Setelah berjalan cukup jauh, keduanya tiba di halaman istana Indrapada. Dari tempatnya berada, Rama dapat menilai istana itu adalah bangunan paling indah yang pernah ia kunjungi selama hidupnya. Sayangnya matahari mulai terbenam. Ia tidak dapat menikmati pemandangan dengan lebih leluasa karena suasana yang semakin gelap.
Ketika pandangannya tertuju ke dalam istana, Rama melihat sesuatu yang bergerak dan memancarkan cahaya. Ia penasaran karena itu tidak seperti cahaya obor atau lilin. Cahaya ini sangat terang bahkan lebih terang dari lampu di bumi. Setelah menginjakkan kakinya melewati pintu, barulah ia tahu asal cahaya itu.Secara reflek tiba-tiba Rama berhenti di tempatnya. Ia sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Dengan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan sosok paling sempurna yang tadi diceritakan Rahula. Tak hanya satu, ia bahkan bertemu dengan tiga dewa sekaligus. Mereka sama-sama mengeluarkan cahaya.Di pihak lain, sadar bahwa tamu mereka baru pertama kali melihat pemandangan seperti itu, ketiga dewa itu kemudian memadamkan cahaya pada tubuhnya. "Selamat datang di Indrapada, Rama. Aku Indra, dan mereka adalah Surya dan Cakra." Sosok yang berdiri paling kiri memperkenalkan diri. Rama tidak menyangka akan mendapat sambutan seperti itu. Sebagaimana Rahula, mereka juga sangat ramah meski berstatus sebagai dewa. Wajah mereka memperlihatkan aura tulus dan bersahabat."Terima kasih, Dewa." ucap Rama sambil menganggukkan tubuhnya. "Baiklah, ayo kita ke aula!" Dewa Indra kemudian membawa mereka ke sebuah ruangan di bagian depan.Ruangan ini terlihat sangat luas. Di tengah-tengahnya terdapat meja bundar berwarna putih yang berbahan marmer. Pada tiap sisi meja terdapat kursi dengan bahan dan warna yang sama. Berjumlah dua belas buah. Rama dapat memastikan bahwa itu adalah marmer terindah yang pernah ia lihat sampai saat ini.Matahari telah tenggelam di tempat persembunyiannya sehingga ruangan yang mereka tempati menjadi gelap. Saat itulah Dewa Indra meletakkan telapak tangan kanannya di atas meja. Seketika dinding ruangan yang juga berlapis marmer itu bersinar. Ruangan ini menjadi sangat terang seperti dilengkapi dengan sistem pencahayaan yang sangat baik."Kami cukup terkejut …" Dewa Indra membuka percakapan. "Karena untuk pertama kalinya seorang manusia mampu mencapai Surgaloka tanpa melalui reinkarnasi." Ia tersenyum kepada Rama. Wajahnya menyiratkan rasa kagum. Lain halnya dengan Rama. Ia hanya diam karena tidak mengerti maksud ucapan Dewa Indra. Oleh karena itu, ia bertanya. "Apakah setiap orang yang datang ke tempat ini adalah orang yang telah mati?""Tentu saja. Setelah meninggalkan tubuh jasmaninya, jiwa yang murni akan mencapai Mayapada." Dewa Indra kemudian menjelaskan proses reinkarnasi.Beberapa saat setelah seseorang menghembuskan nafas terakhirnya, jiwanya akan terlahir kembali di Madyapada. Entah itu di planetnya sendiri atau di planet lain. Namun, apabila telah menjadi murni, jiwa itu akan berpindah ke Surgaloka di Mayapada. Sebaliknya, jiwa yang jahat dan enggan memperbaiki diri akan mendapatkan hukuman dengan cara terlahir kembali di Nerakaloka."Setelah menyesali perbuatannya, barulah jiwa itu akan kembali ke semesta yang lebih tinggi." pungkasnya. Mendengar penjelasan Dewa Indra, kini Rama juga merasakan hal yang sama. Ia tampak sangat terkejut. "Lalu bagaimana denganku?" tanya dia. "Apakah aku juga ... ?" Rama tidak meneruskan kata-katanya."Hmmm." Dewa Indra mengangguk. Hanya itu jawabannya. Bagi para dewa, hidup dan mati adalah dua pengalaman yang sama. Mereka yang telah mati pada akhirnya akan hidup kembali, di tempat dan kesempatan