raden Mas Satria Lewis Hartadi. Dan nama Lilyah masih tertulis jelas sebagai ibu kandung keduanya. "Makasih, Pak Wawan. Nanti akan aku tunjukin ke Lilyah." Sudah satu minggu ini kami menempati rumah baru yang berada tidak jauh dari rumah Romo dan Ibu. Tentu saja Lilyah berusaha beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Begitu juga dengan Luis dan Lewis. Biasanya kami tinggal di tempat yang minim polusi dan masih bisa menikmati pepohon tinggi di Bandung, kini justru disuguhi dengan pemandangan gedung bertingkat dan hawa yang panas. Sejak kami pindah ke Jakarta,

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Raden Mas Satria Luis dan Lewis Hartadi

    POV RADEN MAS / LOIS "Kalau kamu nggak nyaman, kita bisa cari rumah yang sesuai seleramu aja, Yang. Nggak masalah kok meski nggak dekat sama rumah Romo dan Ibu."Aku tidak tega melihat Lilyah kembali hancur ketika terus-terusan ditolak keluarga Hartadi untuk sesuatu hal yang tidak ia lakukan. Ekspresinya kini terlihat meragu dan tidak nyaman sama sekali dengan tangan menepuk pantat Luis yang mulai terlelap. "Aku akan bilang Romo dan Ibu kalau kamu nggak suka tinggal di Jakarta. Alasannya logis kan?!"Lalu Lilyah melepas ASI dari mulut Luis perlahan sekali kemudian mengancingkan pengait baju di bagian dada sambil duduk. Aku pun sama, memberi guling kecil untuk dirangkul Lewis agar tidak merasa aku meninggalkannya lalu duduk menghadap Lilyah."Kita ngobrol di ruang tengah aja yuk, Mas?" Pintanya dan aku menuruti.Kututup pintu kamar perlahan sekali lalu menuju ruang tengah dengan merangkul pundak Lilyah. Rumah sudah sepi karena semua pelayan, bodyguard, dan asistenku sudah masuk ke da

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   CEO Baru

    POV RADEN MAS / LOIS Dengan jas hitam yang terasa pas melekat di tubuh, aku turun dari mobil MPV Premiun usai pintunya dibuka oleh asistenku, Pak Wawan. Di depan loby pabrik sigaret yang dulu kupimpin, pengawal yang biasa bersama Romo langsung mengamankan jalanku menuju aula. Tidak ada media satupun yang kuizinkan untuk meliput pengangkatanku sebagai CEO Hartadi Group yang baru. Aku tidak mau wajahku malang melintang di media manapun lalu dikaitkan dengan kerajaan bisnis keluarga Hartadi yang turun temurun ini. Nanti efeknya bisa ke keluarga kecilku. Begitu memasuki aula rapat pabrik yang sekarang berubah lebih modern, jajaran direksi sudah menungguku. Lalu seulas senyum kusuguhkan sambil menyalami tangan mereka satu demi satu. "Selamat Mas Lubis." "Semoga sukses." "Semoga Hartadi Group makin berjaya dengan anda sebagai pemimpinnya." Rasanya aku terlalu muda duduk di kursi ini mengingat kolega bisnis Romo sudah berumur semua. Romo saja yang terlalu cepat ingin mengundurkan d

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Serah Terima Jabatan

    POV RADEN MAS / LOIS "Nggak bisa apa, Romo?" tanyaku dengan menatap beliau lekat. "Lubis, Romo dan Ibumu terlahir dari keluarga yang menjaga etika, harga diri, sopan santun, juga tata krama yang tinggi. Coba kamu lihat orang-orang yang bermartabat tinggi di luar sana, sudikah mengangkat menantu yang pernah digauli lelaki lain lalu sempat menjadi perbincangan orang lain meski videonya udah nggak ada di dunia maya?" Aku hanya menatap Romo tanpa mengangguk atau menggeleng. "Lebih baik mereka menikahkan putranya sama yatim piatu yang benar-benar terjaga kehormatannya, Lubis. Karena kehormatan itu ... adalah harga tertinggi seorang perempuan yang nggak bisa dibeli dengan apapun kalau udah terlanjur dihancurkan laki-laki lain." "Tapi aku mencintai Lilyah dan mau menerima kekurangannya di masa lalu, Romo. Dia itu dijebak. Bukan seenak hati nyodorin kehormatannya demi lelaki lain," ucapku pelan namun tegas. Kepala Romo menggeleng, "Maaf, Romo dan Ibumu nggak bisa, Lubis. Maaf." Lalu aku

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Lewis Dan Luis Mulai Ada Di Hati

