Beranda / Pendekar / Pewaris Pedang Sulur Naga / Bab 39. Rencana Licik

Share

Bab 39. Rencana Licik

Penulis: Eka wa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-21 20:23:26

Dewa Jari Maut melompat turun diikuti empat anak buahnya. Membiarkan kuda mereka dibawa murid yang bertugas membersihkan kandang kuda.

Dengan langkah gagah dan angkuh, Dewa Jari Maut menemui ketua padepokan di ruang Sanggar Pamujan. Dia tahu, setiap saat ketua selalu bermeditasi di sana. Empat anak buahnya mengikutinya dari belakang.

Dewa Jari Maut menyapa ketua Perguruan Tangan Seribu dari luar. Pria yang telah berusia lanjut tapi tetap gagah itu membuka matanya yang tertutup alis yang mulai putih. Pandangannya teduh.

"Rupanya kau yang datang, Adhi. Kok janur gunung ( tumben) datang di waktu matahari akan beristirahat di peraduannya. Ada masalah apa, Adhi?" Ketua perguruan Tangan Seribu bertanya dengan sopan dan halus. Dia tetap duduk bersila. Dewa Jari Maut mendekat.

"Aku sangat membutuhkan bantuanmu, Kakang." Suaranya mengiba.

"Apa itu, Adhi?"

"Sebuah tempat tinggal."

"Kenapa dengan tempat tinggalmu yang lama?"

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 40. Sang Penghianat Perguruan

    Lain halnya dengan Layangsewu, laki-laki tak berjari tangan kanan itu duduk menyeruput wedang jahe hangat kesukaannya. Murid pelayan di sini sudah hafal dengan segala hal tentang dirinya. Baik itu tentang sesuatu yang disukai maupun yang tidak disukai.Pria itu hampir saja melompat dari tempat duduknya, saking kagetnya, ketika mendengar kakangnya menyemburkan cairan berwarna merah."Kakang …! Kau baik-baik saja …?" Layangsewu memapah tubuh Ki Anjarsewu yang mulai sempoyongan akibat pengaruh racun. Wajah pria tua itu pucat dan gemetar. Seluruh tubuhnya bagai dicengkeram sebuah kekuatan yang sulit dikendalikan. Semua kekuatannya telah dikerahkan untuk melawan pengaruh kekuatan racun yang telah merasuk  dan mengendap pada darah."Kau … kau membubuhkan racun dalam minumanku, Layangsewu?!" sergahnya seraya mengibaskan lengan adiknya. Matanya yang sayu menatap adiknya dengan kecewa dan pedih."Apa maksudmu, Kakang?" tanya Layangsewu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-23
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 41. Fitnah Keji

    "Cepat pergi, Sempana!" bentak Ki Anjarsewu menekan dadanya yang sakit.Tidak ada jalan lain bagi Ki Sempana selain meninggalkan Ki Anjarsewu untuk mencari kedua anaknya serta membawa Nyai Anjarsewu dan pelayan wanita itu menyingkir. Mereka meninggalkan laki-laki tua itu sekarat seorang diri. "Kakang ...." Nyai Anjarsewu berat meninggalkan suaminya. "Pergilah, Nyai." Tangan ketua Perguruan Tangan Seribu bergerak menyuruhnya pergi."Layangsewu, iblis apa yang telah bercokol di otakmu hingga kau tega melakukan semua ini padaku?" Tubuh ketua yang selama ini menjadi panutan dan pelindung padepokan justru terkulai meregang nyawa. Dari ujung lorong, muncul dua bayangan hitam memegang pedang terhunus. Keduanya terus maju dengan sikap waspada."Kalian … begundal-begundal Layangsewu.""Rupanya kau belum mampus , Orang tua!" Salah satu bayangan hitam itu berkata. Ki Anjarsewu tidak mengenali wajah dua orang itu karena tert

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-26
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 42. Kebencian yang Mendarah Daging.

    "Menurut keterangan yang berhasil aku korek dari mulutnya, pelaku itu juga murid Padepokan ini sendiri. Hah! Padepokan macam apa ini? Kasihan sekali saudaraku itu, murid yang siang malam dididik untuk menjadi baik justru balik menyerangnya. Ohh … Dewata, tunjukkan keadilanmu!"Layangsewu mendongak ke langit sambil berteriak-teriak memohon keadilan kepada Sang Maha Pemberi Keadilan. Semua murid padepokan semakin geram. Di barisan paling belakang, tepatnya untuk beberapa murid perempuan. Salah satu perempuan muda berdiri dengan suara lantang."Paman Layangsewu, siapakah orang yang telah membutakan hati murid penghianat itu? Tolong tunjukkan pada kami agar keadilan ini bisa ditegakkan."Layangsewu tersenyum dingin."Untuk apa?" tanyanya "Dia harus diadili sekarang juga!" jawab gadis itu lantang."Benar!" sahut yang lain penuh kemarahan."Bawa dia ke sini! Adili murid penghianat itu!"

