"Papa ingin kamu mengikhlaskan Raga untuk menikahi Anggia. Adikmu sakit, Yuna. Bahagiakan-lah adikmu di sisa usianya."Ayuna tercengang. Pun dengan sang Mama yang duduk di sebelahnya. Keduanya tidak pernah menduga jika maksud kedatangan Bramantyo beserta istri keduanya ke rumah mereka adalah untuk meminta hal yang mustahil bisa Ayuna kabulkan. "Maksud Papa apa? Aku harus ngasih calon suamiku untuk anak kesayangan Papa yang sakit-sakitan itu? Aku harus ngalah lagi? Tidak cukupkah kasih sayang Papa yang dia ambil, dan sekarang dia menginginkan Mas Raga?" cecar Ayuna tak terima. Gadis berusia dua puluh empat tahun tersebut tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang Papa. "Jaga ucapanmu, Ayuna. Jangan meninggikan suara di depan orang tua!" Prita, istri kedua Bramantyo angkat bicara. Wanita berpakaian glamour tersebut tidak terima putri kesayangannya dihina sebagai anak penyakitan, meski pada faktanya memang seperti itu. "Kamu yang harusnya menjaga ucapan! Jangan membentak putriku!" se
"Maaf, Yuna. Mas tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita."Raga tidak kuasa menatap wajah kekasihnya. Pria yang berprofesi sebagai seorang Dokter tersebut terpaksa harus mengatakan keinginannya di depan Ayuna saat ini juga, berhubung gadis itu telah mendengar semuanya. Kedatangan Ayuna di saat Raga sedang bersama Anggia telah mengungkap fakta yang selama beberapa bulan ini ia tutupi. Raga berpura-pura sibuk demi menghindari sang kekasih, padahal sesungguhnya ia sedang menikmati kebersamaan dengan Anggia, gadis yang telah membuat hatinya berpaling dari Ayuna. Raga tahu ia adalah pria brengsek yang dengan tega menyakiti gadis tulus seperti Ayuna. Namun, Raga tidak kuasa menampik pesona Anggia dengan segala kelebihan gadis itu yang tidak ia temukan dari diri sang kekasih.Anggia yang manja, Anggia yang lemah lembut, dan dengan hanya mendengar gadis itu berbicara saja, mampu membuat hati Raga berdesir. Kebersamaan mereka selama beberapa bulan ini telah menumbuhkan rasa lain, sel
"Ma ...."Tangis Ayuna pecah. Hanya di depan sang Mama ia bisa memperlihatkan sisi rapuh setelah mengetahui kenyataan bahwa Raga telah membatalkan rencana pernikahan mereka secara sepihak. "Menangislah, jangan ditahan." Salma mengelus punggung Ayuna. Sebagai seorang Ibu, tentu saja ia ikut merasakan kesedihan putrinya tersebut. "Tapi ingat, jangan terlalu larut dalam kesedihan. Patah hati boleh, tapi jangan lupa, air matamu terlalu berharga dibuang sia-sia hanya untuk pria seperti Raga," imbuhnya. Ayuna membenarkan ucapan sang Mama. Namun, ia juga tidak memungkiri bahwa hatinya masih tidak rela melepas Raga. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Terlalu banyak kenangan manis di antara mereka yang terlampau sulit untuk dilupakan. "Kenapa aku selalu kalah dari Anggia, Ma? Apa karena aku tidak secantik dia, makanya Papa dan Mas Raga lebih menyayanginya?""Hei, siapa bilang dia lebih cantik dari kamu?" Salma mengurai pelukan. Mengangkat dagu sang putri hingga mendongak dan bertatapan
