BERSAMBUNG
Brandi kenakan pakaian yang disediakan anak buah si Kumis, diapun tak sungkan cukur brewoknya yang lebat, hingga penampilannya klimis, di tunjang badannya yang kokoh tinggi, dengan kulit tak terlalu putih, tidak juga hitam.Brandi pun berubah...!Begitu keluar kamar yang disediakan untuknya, dua orang bersenjata sudah menunggunya dan mengawalnya ke sebuah ruangan lain, jaraknya lumayan jauh, hampir 50 meteran dari kamar ini.Brandi seola-olah jadi tawanan kelompok mafia yang tak segan bertindak keras pada siapapun. Di mana-mana terlihat pengawal bersenjata berat dan selalu waspada memantau tempat ini.Pemuda ini diam-diam menyimpan sebuah dendam, kematian dua Agen, Letda Bram dan Letda Mani menimbulkan sebuah rencana tersembunyi dari hatinya.Brandi juga paham, memberontak saat ini sama dengan bunuh diri, sebab pasukan si Kumis menyebar di mana-mana dan tak pernah lepas dari senjata yang mereka tenteng.“Kayak berada di sarang gangster bersenjata saja, agaknya mereka ini memang bukan k
Melihat tubuh mulus dan putih bak salju tubuh Patricia, sesaat Brandi hampir lupa diri, apalagi si bule yang tak banyak bicara ini mandah saja di bawa ke kamar.Tapi saat menutup kamar dan baru sadar puluhan penjaga terlihat menjaganya sangat ketat, sadarlah Brandi, dia kini masih ‘tawanan’ dari Mr Chino Hamuk.Nafsunya pun turun seketika, kini dia mulai menatap wajah si bule yang di panggil Pat ini. Aku akan mulai selidiki lewat Pat ini, apa sebenarnya bisnis Chino Hamuk, pikir Brandi.“Pat…kamu berasal darimana dan sudah berapa lama tinggal di sini?” pancing Brandi, mulai buka obrolan.“Aku dari Australia, sebenarnya aku baru 3 minggu di sini, aku tertipu, awalnya akan di tawari kerjaan dengan gaji sangat tinggi dari pekerjaanku sebelumnya di Melbourne, tak tahunya malah di bawa ke sini dan di berikan sama tuan!” cetus Pat tanpa tedeng aling-aling.Terkejut juga Brandi, dipikirnya Pat ini sudah lama dan biasa melayani tamu-tamu ‘spesial’ Mr Chino Hamuk. Ternyata wanita bule cantik in
Air laut pun terlihat bergelombang, saat pesawat dengan dua baling-baling ini mulai meluncur di lautan yang tenang.Pesawat pun sukses take off dan mengudara dengan tujuan Australia, Brandi akui pesawat ini masih baru dan sangat canggih, buatan Cina pula.“Tekhnology Cina kini tak beda jauh dengan made in Amerika atau Eropa,” batin Brandi.Bahkan Brandi bisa rileks, pesawat ini bisa terbang dengan sistem pilot otomatis dan cuaca juga mendukung perjalanan sekaligus tugas pertamanya sebagai ‘anak’ buah Mr Chino.Setelah mengudara selama 3,5 jam, Brandi sesuai petunjuk anak buah Mr Chino Hamuk dari menara kontrol perintahkan dia transit, untuk isi bahan bakar.Lalu pesawat ini terbang kembali dan akhirnya setelah 3X transit, pesawat ini pun sampai juga di sebuah teluk yang sepi di Australia keesokan harinya.Cuaca yang mendukung di tambah Brandi memang asli-nya pilot, membuat perjalanan lancar jaya.Di sana sudah menunggu 30 orang bersenjata dan mengangkuti peti-peti dari pesawat ini. Bra
Suuttttt……bummmm….brakkkkkkk….!Pesawat ringan ini terhempas ke bumi. Brandi tak bisa lagi kendalikan pesawat amfibi ini, jatuh di hutan yang lebat di sertai hujan deras.Sesaat kepalanya sangat pening dan dia merasakan sakit sekali di bagian kaki sebelah kiri.Blarrrr….petir berbunyi menggelegar, hujan makin deras, dan saat itulah Brandi melihat pesawat ini terpotong jadi dua, persis di tengah-tengah.Brandi merasa kakinya kaku sekali, ia antara pingsan dan tidak. “Ya Tuhan, di mana aku jatuh saat ini,” batin Brandi, sambil ambil nafas dan berkali-kali istigfar.Dia lalu berusaha keras mendorong kokpit yang rusak parah dan menimpa badannya, lalu dengan pelan-pelan sambil menggigit bibir menarik kakinya.Bukan hal yang mudah bagi Brandi, dia berkali-kali menahan sakit yang luar biasa dan nyiut-nyiut di kaki.Brandi juga tak memikirkan bagaimana nasib dua pengawal Mr Chino Hamuk, pikirannya saat ini adalah bagaimana keluar dari pesawat ringan yang ringsek berat ini.Setelah hujan reda d
