"Kamu yakin ingin melanjutkan rencana ini? Sebaiknya kita sudahi saja, Airin. Sadewa sudah meninggal dan aku rasa dendam-mu sudah terbalas.""Tidak!" Wanita yang ternyata adalah Airin menoleh dan memberi tatapan tajam pada pria yang berdiri di belakangnya. "Dendamku bukan hanya pada Sadewa, tapi juga Ayuna. Wanita itu telah menghina dan menamparku dan sampai kapanpun aku akan mengingatnya!" Wajah Airin merah padam menahan amarah. Pria di depannya berjalan mendekat dan memeluknya. "Oke, aku minta maaf," ujarnya lirih. "Jangan lagi mencoba menghentikan aku, Mas. Aku tidak akan menyudahi dendam ini sampai melihat Ayuna menderita. Karena mereka aku dipecat dari Cafe karena kejadian waktu itu diviralkan oleh seseorang yang menyaksikan kami. Aku dituduh sebagai pelakor sampai mamaku drop karena melihat video itu dan akhirnya meninggal. Mereka penyebab penderitaanku. Sejak saat itu aku bersumpah untuk membalas dendam hingga akhirnya aku bertemu kamu, Mas."Airin mendongak. Menatap sayu p
Raga melirik Ayuna yang nampak biasa saja. Kehadiran Dara pagi ini membuatnya canggung dan tidak tahu bagaimana harus bersikap. Jika saja bukan karena Zeya, pria itu enggan berhubungan lagi dengan Dara, sebab tidak ingin menyakiti gadis itu lebih dalam. Rupanya Zeya tidak main-main dengan permintaannya tadi malam. Sang putri menghubungi Dara dan meminta gadis itu datang untuk ikut liburan hari ini. "Sudah siap semuanya?" Raga memperhatikan putra dan putri sambungnya, pun dengan Zeya yang masing-masing sudah membawa tas berisi pakaian ganti. Rencananya hari ini Raga mengajak mereka ke kolam renang dan wahana permainan sesuai keinginan mereka tadi malam. "Sudah, Om." Alika menyahut dengan nada antusias. "Kalau begitu kita berangkat sekarang.""Zeya ikut mobil Tante Dara saja ya, Pa."Raga tertegun. Melirik Ayuna yang juga tengah menatapnya. "Boleh. Ra, titip Zeya, ya." Raga tidak kuasa menolak keinginan sang putri. "Iya, Mas. Tenang saja," jawab Dara dengan mengulas senyum. Ayuna
"Saya sudah mendapat laporan dari orang suruhan yang saya tugaskan untuk menyelidiki kematian Sadewa. Dia mendapat keterangan dari seorang pemuda yang kebetulan sedang menunggu taksi online di sana tepat di waktu kejadian." Hadiwijaya menghela napas panjang. Mengurai rasa sesak saat harus menceritakan kembali apa yang menimpa sang putra. "Waktu itu mobil Sadewa tiba-tiba saja oleng dan menabrak pembatas jalan. Setelah mobilnya diperiksa, ternyata ada yang menyabotase. Remnya blong."Raga dan Bram yang mendengar keterangan Hadiwijaya sama-sama terkejut. Mereka sedang berada di depan ruang rawat Dara setelah gadis itu dipindahkan dari ruang IGD. "Siapa yang melakukan tindakan kriminal ini? Apa ada petunjuk lain yang mengarah ke siapa pelakunya?" tanya Raga. "Mereka masih mencari rekaman cctv di hari terakhir Sadewa pulang dari kantor. Siapa tahu dari sana mereka bisa menemukan siapa orang yang melakukan sabotase," terang Hadiwijaya. "Ya. Semoga pelakunya cepat tertangkap. Kita tidak
Airin Natasya.Ayuna tidak pernah menyangka akan bertemu kembali dengan wanita itu dengan penampilan yang jauh berbeda. Semua yang melekat di tubuh Airin adalah barang-barang branded. Pun dengan wajah dan tubuhnya yang nampak putih bersih bak pualam, menandakan kehidupan Airin jauh lebih baik jika dibanding dengan dulu. "Apa kabar, Ayuna?" Airin kembali menyapa. "Baik. Aku baik. Kamu sendiri apa kabar? Tapi sepertinya kamu juga sangat baik." Ayuna berbicara seramah mungkin, meski hatinya tetap tidak menyukai wanita ini. Kejadian di masa lalu belum bisa benar-benar Ayuna lupakan. Apalagi, Airin pernah menjebak Sadewa dengan cara yang sangat murahan. "Seperti yang kamu lihat. Aku memang sangat baik." Airin tersenyum, tetapi senyuman itu nampak lain di mata Ayuna. Bukan. Bukan senyum ramah yang wanita itu tunjukkan, melainkan senyum penuh kepuasan yang entah karena apa, Ayuna pun tidak tahu. "Oh ya. Bagaimana kabar Sadewa? Kalian sudah punya anak berapa?" Ayuna memalingkan wajah s