"Gak nyangka, ya. Di luar keliatan lugu ternyata pelakor. Tega merebut calon suami kakaknya sendiri.""Iya. Kayak yang gak laku sama cowok lain saja. Percuma punya muka cantik tapi hatinya busuk!""Kasihan Mbak Yuna. Padahal dia kurang apa, coba? Cantik iya, terkenal juga. Bodoh banget tuh cowok!"Kasak kusuk yang Anggia dengar membuat telinganya panas. Entah dari mana teman-teman satu kampusnya tahu kalau ia dan Raga akan mengadakan acara pertunangan Minggu depan. Apakah Ayuna yang menyebarkan berita itu? Atau ada orang lain yang diam-diam menyelidiki hubungannya dengan Raga? Anggia paham. Profesi kakaknya yang seorang selebgram pasti tidak akan luput dari perhatian banyak orang, termasuk soal kisah cinta kakaknya tersebut. Hampir semua orang tahu tahu bahwa Raga adalah calon suami Ayuna, dan pastinya publik dibuat tercengang dengan kabar terbaru yang memberitakan tentang batalnya rencana pernikahan Ayuna dengan sang Dokter. Anggia pikir, mereka tidak tahu bahwa penyebab kandasny
"Papa kecewa sama kamu, Bram. Kamu tidak bisa berbuat adil pada kedua putrimu. Teganya kalian mengadakan acara pertunangan Anggia sedangkan Ayuna sedang patah hati karenanya." Brata menatap kecewa sang putra. Hari ini ia sengaja meminta Bram datang ke kediamannya. Tak lupa, kedua menantunya pun diminta untuk datang. "Maaf, Pa. Tapi Papa tahu kan kondisi Anggia yang sedang sakit. Aku hanya ingin membahagiakan dia.""Dengan merenggut kebahagiaan putrimu yang lain?"Bram tertunduk. Tidak mampu menjawab ucapan sang Papa karena memang kenyataannya seperti itu. "Dalam hal ini bukan sepenuhnya salah kami. Raga memang sudah merasa tidak cocok dengan Ayuna dan lebih nyaman bersama Anggia. Jika kenyataannya mereka saling mencintai, kita sebagai orang tua bisa apa? Tinggal Ayuna yang harus ikhlas melepas pria yang sudah tidak mencintainya." Prita angkat bicara. Mengabaikan tatapan tajam dari Bram yang sudah memperingatkan sang istri kedua agar tidak membuka suara di rumah orang tuanya. "Kamu
"Ma ....""Hei, Sayang." Prita menoleh. Wanita yang selalu berpenampilan glamour tersebut tersenyum lebar pada sang putri yang menghampirinya. "Mama sedang apa?" "Mama baru saja menghubungi butik langganan Mama. Nanyain gaun yang akan kamu pakai nanti sudah selesai apa belum," jawab Prita. Setelah menelisik wajah sang putri, senyum di bibir Prita memudar. "Mata kamu kok sembab begitu? Kamu habis nangis?" tanyanya khawatir.Anggia menunduk dan meremas ujung dress yang ia kenakan. "Gak, Ma," elaknya. "Bohong. Mama yakin kamu habis nangis." Prita memegang kedua bahu sang putri. "Bilang sama Mama. Apa yang bikin kamu nangis, hmm? Ada yang jahatin kamu?" tanyanya lembut. Anggia yang awalnya tidak ingin menceritakan kejadian di kampus waktu itu, akhirnya tak kuasa menyembunyikan dari sang Mama. Tangis gadis berusia dua puluh tahun tersebut pecah saat ia mengingat kembali perkataan sahabatnya. "Teman-teman di kampus menghujatku, Ma. Mereka mengataiku pelakor."Prita terperangah. Wajah
"Maaf kalau kamu tidak nyaman. Mas hanya tidak mau kamu sampai sakit."Raga sadar betul apa yang dikatakan Ayuna benar adanya. Sikap gadis di depannya itu memang berubah semenjak ia memutuskan pertunangan mereka.Ayuna menjadi lebih tertutup. Beberapa hari ini sosial media milik gadis itu tidak pernah menunjukkan aktivitas apa pun, dan apa yang Raga lihat saat ini bukanlah kebiasaan Ayuna. Keluar di malam hari dan secangkir kopi, adalah dua hal yang dulu sangat Raga larang demi kesehatan sang gadis. Raga ingin hubungan mereka tetap baik, meski mereka bukan lagi sepasang kekasih. Tidak bisakah Ayuna menganggapnya teman? Setidaknya, gadis itu tidak menghindarinya saat bertemu atau berpapasan dengan dirinya."Aku bisa menjaga diriku sendiri. Jangan pernah lagi menunjukkan perhatian seperti tadi karena aku tidak ingin calon istri Mas Raga salah paham," ujar Ayuna. Gadis itu kembali menghindari tatapan Raga. "Sudah setengah jam kita di sini, tapi orang yang menjemputmu belum juga datang.
