Malam ini Ansel tidak berjaga di dalam gedung tempatnya mencari nafkah jadi tentu saja gajinya mendapatkan pengurangan sesuai jumlah hari absennya saat semua rekannya tidak ada yang berani membolos karena mereka sudah diponis mengalami pemotongan gaji sebanyak 50%.Namun, yang ada dalam pikiran semua penjaga keamanan bukanlah uang, melainkan rasa malas. Mereka menilai Ansel-sang putra raja sudah malas menjadi penjaga keamanan apalagi dengan pemotongan gaji yang sebenarnya tidak akan memperngaruhi keuangannya, jadi absen berapa kali pun bukanlah. Tetapi tentu saja isi kepala mereka sangat salah karena alasan absennya Ansel adalah untuk menjaga ayah serta adiknya.Alea mengetahui jika malam ini Ansel tidak berjaga malam, suaminya mengunjungi Adhitia dan Aisha karena secara terang-terangan pria ini membahas kawanan mafia yang sudah mendapatkan tugas busuk dari Evan. Bukan hanya itu saja, pria ini juga menitipkan Alea dan Ocean pada Rina, maka kini anak dan istrinya bermalam di kediaman n
[Aku sudah mendapatkan jantung untuk Reza. Besok pagi-pagi sekali datanglah ke rumah sakit. Malam ini aku akan langsung menyerahkannya pada pihak rumah sakit agar Reza segera mendapatkan pertolongan. Jangan lupa, katakan saja jika kau yang berhasil mendapatkan jantungnya.] Handphone Ansel berdering tepat saat dia sedang mencoba membuat negosiasi dengan kelompok mafia. Naima bukan bagian dari penyerbuan ini karena dia seorang anggota baru jadi wanita ini tetap fokus di markas, tetapi hanya untuk menunggu jantung yang dipesannya hingga akhirnya salah satu anggota mafia menyerahkannya dengan harga fantastis karena walaupun wanita itu adalah anggota, tetapi di sini dirinya juga seorang pembeli. Saat ini Naima bergegas menuju rumah sakit saat dirinya tahu jika di saat bersamaan beberapa rekannya menyerang kediaman keluarga Ansel. “Aku harap Ansel bisa mengatasinya. Aku harap tidak terjadi apapun padamu dan semua keluargamu. Maaf, aku tidak bisa mencegah pergerakan mereka dan aku juga tid
Fajar tiba, Ansel masih menemani Aisha yang sedang bersedih karena berpisah dengan Adhitia. “Sya, untuk sementara tinggallah di rumah Kakak,” ajakan lembut Ansel sebagaimana seorang kakak yang tidak akan meninggalkan adiknya. “Tapi papa bagaimana ...!” raung wanita ini. “Kakak mengerti, tapi selama menunggu kabar kamu tidak boleh tinggal di sini. Bisa saja sekarang kamu yang jadi sasaran Evan.”Aisha hanya terisak, kini dia tidak dapat mengatakan apapun pada Ansel hingga akhirnya Aisya tiba di kediaman Ansel dan Alea. Saat ini Alea tidak mengerti apapun, tapi yang jelas sesuatu telah telah terjadi karena mata sembab Aisha sudah menjelaskannya. Ketika Aisha bersama Alea, Ansel barusaja membuka pesan dari Naima. ‘Jadi jantungnya sudah datang.’ Sejenak kedua matanya memicing, ‘waktunya bertepatan saat penyerangan terjadi. Ck. Kenapa kalian harus menyerang keluargaku padahal Evan sudah membatalkannya, dan sebelum ini aku mendapatkan undangan khusus. Sejak awal aku tahu mereka tidak bis
