Lucas yang terkejut atas perlakuan tanpa aba-aba dari Estelle awalnya hanya bisa mematung. Matanya menatap mata Estelle yang terpejam. Namun, beberapa detik kemudian, Lucas ikut beraksi—membalas ciuman Estelle—dan membuatnya terlihat makin intens.
“Apa-apaan?” batin Eric kesal.Kedua tangan Eric mengepal kuat. Tak kuat melihat panorama sejoli yang berciuman di depan mata, Eric langsung pergi meninggalkan mereka dengan dada yang terasa sesak. Pun dengan air mata yang keluar dari ujung matanya. “Aku pikir kamu masih mencintaiku.” Eric kembali berujar dalam hatinya. Memperdalam ciuman ternyata membuat napas terasa sesak. Estelle dan Lucas pun melepas ciuman itu guna menghirup oksigen. Ketika Lucas hendak kembali mencium Estelle, gadis itu justru menunduk.“Estelle?” panggil Lucas lirih.Estelle langsung membungkam bibirnya dengan tangan kanan. “Mati kamu, Estelle!” batinnya.***Estelle mengacak-acak rambutnya sambil berceloteh. Ciuman gila yang dilakukannya tadi siang masih membekas kuat di ingatan. Ia memang menutup mata saat melakukan adegan itu, tetapi sensasi lumatan bibir yang lembut terus menghantuinya.Estelle memang membenci Eric karena kesalahan yang lelaki itu perbuat di masa lalu. Namun, ia belum membuka hati untuk Lucas. Lelaki itu masih terlihat belum dewasa sehingga Estelle belum bisa membuka hati untuknya.Jika Estelle belum membuka hati untuk Lucas, mengapa ia dengan begitu percaya diri menciumnya terlebih dahulu? “Akh!” teriak Estelle.Tok! Tok! Tok!“Kak Estelle nggak apa-apa?” tanya Isac—adik Estelle.“Nggak! Tidur saja sana!”“Gimana aku bisa tidur? Kakak sendiri teriak-teriak nggak jelas gitu,” balas Isac dari luar pintu.Ponsel Estelle berdering. Gadis itu membulatkan mata ketika melihat nama seseorang yang tertera jelas di layar ponsel. “Akh! Kenapa kamu terus ganggu aku, sih?” Estelle langsung mematikan ponsel. Ia sedang tak ingin mengangkat telepon dari Lucas karena terus teringat insiden tadi siang. "Akhirnya kamu berinisiatif melakukan itu padaku terlebih dulu." Tanpa aba-aba, ucapan Lucas kembali berdengung di telinga Estelle.“Akh! Sialan!”***Akibat ciuman yang Estelle berikan untuk Lucas kemarin, lelaki itu makin menempel padanya. Risi? Tentu Estelle merasa risi. Terlebih sudah banyak rumor yang mengatakan bahwa ia mendekati Lucas agar bisa mendapatkan kenaikan pangkat dengan mudah. Hari ini, Estelle sengaja tak makan siang di kantin perusahaan. Ia memilih untuk pergi ke kedai makanan terdekat untuk menghindari Lucas dan karyawan lain tentunya. Ia perlu menenangkan diri.“Kamu memang cocok buat jadi menantuku.” Estelle yang sedang menikmati makan siangnya sontak menoleh ke sumber suara yang terasa familiar di rungunya. Kalimat pujian yang baru didengarnya memang untuk orang lain. Namun, entah mengapa rasa penasaran mendorong Estelle untuk menoleh.“Ternyata aku nggak salah dengar,” batin Estelle.Mata Estelle menangkap sosok Eric yang duduk bersama ibunya dan seorang gadis. Posisi mereka terpaut jarak kurang lebih satu setengah meter dari Estelle. Karena kedai siang ini tidak begitu ramai pengunjung, tentu Estelle bisa mendengar jelas perbincangan mereka.“Cih! Masih mencintaiku katanya? Dasar berengsek!” umpat Estelle lirih.Gadis yang duduk sendirian itu kembali menyendok makanan, tak mengacuhkan sosok yang dikenalnya berada di kedai yang sama.“Sudah kuduga, ternyata kamu ada di sini.”Suara baritone dari seseorang yang sedang Estelle hindari terdengar begitu jelas di rungunya.“Makan di sini nggak ngajak-ngajak,” sambung lelaki berambut cokelat sambil mendaratkan pantat di kursi.
