BERSAMBUNG
Air laut pun terlihat bergelombang, saat pesawat dengan dua baling-baling ini mulai meluncur di lautan yang tenang.Pesawat pun sukses take off dan mengudara dengan tujuan Australia, Brandi akui pesawat ini masih baru dan sangat canggih, buatan Cina pula.“Tekhnology Cina kini tak beda jauh dengan made in Amerika atau Eropa,” batin Brandi.Bahkan Brandi bisa rileks, pesawat ini bisa terbang dengan sistem pilot otomatis dan cuaca juga mendukung perjalanan sekaligus tugas pertamanya sebagai ‘anak’ buah Mr Chino.Setelah mengudara selama 3,5 jam, Brandi sesuai petunjuk anak buah Mr Chino Hamuk dari menara kontrol perintahkan dia transit, untuk isi bahan bakar.Lalu pesawat ini terbang kembali dan akhirnya setelah 3X transit, pesawat ini pun sampai juga di sebuah teluk yang sepi di Australia keesokan harinya.Cuaca yang mendukung di tambah Brandi memang asli-nya pilot, membuat perjalanan lancar jaya.Di sana sudah menunggu 30 orang bersenjata dan mengangkuti peti-peti dari pesawat ini. Bra
Suuttttt……bummmm….brakkkkkkk….!Pesawat ringan ini terhempas ke bumi. Brandi tak bisa lagi kendalikan pesawat amfibi ini, jatuh di hutan yang lebat di sertai hujan deras.Sesaat kepalanya sangat pening dan dia merasakan sakit sekali di bagian kaki sebelah kiri.Blarrrr….petir berbunyi menggelegar, hujan makin deras, dan saat itulah Brandi melihat pesawat ini terpotong jadi dua, persis di tengah-tengah.Brandi merasa kakinya kaku sekali, ia antara pingsan dan tidak. “Ya Tuhan, di mana aku jatuh saat ini,” batin Brandi, sambil ambil nafas dan berkali-kali istigfar.Dia lalu berusaha keras mendorong kokpit yang rusak parah dan menimpa badannya, lalu dengan pelan-pelan sambil menggigit bibir menarik kakinya.Bukan hal yang mudah bagi Brandi, dia berkali-kali menahan sakit yang luar biasa dan nyiut-nyiut di kaki.Brandi juga tak memikirkan bagaimana nasib dua pengawal Mr Chino Hamuk, pikirannya saat ini adalah bagaimana keluar dari pesawat ringan yang ringsek berat ini.Setelah hujan reda d
Brandi kini fokus sembuhkan kakinya yang patah, yang makin hari makin tunjukan kesembuhan yang menakjubkan.Brandi seolah jadi bagian dari suku ini, dia makan dan minum dengan mereka dan Brandi kagum dengan kepolosan warga di sini, yang hidup dengan alam, tanpa ada alat canggih.Tapi mereka tetap bahagia dan tidak pernah terlihat kelaparan ataupun bentrok dengan sesamanya.Dua minggu kemudian, Brandi lega, ‘gips’ kayu sudah di lepas dari kakinya, tulang kakinya yang patah di bagian tulang kering hanya menyisakan warna kebiru-biruan.Rasa sakit yang dua minggu lalu dia rasakan seakan tak ber efek lagi.Takjub tak terkira Brandi melihat kesembuhan kakinya yang di pikirnya sangat ajaib ini. Ramuan obat dan pijatan kecil Amoi mampu menyambung tulangnya yang patah, tanpa tersentuh obat-obatan modern.Tapi Amoi tetap melarang Brandi berlari, kecuali jalan pelan untuk membiasakan kakinya yang mulai sembuh sangat cepat ini.Setiap pagi dan sore Brandi berjalan pelan dan makin hari makin cepat,
