BERSAMBUNG
“Bibi Uni…!” Brandi buru-buru mendekat dan kini ia menatap wajah anak kecil cantik kurus, yang heran melihatnya.“Brandi, kamu di sini? Ku dengar ibumu koma di rumah sakit, bagaimana kabarnya sekarang?” sahut Bibi Uni balas menyapa.“Sudah mulai baikan, oh ya…ini Oktaviani kan?” tanya Brandi lagi, Bibi Uni langsung mengangguk dan bilang inilah cucunya, sekaligus anak mendiang Audrey.Gadis manis kurus ini langsung berlindung di belakang neneknya, saat Brandi jongkok menatapnya dan ingin meraihnya.Bibi Uni membiarkan saja ulah Brandi, karena dia sudah tahu, kalau inilah ayah biologis cucunya. Rahasia yang hanya dia dan suaminya ketahui.Wajah Oktaviani sepintas mirip Audrey, tapi… bibirnya, juga matanya yang agak tajam, 100 persen mirip Brandi.Brandi sangat terharu dan merasa bersalah, sekian tahun baru kali ini bertemu lagi dengan Oktaviani, dulu bertemu tak sengaja saat anaknya ini belum genap 2 tahun usianya.“Oktaviani…ini papa?” kata Brandi dengan suara tercekat menahan keharuan
Viani tersenyum, wajahnya…sama persis dengan Audrey, hingga Brandi langsung peluk anaknya dan sesaat jadi pusat perhatian.Kenangan masa lalu dengan Audrey sesaat menyela batinnya.Bagaimana tidak, seorang pemuda tampan kokoh dengan pakaian ‘mewah’ memeluk anak kecil cantik yang pakaiannya mirip…pengemis.Brandi bahkan minta salah satu pelayan di mini market ini bantu anaknya, Viani ternyata hanya beli makanan ke sukaannya, Brandi lah yang minta anaknya beli sendal dan baju yang langsung diminta Brandi ganti di tempat ini juga.Usai belanja dan Paman Ando di observasi di rumah sakit, Brandi lalu ajak Bibi Uni dan Oktaviani makan di sebuah restoran, kemudian ajak keduanya jalan-jalan melihat perumahan mewah di kota ini.Bibi Uni tak bisa berkata-kata lagi, saat Brandi mampir di sebuah rumah mewah berharga hampir 1 miliaran dan di depannya ada plang bertuliskan di jual.“Viani suka nggak rumah ini?” tanya Brandi, sambil kontak nomor yang tertera di depan rumah ini.“Suka banget pah, asyi
Brandi tak buru-buru menemui ayah kandungnya, dia masih ‘sungkan’ bertemu Brandon Hasim Zailani.Bagaimana pun, rasa egoisnya masih ada, Brandi masih beranggapan, ayah kandungnya ini sengaja sia-siakan ibunya, Putri Zeremiah juga dirinya."Hidup enak sebagai taipan, mantan polisi berpangkat jenderal pula, masa tak mau lacak penyebab kematian ibunda?" gumam Brandi, sesali kelakuan ayah kandungnya. Dia sengaja ke rumah mewahnya yang lumayan lama di tinggalkan dan terus menenangkan hatinya yang masih ragu bertemu Brandon Hasim Zailani.Tiba-tiba datang ART nya. “Tuan muda, dulu ada bapak-bapak yang wajahnya mirip tuan muda datang ke sini, tapi orangnya sudah tua namun tubuhnya masih gagah. Tak lama sebelum tuan muda berangkat ke London,” kata ART-nya, beranikan diri menyampaikan kisah ini.“Oh ya, beliau bilang apa bik?” tanya Brandi lagi agak kaget sekaligus penasaran, tak menyangka ayah kandungnya sudah pernah muncul di rumahnya.“Hanya bilang kelak akan ke sini lagi, katanya jagakan
Brandi kini duduk dan melihat bagaimana pria yang dikabarkan miliki kekayaan di atas 350 Triliun ini terlihat beberapa kali menghela nafas, seakan sesali kejadian di masa lalu.“Kenapa…papa…tidak melacak siapa dalang pembunuh ibunda?” sela Brandi dengan suara tercekat, inilah yang dia ingin tanyakan sejak lama, kenapa ayah kandungnya 'sia-siakan' ibundanya, padahal sudah menikah siri.“Karena dalangnya sudah tewas Brandi, yakni Emir Thamrin sendiri, dia tewas di tembak mantan tangan kanan papa yang bernama Regina, mereka juga berhasil mencuri uang perusahaan…sampai 75 triliun dan gagal aku dapatkan, sampai kini!” ceplos Brandon, hingga Brandi melongo. Brandon juga katakan, hampir saja perusahaan mereka bangkrut, tapi perlahan bisa bangkit lagi, setelah Emir Thamrin tewas dan Regina di hukum pancung di Abudhabi.Tak pernah dia sangka, Emir Thamrin berhasil rampok uang perusahaan milik ayahnya dan hampir bikin perusahaan warisan kakeknya ini gulung tikar.“Jadi info yang aku dapat…?”