Lelaki berambut cokelat itu menatap sendok berisi makanan di tangan Estelle yang belum sempat masuk ke mulut. Dengan sigap dia menarik tangan Estelle mendekat ke mulutnya, seolah-olah perempuan itu tengah menyuapinya. “Lucas!” seru Estelle.“Makanannya enak. Suapin lagi, dong!” Seperti biasa, Lucas menggoda Estelle.Suara Estelle yang cukup keras ternyata membuat Eric menoleh ke arahnya, disusul dengan sang ibu dan seorang gadis yang turut menoleh ke arah Estelle.“Itu bukannya Estelle sama Lucas?” tanya ibu Eric.Eric hanya berdeham.“Waah, sudah lama Mama nggak nyapa mereka. Mama pergi ke sana dulu, ya.”“Buat apa, Ma?”“Mama hanya ingin menyapa.”Wanita paruh baya itu beranjak dari kursinya, lantas melangkah menuju Estelle dan Lucas berada. “Siang,” sapa ibu Eric ramah.Sejoli itu menoleh. Mereka cukup terkejut dengan kehadiran wanita paruh baya yang tiba-tiba menghampiri. Jujur, Estelle merasa cukup canggung sekadar bertatapan dengan wanita yang merupakan ibu dari mantan kekasihnya itu.“Si-ang, Tan-te,” balas Estelle terputus-putus.Wanita itu tersenyum ramah. “Kalian apa kabar? Sudah lama kita nggak ketemu.”Estelle cukup terkejut dengan pertanyaan Diana—ibu Eric. Ia pikir wanita itu tak mengenal Lucas. Namun, jika tak mengenalnya, mengapa wanita itu bertanya dengan subjek kalian, bukan kamu? “Aku baik, Tante. Tante sendiri apa kabar?” balas Estelle.“Baik. Kalau kamu, Lucas?”Gadis yang duduk semeja dengan Lucas makin heran. Melihat cara Diana menyapa Lucas, sepertinya wanita itu memang sudah mengenal Lucas dengan baik. “Baik juga, Tante,” balas lelaki itu sambil tersenyum.“Kalian ini—”“Pacar. Ya, aku pacaran sama Estelle,” sahut Lucas.“Sudah Tante duga,” balas Diana sambil tersenyum.“Kalian memang cocok.”
“Terima kasih, Tante. Tante Diana sendirian di sini?” tanya Lucas.Diana menggelengkan kepala. Ia menoleh dan ke arah Eric yang duduk memandangi mereka. Melihat seorang gadis yang duduk bersama Eric, Lucas pun melempar pertanyaan mengenai siapa sosok gadis itu. Sebenarnya, ia sudah tahu jika gadis itu adalah tunangan Lucas yang dilihatnya di laman internet. Namun, lelaki itu tetap bertanya agar Estelle percaya bahwa ucapannya kemarin benar.“Oh ... dia Sheryl, tunangan Eric,” balas Diana dengan senyum yang merekah di wajah.