Ansel kembali dengan cepat, tetapi ternyata keluarganya sangat aman hingga udara lega dibuang sangat nyaman walaupun mungkin ini hanya sementara. “Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan lebih dari satu hari jadi malam ini aku harus tetap bekerja, tapi untuk malam ini lagi-lagi kamu dan Ocean harus menginap di rumah bu Rina, termasuk Aisha.” Satu keluarga sedang berkumpul di ruangan yang sempit.“Tapi bagaimana kalau bu Rina merasa risih.” Sedekat apapun hubungan Alea dan Rina atau sehangat apapun sikap keluarga Rina, tetapi Alea pikir jika terlalu sering maka mungkin itu termasuk tindakan mengganggu.Ansel mendesah tipis, “Harus bagaimana lagi. Aku tidak mau mengambil resiko karena Evan belum dinyatakan sebagai tersangka.”“Hah?” Dahi Aisha berkerut sangat heran. “Bukankah Kakak bilang Kakak punya saksi para mafia itu?”“Mereka tidak dapat dijadikan saksi karena mereka memihak Evan. Ck!”“Astaga ....” Kecewa ditunjukan Aisha karena seakan cahaya yang sempat terlihat di depan mata kemba
Ansel ingin mengamuk saat mendengar sederet pertanyaan yang mengintimidasinya, tetapi tentu saja sikap sebaliknya dipakai di hapana polisi. “Saya tidak mengerti maksud Bapak. Tapi jika saksi yang saya ajukan tidak dapat mengatkan kebenaran, saya masih memiliki saksi adik serta istri saya, mereka menyaksikan bagaimana jahatnya Evan kepada kami, khususnya papa.” Kalimatnya dikatakan dengan tenang karena emosi bukan solusi sama sekali. Banyak tanya jawab yang dilakukan Ansel dan polisi hingga pria ini berpamitan meninggalkan sang ayah yang rasa sangat aman. “Mungkin lebih baik sementara ini papa di sini saja karena Evan masih berkeliaran sangat bebas. Ck!”Sebenarnya Ansel ingin menyebutkan nama Naima yang juga adalah saksi kuat dari kejahatan Evan. Tetapi Naima adalah bagian dari mafia jadi tidak mungkin namanya dikatakan. Hari ini Reza berhasil diselamatkan oleh Naima walaupun diatas namakan dirinya, tetapi hingga saat ini Reza belum memberikan kabar apapun tentang bukti kejahatan Ev
Evan masih disibukan dengan kerugian yang dialami perusahaan milik Dewa, tetapi semakin hari semakin merembet pada perusahaan miliknya. Semua team yang sangat berpengaruh dalam gedung dipanggilnya, dikumpulkan di dalam ruang rapat. “Semakin hari saya mengalami kerugian. Memang tidak besar, tapi jika setiap hari seperti ini bukankah ada kemungkinan perusahaan akan bangkrut dan kalian juga yang akan ikut dirugikan karena jika perusahaan bangkrut maka tidak ada lagi lapangan kerja di sini.” Sebenarnya Evan sedang menggertak, hanya saja menggunakan cara lembut dan manusiawi yang tentu saja berbeda dengan isi hatinya yang sedang ingin memaki semua karyawan.Salah seorang pria berdasi angkat bicara. “Mohon maaf Tuan, setelah kami mencari tahu kesalahan ini ada pada Tuan karena Tuan yang telah menjalin kerjasama insten dengan perusahaan milik Tuan Dewa, hingga akhirnya apapun yang terjadi dalam perusahaan Tuan Dewa akan berimbas pada perusahaan ini. Baik dan buruknya. Saya mohon maaf jika sa
Bawahan Evan menemui Aisha di dalam kediaman Ansel. “Mohon maaf Nyonya. Tuan Evan menitipkan pesan.” Secarik kertas diberikan bersama sebuah amplop.Aisha tidak heran saat keberadaannya ditemukan karena kemana lagi dia akan pergi selain pada Ansel, maka pasti Evan berpikiran hal yang sama. Secarik kertas bertuliskan kalimat panjang hasil tulis tangan Evan dibacanya tanpa ragu. Isinya sudah pasti perintah supaya dirinya kembali. Lalu, sebuah amplop dibuka yang didalamnya terdapat sejumlah uang untuk bekal hidupnya yang entah sampai kapan berada dalam kediaman sang kakak.“Katakan pada Evan. Hari ini aku tidak akan pulang!” Sikap angkuh Aisha yang selalu membenci semua bawahan Evan.“Baik Nyonya, saya akan mengatakannya.” Anggukan patuh pria tinggi besar itu. Saat ini Alea barusaja kembali dari warung untuk membeli bahan pokok. “Sya, ada apa, apa Evan menjemput kamu?” Wajahnya melukiskan banyak sekali perasaan keberatan. “Iya, Kak. Tapi Aisha tidak akan kembali hari ini,” jawaban lemb