“Jadi…harta warisan itu…?” suara Brandi tertahan.“Jangankan kamu, papa pun bingung, kenapa Emir Thamrin justru wariskan harta itu buatmu Brandi!” sahut Brandon.“Harus di ambil ya pa?” sahut Brandi agak pilon, sekaligus bingung.Brandon pun mengangguk, lalu dia berdiri dan menarik bahu anaknya ini, yang kini lebih tinggi beberapa centi darinya.“Ini PR kamu, carilah apa sebabnya, hingga si Emir Thamrin hibahkan harta itu buat kamu. Satu hal lagi, nama Brandi itu pemberian papa, saat bersama ibumu dulu, papa pesan pada ibumu dulu, kalau kelak kami punya anak, kalau laki-laki akan di namakan Brandi, tapi kalau perempuan, sama dengan nama ibunda kamu!” ceplos Brandon tersenyum.Brandi pun ikut tersenyum. Pantas nama aku mirip-mirip nama papa, ternyata beliaulah yang kasih nama, pikir Brandi sambil memeluk erat tubuh papanya.“Udahlah, kamu lupa yaa, papa sudah tua, tak sekokoh dulu lagi tubuh, sakit badan papa kamu peluk erat,” seloroh Brandon, hingga Brandi buru-buru melepaskannya dan m
Brandi langsung menggelengkan kepala, Brandon hanya menghela nafas, agaknya anak sulungnya ini punya ‘masalah’ dengan asmara!Sebelum pamit, Brandi menceritakan juga soal teror yang menimpa ibu angkatnya. Kaget juga Brandon tahu ibu angkat anaknya ini sempat koma di rumah sakit.Brando lalu menggangguk dan bilang mulai hari ini ibu angkatnya akan di jaga polisi dan tentara juga kedua adik sepupunya, legalah Brandi.“Kamu fokus saja dengan tugas-tugas saat ini, saran papa, kalau sudah merasa cukup bertualang. Silahkan kalau mau resign dan jadi orang sipil biasa!” kata Brandon lagi, untuk menenangkan anak sulungnya.Paginya, setelah kembali di pesani ini dan itu, Brandi pun pamit dengan keluarga besarnya. Lega rasanya dada pemuda ini, tak pernah dia sangka, kehadirannya benar-benar sangat di harapkan.Bahkan yang bikin dia terkaget-kaget, papanya secara blak-blakan malam tadi bilang, warisan Emir Thamrin akan jadi miliknya seutuhnya, semuanya tanpa di potong sepeserpun.Tentu saja Brandi
“Agaknya itu Bang…sejak Loha mendadak OKB dan sering bolak-balik ke Australia untuk urus bisnisnya, Loha bilang sering merasa di ikuti orang, apalagi kalau berada di Australia,” cerita Fanny.Loha memang sudah ceritakan soal hartanya ini, saat Cicil tak sengaja keceplosan pada kakaknya ini, sehingga Loha pun buka-bukaan saja. Tuh Fanny satu-satunya saudaranya, mereka memang hanya berdua.Loha dan Fanny hanya beda 2 tahun usianya, dan dengan Brandi beda setahun, sehingga dia tak ragu bilang Abang ke Brandi.Kini keduanya sudah duduk di private jet tujuan Bandara Internasional Melbourne, yang juga dikenal sebagai Bandara Tullamarine.Perjalanan dari Soetta ke Melbourne tidaklah singkat, hampir 7 jam. Sepanjang jalan Fanny ceritakan soal dirinya juga Loha.Fanny saat ini sedang kuliah S-2 di sebuah kampus di Surabaya. “Loha berbisnis alat-alat berat Bang, usahanya cukup maju, makanya dia minta agar aku sekolah saja, nggak usah mikir biaya!” aku Fanny, dia bilang saat ini honor jadi dos