Estelle mematung mendengar pernyataan langsung dari Diana. Seketika ia teringat pernyataan Eric yang mengatakan bahwa ia masih mencintai Estelle. Gadis itu tertawa pahit di dalam hatinya, mengetahui kebenaran bahwa Eric telah membohonginya kembali.“Oh iya, kebetulan Tante ketemu kalian di sini. Lima hari lagi Eric ulang tahun. Kalian datang, ya.”“Siap, Tante!” balas Lucas penuh semangat, sedangkan Estelle hanya mengangguk pelan.Setelah itu, Diana kembali ke tempat duduknya. Entah mengapa, dada Estelle terasa begitu sesak setelah mendengar pernyataan Diana tentang tunangan Eric. Ia pun pergi ke toilet untuk menstabilkan perasaannya.“Estelle, kamu itu benci sama Eric. Harusnya kamu ngerasa senang, dong, kalau dia sudah bertunangan. Kan, dia nggak bakal ngejar-ngejar kamu lagi,” batin Estelle sambil menatap kaca di dalam toilet.Setelah dirasa lebih baik, Estelle pun keluar dari toilet. Ia begitu terkejut ketika mendapati sosok lelaki yang sedang menunggunya di depan pintu. Lelaki jangkung itu tersenyum tipis ke arahnya.“Aku tahu di dalam hatimu ... kamu masih mencintaiku.”“Kamu ini buta atau apa? Kamu lihat, kan, kalau kemarin aku cium Lucas duluan? Aku sudah nggak cinta sama kamu!”“Mulut bisa berbohong, tapi hati nggak bisa berbohong,” sahut Eric pelan.Estelle menyeringai sambil membuang muka. Lantas, ia kembali menatap Eric tajam. Sorot matanya terlihat begitu berapi-api, apalagi saat ia mencibir Eric sebagai sosok pembohong keji karena terus mengatakan bahwa ia mencintainya padahal sudah memiliki tunangan.“Aku tunangan sama dia bukan karena keinginanku.”“Kalau bukan keinginanmu, nggak mungkin kamu mau bertunangan. Sudahlah, aku malas bicara sama kamu,” sahut Estelle dilanjutkan dengan melangkah meninggalkan Eric.“Kamu kayak gini karena cemburu, kan?”Estelle tak mengacuhkan pertanyaan Eric. Gadis itu justru mempercepat langkahnya demi menghindar dari serangan pertanyaan Eric.Setelah sampai di meja makan, Estelle langsung menarik tubuh Lucas sampai lelaki itu berdiri.“Ada apa?” tanya Lucas nanar.“Ayo pacaran! Dan, soal ajakan Tante Diana, ayo kita pergi bareng!”“Apa?”Suara Lucas yang cukup lantang membuat Estelle harus membungkam mulut pria itu dengan tangan kanannya. Lantas, gadis itu meraih tangan Lucas dan membawanya menjauh dari restoran. Untung saja restoran tempatnya makan menggunakan sistem pembayaran elektronik. Jadi, Estelle tak perlu repot-repot pergi ke kasir untuk membayar cash setelah selesai makan karena ia sudah membayarnya di awal. Setelah Estelle dan Lucas berada di depan kantor, Estelle baru melepas genggaman tangannya. Sementara itu, Lucas mencium tangannya sendiri—menikmati aroma bekas genggaman Estelle. “Wangi,” lirih Lucas dengan kedua mata yang terpejam. Estelle menggeleng melihat kelakuan Lucas. Ia tak habis pikir mengapa ada orang seperti Lucas yang harus selalu bertemu dengannya. Lucas sungguh tak terlihat seperti seorang pria dewasa, tetapi justru terlihat seperti remaja lebay. “Estelle, makasih,” ucap Lucas dengan senyum lebar yang terlukis di wajah tampannya.
Para karyawan departemen keuangan langsung kembali ke kursinya masing-masing, kecuali Estelle dan Suzy. Mereka merasa takut akan kehadiran seorang pria yang memiliki pengaruh penting di perusahaan tempat mereka bekerja. Ini adalah kali pertama mereka melihat pria itu berbicara dengan nada serius seperti itu. “Gawat. Kenapa dia harus ke sini?” batin Suzy. Suzy membalikkan tubuhnya. Seorang pria tegap berambut cokelat menatapnya dengan sedang bersedekap dada. Tatapan pria itu sungguh galak sehingga Suzy membisu. “Berani-beraninya kamu ganggu pacarku,” ucap Lucas sambil menyeringai. “Apa? Pa-pacar?” tanya Suzy tak percaya. Lucas melangkah mendekat ke arah Estelle yang mematung. Dengan sigap, ia mengalungkan sebelah tangannya ke pundak Estelle. Tak lupa dengan senyum manis yang ditampilkannya. Pria yang merupakan calon penerus perusahaan Red Group memang sudah terbiasa memperlakukan Estelle dengan manis. Namun