Pada tengah malam, antek-antek Evan mengawasi kediaman Ansel serta memberikan laporan secara berkala. “Nyonya Aisha tetap di rumah.” Laporan yang diberikan pria ini sangat akurat karena dia berada di sini sejak sore hari hanya saja tidak satu pun keluarga Ansel menyadari persembunyiannya. “Awasi terus. Aku tidak ingin kehilangan istriku!” tegas Evan bersama seringai liciknya karena maksud tidak ingin kehilangan yang dikatakannya adalah untuk menyikasa Aisha bukan karena wanita itu sangat berarti di hidupnya. “Baik, Tuan,” patuh pria berpakaian santai ini. Alasan tempat persembunyiannya tidak ditemukan oleh keluarga Ansel itu karena pria ini menyewa kontrakan tepat di hadapan kediaman Ansel maka tidak seorang pun menyadari jika dirinya bukan manusia biasa, melainkan mata-mata yang ditugaskan oleh Evan.“Jika memungkinkan, bawa Aisha padaku pada tengah malam. Tapi jangan pernah meninggalkan jejak, buat kejadian ini seolah-olah murni karena Aisha pergi atas keinginannya.”“Saya akan me
Hari berganti, Ansel masih belum kembali dan saat ini Alea mulai menangis tersedu, tetapi untungnya Rina tetap di sisinya dan wanita ini juga yang membantu menenangkan ibu satu anak ini. Namun, kebaikan Rina tidak membuat Ansel kembali. Lelaki itu menghilang hingga satu minggu lamanya. Setiap hari Alea dan Aisha mencoba mencari tanpa melibatkan polisi karena mereka yakin hilangnya Ansel karena perbuatan Evan. Namun, hingga saat ini Aisha tidak menemukan bukti kecurigaannya. Tidak mudah untuk Alea menjalani kehidupannya selama satu minggu ini, Ocean sering menangis dan Alea tidak bisa fokus pada apapun. Jika saya Rina tidak di sisinya mungkin saat ini Alea sudah mendekati kehancurannya. Hari ini, Rina tidak tahan melihat Alea menderita. Maka, dia menghubungi Reza untuk mencari tahu keberadaan Ansel. Wanita ini yakin Reza bisa membantu karena Alea sudah melarangnya melaporkan hilangnya Ansel pada polisi. Sementara, saat ini Ansel disekap oleh Evan. Ya, pelakunya memang Evan. Sudah s
Ansel menemui hari sialnya lagi karena akibat tindakannya dia disandera oleh Evan tanpa sepengetahuan Alea maupun Aisha. Jadi seakan-seakan Ansel menghilang tanpa jejak. Pada pagi ini Alea menunggu suaminya pulang, tapi hingga pukul sembilan dia tidak mendapatkan kabar apa pun. Alea menemui Rina untuk meminta bantuan menghubungi Ansel, tetapi nomor suaminya tidak aktif. "Ansel kemana dan kenapa nomornya tidak aktif, apa menemui Aisha?" Alea khawatir, hanya saja dia tidak ingin memikirkan hal aneh.Alea kembali ke rumahnya, di pangkuannya Ocean merengek padahal anaknya sudah diberikan susu. "Kenapa sayang ...." Lembutnya saat membelai pipi Ocean.Alea tetap melakukan kegiatan seperti biasanya, tetapi Ansel masih belum kembali bahkan ketika matahari sudah berada di puncak langit. Rengekan Ocean hanya berhenti sesaat, sejak pagi-pagi bayi itu terus merengek dan tidak pernah tidur nyenyak. "Nak, kenapa ..., jangan seperti ini ..., papa belum pulang dan tidak bisa dihubungi, mama khawatir