yang berbeda. Hanya saja, tidak demikian halnya bagi manusia. Kebanyakan dari mereka sangat takut dengan pengalaman kedua. Bukan hanya bagi orang-orang yang ditinggalkan, jiwa yang baru saja meninggalkan tubuhnya pun merasakan kesedihan yang sangat dalam. Itulah kenapa Dewa Indra merasa tidak enak menjelaskannya kepada Rama.Memang itu yang kini dirasakan Rama. Meski wajahnya terlihat biasa saja, hatinya sedang bersedih. Ia menyesali kesalahan yang telah diperbuatnya. Seandainya saat itu ia tahu akibatnya, Rama tidak akan memasuki bangunan di sebelah Ruang Koleksi Khusus. Setelah beberapa saat tidak ada suara, sebuah pertanyaan keluar dari mulut Rama. "Dewa, apakah aku punya kesempatan untuk kembali ke bumi?" tanya Rama. Pertanyaan itu membuat mereka heran. "Apa kau tidak menyukai Mayapada sehingga lebih memilih untuk dilahirkan kembali di tempat asalmu?" Dewa Indra balik bertanya untuk memastikan. "Tidak, bukan itu maksudku. Aku sangat bahagia disini. Aku hanya ingin mengunjungi bumi sekali saja, jika itu boleh." "Apakah menurutmu orang yang mati bisa hidup lagi?" Dewa Cakra kini juga turut bersuara. Ucapannya memang terdengar seperti pertanyaan. Meski begitu, Rama memahami maksudnya. Jawabannya adalah tidak. Tentu itu tak mungkin."Lalu untuk apa kamu kembali ke bumi?" Kini Dewa Surya yang bertanya. Ia ingin tahu tujuan Rama."Aku hanya ingin menemui orang tuaku. Itu saja." jawab Rama lugas.Para dewa tidak bertanya lagi. Bagi mereka tujuan Rama tidak terdengar berbeda dari orang-orang lainnya. Siapa pun yang baru saja merasakan maut pasti akan memiliki keinginan yang sama, menemui orang-orang yang mereka cintai.Ketika kemudian Rama memutuskan untuk belajar menerima hal itu, Dewa Indra memberikan jawaban yang mengejutkan."Mungkin saja." ucapnya. Ia lalu menjelaskan caranya. "Dilahirkan kembali sebagai seorang bayi atau memasuki tubuh orang mati. Pilihan pertama adalah yang paling mudah. Namun melihat tujuanmu, aku tidak akan menyarankannya." Sementara itu, meski menyarankan pilihan kedua, Dewa Indra menjelaskan tantangannya. "Kita memerlukan jasad yang memiliki tingkat kecocokan cukup tinggi denganmu." lanjutnya. Melihat jiwa Rama yang sangat murni, kemungkinan itu sangat kecil, meski tidak mustahil. "Hanya saja kami tidak pergi ke Madyapada, kecuali untuk sebuah misi. Jika kamu bersedia melakukan misi tertentu, kami akan membantumu." pungkasnya. "Ya, aku bersedia." jawab Rama tegas, meski belum mengetahui misi apa yang harus ia jalankan. "Namun bolehkah aku tahu misi apa yang harus kulakukan?" Rama tahu, dirinya tidak boleh gegabah. Ia perlu tahu apa yang harus ia lakukan."Aku akan menjelaskannya nanti. Saat ini kamu harus menguasai energi intimu terlebih dahulu." jawab Dewa Indra. Rama hendak bertanya saat ia mendengar istilah energi inti yang tak diketahuinya. Namun sebelum sempat melakukannya, Dewa Surya telah bangkit dari kursinya dan mendekati Rama. "Pakailah ini!" ucapnya sambil menyodorkan tangan kanannya. Sepintas lalu tak ada apa pun di telapak tangan Dewa Surya. Namun jika diperhatikan lebih cermat, itu adalah sepotong kain. Tidak hanya transparan, namun juga sangat halus."Terima kasih, Dewa.""Rahula, bisakah kamu jelaskan apa itu energi inti?" Rama melontarkan pertanyaan itu setelah mereka meninggalkan para dewa."Energi inti adalah energi yang berada dalam tubuhmu, seperti prana atau tenaga dalam. Apa pun istilahnya. Energi ini sangat dahsyat. Jika kamu berhasil menguasainya, kamu dapat melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan manusia biasa."Rama mulai mengerti. Jika Dewa Indra meminta dirinya untuk menguasai energi ini, bukankah misinya nanti bukan misi sembarangan. Membayangkannya saja membuat hati Rama bergidik. "Sebenarnya apa yang harus kukerjakan?" Rama terdengar seperti bertanya. Padahal ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Rahula yang melihat tingkah Rama hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.Beberapa saat kemudian mereka tiba di sebuah lorong di samping istana. Lorong ini sangat panjang dengan banyak pintu di kanan kirinya. Rahula kemudian berhenti di pintu pertama. Setelah membukanya ia berkata kepada Rama. "Masuklah! Kau perlu mengganti pa