Setiap melihat Eric, Estelle merasa ada silet yang menggores hatinya. Pedih. Memori masa lalu muncul tiba-tiba dan ia sangat membenci hal itu. Ia merasa bahwa mengingat masa lalu bersama Eric merupakan kutukan buruk yang sulit dihilangkan. Ketika Estelle sedang memilih gaun, secara tak sadar matanya melirik ke arah Sheryl yang sedang memilih gaun dengan Diana. Mereka terlihat begitu dekat. Melihat kedekatan mereka, Estelle berpikir dalam hitungan minggu, pesta pernikahan Eric dan Sheryl akan digelar. “Kamu cemburu?” bisik Lucas tepat di samping telinga Estelle. Estelle begitu terkejut. Siapa yang tidak akan terkejut jika sedang melamun dan tiba-tiba ada orang yang berbisik padanya? Dengan mata menatap tajam ke arah Lucas, Estelle menjawab, “Tentu saja nggak. Buat apa aku cemburu? Nggak guna!” Gadis itu berpindah posisi ke tempat kumpulan midi dress berwarna soft. Ia mengambil sebuah midi dress lengan pendek berwarna lilac polos. Lantas
Debaran benda berukuran sekepal tangan di dalam dada Estelle makin tak karuan. Ia tak ingat mengapa bisa sampai di kamarnya dan apa yang telah dilakukannya dengan Lucas tadi malam. Estelle hanya mengingat waktu ia pulang dari butik. Setelah itu, ia tak mengingat apa pun. “Morning, Estelle,” sapa Lucas lembut. Estelle membulatkan kedua matanya. Bagaimana bisa Lucas setenang itu setelah melakukan hal di luar keinginan Estelle? Apa Lucas tidak merasa bersalah sama sekali? Tidak! Lucas pasti justru merasa senang telah melakukan hal itu pada Estelle. “Gila,” lirih Estelle. Kedua mata Estelle memanas seketika. Peluhnya juga tak lupa mengalir sampai membasahi bantal yang ditidurinya. Ia tak bisa menahan peluhnya untuk tidak mengalir. “Estelle, kamu kenapa?” Lucas bertanya pelan. “Kamu gila, Lucas! Aku minta kamu buat pacaran kontrak sama aku. Tapi, bukan berarti kamu bebas ngelakuin hal ini sama aku,” balas Estelle den
Meskipun Estelle menganggap Lucas layaknya seorang remaja yang menyebalkan, sesekali ia merasa bahwa Lucas merupakan seorang pria dewasa yang begitu tangguh. Ketangguhan Lucas dibuktikan dengan dirinya yang tak pernah goyah untuk mengejar cinta Estelle, meski gadis itu selalu menolaknya terang-terangan. Estelle sering mendengar bahwa seseorang akan berubah seiring berjalannya waktu. Bukan hanya fisik seseorang yang berubah, tetapi juga perasaan orang tersebut kepada yang lainnya. Namun menurut Estelle, perasaannya sangat sulit untuk diubah. Atau, ia tak sadar bahwa perasaannya telah berubah? Estelle biasanya tak menceritakan masa lalu kepada orang lain. Ia sangat membenci masa lalu indah yang justru menoreh luka di hati. Ia sangat benci membahas seorang pria yang berhasil membuatnya terpikat. Namun, sekarang Estelle justru menceritakan masa lalu itu kepada Lucas. “Eric adalah cinta sekaligus pacar pertamaku,” ucap Estelle setelah bebe
Midi dress lengan pendek berwarna lilac polos sudah melekat di tubuh Estelle. Ia terlihat begitu elegan dengan rambut yang digelung dan membiarkan beberapa helai menggantung di depan kedua telinga. Tak lupa ia merias wajah dengan riasan tipis agar tidak terlihat pucat akibat kegiatan begadangnya. Sungguh, Estelle tak tenang harus menghadiri acara ulang tahun ketiga puluh sang mantan. Entah mengapa ia merasa tak tenang sehingga sulit untuk tidur. Untung saja mata pandanya bisa disamarkan dengan foundation. Jika tidak, penampilannya akan terlihat mengenaskan. Seperti rencana, Estelle pergi bersama Lucas. Setelah mengenakan sepatu berhak tinggi warna senada dengan gaun yang dikenakannya, Estelle langsung keluar dari apartemen. “Estelle!” seru Lucas tanpa memperhatikan keadaan sekitar yang cukup ramai. Pipi Estelle bersemu merah. Ia merasa malu karena penghuni apartemen menatapnya dengan tersenyum. Karena tidak ingin berlama-lama men