Ansel tertangkap sebelum pria ini menemukan hal penting, maka bawahan yang ditugaskan Evan membawanya secara halus ke hadapan Evan supaya kedok tuannya tidak terbongkar di hadapan para karyawan.Saat ini Evan bertepuk tangan di hadapan Ansel yang berdiri geram. "Kakak ipar, kau memang hebat, kau bisa menebak keberadaan surat-surat penting milikku. Tapi ... aku yakin kau belum menemukan apapun karena tidak semudah itu. Aku sudah menyimpannya sangat rapat dan sulit dijangkau." Sunggingan bibir Evan mengudara sangat menyebalkan di dalam indera penglihatan Ansel. Saat ini Ansel tidak berkata apapun, arah matanya hanya selalu mengikuti gerakan Evan tanpa pernah berkedip sama sekali, bahkan bola matanya hanya berisi api yang siap membakar Evav."Jangan marah. Santai saja. Kakak ipar tidak boleh terlalu tegang karena memiliki anak dan istri yang harus dicukupi. Hm ... apakah rumah sekecil itu tidak membuat kalian pengap heuh? Rasanya untuk bernapas saja terlalu sulit," hina Evan bersama sun
Jumlah kunci yang dimiliki satpam tidak sama dengan sebelum Ansel meninggalkan gedung ini, maka pria ini semakin yakin jika surat-surat penting milik Adithia disimpan di dalam salah satu ruangan di gedung ini. Setelah mencari tahu akhirnya Ansel menemukan satu ruangan yang tidak memiliki kunci. Dia berdiri tepat di depan pintu, ruangan ini memang terisolasi karena pernah terjadi hal tidak diinginkan. Ruangan ini tidak pernah disukai para karyawan karen lokasinya terlalu tinggi hingga mereka mengeluhkan jarak dengan lobby utama. "Ck, apa dugaanku benar. Kau menyimpan semua surat penting milik papa di tempat ini, tempat yang dibenci semua orang? Ya, memang masuk akal jika kau menyimpannya di sini karena tidak ada yang berniat memasuki ruangan ini!" Ansel selalu berhasil membaca isi kepala Evan yang dipenuhi dengan hal-hal licik. Begitupun dengan yang ini, ini mudah untuknya. Namun, apakah dugaannya benar?Ansel tidak memiliki kunci untuk ruangan ini karena salah satu kunci yang berkura
Alea berwajah sendu ketika kembali masuk ke dalam rumah hingga menimbulkan pertanyaan besar dari Ansel sekalian merangkul istrinya, "Sayang, ada apa hm ...." Usapan lembutnya segera membelai punggung Alea.Alea tersedu di dalam pelukan Ansel, tetapi segera mengadukan isi hatinya, "Aku mengingat cerita ibu panti tentang asal-usulku karena tadi bu Rina bercerita tentang anaknya yang hilang."Rangkulan Ansel semakin dalam setelah mendengar kalimat sendu istrinya. "Tidak apa, itu hanya kebetulan ...." Usapan lembut di punggung Alea tidak berhenti bahkan semakin sering membelai penuh kasih sayang, tidak lupa mengecup puncak kepala sang istri. Setelah berhasil menenangkan diri, Alea melepaskan diri dari pelukan Ansel, kemudian segera membahas Deon. "Bukan teman kamu yang akan menyewa rumah, tapi saudaranya." Tatapannya masih berkaca, tetapi Alea berusaha menyampaikannya dengan benar hingga membuat Ansel mengusap salah satu pipi istrinya bersama senyuman hangat penuh cinta."Aku sudah mende
Rina merasa harus menjelaskan tentang keluarga Ansel karena di matanya keluarga Ansel adalah contoh baik dan patut mendapatkan pujian juga patut menjadi gambaran positif untuk calon penyewanya. Ibu jarinya mengarah pada kediaman Ansel. "Ini rumah keluarga nak Ansel dan nak Alea, mereka sudah memiliki seorang bayi. Kalau ada perlu apa-apa jika memang malas ke rumah ibu, nak Deon biasa mengunjungi nak Ansel dan nak Alea, keduanya sangat ramah," tutur Rina dengan sikap ramah serta raut wajah memuji-muji kedua orang yang berada dalam ceritanya. "Iya. Eu ..., tapi sebenarnya saya sedang mencarikan kontrakan untuk saudara saya karena kebetulan dia mendapatkan pekerjaan di dekat daerah sini," kekeh kecil Deon. "Kalau begitu, Nak Deon jelaskan saja yang baru saja ibu jelaskan pada saudaranya Nak Deon. Intinya lingkungan di sini sangat nyaman karena salah satu alasannya para tetangganya yang baik hati," kekeh merdu Rina kala sedikit berdusta karena hanya beberapa saja dari banyaknya warga ya