"Jika kamu mampu mengangkat benda itu, latihan kita selesai."Rama menoleh ke arah yang dituju Pariraka. Itu adalah sebuah kapak. Kapak pembelah kayu berukuran standar. Tidak kecil tapi tidak juga terlalu besar. Namun gagangnya cukup panjang.Melihat kapak itu, Rama jadi penasaran. 'Apa sulitnya?' batinnya. "Bolehkah aku mencobanya?" tanya Rama tanpa maksud meremehkan."Tentu saja. Silahkan!" Rama memperhatikan benda itu dari dekat. Sambil takut-takut ia menyentuh gagangnya. Ia khawatir benda itu dialiri listrik. Aman! Yakin itu hanya kapak biasa, Rama menggenggam gagangnya dan menariknya. Bukan hanya berat, kapak itu bahkan tak bergerak sedikit pun. Rama mencobanya lagi. Namun hasilnya sama saja. Tak ingin menyerah, "Sekali lagi!" ucapnya dengan nafas yang mulai tersengal-sengal. Ia menarik nafas dalam-dalam sambil mencari posisi genggaman yang paling pas. Hup! Ia kembali menariknya. Kali ini dengan sekuat tenaga. Peluh mulai bercucuran dari tubuhnya, terutama keningnya. Beberapa sa
Matahari baru saja terbit dari ufuk timur. Pagi ini langit terlihat bersih dan semilir angin terasa sejuk."Rama, perhatikan!" Itu adalah suara teriakan Pariraka yang sedang berdiri di sebuah lembah di kaki bukit. Hari ini, ia akan menunjukkan energi intinya kepada Rama. Sementara itu, Rama hanya mengangguk. Ia berada di tempat tinggi di sebuah padang rumput yang berjarak lima kilometer dari Pariraka. Rama sedang duduk berselonjor di atas batu besar. Ia sengaja memilih tempat cukup jauh atas permintaan Pariraka. Ia tidak ingin Rama terkena dampak dari kekuatannya.Pariraka terlihat mulai memejamkan mata. Lalu ia mengepalkan kedua tangannya dan mengangkatnya ke udara. Sedetik kemudian tubuhnya memancarkan aura berwarna merah. Makin lama, aura tersebut terlihat semakin jelas. Tubuh Pariraka seperti sedang diselimuti oleh kobaran api. Pada tahap ini, hawa panas juga terpancar dari tubuhnya, membuat suhu udara di sekitarnya meningkat berkali lipat. Energi inti Pariraka berelemen api. Sa
Bum … bum ...Suara keras terdengar bersama dengan bumi yang bergetar kuat. Itu adalah pertarungan dua pendekar hebat yang berada puluhan kilometer jauhnya. Mereka adalah Raja Leka dari kerajaan Abhira dan raja Ravan dari kerajaan Odra. Rama tertegun dengan efek yang mereka timbulkan pada area di sekitarnya. Firasatnya tidak enak. "Raja Leka," gumamnya.Tanpa menunda lagi, dengan segenap tenaga ia berlari menuju tempat mereka bertarung. Gerakan tubuhnya sangat cepat, membuatnya tampak seperti sekelebat bayangan. Tujuannya cuma satu, untuk menyelamatkan Raja Leka.Dalam waktu singkat, pemuda itu kini hanya berjarak ratusan meter dari tempat mereka bertarung. Ia dapat melihat Raja Leka yang sedang terduduk di tanah tanpa senjata. Dari sudut bibirnya juga mengalir darah. Sementara itu, Ravan sedang berada di udara sambil mengangkat kapak, bersiap untuk menebasnya. "Pergilah ke neraka!" teriak Ravan.Rama mengerahkan seluruh tenaga sambil mengacungkan pedang ke depan tubuhnya. Ia berharap