Brandi menatap bangunan tua ini, di sinilah polisi menemukan mobil yang di katakan sudah menabrak sahabatnya ini, seperti yang dikatakan Letnan Grey padanya.Brandi kini melihat sekitaran rumah ini dan perlahan masuk, untuk cek ke dalam, namun baru sampai teras, dia berhenti sejenak.Saat itu dia melihat seorang wanita muda yang sejak dia mampir di sini selalu memperhatikannya, sampai dia masuk ke halaman bangunan ini.Rumahnya berdampingan dengan banguan, jaraknya hanya sekitar 10 meteran. Brandi berbalik dan mendekati wanita ini.“Selamat sore nona, namaku Brandi…!” Brandi langsung kenalkan diri, ia sengaja panggi nona, karena tak tahu apakah wanita ini masih singel atau sudah ber RT.Apalagi setahunya di negara ini, kumpul kebo sudah jadi budaya, pernikahan bukanlah prioritas!“Sore juga, kalau anda ingin cari penghuni di sini, mereka sudah kabur lama, termasuk pimpinannya yang wajahnya mirip blasteran Asia,yang sering di panggil anak buahnya dengan sebutan Mr Hamuk…!” kata wanita m
Ting tong...!Hagu bergegas buka pintu kamar hotelnya dan dia kagum sekaligu geleng-geleng kepala, di depannya sudah berdiri Prem dengan stelan jas tanpa dasi.Bahkan di bagian dadanya sengaja sedikit terbuka, sehingga dada bidangnya yang lumayan lebat bulunya terlhat jelas. Ganteng maksimal sekali pemuda ini dan Hagu tak ragu memujinya.“Lohh kamu belum siap brother, ini sudah jam 19.15 loh,” tegur Prem, karena Hagu masih berbaju kimono, setelah mandi.“Iya deh tunggu sebentar, aku berpakaian dulu,” Hagu pun cepat ke kamarnya dan membiarkan Prem santai sejenak di ruang tamu kamar bertipe suite ini.Tak sampai 10 menitan, gantian Prem yang menatap kagum ke Hagu. Saking kagumnya, dia memutari tubuh Hagu, yang kini makin ‘berkelas’ dengan stelan jas mahal.“Gileee loh, kamu tak kalah ganteng, pakai bingit lagi, tapi kita jangan gandengan jalan ya, nanti di kira sekong!” cetus Prem, hingga Hagu makin tertawa lebar, benar-benar si Prem ini lucu dan kocak.“Oh yaa…selamat ultah ke 24 tahun
“Hagu…kayaknya malam ini kita bisa menikmati tubuh kedua pramugari cantik itu, lihat saja, mereka mulai buka pintu?” bisik Prem mulai nakal.“Hadeuuuuh...nggak perlu-lah Bang, ntar kamu malah ikutin jejak papa kamu Om Balang, punya keturunan di mana-mana?” sahut Hagu perlahan. Prem malah tertawa saja.“Masa sihh kamu nolak rejeki? Pake pengaman donk, jaman sudah maju kudu siap kon*om kelesss, lagian kan suka sama suka, bukan tipikal aku lah main paksa he-he!” cetus Prem lagi cuek.“Dasar turunan payboy,” olok Hagu, yang mau tak mau selalu senyum.Prem beda dengan Balanara, pemuda ini supel, ceria dan semau gue juga nakal dan turunan royal.Hagu pun tak menanggapi berlebihan goyunan Prem, sampai akhirnya mereka mendarat di Bandara Phnom Penh International Airport, yang berada sekitar 7,73 km dari pusat kota ini.Tak pernah Hagu duga, Prem diam-diam ternyata berkenalan dengan kedua pramugari cantik dari maskapai yang pemiliknya keturunan India ini.“Kita nginap di Hotel Royal Pnom Penh
“Aku yakin…nama Hagu itu hanya julukan, siapa sebenarnya nama asli Mas ini?”Hagu langsung terdiam, sesaat di menghela nafas, agak ragu menyebutkan nama aslinya, tapi masa iya aku harus berbohong pada adiknya Balanara, yang sudah begitu baik denganku, pikirnya lagi bimbang.“Tuan…nama Hagu itu sebenarnya nama julukan yang di berikan teman-teman milisiku di Suriah dan Yerusalem, nama asliku adalah, Reyhan!”Prem melongo…!Sebagai anggota keluarga Klan Hasim Zailani, tentu saja Prem diberitahu semua rahasia keluarga mereka. Senyum misterius tersungging di bibir si agen nekat ini.