Tampak indah sebuah gelang manik buatan tangan. Perpaduan warna pastel yang indah membuat gelang tersebut cukup unik. Ditambah ada inisial huruf E di gelang itu. Sepertinya, si pembuat memang secara sengaja membuat gelang yang hanya ada satu untuk perempuan berinisial E itu. Estelle terkejut. Di dalam batinnya bertanya-tanya, siapa si pengirim gelang itu. Gelang sederhana, tetapi begitu indah. Warnanya ia suka, bentuk payung yang bersanding dengan inisial huruf E pun disukainya. "Wah, gelangnya lucu. Sepertinya orangnya sengaja bikin just for you deh, Es," celetuk salah satu rekan kerja Estelle. "Dari siapa tuh? Sepertinya bukan dari Lucas.""Entahlah," balas perempuan berambut gelung yang menerima paket gelang unik itu.Gelang unik dimasukkan kembali ke wadahnya. Tidak ingin ambil pusing, Estelle hanya meletakkan kotak berisi gelang itu di meja dan ia pun mulai kembali melakukan pekerjaannya. Namun, kehadiran gelang itu cukup mengganggu. Estelle penasaran dengan pengirim hadiah it
“Gimana berkas-berkas untuk persiapanmeeting nanti? Sudah beres?” Tanpa menoleh, Estelle menjawab, “Lagi aku periksa lagi.” Estelle menyelipkan helai rambutnya ke telinga kanan. Wajahnya yang dipoles make up tipis terlihat begitu lembut. Pria berjas cokelat tua yang berdiri di samping Estelle memiringkan sedikit kepalanya. Dengan tatapan lurus ke wajah Estelle, senyumnya terbit cukup lebar. Ia mengamati wajah Estelle yang begitu serius memeriksa berkas persiapan rapat. “Kenapa kamu makin manis saja, sih?” batin Lucas. Tak tahan dengan tampang Estelle yang molek dan manis, Lucas perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Estelle. Aroma lavender yang dipakai Estelle tercium begitu harum sehingga Lucas begitu menikmatinya sambil memejamkan mata. Setelah selesai memeriksa berkas persiapan rapat, Estelle menoleh ke samping dan berkata, “Berkasnya sudah—” Kedu
Embusan napas kasar dikeluarkan oleh seorang gadis yang mengenakan kaos putih oversize yang dipadukan dengan celana joger warna oranye. Dengan tatapan lurus ke cermin, ia melihat pantulan dirinya yang molek. Lantas, memoles bibirnya dengan lipstick berwarna pink. “Kalau bukan karena ada Eric kemarin, aku nggak bakal menyetujui ajakan Lucas buat kencan.” Estelle meraih sling bag hitam di atas meja. Ketika ia mengecek ponsel, ternyata ada banyak panggilan tak terjawab dari nomor tak dikenal. “Nomor siapa ini?” gumam Estelle sambil menatap ponselnya nanar. Panggilan dari nomor tak dikenal kembali masuk. Estelle memutuskan untuk tak acuh. Namun, panggilan telepon dari nomor yang sama terus masuk. Akhirnya ia pun mengangkatnya. “Halo?” Estelle terdiam selama beberapa detik, memberi kesempatan si penelepon bicara. Namun, si penelepon tak kunjung berbicara.