Hari 5 Brandi akhirnya sampai di sisi sungai di mana dulu dia terguling, dia pun lalu ingat saat jalan tertatih-tatih dengan kaki kiri yang patah dan kini sudah sembuh.Bergidik juga Brandi, andai dia tak hanyut dan di tolong Amoi dan warganya, bisa jadi dia kini tinggal nama dan tak ada yang tahu jasadnya di hutan perawan Papua ini.Brandi pun tak ragu menyusuri jalan yang pernah dia lewati.Kesabaran Brandi berbuah manis, akhirnya Brandi sampai juga di pesawat kecil yang jatuh.Brandi sampai sampai takjub sekaligus ngeri juga melihat pesawat kecil ini ringsek berat dan terpotong dua.“Di mana kedua pengawal itu, apakah masih hidup ataukah sudah mati?” gumam Brandi sambil mendekati potongan pesawat ini.Matanya kini melihat-ihat tempat ini, tapi kedua pengawal itu tak terlihat.Brandi hanya menemukan senjata milik kedua orang itu, tapi jasad atau tubuh kedua orang tersebut tak terlihat.“Jangan-jangan mereka sudah mati dan dimangsa binatang buas,” pikir Brandi lagi, sambil amankan dua
Ternyata bukan tempat yang dekat sarang Mr Chino Hamuk, butuh waktu berhari-hari bagi Brandi untuk sampai di sana.“Kenapa aku tak panggil Pelda Majid dan Loha?” batin Brandi, teringat kedua ‘saudaranya’ ini. Dia butuh parnert yang sehati dan hanya dua orang ini yang benar-benar Brandi butuhkan saat ini, apalagi keduanya sudah berpengalaman di hutan Papua.Brandi pun mulai berpikir keras bagaimana mengontak kedua orang ini, sayangnya alat komunikasinya sudah di ambil anak buah Mr Chino Hamuk.Saat dia bersama Letda Bram dan Letda Mani tertembak di desa yang di kepala sukui Bolu.'Kematian' dua orang rekannya ini yang bikin dendam Brandi sangat kuat, untuk bikin perhitungan dengan kelompok penyeludup tersebu.Teringat ini, Brandi pun percepat langkahnya, agar sampai ke tujuan, target pertamanya adalah, akan ambil kembali alat komunikasi canggih miliknya tersebut.Setelah 6 harian, akhirnya kesabaran Brandi membuahkan hasil, dari sebuah bukit, dia melihat markas Mr Chino Hamuk.Tempat y
Begitu melihat penjagaan super ketat, Pelda Majid dan Loha saling pandang, lalu menatap Brandi.Tapi saat melihat Brandi tenang-tenang saja, keduanya pun lega, artinya Brandi sebagai ‘leader’ paham apa yang harus dilakukan, mereka siap jalankan tugas!Brandi sudah beri petunjuk, di mana posisi Patricia berada dan kini ke sanalah mereka menuju.“Kita harus selamatkan wanita-wanita yang jadi mainan mereka, kasian mereka tak berdosa,” itulah rencana Brandi saat ini.Kini ketiganya menuju sebuah titik yang mirip mess, mereka lega, penjagaan di sini tak begitu ketat.Agaknya para penjaga pikir, para wanita yang mereka jadikan penghibur ini tak bakalan bisa kabur dari tempat ini, sehingga penjagaan malah tidak ada sama sekali.Bahkan kamera pengawas pun hanya ada satu, yang di taruh di depan mess, sehingga Brandi ajak kedua rekannya ini bergerak melalui samping.Dengan leluasa kini Brandi, Majid dan Loha sudah masuk ke dalam mess itu dan mulai mencek satu persatu-satu kamar-kamar ini.“Anjri
“Tuan Brandi, mereka itu kelompok mafia lintas negara, mereka kerjasama dengan perusahaan emas lokal di sini. Keruk sebuah gunung emas, lalu 85 persen hasilnya mereka selundupkan ke Australia, kemudian emas-emas tadi di jual ke luar negeri lagi, hanya 15 persen dari seluruh hasil tambang emas itu mereka laporkan ke pemerintah Anda,” kata Patricia, hingga Brandi, Majid dan Loha geleng-geleng kepala.Pat juga katakan lagi, praktek jahat mereka ini sudah berlangsung hampir 3,5 tahunan ini, setelah izin tambang mereka peroleh dari pemerintah Indonesia.“Jadi bisa tuan bertiga bayangkan, berapa banyak harta negara kalian mereka rampok selama ini. Dan asal tuan bertiga tahu, selama ini sudah 10 pilot mereka bunuh, karena ketahuan ingin tahu dan kepergok membongkar barang-barang yang mau di selundupkan tersebut,” kata Pat lagi bergidik. “Gila coii, kejam sekali dan mereka ini perampok berdalih investasi,” sela Loha, yang memang aslinya jenius ini, tapi tak bisa lanjutkan study karena keter