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-28
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 43. Dendam Masa Lalu

    "Anggapati, aku memberimu tugas untuk mencari dan menangkap mereka hidup atau mati. Jika perlu cari mereka di seluruh Jawa Dwipa dan daerah lain di Nusantara ini. Aku tidak ingin mereka ada yang hidup," perintah Layangsewu atau lebih dikenal dengan julukan Dewa Jari Maut. Pria bernama Anggapati itu membungkuk kemudian undur diri melaksanakan perintah ketuanya.Layangsewu duduk di kursi dampar yang ada di Pendopo. Matanya menyapu tubuh-tubuh tak berdosa yang mulai dirapikan anak buahnya, Lalu pandangannya beralih ke atap pendopo. Dia ingat, Pendopo ini dulu dibuat ayahnya dengan susah payah.Masih ingat pesan hari itu, "Kau lihatlah, pendopo ini, Anakku. Kokoh dan kuat. Harapannya, kelak perguruan Tangan Seribu ini akan seperti itu. Menjadi perguruan yang kokoh dalam hal memerangi kejahatan juga kuat di dunia persilatan karena persaudaraan antar murid sangat erat. Semua itu kelak dirimu yang harus mewujudkannya." Ketua pendiri perguruan Tangan Seribu berka

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-03
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 44. Pelarian

    Sejak penyerangan hari itu, perguruan diambil alih oleh Layangsewu dan anak buahnya. Para murid yang tewas dikubur jadi satu di luar area perguruan. Sedangkan yang terluka di penjara di ruang khusus. Meski demikian, banyak juga yang berhasil melarikan diri dari penyergapan anak buah Layangsewu.Laki-laki tanpa jari kanan memang licik. Sebelum dia mengunjungi saudara tirinya di sanggar pamujan, dia telah menyiapkan sebutir kecil racun yang ia simpan di balik ikat pinggangnya. Sebuah racun keras yang cepat larut dalam minuman. Racun itu tidak merubah rasa dan warna minuman, sehingga sangat aman saat dicampurkan pada jamu yang biasanya Ki Anjarsewu minum selepas bersemadhi.Hatinya berbisik senang saat yang ditunggu-tunggu tiba. Murid yang bertugas mengantar jamu untuk ketua perguruan Tangan Seribu akhirnya datang. Dengan alasan kasih sayang seorang adik kepada kakangnya, mulailah Layangsewu mengambil alih tugas si murid. Tanpa sepengetahuan siapa pun bahkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-03
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 45. Pergi ke Bukit Tengkorak.

    Kembali semua orang diam. Nyai Limbuk menambahkan kayu kering ke dalam api unggun. Api yang semula mulai mengecil, kini membesar kembali. Menyinari wajah dan tubuh depan mereka yang berkilat-kilat karena keringat yang menempel kering di tubuh mereka."Begitu juga dengan angger Mahisa Dahana. Mereka harus bersembunyi, agar keberadaannya tak tercium anak buah Dewa Jari Maut.""Kurasa cara itu lah yang harus kita jalankan, Nyai." Ki Gondo menambahkan.Nyai Anjarsewu merangkul putra sulungnya dengan sedih. Kemudian mencium kening Paksi Jingga dan Mahisa Dahana. "Jika menuruti hati, ibu tidak ingin semua ini terjadi. Kita berempat bekumpul bersama dan bahagia, untuk saat ini harus kita simpan rapat dalam hati. Ibu hanya berpesan padamu, Paksi Jingga. Jadilah manusia yang tangguh dalam mewujudkan cita-cita Padepokan. "Paksi Jingga mengangguk sedih. Dia sekuat hati menahan rasa sedih dan gundah gulana. Sebagai anak sulung, tugas bera

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-05
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 46. Manusia Bertopeng Tengkorak

