Ansel kembali pada ruang pesta sekalian ruang pertemuan, tetapi pria yang tadi bicara dengannya sudah tidak berada di tempat semula. Maka Ansel mencoba berbaur dengan orang-orang asing yang ditemuinya. Tampaknya semua orang di sini tetap menghormatinya selayaknya tuan muda Ansel karena tidak satu pun bersikap ataupun berkata tidak sopan padanya. "Di mana rekanmu, si pria dengan topeng?" "Semua orang di sini menggunakan topeng, kawan. Hanya kau yang tidak menggunakan topeng." Senyuman misterius pria ini. "Aku tamu di sini." Datar Ansel yang tidak menurunkan kewaspadaannya. Sebelum pria ini berkata, dua orang pria menghampiri Ansel. "Tuan sudah menunggu Anda di dalam," santunnya. Maka, Ansel segera mengikuti langkah seorang pria, sedangkan pria lainnya membuntuti di belakangnya. 'Jadi dia bermaksud membawaku pada tempat yang lebih privasi.' Kewaspadaan Ansel semakin meroket walaupun lima puluh persen keyakinannya mengatakan jika dirinya tetap keluar dari tempat ini dengan selamat.
Alea sudah kembali masuk ke dalam rumah, tetapi saat ini Rima mengetuk pintu yang terbuka hingga segera pemilik rumah merespon. "Rima!" Antusias segera ditunjukan, kemudian keduanya saling memeluk. "Kamu sedang apa? Maaf ya aku datang mendadak, maaf kalau mengganggu. Hihi ...," kekeh hangat Rima yang sangat akrab dengan Alea. "Tidak apa. Aku senang kamu datang." Kini raut wajah Alea berubah sumringah setelah sempat meneteskan air mata. Rima dipersilakan masuk dengan sikap hangat dan tawa. Maka Rina melihatnya. "Sepertinya nak Alea dan nak Rima sudah saling mengenal. Sejak kapan, bukankah nak Rima adalah orang dari panti asuhan?" Saat ini Rina bertanya-tanya hanya saja wanita ini tidak menyelidik karena baginya yang penting Alea bahagia. Rima dipersilakan duduk di atas tikar, jamuan segera didapatkannya walaupun jamuan sederhana dan hanya beberapa saja. "Tidak perlu repot-repot," tolaknya dengan kekeh hangat. "Setidaknya kamu harus minum dan mencicipi," kekeh Alea. Kehadiran Rima
Ansel tidak kembali ke rumah, pria ini segera menuju tempat Reza hanya untuk mencari tahu kabarnya. “Apa sekarang kau sudah menemukan pendonor?”“Belum. Aku masih harus menunggu entah sampai kapan dan apakah usiaku cukup,” desah Reza yang tampak semakin lemah.“Aku barusaja menemui kawanan mafia,” celetuk Ansel hingga Reza mengerjap.“Untuk apa?” Dahinya berkerut heran.“Mencari jantung sehat untukmu,” cetus Ansel tanpa menyembunyikan maksudnya sama sekali.“Astaga ....” Reza memegangi pelipisnya sesaat, “kau tidak perlu mengorbankan dirimu untukku. Kau bisa mencarikan jantung untukku di banyak tempat kecuali mafia,” cemas adalah satu-satunya ekspresi Reza yang berhasil menguasai wajahnya.“Aku tidak tahu harus mencarinya kemana karena organ tubuh manusia tidak diperjual belikan begitu saja. Aku yakin hanya organisasi gelap yang menyediakan banyak organ.” Pemikiran Ansel diungkapkan secara gamblang di hadapan Reza.Reza menghembus udara pendek. “Sebenarnya organ tubuh manusia dijual l
Malam ini Evan, Aisha dan Adhitia menikmati makan malam di restoran yang sudah tersedia di dalam apartemen. Jika harus dikatakan dengan blak-blakan sebenarnya pria ini merasa wajahnya hancur saking malunya membawa Adhitia, tetapi karena sejak awal dirinya sendiri yang meluncurkan izin maka rasa malu harus tetap ditanggungnya. Namun, keluarnya Adhitia pada lingkungan bebas membuat beberapa orang pebisnis yang kebetulan berada di sana akhirnya mengetahui keadaan rekannya. Sebelum ini mereka hanya mengetahui jika Adhitia memercayakan banyak aset pada Evan tanpa mengetahui alasannya, tetapi kini mereka dapat menilai secara akurat. Jadi, setelah acara makan malam keluarga Evan usai tiga orang pria sekaligus menghampiri meja mereka. "Selamat malam, Tuan Evan juga Nyonya Aisha serta Tuan besar Adhitia," sapa hangat ketiganya silih berganti. Kedatangan ketiganya disambut hangat oleh Aisha dan Evan walaupun sebenarnya pria ini tidak menyukainya. 'Ck, pasti para pria ini kenalan papa!'Kini,