Tak butuh waktu lama, setelah makan siang dengan roti hingga kenyang, karena Brandi melarang mereka bikin api di siang hari, sebab akan mengundang perhatian karena pasti berasap.Seakan sudah di atur, Majid kini mojok bersama Sandra dan Loha terlihat sudah main peluk cium dengan Cicil.Cicil ternyata menyukai warna kulit gelap seperti Loha, yang dia katakan eksotis, sehingga Loha tak usah capek-capek merayu, Cicil sudah berhasil dia taklukan. Sedangkan Majid beda lagi, walaupun kulitnya tak seputih Brandi, tapi badan kokohnya serta selalu bersikap serius membuat Sandra juga nyaman berada di dekat pemuda yang pernah patah hati ini.Gara-gara tahu Pelda Majid hanyalah perwira yang miskuennn…!!!Brandi dan Pat jangan di tanya, keduanya sudah menghilang dari pandangan 4 orang ini dan sudah saling lumat di balik sebatang pohon.Dan tak lama kemudian, sudah saling adu mekanik sambil berdiri dan kadang saling jongkok, lalu ganti lagi sambil gaya rebahan, dengan hanya beralaskan pakaian mere
“Kemana si Bryan yaa, kok belum balik-balik sampai jam segini,” kata Cholil sambil menikmati makanan ‘super enak’ di hotel ini, dia lihat jam di meja kerja hotel ini suda menunjukan pukul 20.30 atau setengah sembilan malam, yang artinya sudah 3 jam lebih pergi.Kadir yang sejak makanan datang sudah terbangun malah tertawa saja.“Kamu ini kayak nggak tahu saja, sadar nggak, sejak di mobil sore tadi, tante Weni sering nge-lirik Bryan, so….malam ini pasti donkkk...ehem-ehem?”“Akaiii…enaknya!” seru Cholil agak iri.“Kalau kamu mau, ntuh lihat, ada tulisan message…lihat terapisnya bening coi,” sahut Kadir.“Tapi…yang bayar siapa…?” sahut Cholil polos.“Ahh kamu ini! Kan sudah di jamin tante Weni, ayooh cepatan, pesan dua sekaligus, aku juga pingin,” ceplos Kadir.Cholil pun lalu pencet angka yang tertera dan terdengar suara perempuan, Cholil dengan gaya sok taunya, tanpa ragu langsung pesan dua terapis sekaligus.Tak lama kemudian, datanglah dua terapis dan sukses bikin Cholil serta Kadir
“Masuk Bryan,” tante Weni buka pintu kamar dan persilahkan Bryan masuk.Bryan tak berani menatap wajah dan body seksi tante Weni, walaupun hatinya penasaran.Tante Weni tentu saja tak bisa di samakan dengan gadis-gadis kampung yang biasa mereka intip saat mandi, atau Ning Utari yang berkulit hitam manis.Tubuh tante Weni mulus dan licin, putih bening lagi, kayak kulit peranakan Tionghoa.“Kenapa nunduk begitu, tubuh tante jelek yaa?”“Ahh anu-anu…nggak kok tante, tante mahh bening dan mulus…eh maksudnya tubuh tante bagus bangettt!” sahut Bryan, lalu nunduk lagi malu-malu.“Ihh kamu ini bikin gemes ajahhh!” jari lentik tante Weni langsung cubit pipi Bryan, hingga remaja ini makin salting saja.“Tadi tante mau minta tolong, tolong apa tante?” tanya Bryan polos, sambil menahan deburan jantungnya yang makin tak karuan.“Tante pegal banget, dari Surabaya bawa sendiri mobil, sengaja nggak bawa sopir, kamu mau nggak pijatin kaki tante, nanti ada deh upahnya, mau yaahh?”“M-mau tante, bo-boleh
