Raga menatap Dara yang sedang menemani Zeya belajar di ruang tamu rumahnya. Gadis ini ... telah berhasil mengambil hati Zeya, mamanya dan sebagian hatinya. Sikap keibuan Dara telah memukau Raga hingga ia kagum dan memutuskan untuk mempersunting wanita itu menjadi istri. Namun, di saat ia mulai membuka hati untuk wanita lain, kematian Sadewa merubah rencana yang telah ia susun rapi. Raga harus kembali masuk dalam kehidupan Ayuna atas permintaan pria itu sebelum menghembuskan napas terakhir. Helaan napas berat keluar dari mulutnya. Ia memaksakan senyum ketika Dara menoleh dan tersipu saat gadis itu menyadari Raga sedang memperhatikannya. Ah ... Raga tidak tega jika harus menyakiti gadis sebaik Dara. Namun, keadaan yang memaksanya untuk menjadi pria brengsek seperti dulu. "Kenapa dilihatin terus? Samperin sana!" Yunita tiba-tiba duduk di samping Raga. "Zeya sangat lengket dengan Dara. Mama yakin, kalian pasti akan jadi keluarga bahagia nantinya," ujarnya, menoleh pada sang putra yan
Hadiwijaya baru saja kehilangan putra kebanggaannya. Tidak hanya Ayuna, keluarganya pun masih dirundung duka. Niat Hadiwijaya datang ke rumah menantunya adalah untuk melihat kondisi Ayuna dan kedua cucunya. Namun, perkataan Raga yang tak sengaja ia dengar, sontak saja membuatnya naik pitam. "Berani sekali kamu ingin menikahi Ayuna! Punya kelebihan apa sampai kamu mau menggantikan posisi putra saya?"Suara Hadiwijaya membuat tiga orang yang berada di ruang tamu sangat terkejut. Bram berdiri menghampiri sang besan, sedangkan Raga berusaha tetap tenang untuk menghadapi ayah dari Sadewa."Kita duduk dulu, Pak Hadi. Jujur saya juga kaget dengan apa yang dikatakan Raga. Kita dengar dulu alasannya kenapa sampai nekat ingin menikahi Ayuna," ujar Bram sembari mengusap bahu Hadiwijaya yang tersulut emosi. Ayah dari Sadewa menurut. Ia mengambil tempat duduk berseberangan dengan Raga dengan mata yang tak lepas dari wajah pria itu. Bagi Hadiwijaya, saat ini Raga bak pria tak tahu malu yang menga
"Sayang, di depan ada Papa Hadi dan Mama Mira, juga ada Raga dan papanya." Salma menghampiri Ayuna yang sedang menemani putra putrinya belajar. Empat bulan sudah kepergian Sadewa, dan Ayuna nampak lebih tegar, meski berubah menjadi sosok pendiam. Wanita itu membatasi diri dari kegiatan dan orang-orang di luar sana. Namun, bagi Salma dan Bram, perubahan sang putri sudah cukup membuat mereka lega. "Tumben datang barengan? Ada acara apa?" Ayuna menatap sang Mama yang nampak gugup. "Nanti kamu tahu sendiri. Ayo, kita temui mereka." Salma mendekat ke arah cucu-cucunya dan mengusap rambut mereka bergantian. "Kalian lanjutkan belajar. Oma mau ngajak Mama keluar dulu," ujarnya lembut. "Iya, Oma." Athalla mengangguk dan tersenyum, kemudian kembali fokus pada buku di depannya. "Ada apa sih, Ma? Kayaknya penting banget." Ayuna kembali bertanya setelah keluar dari kamar putra putrinya. Rasa penasaran makin menjadi ketika menyaksikan mereka sudah berkumpul di ruang tamu dengan wajah yang namp