“Estelle?” panggil Eric sambil tersenyum tipis. Estelle menyeringai, lalu membuang muka. Tak mendapat respons positif dari Estelle, Eric pun melangkah mendekati gadis itu. Tanpa permisi, lelaki yang tubuhnya basah terguyur air hujan itu langsung meraih kedua tangan Estelle. Tentu, Estelle langsung melepas genggaman tangan itu kasar. “Anda pikir Anda bebas menyentuh saya, hah?” “Ma-maaf. Aku sungguh—” “Estelle!” Lucas memanggil Estelle dari dalam mobil. Gadis yang memakai kaos oversize itu tersenyum lebar ke arah Lucas. “Bentar!” “Estelle, kamu—” “Maaf, Pak Eric. Saya harus pergi.” Estelle pun berlari dan masuk ke mobil Lucas, sedangkan Eric hanya bisa menatapnya sendu. Di dalam mobil, Estelle tak banyak bicara. Sesekali Lucas melirik ke arah gadis yang duduk sejajar dengannya. “Estelle?” Estelle menoleh dan menjawab, “Ap
Lucas tersenyum asimetris. “Kenapa Anda menatap saya seperti itu?” tanyanya. “Jangan buat berita burung!” balas Eric sambil menatap tajam ke arah Lucas. “Siapa yang bikin berita burung, hah? Rumor itu memang benar, kan? Anda sudah bertunangan. Saya membacanya sendiri di internet.” Eric sontak membisu, lisannya kelu. “Diam, berarti benar,” sindir Lucas. Estelle yang sedari tadi diam, kini ia mulai membuka suara. Makanan yang dipesan sudah selesai dilahapnya. “Saya permisi.” Melihat Estelle pergi dengan raut yang tak ramah, Lucas pun mengekorinya. Ia meninggalkan Eric yang masih mematung di kursi. Estelle sudah menduga jika Lucas pasti mengikutinya. Lelaki itu mungkin menyadari perubahan sikapnya yang tadi tak bisa ditahan setelah mendengar kabar tentang pertunangan Eric. Karena tidak ingin karyawan lain melihat Lucas mengekorinya, ia pun memilih untuk pergi ke rooftop melalui tangga darurat.&
Lucas yang terkejut atas perlakuan tanpa aba-aba dari Estelle awalnya hanya bisa mematung. Matanya menatap mata Estelle yang terpejam. Namun, beberapa detik kemudian, Lucas ikut beraksi—membalas ciuman Estelle—dan membuatnya terlihat makin intens. “Apa-apaan?” batin Eric kesal. Kedua tangan Eric mengepal kuat. Tak kuat melihat panorama sejoli yang berciuman di depan mata, Eric langsung pergi meninggalkan mereka dengan dada yang terasa sesak. Pun dengan air mata yang keluar dari ujung matanya. “Aku pikir kamu masih mencintaiku.” Eric kembali berujar dalam hatinya. Memperdalam ciuman ternyata membuat napas terasa sesak. Estelle dan Lucas pun melepas ciuman itu guna menghirup oksigen. Ketika Lucas hendak kembali mencium Estelle, gadis itu justru menunduk. “Estelle?” panggil Lucas lirih. Estelle langsung membungkam bibirnya dengan tangan kanan. “Mati kamu, Estelle
Suara Lucas yang cukup lantang membuat Estelle harus membungkam mulut pria itu dengan tangan kanannya. Lantas, gadis itu meraih tangan Lucas dan membawanya menjauh dari restoran. Untung saja restoran tempatnya makan menggunakan sistem pembayaran elektronik. Jadi, Estelle tak perlu repot-repot pergi ke kasir untuk membayar cash setelah selesai makan karena ia sudah membayarnya di awal. Setelah Estelle dan Lucas berada di depan kantor, Estelle baru melepas genggaman tangannya. Sementara itu, Lucas mencium tangannya sendiri—menikmati aroma bekas genggaman Estelle. “Wangi,” lirih Lucas dengan kedua mata yang terpejam. Estelle menggeleng melihat kelakuan Lucas. Ia tak habis pikir mengapa ada orang seperti Lucas yang harus selalu bertemu dengannya. Lucas sungguh tak terlihat seperti seorang pria dewasa, tetapi justru terlihat seperti remaja lebay. “Estelle, makasih,” ucap Lucas dengan senyum lebar yang terlukis di wajah tampannya.