Tanpa pikir panjang, Bryan dan Cholil langsung memasukan Kadir ke mobil ini, yang ternyata wanita muda yang di tolong Bryan dari aksi copet tadi.“Kalian hebat sekali, berani duel dengan kelompok copet itu,” kata si wanita muda ini kagum pada keberanian 3 remaja tanggung ini saat bermaksud ambil mobil di parkiran.Dia tadi melihat semua aksi mereka, sampai gemetaran juga dirinya.“Terpaksa tante, daripada mati konyol, ta iyaa…!” sahut Cholil.Untung saja hanya 15 menitan jalan, ada sebuah klinik dan mobil ini di belokan dan Kadir yang masih sadar langsung di berikan pertolongan.Setelah Kadir di beri perawatan, barulah Bryan dan Cholil lega. Sahabat mereka kini diminta istirahat dulu.“Namaku Weni, panggil tante Weni yaah, aku dari Surabaya, tapi sering ke Jakarta dan Bali ngurus bisnis!” wanita muda ini kenalkan namanya, mereka kini berada di teras klinik ini.Bryan dan Cholil baru nyadar, Weni sangat cantik, apalagi saat ini kenakan kaos ketat yang mencetak dua gunung kembarnya.Di p
Ketiganya kini berbaur dengan puluhan ribu penonton lain menyaksikan lomba seru karapan sapi ini.Keseruan ini membuat ketiganya sangat terhibur, apalagi Bryan yang baru pertama kali nonton, selama ini dia tak bisa nonton karena tak punya ongkos!Saat itulah Bryan melihat seseorang yang berusaha mencopet tas milik seorang wanita.Wanita ini agaknya seorang wisatawan yang pastinya tertarik nonton karapan sapi, kini tak sadar tas mewahnya sedang di rogoh seseorang.Begitu berhasil mencopet ponsel dan dompet lalu secepat kilat kedua benda ini di simpan di jaketnya. Si copet ini bergeser dan persis mendekati Bryan.“Hei copet, kembalikan ponsel dan dompet ibu itu,” tegur Bryan. Si Copet ini kaget bukan kepalang, aksinya malah ketahuan orang.“Anak kecil jangan sembarangan bicara, ta tusuk kamu!” si copet ini tiba-tiba keluarkan belatinya. Orang-orang yang berada di sekitaran Bryan dan si copet kontan menjauh. Kadir dan Cholil yang kebetulan saat itu sedang cari minuman dan makanan ringan
“Burungnya hebat banget ya ada gelangnya, di mana dia sunatnya, kok bisa sebagus itu bentuknya,” sela Cholil dan keduanya lalu terbahak-bahak.Di sekolah hari seninnya, di kantin sekolah saat istirahat pertama…!Bryan…tenang-tenang saja di ‘sidang’ dua sahabatnya ini.“Jadi sejak malam kita ngintip itu, sampai kini kamu sudah jadi kekasih gelapnya si janda denok yaa?” tanya Kadir.“Iya…!” sahut Bryan santai tak ada gunanya lagi di tutupi, tuh kelakuannya sudah ketahuan kedua sahabat dekatnya ini.“Weww….berarti udah jalan 3,5 bulanan lebih nih, enak nggak brayyy?” sela Cholil menahan tawa.Bryan hanya senyum mesem saja, Kadir dan Cholil terbahak.Mereka memang iri dengan keberuntungan Bryan, tapi tak pernah dengki. Persahabatan mereka melebih saudara kandung.“Ahh kalian ini kura-kura dalam perahu saja, emanknya aku nggak tahu kelakuan kalian? Kan kalian diam-diam juga sering boking cewek di lokalisasi kan? Apalagi kalau ortu kalian habis jual garam dan banyak untung, hayoo ngaku?”Br
Cholil dan Kadir akhir-akhir ini sering heran sendiri, kenapa si Bryan sering ngantuk di kelas, apalagi kalau hari minggu dan senin.Padahal hari minggu jadwal mereka latihan beladiri dengan Cak Hasan, Bryan yang biasanya paling jago kalau di adu, kini malah banyak kalahnya, karena konsentrasinya pecah.“Aneh…kayak kurang tidur saja, perasaan, paling lama jam 9 malam, pelajaran di ponpes selesai, ngapain sih dia setelah jam segitu?” gumam Kadir ke Cholil.“Ssstt…kamu pernah lihat dia lepas baju nggak?” kata Cholil, hingga Kadir terdiam sesaat lalu ngangguk.“Kenapa emank, kagak ada yang aneh, badannya tetap kurus kok, walaupun kini makin putih aje kayak kena garam!”Kadir memang tak bohong, tubuh Bryan dari hari ke hari makin kinclong saja.“Aku pernah lihat..di dadanya ada beberapa cupang.” Ceplos Cholil, mata Kadir langsung terbelalak.“Ambooooiiii benarkah ta iyaaa?” Cholil langsung mengangguk dan Kadir tertawa terkekeh, kini mereka sadar, sahabat mereka bukan lagi remaja tanggung