“Tak salah lagi…ku rasa walaupun tak pakai DNA, inilah anak yang hilang dulu!” batin Prem senyum di kulum.Saat melihat jam tangan, penerbangan masih 3o menitan lagi, Prem alasan mau ke toilet, tanpa ragu dia nitip tas ranselnya pada Hagu.“Nggak takut ranselnya aku bawa kabur Mas?” canda Hagu.“Nggak, paling kamu kaget, sebab isinya…senjata!” cetus Prem tertawa dan dia benar-benar pergi ke toilet.Hagu melotot
Widya juga putuskan tetap sekolah, tapi tidak di sekolah internasional itu lagi. Kalau ketahuan hamil pasti akan di keluarkan.Widya memilih mengundurkan diri dan pindah ke sebuah sekolah paket C, sebab dia kelak tetap akan kuliah sesuai janjinya dengan Hagu, terlebih di rekeningnya, Hagu sudah transfer uang hingga 10 miliar.Kini, sambil tetap sekolah kandungan Widya pun makin besar seiring waktu. Anehnya Widya tak lagi manja setelah Hagu tak berada di sisinya, Widya malah makin dewasa.Kita tinggalkan dulu Widya yang kini tengah mengandung anak dari Hagu. Kita ikuti perjalanan sang tokoh utama, yang kini menuju bandara Soetta tujuan Kamboja, untuk kejar musuh besarnya, Joni White.“Maaf…!”Hagu hampir saja menabrak seorang pria tinggi besar dan postur tubuhnya kokoh, tak beda jauh dengannya, saat akan masuk ke pintu keberangkatan di bandara Soetta, tujuan luar negeri.“Tak apa, anda mau kemana, kok buru-buru,” sapa orang ini ramah.“Saya tujuan ke Kamboja, anda sendiri mau ke mana?”
Hagu pun dengan lembut mulai telusuri dada membusung Widya, yang justru membuka pintu ‘rumahnya’ lebar-lebar.Desahan-desahan lembut terdengar di ruang tamu ini. Kini baik Hagu dan Widya sudah tak kenakan pakaian lagi, silau juga Hagu melihat kemulusan tubuh remaja yang satu bulan lagi akan berusia 17 tahun.Kalau selama ini keduanya aslinya sering menahan diri, agar tak terlalu jauh melangkah, walaupun kadang keduanya terbiasa…saling gesek! Namun tak sampai bablas, saat ini berbeda.Rasa takut ‘kehilangan’ membuat Widya ingin Hagu lakukan sesuatu yang selalu mereka tahan-tahan sejak awal bersama.Hagu tanpa ragu bopong tubuh mulus Widya ke kamar, yang selama ini jadi tempat tidur mereka berdua. Mulut keduanya tetap saling melumat dan Widya memeluk erat tubuh Hagu.Kini Widya benar-benar pasrah dan Hagu pun makin tak terkendali, dia tak ragu mulai telusuri tubuh Widya dan…sampai ke hutan gundulnya.Milik Widya tentu saja beda dengan wanita-wanita yang sudah Hagu gauli, Widya masih gad
Widya ternyata tak keberatan dengan niatan Hagu yang akan jemput ART-nya yang dulu memeliharanya sejak bayi dan akan menjadi ART di sini.Apalagi kata Widya anak-anak si ART itu sudah besar-besar dan 2 orang sudah menikah, satu masih kuliah sambil kerja dan si ART ini hanya tinggal berdua dengan anak bungsunya itu, suaminya sudah lama meninggal.“Nanti pas liburan semester kita jemput ya Bang, setelah itu baru Abang boleh pergi ninggalin Widya. Tapi janji Abang harus pulang setelah misi Abang tuntas. Widya akan selalu menunggu Abang sampai kapan pun!”Widya juga sudah tahu apa tujuan Hagu.Pemuda cerita apa adanya dan tak ada yang di tutupi lagi pada si cantik ini, ini lah yang bikin keduanya makin dekat dan sayang satu sama lain, karena sama-sama sebatang kara.Liburan semester masih 3 bulanan lagi dan Hagu pun mengiyakan dan janji sampai kapanpun tak bakal meninggalkan si adik angkat, yang makin jelita dan tubuhnya tinggi semampai ini.Widya ikutan keranjingan olahraga, gara-gara men