Ketiga kawan Adhitia tidak berlama-lama menghabiskan waktu dengan Evan dan Aisha. Apalagi keadaan Adhitia sudah tidak sama seperti saat mereka mengenalnya dulu, tidak ada komunikasi karena pria itu kesulitan berbicara. "Kenapa kawan-kawan papa bisa di sini? Apa kamu mengundang mereka, Sayang," tukas Evan dengan lembut. "Aku tidak tahu apapun." Segera, Aisha memberikan penjelasan dengan was-was supaya Evan tidak menuduhnya apalagi membesarkan hal ini. "Ya sudah ...." Lembut Evan bahkan disertai senyuman, "aku menanyakannya karena waktunya pas sekali." Senyuman masih ditarik hanya saja itu adalah ekspresi yang berisi kebencian. 'Para pria itu terlalu banyak bicara, sepertinya hubungan mereka dengan papa memang sangat baik. Hal ini tidak bisa dibiarkan, aku harus mencegah pertemuan kedua!'Evan akan selalu membatasi ruang gerak Aisha dan Adhitia demi menjaga prestasinya yang berhasil merebut aset sang mertua. Itu juga termasuk membentengi Adhitia dari orang-orang penting yang mengenal
Hari ini Ansel memberikan kabar jika dia akan pulang terlambat, maka Alea segera mendengarnya dari Rina. “Ansel mau kemana, apa menemui papanya? Tapi bukankah di sana ada bodyguardnya.” Namun, perasaan heran ini tidak berlangsung lama karena pemikiran Alea segera mengarah pada tanggungjawab suaminya. “Mungkin seseorang membutuhkan jasa Ansel,” desah ibanya karena untuk ke sekian kalinya sang suami memotong jam tidurnya.Ansel mengunjungi pasar untuk mencari bahan pakaian terbaik yang nantinya akan ditunjukan pada pemilik butik. Beberapa lapak dikunjungi maka bukan hanya satu pedagang saja yang mendapatkan pertanyaan darinya hingga Ansel menemukan kain terbaik yang dijual di pasar. Pun, model pakaiannya cukup menarik tidak berbeda dengan pakaian berkualitas butik walaupun jika dilihat dari kualitas kain maka tetap kalah. “Saya ambil masing-masing setengah lusin.” Tiga model dibelinya, barulah pria ini kembali ke kediamannya pada pukul delapan pagi. Tidak menunggu waktu, penjelasan tent
Aisha menyambungkan panggilan pada Evan lewat telepon yang tersedia di dalam apartemen. “Kenapa menugaskan banyak bodyguard. Papa tidak nyaman, begitupun denganku!” Wanita ini menyampaikan yang dirasakannya secara gamblang, kemudian mulai mengomeli Evan walau dia tahu sikapnya ini akan dianggap kurang ajar oleh suaminya, “seharusnya rumah menjadi tempat privasi, tapi kenapa dengan sengaja kamu memasukan beberapa pria. Bukankah rumah papa juga tidak seperti ini. Walaupun banyak penjaga, tapi mereka tidak masuk!”Evan mendengarkan semua omelan Aisha dengan terperinci karena hampir semua kalimat istrinya mampu ditebak bahkan sebelum panggilan ini terjadi. Pria ini terkekeh santai. “Sayang ..., jangan nyeroscos seperti itu. Bagaimana aku bisa menjelaskannya.” Penuturan lembut ini sangat mengalun hingga akan terdengar menyenangkan untuk seorang istri sesungguhnya, berbeda dengan Aisha.“Ya sudah, jelaskan!” Nada suara Aisha masih menyampaikan kekesalannya walaupun mungkin sikapnya akan men
Malam ini Ansel tidak berjaga di dalam gedung tempatnya mencari nafkah jadi tentu saja gajinya mendapatkan pengurangan sesuai jumlah hari absennya saat semua rekannya tidak ada yang berani membolos karena mereka sudah diponis mengalami pemotongan gaji sebanyak 50%.Namun, yang ada dalam pikiran semua penjaga keamanan bukanlah uang, melainkan rasa malas. Mereka menilai Ansel-sang putra raja sudah malas menjadi penjaga keamanan apalagi dengan pemotongan gaji yang sebenarnya tidak akan memperngaruhi keuangannya, jadi absen berapa kali pun bukanlah. Tetapi tentu saja isi kepala mereka sangat salah karena alasan absennya Ansel adalah untuk menjaga ayah serta adiknya.Alea mengetahui jika malam ini Ansel tidak berjaga malam, suaminya mengunjungi Adhitia dan Aisha karena secara terang-terangan pria ini membahas kawanan mafia yang sudah mendapatkan tugas busuk dari Evan. Bukan hanya itu saja, pria ini juga menitipkan Alea dan Ocean pada Rina, maka kini anak dan istrinya bermalam di kediaman n