Para karyawan departemen keuangan langsung kembali ke kursinya masing-masing, kecuali Estelle dan Suzy. Mereka merasa takut akan kehadiran seorang pria yang memiliki pengaruh penting di perusahaan tempat mereka bekerja. Ini adalah kali pertama mereka melihat pria itu berbicara dengan nada serius seperti itu. “Gawat. Kenapa dia harus ke sini?” batin Suzy. Suzy membalikkan tubuhnya. Seorang pria tegap berambut cokelat menatapnya dengan sedang bersedekap dada. Tatapan pria itu sungguh galak sehingga Suzy membisu. “Berani-beraninya kamu ganggu pacarku,” ucap Lucas sambil menyeringai. “Apa? Pa-pacar?” tanya Suzy tak percaya. Lucas melangkah mendekat ke arah Estelle yang mematung. Dengan sigap, ia mengalungkan sebelah tangannya ke pundak Estelle. Tak lupa dengan senyum manis yang ditampilkannya. Pria yang merupakan calon penerus perusahaan Red Group memang sudah terbiasa memperlakukan Estelle dengan manis. Namun
Tampak indah sebuah gelang manik buatan tangan. Perpaduan warna pastel yang indah membuat gelang tersebut cukup unik. Ditambah ada inisial huruf E di gelang itu. Sepertinya, si pembuat memang secara sengaja membuat gelang yang hanya ada satu untuk perempuan berinisial E itu. Estelle terkejut. Di dalam batinnya bertanya-tanya, siapa si pengirim gelang itu. Gelang sederhana, tetapi begitu indah. Warnanya ia suka, bentuk payung yang bersanding dengan inisial huruf E pun disukainya. "Wah, gelangnya lucu. Sepertinya orangnya sengaja bikin just for you deh, Es," celetuk salah satu rekan kerja Estelle. "Dari siapa tuh? Sepertinya bukan dari Lucas.""Entahlah," balas perempuan berambut gelung yang menerima paket gelang unik itu.Gelang unik dimasukkan kembali ke wadahnya. Tidak ingin ambil pusing, Estelle hanya meletakkan kotak berisi gelang itu di meja dan ia pun mulai kembali melakukan pekerjaannya. Namun, kehadiran gelang itu cukup mengganggu. Estelle penasaran dengan pengirim hadiah it
Tok-tok-tok!"Masuk!"Suara khas high heels terdengar dengan langkah yang anggun. Perempuan yang rambutnya digelung rapi mulai mendekat ke arah meja milik pria berjas warna navy. Terlihat pria itu sedang memainkan bolpoin di tangan dengan tatapan yang tak fokus."Anak perusahaan Red Group sedang mengelola hotel. Dan, ini proposal pembangunan hotel. Silakan dipelajari dulu isi proposalnya," ucap perempuan molek itu sambil meletakkan proposal ke meja.Perempuan dengan rambut digelung itu mengerutkan dahi karena si pria tak meresponsnya. Lantas, ia pun memanggil nama pria itu sampai tiga kali. Akhirnya, di kali ketiga ia memanggil, pria bernama Lucas itu pun menoleh. "Eh, iya, gimana?"Perempuan itu mengulang kembali kalimat yang disampaikannya baru saja. "Oke. Aku akan coba mempelajarinya," balas Lucas pelan. "Kalau begitu, permisi."Perempuan yang memakai rok span selutut itu mulai berbalik, hendak meninggalkan kantor anak direktur perusahaan Red Group. Baru beberapa langkah, namany