Kedua tangan Lucas mengepal kuat. Jika ia tidak sedang berada di depan banyak orang, sepertinya kepalan tangan itu akan mendarat sempurna di wajah Eric. Untung saja Lucas sadar akan posisinya kali ini. Jadi, ia harus menahan gejolak emosi yang membuat darahnya mendidih. Dengan napas yang memburu, Lucas merangkul tubuh Estelle dengan sebelah tangan. “Eric, kamu lupa kalau kamu sudah punya tunangan dan Estelle itu pacarku, hm?” tanyanya pelan. Gelengan pelan Eric tampilkan di depan semua orang yang menghadiri pesta ulang tahunnya. “Aku tahu. Tapi, orang yang aku cintai itu Estelle, bukan Sheryl,” balasnya. Estelle mengerjap. Ini adalah kali pertama Eric menyatakan perasaan cintanya pada Estelle di depan banyak orang. Namun, pernyataan cinta Eric kali ini terasa begitu menyakitkan baginya. “Eric!” seru Diana yang kini sudah berdiri di samping putranya. “Apa-apaan ini, hah?” Bukannya menjawab pertanyaan sang ibu, Eric justru me
Lucas merasakan tangannya digenggam oleh seseorang. Ia cukup terkejut karena Estelle justru mengajaknya pergi begitu saja meninggalkan pesta. Lucas pikir, Estelle akan menunggu jawaban Eric.“Aku mau pulang,” ucap Estelle dengan suara yang cukup terdengar serak, menahan sesak di dalam batinnya.Lucas mengangguk. Lantas, ia menoleh ke arah Diana. “Tante, maaf ... kami pulang dulu. Maaf karena kedatangan kami justru merusak acara besarnya,” ucapnya dengan tatapan sinis ke arah Eric.“Nggak boleh!” sahut Eric. “Aku belum nentuin pilihanku.”Sebelah bibir Lucas terangkat. Sungguh, ia sangat ingin mendaratkan kepalan tangannya ke wajah pria berengsek yang sedang berulang tahun hari ini. Tindakan pria yang baru saja menginjak usia tiga puluh tahun itu begitu keterlaluan sehingga membuat Lucas naik darah.Lucas tahu posisinya hanyalah sebagai kekasih kontrak Estelle. Namun, ia tak ingin Estelle makin goyah karena tindakan Eric yang berbeda dari biasanya. Apalagi, Lucas juga
Tampak indah sebuah gelang manik buatan tangan. Perpaduan warna pastel yang indah membuat gelang tersebut cukup unik. Ditambah ada inisial huruf E di gelang itu. Sepertinya, si pembuat memang secara sengaja membuat gelang yang hanya ada satu untuk perempuan berinisial E itu. Estelle terkejut. Di dalam batinnya bertanya-tanya, siapa si pengirim gelang itu. Gelang sederhana, tetapi begitu indah. Warnanya ia suka, bentuk payung yang bersanding dengan inisial huruf E pun disukainya. "Wah, gelangnya lucu. Sepertinya orangnya sengaja bikin just for you deh, Es," celetuk salah satu rekan kerja Estelle. "Dari siapa tuh? Sepertinya bukan dari Lucas.""Entahlah," balas perempuan berambut gelung yang menerima paket gelang unik itu.Gelang unik dimasukkan kembali ke wadahnya. Tidak ingin ambil pusing, Estelle hanya meletakkan kotak berisi gelang itu di meja dan ia pun mulai kembali melakukan pekerjaannya. Namun, kehadiran gelang itu cukup mengganggu. Estelle penasaran dengan pengirim hadiah it
Tok-tok-tok!"Masuk!"Suara khas high heels terdengar dengan langkah yang anggun. Perempuan yang rambutnya digelung rapi mulai mendekat ke arah meja milik pria berjas warna navy. Terlihat pria itu sedang memainkan bolpoin di tangan dengan tatapan yang tak fokus."Anak perusahaan Red Group sedang mengelola hotel. Dan, ini proposal pembangunan hotel. Silakan dipelajari dulu isi proposalnya," ucap perempuan molek itu sambil meletakkan proposal ke meja.Perempuan dengan rambut digelung itu mengerutkan dahi karena si pria tak meresponsnya. Lantas, ia pun memanggil nama pria itu sampai tiga kali. Akhirnya, di kali ketiga ia memanggil, pria bernama Lucas itu pun menoleh. "Eh, iya, gimana?"Perempuan itu mengulang kembali kalimat yang disampaikannya baru saja. "Oke. Aku akan coba mempelajarinya," balas Lucas pelan. "Kalau begitu, permisi."Perempuan yang memakai rok span selutut itu mulai berbalik, hendak meninggalkan kantor anak direktur perusahaan Red Group. Baru beberapa langkah, namany