“Sayang, makanlah.” Untuk ke sekian kalinya Evan menawarkan bubur hasil buatannya sendiri.Aisha terpaku sesaat mentap semangkuk bubur yang berhasil menggugah seleranya, tetapi dia masih menolak, “Aku belum lapar. Aku akan makan buah-buahan.” Buah apel utuh segera diraih padahal di atas meja makan sudah tersedia buah apel yang sudah dikupas.Evan tidak menunjukan emosi, tetapi hanya senyuman hangat. “Makanlah buahnya.” Kini, Evan berhenti menawarkan bubur pada Aisha, tetapi berpesan pada bibi untuk mengganti bubur yang baru saat Aisha menginginkannya karena dia membuat satu panci bubur.‘Tenanglah, jangan mengacau!’ omelan Aisha pada bayinya yang masih menginginkan bubur yang berada di hadapannya. Buah apel utuh mulai digigit dengan gigitan kecil, tetapi Evan segera meraih buah yang baru lalu mengirisnya di hadapan Aisha.“Jangan memakan buah apel dengan cara seperti itu, makan yang ini saja.” Senyuman teduh Evan tampak sangat ramah dan dipenuhi kasih sayang, tetapi tidak mungkin Aish
Pada pagi hari, Evan menyiapkan sebuah bubur yang sengaja dibawanya pada Aisha. "Selamat pagi, Sayang." Senyuman lembut diumbar saat istrinya baru saja membuka mata. Tentu saja dahi wanita ini berkerut saat menyaksikan pemandangan asing di hadapannya karena tidak biasanya Evan mengucapkan sapaan. "Ada apa. Apa kamu sudah di sana sejak tadi?" tanya Aisha alih-alih membalas sapaan hangat Evan."Lumayan. Aku menunggu kamu, kamu tidur sangat lelap." Senyuman lembut kembali diumbar."Oh ...." Datar Aisha yang segera mendudukan dirinya. Setelah ini tidak sedikit pun dia memandang Evan. Namun, Evan berkata sangat lembut, "Aku baru saja membuatkan bubur untukmu dan bayi kita." Aisha segera melirik pada bubur yang dimaksud Evan, kemudian mengajukan pertanyaan dengan raut wajah heran, "Kamu yang membuat ini?" Evan mengangguk kecil, kemudian menurunkan tatapannya sesaat lalu berkata seiring memasang tatapan sendu. "Aku belum pernah membuatkan apapun untukmu, terutama untuk anak kita. Walaupu
Evan baru saja menyadari jika Aisha membiarkan menunya. "Sayang. kenapa belum makan. Ingin aku suapi?" tawaran lembut dan penuh perhatian ini sudah sewajarnya dilakukan oleh seorang suami, tetapi tentu saja yang dilakukannya hanya berbasa-basi."Aku belum lapar." Dingin dan datar Aisha. Dahi Evan segera berkerut heran, "Tidak mungkin belum lapar. Ada bayi di perutmu, yang aku tahu seorang wanita hamil akan mudah merasa lapar." Pun, sikapnya yang ini adalah sikap wajar seorang suami, tetapi maksud kalimatnya hanya ingin memastikan jika Aisha memberikan makan bayi dalam kandungannya supaya tumbuh dan berkembang normal. Evan tidak ingin mengambil resiko bayinya keguguran apalagi terlahir cacat, itu memalukan."Aku sudah banyak memakan camilan. Aku akan makan makanan berat setelah merasa lapar." Lagi, sikap Aisha sangat dingin dan datar maka wanita ini tidak mencitrakan seorang istri sama sekali yang mungkin akan menimbulkan kesalahpahaman pada orang yang tidak mengetahui kisah keduanya.