Sinar mentari tampak cukup terik hari ini. Setelah selesai bekerja di sebuah kafe, Eric pergi ke toko bunga. Dulu, sewaktu belum memutuskan hal bodoh pergi dari rumah, Eric bisa membeli buket bunga mawar merah yang besar. Namun, sekarang ia harus berhemat. Jadi, ia hanya bisa membeli buket kecil.Hidup mandiri tanpa fasilitas apa pun dari orang tua rupanya melelahkan. Perbedaannya begitu kentara. Eric merasakannya. Ia cukup menderita. Akan tetapi, ia harus bertahan demi memperjuangkan sebuah hal yang konyol. Ya, memperjuangkan cintanya yang pernah sirna.Kedua ujung bibir pria berkemeja kotak-kotak itu tertarik. Ia mencium mawar merah yang sudah ada di genggaman. Aroma bunga tersebut begitu menenangkan jiwa. Setelah melakukan transaksi pembayaran, ia pun pergi meninggalkan toko bunga tersebut.“Dia pasti suka.”Dengan kaki jenjangnya, Eric mulai melangkah. Dulu, ia bisa mudah bepergian dengan mobil mewah warna silver miliknya. Namun, sekarang ia hanya bisa mengandalkan kakinya. Sebuah
Lampu kamar masih menyala terang. Seorang pria sedang menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Di layar tersebut, tampak judul laporan hasil penjualan bulan ini. Ia perlu mengeceknya kembali. Namun, sepertinya pikiran pria itu sedang cukup kacau. Sudah lebih dari lima menit ia hanya menatap layar tanpa menggeser kursor ke bawah untuk melihat isi laporan dengan rinci.Ucapan seorang mahasiswa di rumah sakit membuat pria itu teringat akan masa lalunya. Masa lalu berupa kesalahpahaman yang berujung membuat retak hubungan. Mengingat masa itu, rasanya cukup kekanakan. Namun, ia sendiri juga masih belum mendapatkan cara untuk mengembalikan hubungan baik yang sudah retak ini.“Hhh ...” Ia mengembuskan napas berat.***Sembilan Tahun yang LaluDua lelaki tampan dan satu perempuan cantik sedang menikmati es krim bersama. Senyum mereka tampak begitu cerah, secerah mentari siang ini. Dilihat dari kejauhan pun, hubungan mereka tampak begitu dekat. Sepertinya, mereka sudah menjalin hubungan pe
Di bawah langit senja yang begitu menawan, kedua sejoli yang terikat hubungan palsu itu masih mempertahankan posisi. Ya, wajah mereka masih saling bertatapan. Akan tetapi, mereka tidak langsung memuaskan nafsu yang sedang bergejolak di dalam hati.Bohong jika gadis yang mengenakan gaun motif bunga itu ingin menolak. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat menginginkan kejadian itu akan terjadi. Ini adalah kali pertama untuknya benar-benar menginginkan bibir Lucas mendarat lembut membasahi bibirnya.Secara pelan, kedua kelopak mata Estelle tertutup. Melihat hal itu, tentu Lucas yang sudah tidak kuat untuk segera memuaskan nafsunya langsung tersenyum. Dengan pelan, wajahnya makin didekatkannya menuju wajah Estelle. Ia akan melakukan hal yang romantis kali ini.Akhirnya aku bisa dapetin kamu, batin Lucas.Tring! Tring! Tring!Sial! Suara nada dering di ponsel Estelle langsung membuat gadis itu membuka mata. Ia juga langsung melepaskan tubuhnya dari tubuh Lucas. “Aku angkat telepon dulu,”
Embusan angin di sore hari begitu lembut. Dengan pelan, angin berembus menyapu helai rambut Estelle yang berkilau. Sayang sekali, di tempat yang seindah ini digunakan gadis itu untuk melamun.Bakso iga yang melimpah ruang di mangkuk dengan kuah hangat, kini telah mendingin. Bukan, bukan karena si pembeli telah menyantapnya. Namun, justru semangkuk bakso iga yang menggiurkan itu hanya ditatap dengan sendok yang berputar tak jelas. Melihat Estelle terus melamun, Lucas merasa bersalah. Gadis yang dicintainya itu ternyata benar-benar bersedih atas kejadian tadi. Sudah jelas jika Estelle masih menyimpan nama lelaki sialan itu di hatinya, pikir Lucas.Estelle terperanjat ketika ada tangan yang hangat menggenggam tangannya. Lamunannya pun seketika buyar. Kini, kedua manik indah itu menatap manis Lucas dengan penuh tanda tanya.“Estelle ...,” panggil Lucas lembut.“Hm?” balas Estelle singkat.“Berapa peluangku buat gantiin lelaki sialan itu di hatimu?”Mendengar pertanyaan itu, Estelle refle