Sinar mentari tampak cukup terik hari ini. Setelah selesai bekerja di sebuah kafe, Eric pergi ke toko bunga. Dulu, sewaktu belum memutuskan hal bodoh pergi dari rumah, Eric bisa membeli buket bunga mawar merah yang besar. Namun, sekarang ia harus berhemat. Jadi, ia hanya bisa membeli buket kecil.Hidup mandiri tanpa fasilitas apa pun dari orang tua rupanya melelahkan. Perbedaannya begitu kentara. Eric merasakannya. Ia cukup menderita. Akan tetapi, ia harus bertahan demi memperjuangkan sebuah hal yang konyol. Ya, memperjuangkan cintanya yang pernah sirna.Kedua ujung bibir pria berkemeja kotak-kotak itu tertarik. Ia mencium mawar merah yang sudah ada di genggaman. Aroma bunga tersebut begitu menenangkan jiwa. Setelah melakukan transaksi pembayaran, ia pun pergi meninggalkan toko bunga tersebut.“Dia pasti suka.”Dengan kaki jenjangnya, Eric mulai melangkah. Dulu, ia bisa mudah bepergian dengan mobil mewah warna silver miliknya. Namun, sekarang ia hanya bisa mengandalkan kakinya. Sebuah
Lampu kamar masih menyala terang. Seorang pria sedang menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Di layar tersebut, tampak judul laporan hasil penjualan bulan ini. Ia perlu mengeceknya kembali. Namun, sepertinya pikiran pria itu sedang cukup kacau. Sudah lebih dari lima menit ia hanya menatap layar tanpa menggeser kursor ke bawah untuk melihat isi laporan dengan rinci.Ucapan seorang mahasiswa di rumah sakit membuat pria itu teringat akan masa lalunya. Masa lalu berupa kesalahpahaman yang berujung membuat retak hubungan. Mengingat masa itu, rasanya cukup kekanakan. Namun, ia sendiri juga masih belum mendapatkan cara untuk mengembalikan hubungan baik yang sudah retak ini.“Hhh ...” Ia mengembuskan napas berat.***Sembilan Tahun yang LaluDua lelaki tampan dan satu perempuan cantik sedang menikmati es krim bersama. Senyum mereka tampak begitu cerah, secerah mentari siang ini. Dilihat dari kejauhan pun, hubungan mereka tampak begitu dekat. Sepertinya, mereka sudah menjalin hubungan pe
Di bawah langit senja yang begitu menawan, kedua sejoli yang terikat hubungan palsu itu masih mempertahankan posisi. Ya, wajah mereka masih saling bertatapan. Akan tetapi, mereka tidak langsung memuaskan nafsu yang sedang bergejolak di dalam hati.Bohong jika gadis yang mengenakan gaun motif bunga itu ingin menolak. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat menginginkan kejadian itu akan terjadi. Ini adalah kali pertama untuknya benar-benar menginginkan bibir Lucas mendarat lembut membasahi bibirnya.Secara pelan, kedua kelopak mata Estelle tertutup. Melihat hal itu, tentu Lucas yang sudah tidak kuat untuk segera memuaskan nafsunya langsung tersenyum. Dengan pelan, wajahnya makin didekatkannya menuju wajah Estelle. Ia akan melakukan hal yang romantis kali ini.Akhirnya aku bisa dapetin kamu, batin Lucas.Tring! Tring! Tring!Sial! Suara nada dering di ponsel Estelle langsung membuat gadis itu membuka mata. Ia juga langsung melepaskan tubuhnya dari tubuh Lucas. “Aku angkat telepon dulu,”