"Mama mengundang orang sebanyak ini?" Bram menatap Prita tak percaya seraya meremas daftar undangan yang ditulis istrinya. Sang istri kedua berencana untuk mengadakan pesta pertunangan secara besar-besaran tanpa meminta persetujuan darinya terlebih dahulu. "Segitu itu gak terlalu banyak, Mas. Cuma teman-teman arisan sama beberapa kolega bisnismu."Bram menghela napas gusar. Prita selalu saja bersikap semaunya. Sudah beberapa kali Bram mengatakan bahwa acara pertunangan Anggia dan Raga diadakan secara sederhana saja, tetapi sang istri justru tidak mengindahkan ucapannya. "Ma. Bukannya Papa sudah bilang jangan mengadakan pesta besar-besaran? Papa ingin menjaga perasaan Ayuna. Dia itu putri Papa juga. Mendapat kenyataan calon suaminya akan bertunangan dengan adiknya sudah membuatnya terpukul, apalagi kalau sampai dia tahu pertunangan ini diadakan secara mewah," protes Bram. Pria itu khawatir Ayuna akan makin terpuruk. "Mas ini gimana, sih? Anggia itu putri Mas juga. Tidak ada salahny
"Aku tidak percaya, ternyata wanita ib*is itu yang telah membuat Sadewa meninggal," ujar Hadiwijaya dengan mengepalkan tangan. Saat ini, Ia, Bram, dan Raga sedang berada di ruang tamu rumah Raga, sedangkan Salma dan Miranda sedang menemani Ayuna serta cucu-cucunya di kamar. "Dia menyimpan dendam karena dulu ditolak Sadewa dan merasa dipermalukan oleh Ayuna," timpal Raga. "Dan parahnya, ternyata Alex juga terlibat." Hadiwijaya kembali menyahut. Ia sangat terkejut saat mengetahui salah satu reka bisnisnya tersebut adalah suami dari Airin, sekaligus orang yang membantu wanita itu mencelakai putranya. "Kita harus memastikan wanita itu dihukum seberat-beratnya." Bram yang sejak tadi diam, ikut membuka suara. "Itu pasti." Hadiwijaya berdiri, melangkah menuju kamar Ayuna untuk melihat kondisi mantan menantunya itu. Di sana, di kamar itu, Ayuna sedang dipeluk oleh Salma, sedangkan Miranda sedang menatap Athalla dan Alika yang tertidur. Hati Miranda kembali dilanda nyeri saat mengingat me
Raga baru saja selesai mandi saat mendapati Ayuna sedang duduk menghadap jendela dengan tatapan kosong. Raga mengira, istrinya itu sedang memikirkan sesuatu yang cukup serius karena Ayuna tidak menjawab panggilannya setelah beberapa kali ia menegur sang istri.Raga memutuskan menghampiri Ayuna dengan handuk yang masih tersampir di lehernya. Ia menatap Ayuna dengan lembut, lalu mengusap rambut sang istri penuh kasih. "Sedang memikirkan apa, hmm?" Raga bertanya lembut. "Mas perhatikan, dari kemarin kamu sering melamun."Ayuna sedikit tersentak, kemudian menoleh pada suaminya. "Aku tidak sedang memikirkan apa pun, Mas. Aku hanya sedikit lelah."Raga mengangguk pelan, berusaha mempercayai ucapan istrinya, meski ia menebak Ayuna sedang berbohong.Direngkuhnya kepala sang istri untuk ia sandarkan di bahunya. "Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, kamu bisa cerita sama Mas. Jangan dipendam sendirian."Ayuna tersenyum tipis. Ia mulai merasa nyaman dengan sentuhan dan perhatian dari suaminya.