Tubuh Eric membatu ketika kedua bola matanya menangkap sepasang raga yang pergi dari hadapannya. Rasa sesak begitu membuatnya sulit bernapas. Sungguh, ia begitu menyesali masa lalu yang telah menghancurkan kepercayaan Estelle padanya.Estelle memang bukanlah cinta pertama Eric. Namun, rasa cinta Eric kepada Estelle tidak pernah berubah sejak mereka mengenal, berpisah, dan bertemu kembali seperti sekarang. Hanya nama Estelle yang terukir di dalam hati Eric.Eric pikir, banyaknya waktu yang ia habiskan bersama Estelle di masa lalu akan menjadi pondasi hubungan mereka di masa selanjutnya. Namun, tak disangka jika Estelle sering memendam kesedihannya di masa lalu. Dan, itu membuat Eric merasa begitu menyesal—ingin memutar waktu dan mengubahnya.“Estelle, aku benar-benar menyesal,” lirih Eric setelah bayangan raga Estelle dan Lucas telah lenyap dari pandangan.Di sisi lain, Estelle dan Lucas sudah berada di dalam mobil. “Kita mau pergi kencan ke mana?” tanya Lucas cengingisan, seperti bia
“Aku mau ambil kue di sana, ya,” ucap Estelle.Angela mengangguk. “Tolong ambilkan aku satu potong brownies, ya.”“Aku juga,” sahut teman Estelle yang lain.Estelle mengangguk. Lantas, kaki yang beralaskan sepatu hak tinggi itu mulai melangkah. Sesekali mata Estelle menangkap pasangan yang sedang bermesraan, saling menyuapi.“Sungguh manis,” lirih Estelle.Kue brownies merupakan salah satu kue kesukaan Estelle. Maka dari itu, setiap mengikuti acara, jika ada kue brownies Estelle pasti akan mencicipinya. Sekarang, kue itu sudah diletakannya di piring dan siap untuk disantap bersama teman-teman.Ketika Estelle berbalik badan, ia begitu terkejut. Bola mata membulat seketika dan napasnya menjadi pendek. Kenapa ada orang itu? batin Estelle.Seorang pria berkemeja kotak-kotak berdiri tepat di hadapan Estelle. Berbeda dari yang lain, jadi pria itu begitu menonjol karena sama sekali tidak mengenakan jas. Pria itu berpakaian begitu santai layaknya sedang berada di taman bermain.“Akhirnya aku
Gaun selutut tanpa lengan melekat indah di tubuh Estelle. Corak bunga berwarna pastel menambah kesan manis gadis itu. Ditambah dengan rambut tergerai yang dipasang jepit rambut berwarna perak, Estelle makin tampak memesona.Setelah melihat keelokan diri dari pantulan cermin, kini Estelle siap untuk pergi menghadiri acara reuni SMA. Karena acara reuni ini dikhususkan hanya untuk alumni jurusan IPA, Estelle pun mengikutinya. Ia yakin tidak akan bertemu dengan Eric karena Eric dulu mengambil jurusan IPS.“Kak Estelle mau reunian apa mau kencan, sih?” tanya Isac yang menyusun makalah di ruang tamu. “Tumben, kelihatan cantik banget.”Estelle hanya menoleh sesaat ke arah sang adik. Lantas, ia memakai high heels yang berada di rak sepatu. Setelah sepatu berhak tinggi itu sudah terpasang indah di kakinya, ia pun melangkah keluar rumah.“Jangan lupa belikan aku bakso iga sapi sesuai perjanjian kemarin!” teriak Isac. “Iya,” balas Estelle sambil menutup pintu apartemen.Tepat waktu. Taksi onlin