Embusan angin di sore hari begitu lembut. Dengan pelan, angin berembus menyapu helai rambut Estelle yang berkilau. Sayang sekali, di tempat yang seindah ini digunakan gadis itu untuk melamun.Bakso iga yang melimpah ruang di mangkuk dengan kuah hangat, kini telah mendingin. Bukan, bukan karena si pembeli telah menyantapnya. Namun, justru semangkuk bakso iga yang menggiurkan itu hanya ditatap dengan sendok yang berputar tak jelas. Melihat Estelle terus melamun, Lucas merasa bersalah. Gadis yang dicintainya itu ternyata benar-benar bersedih atas kejadian tadi. Sudah jelas jika Estelle masih menyimpan nama lelaki sialan itu di hatinya, pikir Lucas.Estelle terperanjat ketika ada tangan yang hangat menggenggam tangannya. Lamunannya pun seketika buyar. Kini, kedua manik indah itu menatap manis Lucas dengan penuh tanda tanya.“Estelle ...,” panggil Lucas lembut.“Hm?” balas Estelle singkat.“Berapa peluangku buat gantiin lelaki sialan itu di hatimu?”Mendengar pertanyaan itu, Estelle refle
Tubuh Eric membatu ketika kedua bola matanya menangkap sepasang raga yang pergi dari hadapannya. Rasa sesak begitu membuatnya sulit bernapas. Sungguh, ia begitu menyesali masa lalu yang telah menghancurkan kepercayaan Estelle padanya.Estelle memang bukanlah cinta pertama Eric. Namun, rasa cinta Eric kepada Estelle tidak pernah berubah sejak mereka mengenal, berpisah, dan bertemu kembali seperti sekarang. Hanya nama Estelle yang terukir di dalam hati Eric.Eric pikir, banyaknya waktu yang ia habiskan bersama Estelle di masa lalu akan menjadi pondasi hubungan mereka di masa selanjutnya. Namun, tak disangka jika Estelle sering memendam kesedihannya di masa lalu. Dan, itu membuat Eric merasa begitu menyesal—ingin memutar waktu dan mengubahnya.“Estelle, aku benar-benar menyesal,” lirih Eric setelah bayangan raga Estelle dan Lucas telah lenyap dari pandangan.Di sisi lain, Estelle dan Lucas sudah berada di dalam mobil. “Kita mau pergi kencan ke mana?” tanya Lucas cengingisan, seperti bia
“Aku mau ambil kue di sana, ya,” ucap Estelle.Angela mengangguk. “Tolong ambilkan aku satu potong brownies, ya.”“Aku juga,” sahut teman Estelle yang lain.Estelle mengangguk. Lantas, kaki yang beralaskan sepatu hak tinggi itu mulai melangkah. Sesekali mata Estelle menangkap pasangan yang sedang bermesraan, saling menyuapi.“Sungguh manis,” lirih Estelle.Kue brownies merupakan salah satu kue kesukaan Estelle. Maka dari itu, setiap mengikuti acara, jika ada kue brownies Estelle pasti akan mencicipinya. Sekarang, kue itu sudah diletakannya di piring dan siap untuk disantap bersama teman-teman.Ketika Estelle berbalik badan, ia begitu terkejut. Bola mata membulat seketika dan napasnya menjadi pendek. Kenapa ada orang itu? batin Estelle.Seorang pria berkemeja kotak-kotak berdiri tepat di hadapan Estelle. Berbeda dari yang lain, jadi pria itu begitu menonjol karena sama sekali tidak mengenakan jas. Pria itu berpakaian begitu santai layaknya sedang berada di taman bermain.“Akhirnya aku
Gaun selutut tanpa lengan melekat indah di tubuh Estelle. Corak bunga berwarna pastel menambah kesan manis gadis itu. Ditambah dengan rambut tergerai yang dipasang jepit rambut berwarna perak, Estelle makin tampak memesona.Setelah melihat keelokan diri dari pantulan cermin, kini Estelle siap untuk pergi menghadiri acara reuni SMA. Karena acara reuni ini dikhususkan hanya untuk alumni jurusan IPA, Estelle pun mengikutinya. Ia yakin tidak akan bertemu dengan Eric karena Eric dulu mengambil jurusan IPS.“Kak Estelle mau reunian apa mau kencan, sih?” tanya Isac yang menyusun makalah di ruang tamu. “Tumben, kelihatan cantik banget.”Estelle hanya menoleh sesaat ke arah sang adik. Lantas, ia memakai high heels yang berada di rak sepatu. Setelah sepatu berhak tinggi itu sudah terpasang indah di kakinya, ia pun melangkah keluar rumah.“Jangan lupa belikan aku bakso iga sapi sesuai perjanjian kemarin!” teriak Isac. “Iya,” balas Estelle sambil menutup pintu apartemen.Tepat waktu. Taksi onlin