Alex duduk di kursi mobilnya setelah meninggalkan Hadiwijaya dan keluarganya. Meski ia sempat berpamitan dengan sopan, pikirannya terus berputar tentang Ayuna. Bayangan wajahnya dan cara Ayuna menatapnya membuat dadanya berdebar, meskipun ia tahu itu salah. Ayuna adalah istri Raga, dan lebih dari itu, mantan istri Sadewa, musuh yang tak pernah ia temui, namun sudah menjadi bagian dari hidupnya melalui cerita-cerita Airin.“Kenapa aku merasa seperti ini?” gumam Alex, menatap keluar jendela, mencoba mengabaikan perasaan yang tumbuh di dalam dirinya. Dia menghembuskan napas panjang, seolah-olah mencoba mengeluarkan perasaan tersebut.Tapi semakin dia mencoba, semakin kuat bayangan Ayuna menghantui pikirannya.Airin selalu menggambarkan Ayuna sebagai wanita licik yang berhasil merebut Sadewa darinya. Namun, dari setiap interaksi singkat yang terjadi, Ayuna tak pernah terlihat seperti wanita yang Airin gambarkan. Sebaliknya, Ayuna selalu menunjukkan sikap yang tenang dan penuh kasih, terut
Alex mengepalkan tangan. Laporan yang ia dapat dari anak buahnya makin membuatnya yakin bahwa Airin tengah bermain curang di belakangnya. Wanita itu menemui seorang pria dan Alex bisa menangkap gelagat tak biasa dari keduanya, apalagi dalam video tersebut pria itu berani mencium istrinya. "Kamu sudah mulai bermain api, Airin. Jika terbukti hubunganmu dengan pria itu sudah sangat jauh, aku tidak akan berpikir dua kali untuk membuangmu," gumam Alex dengan mata yang terus tertuju pada video yang dikirimkan anak buahnya. Alex memang mencintai Airin. Namun, pria itu sangat membenci yang namanya pengkhianatan dan tidak akan pernah ada kata maaf untuk yang satu itu. Alex berdiri dari tempatnya duduk. Pria itu berjalan ke arah balkon dengan sebatang rokok yang menyelip di sela-sela jemarinya. Ia hisap benda tersebut dan menghembuskan asapnya ke udara. Kilasan masa lalu ketika ia pertama kali bertemu Airin hingga jatuh cinta dan memutuskan menikahi wanita itu melintas dalam ingatan pria ber
"Dasar bodoh!"Airin mengumpat. Pesan yang dikirimkan salah satu anak buahnya membuat wanita itu naik pitam. Ia pikir Romi akan berhasil menyingkirkan Raga seperti halnya dulu ia melenyapkan Sadewa. Namun, ternyata Raga selamat dan hanya mengalami cidera ringan. Rencananya kali ini gagal. Airin harus segera menemui Romi untuk membicarakan rencana selanjutnya. "Kamu kenapa?" Airin terperanjat. Alex tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya tanpa ia sadari. Sejak kapan suaminya di sana? Apa mungkin Alex melihat pesan yang dikirimkan anak buahnya?"Eh, gak papa, Mas. Aku cuma kesal. Temanku tiba-tiba saja membatalkan janji padahal hari ini rencananya kami mau hangout bareng." Airin berusaha menyembunyikan kegugupan. Ia berharap, suaminya tidak curiga bahwa ia sedang berbohong. Alex mengangguk. Pria itu bersikap biasa saja meski ia tahu Airin sedang membohonginya. "Besok aku mau ke luar kota selama tiga hari. Tolong kamu siapkan pakaian dan keperluan lainnya." Airin membulatkan m