Dara terduduk di atas ranjang dengan memeluk lutut. Semalaman ia menangis, mengingat pria yang dicintainya besok akan melaksanakan pernikahan dengan wanita yang konon masih dicintai pria tersebut. Sepuluh tahun Dara menutup hati untuk pria lain dan tetap menyimpan nama Raga di hatinya, nyatanya berakhir sia-sia. Pria yang ia harapkan menjadi imam, kini justru kembali pada mantan kekasihnya. Dara masih mengingat ketika Raga mengatakan bahwa pria itu tidak bisa mengatakan alasan mengapa harus menikahi Ayuna. Namun dari Yunita, ia bisa mengetahui semuanya. Menikah karena amanat dari Sadewa adalah alasan yang sebenarnya. Sungguh, Dara tidak habis pikir mengapa Sadewa harus meninggalkan amanat seperti itu. Bagi, Dara, keluarga Sadewa dan keluarga Ayuna cukup egois. Mereka mengorbankan pria lain demi amanat yang menurutnya tidak masuk akal. Mengapa harus menikah? Bukankah Raga juga berhak menentukan siapa wanita yang akan pria itu jadikan pendamping hidup?"Apa kita memang tidak ditakdir
"Kamu cantik sekali, Sayang." Suara Salma bergetar menahan tangis. Hari ini, untuk yang kedua kalinya ia akan menyaksikan sang putri kembali memasuki babak baru sebagai seorang istri, tetapi dengan pria yang berbeda. Rasa haru-nya masih sama. Namun, kebahagiaan-nya sedikit berbeda sebab pernikahan kali ini dilaksanakan bukan atas keinginan putrinya.Sedangkan Ayuna tidak bereaksi sama sekali. Tatapannya kosong. Salma yang melihatnya mencelos. Ia paham putrinya sangat keberatan dengan pernikahan ini, tetapi terpaksa menerima karena keadaan."Keluarga pengantin pria sudah datang, Tante." Olivia memasuki kamar sahabatnya. Mendekat ke arah Salma dan memeluk Mama dari Ayuna tersebut. "Kenapa jadi seperti ini, Tante? Kenapa Ayuna harus merasakan penderitaan lagi," ujarnya dengan terisak. Melihat sahabatnya yang seakan kehilangan gairah hidup, Olivia tak kuasa menahan tangis."Semuanya ketetapan yang di atas, Liv. Kita sebagai makhluk-Nya hanya bisa menerima dan bertawakal. Mungkin sudah tak
"Ada yang melempar bom molotov tepat di depan rumah. Security yang berjaga di depan berusaha mengejar mereka, tetapi gagal. Saya sudah menghubungi pihak yang berwajib untuk menyelidiki kasus ini," terang Hadiwijaya setelah keadaan lebih tenang dan mereka berkumpul di ruang keluarga. Semua tamu sudah pulang, pun dengan bekas kekacauan itu sedang dibersihkan oleh asisten rumah tangga dan security serta beberapa tetangga dekat. Sedangkan Ayuna dan anak-anaknya, dibawa kembali ke kamar oleh Salma, Miranda serta Yunita, juga dengan Dara yang ditahan oleh Zeya yang masih kangen pada gadis tersebut. "Mereka?" ulang Raga. "Ya. Dua orang pria yang mengendarai motor tiba-tiba saja melempar bom itu," jawab Hadiwijaya seusai dengan keterangan yang ia dengar dari Security. "Kira-kira siapa mereka? Apa mungkin kejadian ini ada hubungannya dengan meninggalnya Sadewa dan pengeroyokan yang Raga alami kemarin?" tebak Pras. Kemarin sore, Pras dikejutkan dengan wajah sang putra yang penuh lebam. Rag
"Kamu yakin ingin melanjutkan rencana ini? Sebaiknya kita sudahi saja, Airin. Sadewa sudah meninggal dan aku rasa dendam-mu sudah terbalas.""Tidak!" Wanita yang ternyata adalah Airin menoleh dan memberi tatapan tajam pada pria yang berdiri di belakangnya. "Dendamku bukan hanya pada Sadewa, tapi juga Ayuna. Wanita itu telah menghina dan menamparku dan sampai kapanpun aku akan mengingatnya!" Wajah Airin merah padam menahan amarah. Pria di depannya berjalan mendekat dan memeluknya. "Oke, aku minta maaf," ujarnya lirih. "Jangan lagi mencoba menghentikan aku, Mas. Aku tidak akan menyudahi dendam ini sampai melihat Ayuna menderita. Karena mereka aku dipecat dari Cafe karena kejadian waktu itu diviralkan oleh seseorang yang menyaksikan kami. Aku dituduh sebagai pelakor sampai mamaku drop karena melihat video itu dan akhirnya meninggal. Mereka penyebab penderitaanku. Sejak saat itu aku bersumpah untuk membalas dendam hingga akhirnya aku bertemu kamu, Mas."Airin mendongak. Menatap sayu p