Brandi kini fokus sembuhkan kakinya yang patah, yang makin hari makin tunjukan kesembuhan yang menakjubkan.Brandi seolah jadi bagian dari suku ini, dia makan dan minum dengan mereka dan Brandi kagum dengan kepolosan warga di sini, yang hidup dengan alam, tanpa ada alat canggih.Tapi mereka tetap bahagia dan tidak pernah terlihat kelaparan ataupun bentrok dengan sesamanya.Dua minggu kemudian, Brandi lega, ‘gips’ kayu sudah di lepas dari kakinya, tulang kakinya yang patah di bagian tulang kering hanya menyisakan warna kebiru-biruan.Rasa sakit yang dua minggu lalu dia rasakan seakan tak ber efek lagi.Takjub tak terkira Brandi melihat kesembuhan kakinya yang di pikirnya sangat ajaib ini. Ramuan obat dan pijatan kecil Amoi mampu menyambung tulangnya yang patah, tanpa tersentuh obat-obatan modern.Tapi Amoi tetap melarang Brandi berlari, kecuali jalan pelan untuk membiasakan kakinya yang mulai sembuh sangat cepat ini.Setiap pagi dan sore Brandi berjalan pelan dan makin hari makin cepat,
Hari 5 Brandi akhirnya sampai di sisi sungai di mana dulu dia terguling, dia pun lalu ingat saat jalan tertatih-tatih dengan kaki kiri yang patah dan kini sudah sembuh.Bergidik juga Brandi, andai dia tak hanyut dan di tolong Amoi dan warganya, bisa jadi dia kini tinggal nama dan tak ada yang tahu jasadnya di hutan perawan Papua ini.Brandi pun tak ragu menyusuri jalan yang pernah dia lewati.Kesabaran Brandi berbuah manis, akhirnya Brandi sampai juga di pesawat kecil yang jatuh.Brandi sampai sampai takjub sekaligus ngeri juga melihat pesawat kecil ini ringsek berat dan terpotong dua.“Di mana kedua pengawal itu, apakah masih hidup ataukah sudah mati?” gumam Brandi sambil mendekati potongan pesawat ini.Matanya kini melihat-ihat tempat ini, tapi kedua pengawal itu tak terlihat.Brandi hanya menemukan senjata milik kedua orang itu, tapi jasad atau tubuh kedua orang tersebut tak terlihat.“Jangan-jangan mereka sudah mati dan dimangsa binatang buas,” pikir Brandi lagi, sambil amankan dua
Ternyata bukan tempat yang dekat sarang Mr Chino Hamuk, butuh waktu berhari-hari bagi Brandi untuk sampai di sana.“Kenapa aku tak panggil Pelda Majid dan Loha?” batin Brandi, teringat kedua ‘saudaranya’ ini. Dia butuh parnert yang sehati dan hanya dua orang ini yang benar-benar Brandi butuhkan saat ini, apalagi keduanya sudah berpengalaman di hutan Papua.Brandi pun mulai berpikir keras bagaimana mengontak kedua orang ini, sayangnya alat komunikasinya sudah di ambil anak buah Mr Chino Hamuk.Saat dia bersama Letda Bram dan Letda Mani tertembak di desa yang di kepala sukui Bolu.'Kematian' dua orang rekannya ini yang bikin dendam Brandi sangat kuat, untuk bikin perhitungan dengan kelompok penyeludup tersebu.Teringat ini, Brandi pun percepat langkahnya, agar sampai ke tujuan, target pertamanya adalah, akan ambil kembali alat komunikasi canggih miliknya tersebut.Setelah 6 harian, akhirnya kesabaran Brandi membuahkan hasil, dari sebuah bukit, dia melihat markas Mr Chino Hamuk.Tempat y
Begitu melihat penjagaan super ketat, Pelda Majid dan Loha saling pandang, lalu menatap Brandi.Tapi saat melihat Brandi tenang-tenang saja, keduanya pun lega, artinya Brandi sebagai ‘leader’ paham apa yang harus dilakukan, mereka siap jalankan tugas!Brandi sudah beri petunjuk, di mana posisi Patricia berada dan kini ke sanalah mereka menuju.“Kita harus selamatkan wanita-wanita yang jadi mainan mereka, kasian mereka tak berdosa,” itulah rencana Brandi saat ini.Kini ketiganya menuju sebuah titik yang mirip mess, mereka lega, penjagaan di sini tak begitu ketat.Agaknya para penjaga pikir, para wanita yang mereka jadikan penghibur ini tak bakalan bisa kabur dari tempat ini, sehingga penjagaan malah tidak ada sama sekali.Bahkan kamera pengawas pun hanya ada satu, yang di taruh di depan mess, sehingga Brandi ajak kedua rekannya ini bergerak melalui samping.Dengan leluasa kini Brandi, Majid dan Loha sudah masuk ke dalam mess itu dan mulai mencek satu persatu-satu kamar-kamar ini.“Anjri