    "Hahaha!" Tawa menggema itu terdengar memutari tempat. Mereka menambah kesiagaan penuh, siap menghadapi serangan musuh yang tak tampak. ."Siapa kau?!" Ki Gondo bertanya dengan keras."Mau apa kalian ke hutan ini? Cepat kembali!" Suara itu terdengar lagi."Apa hakmu menyuruh kami kembali? Kami tidak akan pergi sebelum bertemu pendekar penguasa bukit tengkorak ini," ujar salah satu murid Perguruan Tangan Seribu berani.Serangkum angin kencang datang melabrak tubuh murid itu. Untuk sesaat dia terpana. Angin serangan demikian cepat dan tidak tahu siapa yang mengirim. Saking terpananya, hingga lupa untuk menghindar. Tubuh murid yang tergolong tingkat tinggi itu terpental melabrak pohon di belakangnya.Setelah bergelojotan, tubuhnya diam, mati.Nyai Anjarsewu dan Nyai Limbuk menjerit ketakutan."Kakang Gondo, lebih baik kita kembali," bisik Nyai Limbuk semakin ketakutan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-07
  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 48. Ranting Pohon

    Ramuan yang ia tumbuk telah selesai. Dengan telapak penuh tumbukan warna hijau, Sekar Pandan menghampiri tubuh Mahisa Dahana. Pemuda itu tengkurap di lempengan batu."Biar aku bantu." Umang Sari berjalan cepat menghampiri Sekar Pandan. Tangan gadis penari ini mengambil ramuan hijau dari telapak tangan Sekar Pandan.Sekar Pandan menggelengkan kepala saat Umang Sari memborehkan ramuan itu di punggung Mahisa Dahana, tanpa meminta petunjuk terlebih dulu padanya. Dara jelita ini menyenggolkan bahunya pada bahu gadis itu.Umang Sari mendongak. Melihat raut wajah Sekar Pandan yang tidak suka dengan perbuatannya tadi. Dia tahu diri. Namun, perasaan tertariknya pada ketampanan Mahisa Dahana membuat tahta angkuh terukir di hatinya demikian tinggi. Sekar Pandan memang memiliki wajah cantik. Sikap Mahisa Dahana yang selalu melindungi gadis itu menciptakan cemburu samar di lubuk hati Umang Sari.Sekar Pandan menggerakkan tang

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14

Bab terbaru

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 239. Ketetapan Hati

    Istri kepala dusun dan Nyai Kriwil merawat Sekar Pandan dengan baik sehingga kesehatan gadis itu pulih dengan cepat. Pagi-pagi sekali, keduanya berpamitan kepada orang-orang baik itu untuk melanjutkan perjalanan ke kota raja Majapahit. Sebelum meninggalkan rumah kepala dusun, Raden Prana Kusuma memberikan seikat gobog kepada Ki Kriwil.Lelaki tua itu hanya menatap gobog di tangan pemuda gagah itu dengan tatapan heran. " Untuk apa uang itu, Raden?""Pondok Ki Kriwil telah rusak karena kami. Ini ada sedikit ....""Tidak perlu. Pondok yang rusak bisa diperbaiki secara gotong royong. Di dusun ini banyak ditumbuhi bambu, dengan kerjasama beberapa warga pondok itu akan cepat selesai. Raden lebih membutuhkan gobog itu daripada kami karena harus menempuh perjalanan jauh." Dengan tersenyum penuh pengertian Ki Kriwil mendorong tangan Raden Prana Kusuma yang menyodorkan gobog."Kami terbiasa mengembara, Ki. Seorang pengembara tidak akan kelaparan di tengah

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 238. Pendekar Tampan Berambut Putih.

    Jantung Raden Prana Kusuma berdesir. Tatapannya nanar pada lelaki yang memiliki tinggi yang sama dengannya itu.Dengan wajah kebingungan pemuda itu bertanya, "Kau tahu namaku?""Bagaimana aku tidak tahu diriku sendiri." Jawaban lelaki berambut putih panjang itu makin membuat Raden Prana Kusuma diliputi pertanyaan. Selama ini mereka tidak pernah bertemu. Orang itu tadi mengatakan apa? Dia adalah dirinya? Alis pemuda Majapahit itu berkerut. Pikirannya masih sulit mencerna.Dalam kebingungannya, dia hanya diam saat lelaki tampan berambut putih itu menggeser tempatnya. Tanpa menunggu persetujuan Raden Prana Kusuma, lelaki itu menyingkirkan kain penutup tubuh Sekar Pandan pelan. Tubuh itu seperti tidak terluka apapun karena istri kepala dusun telah membelitkan selembar ken atau jarit ke tubuh Sekar Pandan."Hm, bagaimana mungkin kau akan meninggalkan dunia ini, jika anak kita belum lahir." Raden Prana Kusuma kurang jelas dengan gumaman lelaki