Raga melirik Ayuna yang nampak biasa saja. Kehadiran Dara pagi ini membuatnya canggung dan tidak tahu bagaimana harus bersikap. Jika saja bukan karena Zeya, pria itu enggan berhubungan lagi dengan Dara, sebab tidak ingin menyakiti gadis itu lebih dalam. Rupanya Zeya tidak main-main dengan permintaannya tadi malam. Sang putri menghubungi Dara dan meminta gadis itu datang untuk ikut liburan hari ini. "Sudah siap semuanya?" Raga memperhatikan putra dan putri sambungnya, pun dengan Zeya yang masing-masing sudah membawa tas berisi pakaian ganti. Rencananya hari ini Raga mengajak mereka ke kolam renang dan wahana permainan sesuai keinginan mereka tadi malam. "Sudah, Om." Alika menyahut dengan nada antusias. "Kalau begitu kita berangkat sekarang.""Zeya ikut mobil Tante Dara saja ya, Pa."Raga tertegun. Melirik Ayuna yang juga tengah menatapnya. "Boleh. Ra, titip Zeya, ya." Raga tidak kuasa menolak keinginan sang putri. "Iya, Mas. Tenang saja," jawab Dara dengan mengulas senyum. Ayuna
"Aku tidak percaya, ternyata wanita ib*is itu yang telah membuat Sadewa meninggal," ujar Hadiwijaya dengan mengepalkan tangan. Saat ini, Ia, Bram, dan Raga sedang berada di ruang tamu rumah Raga, sedangkan Salma dan Miranda sedang menemani Ayuna serta cucu-cucunya di kamar. "Dia menyimpan dendam karena dulu ditolak Sadewa dan merasa dipermalukan oleh Ayuna," timpal Raga. "Dan parahnya, ternyata Alex juga terlibat." Hadiwijaya kembali menyahut. Ia sangat terkejut saat mengetahui salah satu reka bisnisnya tersebut adalah suami dari Airin, sekaligus orang yang membantu wanita itu mencelakai putranya. "Kita harus memastikan wanita itu dihukum seberat-beratnya." Bram yang sejak tadi diam, ikut membuka suara. "Itu pasti." Hadiwijaya berdiri, melangkah menuju kamar Ayuna untuk melihat kondisi mantan menantunya itu. Di sana, di kamar itu, Ayuna sedang dipeluk oleh Salma, sedangkan Miranda sedang menatap Athalla dan Alika yang tertidur. Hati Miranda kembali dilanda nyeri saat mengingat me
Raga baru saja selesai mandi saat mendapati Ayuna sedang duduk menghadap jendela dengan tatapan kosong. Raga mengira, istrinya itu sedang memikirkan sesuatu yang cukup serius karena Ayuna tidak menjawab panggilannya setelah beberapa kali ia menegur sang istri.Raga memutuskan menghampiri Ayuna dengan handuk yang masih tersampir di lehernya. Ia menatap Ayuna dengan lembut, lalu mengusap rambut sang istri penuh kasih. "Sedang memikirkan apa, hmm?" Raga bertanya lembut. "Mas perhatikan, dari kemarin kamu sering melamun."Ayuna sedikit tersentak, kemudian menoleh pada suaminya. "Aku tidak sedang memikirkan apa pun, Mas. Aku hanya sedikit lelah."Raga mengangguk pelan, berusaha mempercayai ucapan istrinya, meski ia menebak Ayuna sedang berbohong.Direngkuhnya kepala sang istri untuk ia sandarkan di bahunya. "Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, kamu bisa cerita sama Mas. Jangan dipendam sendirian."Ayuna tersenyum tipis. Ia mulai merasa nyaman dengan sentuhan dan perhatian dari suaminya.