Tanpa ragu, Ning Utari langsung pegang si perkutut ngantuk ini. Bryan langsung kena setrum saat tangan lentik Ning Utari memegang perkutut istimewanya ini.Ning Utari antara kaget, kagum dan ingin tertawa, saat si perkutut ini tiba-tiba bangun dan langsung gas full, setelah bersentuhan dengan tangan lentiknya.Makin geleng-geleng kepala lagi begitu sudah full, kurang dikit ukurannya dari lenganya.“Gilee…kalah milik mantan suamiku, belum juga dewasa sudah begini ukurannya,” batin Ning Utari terkagum-kagum.Dan…inilah yang tak di sangka-sangka Bryan, bibir merah Ning Utari kini sudah menyedot kepala perkututnya sampai gelangnya, hampir tak muat mulut mungilnya.Tentu saja ini pengalaman baru yang tak pernah Bryan berani impikan.Malam ini si perkututnya pecah ‘perjaka’ di mulut Ning Utari, janda cantik manis yang usianya baru 24 tahunan usianyaBryan bahkan seperti mimpi, saat Ning Utari menarik ke kamar dan meminta dia rebahan, lalu aktivitas asoy ini lanjut lagi.Tak lama kemudian, se
“Ssstt...b-bukan…a-aku bukan maling, aku hanya sembunyi,” sahut Bryan terbata, takut suara si wanita ini terdengar warga yang sedang mengejarnya.“Ihh tunggu dulu…kamu ini kan santrinya haji Modik, hayooo…ngapain kamu?” si wanita ini langsung kenal wajah Bryan dan kini nada suaranya berubah lebih ramah, tak lagi membentak seperti tadi.“Iya…kaka, aku Bryan, santri pa haji, t-tolong jangan teriak ya, aku tadi barusan ngintip penganten, lalu ketahuan dan kabur…ehh iyaalahh kenapa jadi keceplosan?” Bryan kaget sendiri karena keceplosan.“Hahhh…hi-hi-hi, ihh nakalnya ni anak, hayo keluar dari sini,” tiba-tiba Bryan terkejut, kupingnya di jewer wanita ini dan otomatis dia terpaksa keluar dari persembunyiannya.“Duduk…!” perintahnya sambil menunjuk kursi makan di dapur ini.Si wanita manis ini makin lebar senyumnya saat melihat wajah Bryan yang sangat tampan terlihat makin pucat pasi, persis maling yang sedang ketangkep hansip.“Hayoo cerita, apa saja yang sudah kamu lihat, kalau bohong ku l
Dengan berindap-indap ke tiganya mulai ‘kabur’ dari ponpes ini, di usia yang sudah 13 tahunan lebih, jiwa penasaran ketiganya memang sedang tinggi-tingginya.Ketiganya juga baru saja akil baligh, peralihan dari anak-anak ke remaja!Cukup jauh juga tempat yang di tuju, sampai-sampai mereka harus susuri pematang sawah.“Nah ntuh rumahnya,” tunjuk Kadir, merujuk sebuah rumah kayu yang lumayan bagus.“Hati-hati, jangan sampai kita di kira maling, abis kita bonyok di keroyok warga,” kata Cholil, rada ‘ngeri-ngeri sedap’, pikirnya geli sendiri.Bryan, diam saja, tapi hatinya mulai dag dig dug duer juga, sebab inilah pertama kalinya mereka nekat intip penganten baru.Tujuan mereka tertolong bulan yang tertutup awan, sehingga cukup gelap, hanya ada penerangan lampu listrik jalanan dan lampu listrik di teras warga.Kini mereka sudah berada di sisi dinding rumah si panganten baru ini, rumah ini terbuat dari papan, sehingga dengan mudah mereka bisa ngintip sela-sela dinding rumah tersebut.Walau