"Mas minta maaf atas perkataan Zeya. Mas juga tidak paham kenapa dia bersikukuh menginginkan Dara jadi pengganti mamanya."Raga menoleh pada Ayuna yang duduk di sebelahnya. Keduanya sedang berada di dalam mobil untuk pulang setelah menjenguk Dara yang kondisinya makin membaik. Raga benar-benar dibuat malu sekaligus bersalah oleh putrinya yang dengan terang-terangan mengungkapkan ketidaksukaan atas pernikahannya dengan Ayuna. Entah ada apa dengan Zeya hingga sang putri nampak tidak menyukai Ayuna, padahal dulu mereka cukup dekat. "Aku gak papa. Mas Raga tidak perlu merasa tidak enak seperti itu. Justru aku yang seharusnya minta maaf karena gara-gara aku hubungan Mas dengan Zeya merenggang." Ayuna menghela napas panjang. Entah kenapa hatinya tidak nyaman melihat kedekatan Zeya dengan Dara, apalagi putrinya Raga tersebut dengan terang-terangan menginginkan Dara yang menikah dengan ayahnya. "Wajar kalau Zeya sangat menginginkan Dara jadi ibunya karena Dara memang wanita yang baik. Dia y
"Bagaimana? Kamu terima tawaran Abang?"Dara tertegun. Sebenarnya tawaran yang Galang ajukan terdengar sangat menggiurkan di telinganya. Memiliki Raga adalah keinginan Dara yang belum atau bahkan tidak pernah terwujud dari dulu, padahal ia sudah berusaha memantaskan diri demi pria itu. Raga adalah satu-satunya pria yang berhasil mencuri dan menguasai seluruh hatinya hingga tidak ada ruang kosong untuk pria manapun. Raga adalah impian terindah Dara yang sangat ingin ia jadikan kenyataan, tetapi sayang pria itu justru dimiliki wanita lain di saat kenyataan itu hampir terwujud. "Tidak, Bang. Aku menolak tawaran Abang." Meski sangat ingin memiliki Raga, Dara tidak ingin mendapatkan pria itu dengan cara yang licik. Ia sangat hafal perangai sang Kakak. Bukan tidak mungkin Galang akan menghalalkan segala cara termasuk menyakiti orang-orang terdekat Raga untuk melancarkan misinya, dan Dara tidak ingin hal seperti itu sampai terjadi. "Ckk, kamu itu dari dulu tidak pernah berubah padahal aban
"Selamat, Rin. Aku senang akhirnya kamu menemukan jodoh yang tepat." Raga menyalami Karina yang malam ini nampak cantik dalam balutan gaun pengantin berwarna putih. Di samping wanita itu, pria yang kini sudah menjadi suaminya tersenyum ke arah Raga. Revan, suami dari Karina tentu hafal siapa pria di depannya. Karina sering menceritakan tentang Raga dan masa lalu mereka, termasuk cinta sang istri yang bertepuk sebelah tangan. Namun, tidak ada kebencian dari Revan untuk Raga. Ia justru senang bisa bertemu dengan pria yang dulu pernah membuat istrinya patah hati dan akhirnya memilih kembali ke London, berujung dengan pertemuan mereka hingga sekarang sudah resmi menjadi pasangan suami istri. "Makasih, Ga. Aku juga senang akhirnya kamu bisa bersatu dengan Ayuna." Karina menoleh pada Ayuna yang tersenyum canggung. "Pada akhirnya cinta kalian dipersatukan lagi meski harus melewati banyak rintangan dan ujian. Aku harap, kali ini cinta kalian tetap kekal sampai maut memisahkan.""Aamiin, ma
Airin meremas jemarinya dengan gelisah. Semenjak pembicaraan dengan Ayuna di pesta tadi yang berakhir dengan datangnya Raga dan pria itu membalas setiap kata-katanya, hingga kini ia serta Alex berada dalam mobil untuk pulang, pria itu tidak membuka suara sama sekali. Airin yakin Alex mulai terpengaruh oleh ucapan Raga. Wanita itu cemas kebohongannya selama ini akan terbongkar dan berimbas pada hubungan pernikahannya dengan pria di sebelahnya. "Mas--""Kita bicara di rumah." Ucapan Alex terdengar dingin, membuat Airin yakin suaminya sedang memendam emosi. "Mas, aku harus menjelaskan yang tadi. Aku--""Kita bicara di rumah, Airin. Sudah kubilang kita bicara di rumah," desis Alex penuh penekanan. Makin menambah ciut nyali Airin yang sedang ketakutan. Sampai di kediaman megah yang selama dua tahun ini ia tempati, Airin tak membiarkan Alex menghindarinya lagi. Ia harus meyakinkan suaminya bahwa apa yang dikatakan Raga adalah kebohongan yang dikarang agar Alex meragukannya. Airin tidak i