    POV RADEN MAS / LOIS "Selamanya! Katakan sama Romo dan Ibumu, orang tua mana yang bisa menerima perempuan bekas lelaki lain?! Hati orang tua mana yang bisa merelakan putra kesayangannya menikah sama perempuan yang pernah digilir sama bajingan-bajingan?!" "Nggak ada, Lubis! Nggak ada orang tua yang bisa terima itu!" Romo berucap tegas meski tidak keras karena ada Luis dan Lewis. Jangan sampai mereka mendengar perdebatan yang menyangkutpautkan tentang Ibu mereka. Walau mereka belum memahaminya. "Tapi aku udah bersihin semua video Lilyah yang udah diunggah di dunia maya, Romo." "Tetap aja, Lubis! Tetap aja jatuhnya dia itu perempuan yang pernah ditiduri lelaki lain! Asal kamu tahu, Romo nggak masalah kamu nikah sama dia asal nggak ada masa lalu kelamnya yang kayak gitu! Tapi, takdir berkata lain. Dia tetap perempuan kotor!" "Meski Lilyah dijebak saudaranya sendiri?" tanyaku dengan tatapan mengiba. *** Pukul delapan malam, aku baru tiba di Bandung. Helikopter perusahaan turun di

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Tidak Akan Pernah Ada Restu

    POV RADEN MAS / LOIS "Kita harus bicara, Lubis!" Hanya itu yang Romo katakan lalu beliau berlalu bersama Ibu. Kemudian aku dan Mbak Syaila mengikuti keduanya dengan menggendong si kembar menuju ke dalam rumah megah kedua orang tuaku ini. Rumah yang bisa membuat siapapun tersesat jika tidak terbiasa berada di dalamnya. Lirikan sinis dari kakak pertamaku yang haus harta, Mbak Ayu, tidak kuhiraukan sama sekali ketika melihat kedatanganku. Dia pernah hampir mencelakai si kembar ketika masih berada di kandungan Lilyah. Dan tidak akan kubiarkan kedua kalinya dia menyentuh Luis dan Lewis walau hanya sekedar mengusap pipinya. Jujur, aku gugup dan merasa sangat bersalah pada Romo dan Ibu karena hubungan kami tidak kunjung membaik pasca aku lebih memilih Lilyah dan kehamilannya kala itu. "Mbak, kira-kira Romo sama Ibu mau ngomong apa?" Bisikku dengan menyamakan langkah dengannya. "Kalau aku tahu duluan itu namanya aku mau jadi dukun, Lubis." Sungguh candaan Mbak Syaila tidak membuat

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Kedatanganku Dengan Si Kembar

    POV RADEN MAS / LOIS Hari ini akan menjadi pertama kalinya aku kembali ke pabrik sigaret di Bandung yang setahun lalu kutinggalkan demi melindungi Lilyah dan kedua putra kembarku dari intervensi keluarga besarku. Dulu aku membangun pabrik ini dengan susah payah bahkan jatuh bangun untuk menunjukkan pada Romo, Ibu, dan keluarga besar Hartadi jika aku bisa sehebat Romo membawahi bisnis sigaret turun temurun keluargaku. Namun, demi kebahagiaan Lilyah dan ketenangannya merawat si kembar, aku memutuskan untuk meninggalkan semua fasilitas eksklusif premium yang keluargaku berikan. Pikirku, harta bisa kucari dari bisnis pribadiku, tanpa harus mengorbankan perasaan istri dan kedua buah hatiku yang tidak berdosa. "Kamu yakin nggak mau ikut?" tanyaku sambil menatap Lilyah lekat-lekat. Dia tengah mencukur jambang di rahangku dengan begitu telaten. Kepalanya kemudian menggeleng pelan dengan tetap mencukur rambut halus itu agar penampilanku tetap menarik. "Masih ada waktu lima belas meni

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Dihibur Harapan Yang Tak Pasti

    POV RADEN MAS / LOIS “Saya tinggal dulu, Pak Daniel.” Aku tidak menjawab pertanyaan Pak Daniel tentang si kembar dan memilih berlau dari taman bermain itu. Aku belum bisa mengakui si kembar dan Lilyah pada dunia secepat ini. Khawatir nanti akan menimbulkan perselisihan lagi antara aku dan keluarga Hartadi. Aku tidak tega melihat Lilyah dan kedua putra kembarku terluka karena penolakan dari keluarga besar Hartadi. Setelah berada di salah satu toilet khusus pria, aku mengirimkan sebuah pesan pada Lilyah. [Pesan dariku : Aku ke toilet dulu. Mendadak mulas banget, Yang.] Padahal pesan itu mengandung kebohongan seratus persen hanya untuk menghindari persepsi Daniel tentang keberadaan si kembar dan juga Lilyah. Biarlah seperti ini dulu entah sampai kapan. Yang penting kami bahagia dan tidak membuat hati siapapun terluka. *** “Mas, kamu kok belum balik dari toilet?” Itu suara Lilyah dari sambungan telfon. “Apa perutmu masih mulas?” Bukan mulas, juga bukan masih di toilet.

DMCA.com Protection Status