Ponsel di genggaman Ayuna hampir terlepas. Kabar dari Farhan membuat tubuhnya lemas dan hampir saja ambruk jika tangannya tidak memegangi dinding. Raga kecelakaan. Ayuna hampir tidak percaya apa yang terjadi pada suaminya karena baru setengah jam yang lalu mereka bicara lewat telepon. Dengan tangan yang gemetar, Ayuna mencoba menghubungi Salma untuk memberitahukan kabar ini. Ia butuh seseorang untuk dimintai tolong menjaga Athalla dan Alika di rumah, sedangkan ia harus segera ke rumah sakit. Beruntung sang Mama langsung mengangkat panggilan darinya. Sama halnya seperti Ayuna, Salma juga terkejut mendengar kabar tersebut. "Kamu tenang, Sayang. Sebentar lagi Mama sama Papa ke sana. Papa yang akan mengantarmu ke rumah sakit."Sambungan telepon ditutup. Ayuna menghempaskan tubuh ke atas sofa dengan tangan yang saling meremas. Tidak. Jangan lagi! Ayuna tidak siap jika harus kehilangan lagi. Sakitnya ditinggal Sadewa untuk selamanya masih terasa sampai sekarang. Jangan sampai hal yan
Raga sesekali melirik Ayuna. Sang istri lebih banyak diam setelah terlibat pembicaraan dengan Dara. Raga melihat ketika Dara menghampiri Ayuna dan mereka berbincang. Entah apa yang mereka obrolkan hingga sang istri berubah seperti sekarang.Athalla dan Alika tertidur di jok belakang. Keduanya nampak lelah setelah seharian menikmati acara di rumah Zeya dengan bergabung bersama teman-temannya dan mengadakan permainan di sana. "Yuna ...."Raga menyentuh jemari Ayuna hingga yang empunya terperanjat dan sontak menoleh. "Ya?""Kenapa, hmm?""Aku?" Ayuna menunjuk dirinya sendiri. "Aku gak papa, Mas. Aku hanya lelah saja," jawabnya dengan mengulas senyum tipis. Berharap Raga tidak bertanya lagi sebab ia masih kepikiran ucapan Dara beberapa jam yang lalu. "Jangan bohong. Mas tahu kamu sedang memikirkan sesuatu," tukas Raga. "Ayo cerita. Mas siap jadi pendengar yang baik," imbuhnya. Ayuna tahu, Raga memang sulit untuk dikelabui. Pria itu terlalu peka melihat perubahan sikapnya dan tidak aka
Ayuna tahu bahwa sejak anak itu masih bayi, Zeya sangat dekat dengan Dara sebab gadis itu yang mengasuhnya. Ayuna juga paham, kedekatan mereka wajar-wajar saja karena Zeya memang sangat menyayangi Dara, pun sebaliknya. Akan tetapi, Ayuna tetap merasa tidak nyaman saat Zeya dengan terang-terangan mendekatkan Dara dengan Raga, suaminya. Gadis kecil itu sengaja meminta Dara dan Raga berdiri di sisinya untuk menemaninya meniup lilin, dan hal tersebut tak ayal mengundang pertanyaan dari beberapa tamu undangan. Ayuna sudah menjadi istrinya Raga, tapi kenapa justru Dara yang berada di posisi yang seharusnya Ayuna tempati?Usapan di bahu Ayuna rasakan saat ia masih fokus memperhatikan Raga dan Dara. Menoleh, tatapan sendu sang mama layangkan untuknya. "Sabar, Sayang. Kamu harus maklum, Zeya masih kecil. Dia belum paham bagaimana cara menjaga perasaanmu sebagai Mama sambungnya, terlebih selama ini dia sangat dekat dengan Dara." Salma menenangkan sang putri. Ia bisa melihat Ayuna tidak nyama
"Ya, Ma?" Raga mengangkat panggilan yang ternyata dari Yunita. Pria itu sesekali melirik ke arah Ayuna yang terlihat salah tingkah karena kejadian barusan. "Belum tidur, Ga? Maaf kalau mama ganggu kamu.""Enggak kok, Ma. Aku belum tidur. Kebetulan aku sama Ayuna baru pulang dari acaranya Karina," terang Raga. "Ada apa, Ma? Tumben nelepon malam-malam begini? Zeya baik-baik saja, kan?" Raga dilanda cemas. Takut putri yang dua hari ini belum ditemuinya itu kenapa-napa. "Zeya baik-baik saja. Mama cuma mau ngingetin kalau Minggu depan ulang tahunnya Zeya, takutnya kamu lupa."Raga menghela napas lega mendengar kabar sang putri yang baik-baik saja. "Aku gak lupa, Ma. Malah rencananya aku mau nyiapin kejutan buat dia. Gimana kalau tahun ini kita buatkan pesta untuk Zeya. Kita undang teman-teman sekolahnya," usulnya. Bukan tanpa alasan Raga merencanakan itu. Dulu, di setiap ulang tahunnya, Zeya selalu menolak saat Raga ingin membuatkan pesta untuk sang putri. Kepribadian Zeya yang cukup