Rama memutuskan untuk mengembalikan benda-benda itu ke tempat semula. Namun, sebelum sempat melangkah ia tanpa sengaja melihat pintu bangunan di sebelahnya. Pintunya tak tertutup secara sempurna. Di area berpagar itu, bangunan di sebelah kanan memang Ruang Koleksi Khusus. Tapi yang sebelah kiri? Rama tak mengetahuinya. Sebagai petugas baru, hanya dua bangunan ini yang belum pernah ia masuki. Selain akses yang sangat terbatas, ia juga tak punya informasi apa pun.Jika dilihat sekilas, bangunan di sebelah kiri memang tidak tampak berbeda. Namun jika diperhatikan lagi dengan lebih seksama, akan tampak perbedaannya. Bangunan itu menggunakan sistem ventilasi yang unik. Terdapat banyak lubang kecil seukuran biji kelereng di bagian bawah dan atas tembok yang berfungi sebagai tempat keluar masuk udara.Meski tampak ragu-ragu, Rama mendekati pintu itu. Perasaannya menjadi semakin tidak enak. Namun saat melihat pintu itu benar-benar terbuka, meski hanya sedikit, ia mencoba meyakinkan dirinya ba
Rama membuka mata. Tubuhnya tak lagi terasa sakit dan lemah. Tak ada sedikit pun juga rasa pusing di kepalanya. Saat ia perhatikan tangan kirinya, terdapat bercak merah yang telah mengering. Ia ingat. Itu karena darah dari lukanya.Rama kemudian menyentuh belakang tengkoraknya. Hatinya menjadi lega, meski juga cukup heran. Lukanya tidak hanya kering, tapi juga telah sembuh sepenuhnya. Seperti tidak pernah terjadi sebelumnya.Langit biru di atas sana sangat indah. Hembusan angin juga kerapkali menerpa tubuhnya. Ia dapat melihat dirinya sedang berbaring di sebuah padang rumput, di samping pepohonan apel yang sedang berbuah.Saat Rama menurunkan pandangannya ke bawah barulah ia merasa kaget. Seorang pemuda seusianya sedang duduk bersila sambil memperhatikan dirinya. Di samping pemuda itu terdapat sebuah keranjang yang penuh dengan berbagai buah.Rama buru-buru bangkit. "Apakah Anda yang menolong saya?"Pemuda itu hanya mengangguk sambil tersenyum."Terima kasih! Saya sempat putus asa dan
Sambil berjalan, Rama berbincang-bincang dengan Rahula. Ia masih penasaran dengan tempat ini. "Rahula, kalau boleh aku tahu, dimana letak tempat ini? Di bumi manusia ataukah … di alam halus?"Ia bertanya seperti itu karena dirinya yakin, tidak mungkin ada tempat ajaib seperti itu di dunia, di belahan bumi manapun. Tidak di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Kecuali ... jika itu terletak di sebuah pulau di dunia bawah tanah atau, seperti ucapannya, di alam halus."Mmm ..." Justru Rahula yang tampak bingung. "Bumi? Maksud kamu tempat kamu berasal?" tanya dia."Benar. Tempat yang sedang kita pijak ini." jawab Rama mantap.Rahula kemudian mengerti. "Maksudku planet bumi ... Apakah kamu menganggap kita sedang berada di planet bumi?" tanya dia lagi."Hmmm!" Rama kembali mengangguk mantap. Rahula kemudian menggelengkan kepala, "Tidak! Ini tempat … maksudku planet yang berbeda." "Maksud kamu, kita berada di planet lain?" tanya Rama penasaran. "Bagaimana mungkin?" Ia belum bisa percaya denga
Matahari baru saja terbit dari ufuk timur. Pagi ini langit terlihat bersih dan semilir angin terasa sejuk."Rama, perhatikan!" Itu adalah suara teriakan Pariraka yang sedang berdiri di sebuah lembah di kaki bukit. Hari ini, ia akan menunjukkan energi intinya kepada Rama. Sementara itu, Rama hanya mengangguk. Ia berada di tempat tinggi di sebuah padang rumput yang berjarak lima kilometer dari Pariraka. Rama sedang duduk berselonjor di atas batu besar. Ia sengaja memilih tempat cukup jauh atas permintaan Pariraka. Ia tidak ingin Rama terkena dampak dari kekuatannya.Pariraka terlihat mulai memejamkan mata. Lalu ia mengepalkan kedua tangannya dan mengangkatnya ke udara. Sedetik kemudian tubuhnya memancarkan aura berwarna merah. Makin lama, aura tersebut terlihat semakin jelas. Tubuh Pariraka seperti sedang diselimuti oleh kobaran api. Pada tahap ini, hawa panas juga terpancar dari tubuhnya, membuat suhu udara di sekitarnya meningkat berkali lipat. Energi inti Pariraka berelemen api. Sa