Widya blak-blakan menyebutkan, ibunya dan Alex White hanya kumpul kebo, beda dengan Min Hoo, papa kandungnya yang sempat menikah, tapi entah kenapa tak lanjut.Tante Weni bertemu dengan Min Hoo setelah hubungannya dengan Alex White bubar.“Kata ibu, karena papaku nggak mau ikut keyakinan ibu, sehingga mereka bertengkar dan pisah, padahal ibu lagi mengandung aku!”“Lantas….sejak kapan ibu kamu lumpuh Widya, benarkah akibat perbuatan si Joni itu?” tanya Hagu lagi yang kini jadi penasaran.“Ketika tahu Alex White tewas, semua harta peninggalan itu di ambil ibuku, tiba-tiba muncul si Joni White dan mau rampas semua harta itu lagi. Ibu tentu saja marah dan mereka bertengkar, tahu-tahu ibu di dorong si Joni dan terjatuh ke lantai ubin rumahnya, tulang belakang ibu patah dan itu yang sebabkan ibu lumpuh, bohong kalau ibu kena stroke,” cetus Widya.“Tapi…ibumu bilang kena stroke?” sela Hagu.“Sejak lumpuh dan berada di rumah sakit, darah tinggi ibuku kumat dan akhirnya terserang stroke. Belia
Hagu makin kagum, Widya punya bakat mendesain rumah, setelah di bersihkan, kini rumah ini makin nyaman dan enak di lihat, Widya sangat rajin dan suka menata ruangan.“Gila juga si Abang Nara, rumah begini bagus dan mewah di biarin kosong? Tapi tak aneh sih, wong dia anak orkay!” batin Hagu tak habis pikir, apalagi dia tahu saat ini harga ini rumah di atas 10 miliaran.Hagu dan Widya juga tak perlu repot-repot beli perabotan rumah ini, semuanya lengkap, lemari pakaian pun tinggal di isi, setelah di bersihkan, juga di dapur peralatan masak komplet dan semuanya serba listrik, tak perlu beli gas lagi.Widya sangat antusias dan kadang dia memasak, masakannya ternyata enak juga, Hagu tak ragu memuji masakan Widya, tanpa sadar hubungan mereka makin hari makin dekat.“Aku bercita-cita mau jadi koki Bang!”“Bagus Widya, nanti kamu sekolah lagi, aku akan ongkosi kamu sampai tamat jadi koki profesional dan buka restoran yaaa.”Tanpa ragu Widya pun mengangguk dan memeluk erat tubuh Hagu.Bahkan ki
“Widya…kamu sekarang mau kemana?”Hagu kini memancing Widya, saat mereka kini sudah berada di mobil kembali, lumayan lama juga mereka di TPU tadi.“Abang sendiri mau kemana? Aku maunya…ikut Abang saja, malas kembali ke tempat ART. Aku tak punya tempat tinggal Bang. Apalagi ART itu bukan ibu kandungku. Aku juga tak punya keluarga dekat Bang, bagiku saat ini Abang-lah keluargaku!”Mendengar kalimat ini, Hagu sampai tertegun.“Tapi…aku tak punya rumah di Jakarta ini Widya, kan aku bukan WNI!” sahut Hagu apa adanya.“Kenapa Abang nggak beli saja, rumah atau apartemen gitu, ku rasa Abang pasti punya uang bukan?” sahut Widya hingga Hagu seakan baru terbuka hatinya .“Hmm…bagus juga ide kamu Widya, ahh iya, aku mau telpon temanku dulu, di mana perumahan yang bisa aku beli dan pastinya aman buat kamu tinggal. Agar tidak lagi di ganggu si Joni White itu, sebab dia pasti akan mencari-cari kamu, setelah kamu aku bebaskan dan bunuh dua anak buahnya!”Saat terjebak macet yang lumayan parah, Hagu l