Alex duduk di kursi mobilnya setelah meninggalkan Hadiwijaya dan keluarganya. Meski ia sempat berpamitan dengan sopan, pikirannya terus berputar tentang Ayuna. Bayangan wajahnya dan cara Ayuna menatapnya membuat dadanya berdebar, meskipun ia tahu itu salah. Ayuna adalah istri Raga, dan lebih dari itu, mantan istri Sadewa, musuh yang tak pernah ia temui, namun sudah menjadi bagian dari hidupnya melalui cerita-cerita Airin.“Kenapa aku merasa seperti ini?” gumam Alex, menatap keluar jendela, mencoba mengabaikan perasaan yang tumbuh di dalam dirinya. Dia menghembuskan napas panjang, seolah-olah mencoba mengeluarkan perasaan tersebut.Tapi semakin dia mencoba, semakin kuat bayangan Ayuna menghantui pikirannya.Airin selalu menggambarkan Ayuna sebagai wanita licik yang berhasil merebut Sadewa darinya. Namun, dari setiap interaksi singkat yang terjadi, Ayuna tak pernah terlihat seperti wanita yang Airin gambarkan. Sebaliknya, Ayuna selalu menunjukkan sikap yang tenang dan penuh kasih, terut
Alex mengepalkan tangan. Laporan yang ia dapat dari anak buahnya makin membuatnya yakin bahwa Airin tengah bermain curang di belakangnya. Wanita itu menemui seorang pria dan Alex bisa menangkap gelagat tak biasa dari keduanya, apalagi dalam video tersebut pria itu berani mencium istrinya. "Kamu sudah mulai bermain api, Airin. Jika terbukti hubunganmu dengan pria itu sudah sangat jauh, aku tidak akan berpikir dua kali untuk membuangmu," gumam Alex dengan mata yang terus tertuju pada video yang dikirimkan anak buahnya. Alex memang mencintai Airin. Namun, pria itu sangat membenci yang namanya pengkhianatan dan tidak akan pernah ada kata maaf untuk yang satu itu. Alex berdiri dari tempatnya duduk. Pria itu berjalan ke arah balkon dengan sebatang rokok yang menyelip di sela-sela jemarinya. Ia hisap benda tersebut dan menghembuskan asapnya ke udara. Kilasan masa lalu ketika ia pertama kali bertemu Airin hingga jatuh cinta dan memutuskan menikahi wanita itu melintas dalam ingatan pria ber
"Dasar bodoh!"Airin mengumpat. Pesan yang dikirimkan salah satu anak buahnya membuat wanita itu naik pitam. Ia pikir Romi akan berhasil menyingkirkan Raga seperti halnya dulu ia melenyapkan Sadewa. Namun, ternyata Raga selamat dan hanya mengalami cidera ringan. Rencananya kali ini gagal. Airin harus segera menemui Romi untuk membicarakan rencana selanjutnya. "Kamu kenapa?" Airin terperanjat. Alex tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangnya tanpa ia sadari. Sejak kapan suaminya di sana? Apa mungkin Alex melihat pesan yang dikirimkan anak buahnya?"Eh, gak papa, Mas. Aku cuma kesal. Temanku tiba-tiba saja membatalkan janji padahal hari ini rencananya kami mau hangout bareng." Airin berusaha menyembunyikan kegugupan. Ia berharap, suaminya tidak curiga bahwa ia sedang berbohong. Alex mengangguk. Pria itu bersikap biasa saja meski ia tahu Airin sedang membohonginya. "Besok aku mau ke luar kota selama tiga hari. Tolong kamu siapkan pakaian dan keperluan lainnya." Airin membulatkan m