"Jika kamu mampu mengangkat benda itu, latihan kita selesai."Rama menoleh ke arah yang dituju Pariraka. Itu adalah sebuah kapak. Kapak pembelah kayu berukuran standar. Tidak kecil tapi tidak juga terlalu besar. Namun gagangnya cukup panjang.Melihat kapak itu, Rama jadi penasaran. 'Apa sulitnya?' batinnya. "Bolehkah aku mencobanya?" tanya Rama tanpa maksud meremehkan."Tentu saja. Silahkan!" Rama memperhatikan benda itu dari dekat. Sambil takut-takut ia menyentuh gagangnya. Ia khawatir benda itu dialiri listrik. Aman! Yakin itu hanya kapak biasa, Rama menggenggam gagangnya dan menariknya. Bukan hanya berat, kapak itu bahkan tak bergerak sedikit pun. Rama mencobanya lagi. Namun hasilnya sama saja. Tak ingin menyerah, "Sekali lagi!" ucapnya dengan nafas yang mulai tersengal-sengal. Ia menarik nafas dalam-dalam sambil mencari posisi genggaman yang paling pas. Hup! Ia kembali menariknya. Kali ini dengan sekuat tenaga. Peluh mulai bercucuran dari tubuhnya, terutama keningnya. Beberapa sa
"Rahula, bisakah kamu jelaskan apa itu energi inti?" Rama melontarkan pertanyaan itu setelah mereka meninggalkan para dewa."Energi inti adalah energi yang berada dalam tubuhmu, seperti prana atau tenaga dalam. Apa pun istilahnya. Energi ini sangat dahsyat. Jika kamu berhasil menguasainya, kamu dapat melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan manusia biasa."Rama mulai mengerti. Jika Dewa Indra meminta dirinya untuk menguasai energi ini, bukankah misinya nanti bukan misi sembarangan. Membayangkannya saja membuat hati Rama bergidik. "Sebenarnya apa yang harus kukerjakan?" Rama terdengar seperti bertanya. Padahal ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Rahula yang melihat tingkah Rama hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.Beberapa saat kemudian mereka tiba di sebuah lorong di samping istana. Lorong ini sangat panjang dengan banyak pintu di kanan kirinya. Rahula kemudian berhenti di pintu pertama. Setelah membukanya ia berkata kepada Rama. "Masuklah! Kau perlu mengganti pa
Setelah berjalan cukup jauh, keduanya tiba di halaman istana Indrapada. Dari tempatnya berada, Rama dapat menilai istana itu adalah bangunan paling indah yang pernah ia kunjungi selama hidupnya. Sayangnya matahari mulai terbenam. Ia tidak dapat menikmati pemandangan dengan lebih leluasa karena suasana yang semakin gelap. Ketika pandangannya tertuju ke dalam istana, Rama melihat sesuatu yang bergerak dan memancarkan cahaya. Ia penasaran karena itu tidak seperti cahaya obor atau lilin. Cahaya ini sangat terang bahkan lebih terang dari lampu di bumi. Setelah menginjakkan kakinya melewati pintu, barulah ia tahu asal cahaya itu.Secara reflek tiba-tiba Rama berhenti di tempatnya. Ia sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Dengan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan sosok paling sempurna yang tadi diceritakan Rahula. Tak hanya satu, ia bahkan bertemu dengan tiga dewa sekaligus. Mereka sama-sama mengeluarkan cahaya.Di pihak lain, sadar bahwa tamu mereka baru pertama kali melihat pemanda