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 237. Lelaki Tampan Berambut Putih

    Kepala dusun segera menyahut dan mempersilakan mereka beristirahat di rumahnya. Pagi itu, Raden Prana Kusuma membawa Sekar Pandan ke rumah kepala dusun untuk mengobati lukanya. Pedang Sulur Naga yang menjadi penyebab semua itu diambil Ki Kriwil dengan rasa takut.Di rumah kepala dusun, Sekar Pandan dirawat Raden Prana Kusuma siang dan malam tanpa henti. Hasilnya belum ada tanda kalau gadis itu akan sadar. Dengan wajah penuh kegelisahan, Raden Prana Kusuma duduk di tepi balai-balai yang beralaskan selembar tikar pandan. Matanya tidak ingin beralih dari wajah pucat di depannya.Keadaannya sendiri cukup berbahaya karena setiap saat harus menyalurkan hawa murni ke tubuh Sekar Pandan. Jika diteruskan, tidak mustahil pemuda itu akan cidera bahkan bisa tewas. Akan tetapi, tidak ada yang sanggup mencegah seandainya ada yang tahu hal itu. Kepala dusun memang pernah sedikit belajar tentang ilmu kanuragan. Mengenai hal detail itu dia belum banyak mengerti. Yang dia ketahui ha

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 236. Terluka

    "Prana ... Prana Kusuma, kau ... Pemuda hebat! Aku mengaku ... ka-kalah!" Dari mulut Hang Dineshcarayaksa menyembur cairan merah yang sama. Dia menoleh sekilas. Sosok di atasnya tampak buram dan berubah bayang-bayang. Raden Prana Kusuma menahan tangannya di udara."Tapi aku puas. Setelah aku ... tiada, dia juga pasti tiada, kau tidak akan bisa bersama ... gadis itu," ujarnya terbata. Senyum licik tersungging di bibir. Kemarahan pemuda Majapahit itu sudah sampai ubun-ubun. Ditatapnya lawan lemah tidak berdaya di bawah kakinya. Lawan itu ingin segera dihabisi karena telah mencelakai Sekar Pandan."Kau memang telah kalah. Kalah oleh keserakahanmu sendiri, Kisanak. Bersiaplah menjemput maut. Maut yang kau kejar sampai ke tempat ini. Sekar Pandan akan selamat karena aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya," lirihnya menahan geram.Wajah tampan Raden Prana Kusuma mengeras dengan gigi geraham menggertak kuat. Sepasang mata yang biasanya teduh menenangka

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 235. Tumbangnya Sang Penguasa Jurang.

    Terbukti, pundaknya telah mengeluarkan darah. Berkali-kali dia menggeram dan meraung layaknya hewan buas.Dua anak muda itu saling pandang, seolah telah menyepakati sebuah rencana bagus untuk mengalahkan lawan. Ikatan batin yang telah terjalin selama hampir dua tahun membuat mereka mampu mengartikan jalan pikiran masing-masing. Tubuh Sekar Pandan melesat dari satu pohon ke pohon lainnya membentuk lingkaran sambil terus menghujani Hang Dineshcarayaksa dengan pukulan Ajian Ombak Memecah Karang.Sinar kekuningan yang melesat dari tangan Sekar Pandan bagai hujan bintang dari langit. Setiap sinar tidak mengenai sasaran, maka akan menghantam apa saja yang ada di depannya. Suara keras disusul robohnya pohon mengubah malam yang awalnya tenang menjadi neraka.Sementara itu, Keris Naga Kemala juga masih terus menyerang tanpa henti. Kali ini keris itu berhasil melukai pinggang Hang Dineshcarayaksa."Aaaaarrgg!"Raungan sang penguasa dasar jurang Hun

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 234. Berebut Pedang.