Ponsel di genggaman Ayuna hampir terlepas. Kabar dari Farhan membuat tubuhnya lemas dan hampir saja ambruk jika tangannya tidak memegangi dinding. Raga kecelakaan. Ayuna hampir tidak percaya apa yang terjadi pada suaminya karena baru setengah jam yang lalu mereka bicara lewat telepon. Dengan tangan yang gemetar, Ayuna mencoba menghubungi Salma untuk memberitahukan kabar ini. Ia butuh seseorang untuk dimintai tolong menjaga Athalla dan Alika di rumah, sedangkan ia harus segera ke rumah sakit. Beruntung sang Mama langsung mengangkat panggilan darinya. Sama halnya seperti Ayuna, Salma juga terkejut mendengar kabar tersebut. "Kamu tenang, Sayang. Sebentar lagi Mama sama Papa ke sana. Papa yang akan mengantarmu ke rumah sakit."Sambungan telepon ditutup. Ayuna menghempaskan tubuh ke atas sofa dengan tangan yang saling meremas. Tidak. Jangan lagi! Ayuna tidak siap jika harus kehilangan lagi. Sakitnya ditinggal Sadewa untuk selamanya masih terasa sampai sekarang. Jangan sampai hal yan
Raga sesekali melirik Ayuna. Sang istri lebih banyak diam setelah terlibat pembicaraan dengan Dara. Raga melihat ketika Dara menghampiri Ayuna dan mereka berbincang. Entah apa yang mereka obrolkan hingga sang istri berubah seperti sekarang.Athalla dan Alika tertidur di jok belakang. Keduanya nampak lelah setelah seharian menikmati acara di rumah Zeya dengan bergabung bersama teman-temannya dan mengadakan permainan di sana. "Yuna ...."Raga menyentuh jemari Ayuna hingga yang empunya terperanjat dan sontak menoleh. "Ya?""Kenapa, hmm?""Aku?" Ayuna menunjuk dirinya sendiri. "Aku gak papa, Mas. Aku hanya lelah saja," jawabnya dengan mengulas senyum tipis. Berharap Raga tidak bertanya lagi sebab ia masih kepikiran ucapan Dara beberapa jam yang lalu. "Jangan bohong. Mas tahu kamu sedang memikirkan sesuatu," tukas Raga. "Ayo cerita. Mas siap jadi pendengar yang baik," imbuhnya. Ayuna tahu, Raga memang sulit untuk dikelabui. Pria itu terlalu peka melihat perubahan sikapnya dan tidak aka
Ayuna tahu bahwa sejak anak itu masih bayi, Zeya sangat dekat dengan Dara sebab gadis itu yang mengasuhnya. Ayuna juga paham, kedekatan mereka wajar-wajar saja karena Zeya memang sangat menyayangi Dara, pun sebaliknya. Akan tetapi, Ayuna tetap merasa tidak nyaman saat Zeya dengan terang-terangan mendekatkan Dara dengan Raga, suaminya. Gadis kecil itu sengaja meminta Dara dan Raga berdiri di sisinya untuk menemaninya meniup lilin, dan hal tersebut tak ayal mengundang pertanyaan dari beberapa tamu undangan. Ayuna sudah menjadi istrinya Raga, tapi kenapa justru Dara yang berada di posisi yang seharusnya Ayuna tempati?Usapan di bahu Ayuna rasakan saat ia masih fokus memperhatikan Raga dan Dara. Menoleh, tatapan sendu sang mama layangkan untuknya. "Sabar, Sayang. Kamu harus maklum, Zeya masih kecil. Dia belum paham bagaimana cara menjaga perasaanmu sebagai Mama sambungnya, terlebih selama ini dia sangat dekat dengan Dara." Salma menenangkan sang putri. Ia bisa melihat Ayuna tidak nyama
"Ya, Ma?" Raga mengangkat panggilan yang ternyata dari Yunita. Pria itu sesekali melirik ke arah Ayuna yang terlihat salah tingkah karena kejadian barusan. "Belum tidur, Ga? Maaf kalau mama ganggu kamu.""Enggak kok, Ma. Aku belum tidur. Kebetulan aku sama Ayuna baru pulang dari acaranya Karina," terang Raga. "Ada apa, Ma? Tumben nelepon malam-malam begini? Zeya baik-baik saja, kan?" Raga dilanda cemas. Takut putri yang dua hari ini belum ditemuinya itu kenapa-napa. "Zeya baik-baik saja. Mama cuma mau ngingetin kalau Minggu depan ulang tahunnya Zeya, takutnya kamu lupa."Raga menghela napas lega mendengar kabar sang putri yang baik-baik saja. "Aku gak lupa, Ma. Malah rencananya aku mau nyiapin kejutan buat dia. Gimana kalau tahun ini kita buatkan pesta untuk Zeya. Kita undang teman-teman sekolahnya," usulnya. Bukan tanpa alasan Raga merencanakan itu. Dulu, di setiap ulang tahunnya, Zeya selalu menolak saat Raga ingin membuatkan pesta untuk sang putri. Kepribadian Zeya yang cukup