Sambil berjalan, Rama berbincang-bincang dengan Rahula. Ia masih penasaran dengan tempat ini. "Rahula, kalau boleh aku tahu, dimana letak tempat ini? Di bumi manusia ataukah … di alam halus?"Ia bertanya seperti itu karena dirinya yakin, tidak mungkin ada tempat ajaib seperti itu di dunia, di belahan bumi manapun. Tidak di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Kecuali ... jika itu terletak di sebuah pulau di dunia bawah tanah atau, seperti ucapannya, di alam halus."Mmm ..." Justru Rahula yang tampak bingung. "Bumi? Maksud kamu tempat kamu berasal?" tanya dia."Benar. Tempat yang sedang kita pijak ini." jawab Rama mantap.Rahula kemudian mengerti. "Maksudku planet bumi ... Apakah kamu menganggap kita sedang berada di planet bumi?" tanya dia lagi."Hmmm!" Rama kembali mengangguk mantap. Rahula kemudian menggelengkan kepala, "Tidak! Ini tempat … maksudku planet yang berbeda." "Maksud kamu, kita berada di planet lain?" tanya Rama penasaran. "Bagaimana mungkin?" Ia belum bisa percaya denga
Rama membuka mata. Tubuhnya tak lagi terasa sakit dan lemah. Tak ada sedikit pun juga rasa pusing di kepalanya. Saat ia perhatikan tangan kirinya, terdapat bercak merah yang telah mengering. Ia ingat. Itu karena darah dari lukanya.Rama kemudian menyentuh belakang tengkoraknya. Hatinya menjadi lega, meski juga cukup heran. Lukanya tidak hanya kering, tapi juga telah sembuh sepenuhnya. Seperti tidak pernah terjadi sebelumnya.Langit biru di atas sana sangat indah. Hembusan angin juga kerapkali menerpa tubuhnya. Ia dapat melihat dirinya sedang berbaring di sebuah padang rumput, di samping pepohonan apel yang sedang berbuah.Saat Rama menurunkan pandangannya ke bawah barulah ia merasa kaget. Seorang pemuda seusianya sedang duduk bersila sambil memperhatikan dirinya. Di samping pemuda itu terdapat sebuah keranjang yang penuh dengan berbagai buah.Rama buru-buru bangkit. "Apakah Anda yang menolong saya?"Pemuda itu hanya mengangguk sambil tersenyum."Terima kasih! Saya sempat putus asa dan
Rama memutuskan untuk mengembalikan benda-benda itu ke tempat semula. Namun, sebelum sempat melangkah ia tanpa sengaja melihat pintu bangunan di sebelahnya. Pintunya tak tertutup secara sempurna. Di area berpagar itu, bangunan di sebelah kanan memang Ruang Koleksi Khusus. Tapi yang sebelah kiri? Rama tak mengetahuinya. Sebagai petugas baru, hanya dua bangunan ini yang belum pernah ia masuki. Selain akses yang sangat terbatas, ia juga tak punya informasi apa pun.Jika dilihat sekilas, bangunan di sebelah kiri memang tidak tampak berbeda. Namun jika diperhatikan lagi dengan lebih seksama, akan tampak perbedaannya. Bangunan itu menggunakan sistem ventilasi yang unik. Terdapat banyak lubang kecil seukuran biji kelereng di bagian bawah dan atas tembok yang berfungi sebagai tempat keluar masuk udara.Meski tampak ragu-ragu, Rama mendekati pintu itu. Perasaannya menjadi semakin tidak enak. Namun saat melihat pintu itu benar-benar terbuka, meski hanya sedikit, ia mencoba meyakinkan dirinya ba
Bum … bum ...Suara keras terdengar bersama dengan bumi yang bergetar kuat. Itu adalah pertarungan dua pendekar hebat yang berada puluhan kilometer jauhnya. Mereka adalah Raja Leka dari kerajaan Abhira dan raja Ravan dari kerajaan Odra. Rama tertegun dengan efek yang mereka timbulkan pada area di sekitarnya. Firasatnya tidak enak. "Raja Leka," gumamnya.Tanpa menunda lagi, dengan segenap tenaga ia berlari menuju tempat mereka bertarung. Gerakan tubuhnya sangat cepat, membuatnya tampak seperti sekelebat bayangan. Tujuannya cuma satu, untuk menyelamatkan Raja Leka.Dalam waktu singkat, pemuda itu kini hanya berjarak ratusan meter dari tempat mereka bertarung. Ia dapat melihat Raja Leka yang sedang terduduk di tanah tanpa senjata. Dari sudut bibirnya juga mengalir darah. Sementara itu, Ravan sedang berada di udara sambil mengangkat kapak, bersiap untuk menebasnya. "Pergilah ke neraka!" teriak Ravan.Rama mengerahkan seluruh tenaga sambil mengacungkan pedang ke depan tubuhnya. Ia berharap