    Sekar Pandan membawa pedang di tangannya demikian lincah. Menyelinap di bagian tubuh Hang Dineshcarayaksa yang terbuka tanpa perlindungan. Senyum yang semula lebar pada Hang Dineshcarayaksa kini berubah cemas.Pasalnya, pedang itu seperti bernyawa di tangan pemiliknya. Berkali-kali, mata pedang hampir melukai kulit gelap sang penguasa dasar jurang Hung Leliwungan."Sontoloyo! Gadis ini sekarang lebih hebat dari sebelumnya," gumam laki-laki tinggi besar itu.Hang Dineshcarayaksa melompat ke belakang dan terus melayang menggunakan ilmu meringankan tubuh, sementara Pedang Sulur Naga yang ujungnya mengarah ke dadanya terus mengejar tanpa ampun.Dia memutar tubuhnya kemudian mengayunkan ujung tulang di tangannya ke punggung Sekar Pandan. Gadis itu terkesiap. Cekatan tubuhnya membungkuk lalu melemparkan ujung selendang dari jarak dekat ke lawan.Tangan kiri Hang Dineshcarayaksa menangkap ujung selendang dengan cepat, memutar, dan menarik kuat k

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 233. Dua Kekuatan Berlawanan

    Raden Prana Kusuma memerhatikan tulang itu. Dia tahu, itu bukan tulang biasa. Tokoh sakti seperti Hang Dineshcarayaksa tidak mungkin membawa tulang biasa. Tulang panjang di tangan Hang Dineshcarayaksa adalah tulang yang menjadi senjata pusaka kelompok mereka. Kekuatan dan kekerasan tulang itu tidak jauh beda dengan tembaga yang menjadi bahan senjata pada umumnya. Walaupun tidak seperti senjata sakti. Tulang manusia yang mereka gunakan sebagai senjata adalah tulang manusia pilihan. Manusia yang memiliki tulang kuat layaknya tulang para pendekar, yang mereka korbankan. Mereka melakukan upacara khusus agar tulang-tulang itu dapat digunakan sebagai senjata pusaka. Tidak hanya dengan upacara, tulang-tulang itupun masih menyimpan kekuatan ruh pemiliknya. Ruh yang telah berubah jahat karena dipengaruhi iblis."Tulang di tanganmu itu kurasa adalah senjata yang sangat hebat. Untuk apa kau menginginkan keris ini dan juga pedang milik Sekar Pandan?" Kedu

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 232. Berhadapan dengan Hang Dineshcarayaksa.

    Sekar Pandan melompat ke arah tubuh Ki Kriwil yang masih pingsan di tengah halaman. Tubuh renta itu tergeletak tak sadarkan diri di dekat tubuh Bimala dan Elakshi. Serangkum angin serangan dari belakang tiba-tiba menerjang tubuh ramping Sekar Pandan. Rupanya Hang Dineshcarayaksa tidak ingin gadis itu menyelematkan orang yang dia lempar ke halaman. Dia juga ingin Sekar Pandan tewas karena telah melumpuhkan Bimala dan Elakshi.Merasakan serangan, gadis itu membuang tubuhnya ke samping. Dia bergulingan sejenak sebelum melompat tinggi sambil mengirimkan pukulan tangan kosong ke Hang Dineshcarayaksa. Ajian Ombak Memecah Karang melabrak tubuh besar penguasa dasar jurang Hung Leliwungan.Hang Dineshcarayaksa yang mendapat pukulan balasan dengan kekuatan besar berteriak nyaring sambil melompat tinggi. Demikian pula dengan Raden Prana Kusuma. Pemuda itu juga menghindar dari serangan Sekar Pandan. Cahaya kuning kemerahan bablas dan menghantam sebatang pohon pisang.

  • Pewaris Pedang Sulur Naga    Bab 231. Melawan Hang Dineshcarayaksa.

    Mendengar suara keras dari atap pondok, anak dan istri Ki Kriwil terbangun. Dengan muka pucat karena ketakutan, mereka menuju asal suara keras tersebut. Wajah tiga wanita itu terkesiap saat melihat ke atas.Atap pondok mereka jebol dan rusak. Kayu-kayu jatuh berserakan di bawahnya.Anak bungsu Ki Kriwil bergegas menuju pintu yang sebagian daunnya telah rusak. Gadis berbadan kurus dengan rambut tergerai sebahu itu menjerit sekuatnya. Di halaman pondok, dia melihat ayahnya tengah tergeletak dan dihampiri sosok tinggi besar berambut kriting gimbal."Ada apa, Nduk?" Ibunya bertanya.Gadis itu langsung memeluk ibunya dengan ketakutan. Air matanya telah jatuh dari tadi. "Ayah," lirihnya.Anak sulung Ki Kriwil segera berlari ke luar menghampiri tubuh ayahnya yang pingsan."Ayah." Dia menghambur dan memeluk tubuh kurus Ki Kriwil.Sosok laki-laki tinggi besar itu mendengkus. Tubuhnya membungkuk. Jari-jarinya yang berukuran b

DMCA.com Protection Status