Sambil berjalan, Rama berbincang-bincang dengan Rahula. Ia masih penasaran dengan tempat ini. "Rahula, kalau boleh aku tahu, dimana letak tempat ini? Di bumi manusia ataukah … di alam halus?"
Ia bertanya seperti itu karena dirinya yakin, tidak mungkin ada tempat ajaib seperti itu di dunia, di belahan bumi manapun. Tidak di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Kecuali ... jika itu terletak di sebuah pulau di dunia bawah tanah atau, seperti ucapannya, di alam halus."Mmm ..." Justru Rahula yang tampak bingung. "Bumi? Maksud kamu tempat kamu berasal?" tanya dia."Benar. Tempat yang sedang kita pijak ini." jawab Rama mantap.Rahula kemudian mengerti. "Maksudku planet bumi ... Apakah kamu menganggap kita sedang berada di planet bumi?" tanya dia lagi."Hmmm!" Rama kembali mengangguk mantap. Rahula kemudian menggelengkan kepala, "Tidak! Ini tempat … maksudku planet yang berbeda." "Maksud kamu, kita berada di planet lain?" tanya Rama penasaran. "Bagaimana mungkin?" Ia belum bisa percaya dengan apa yang didengarnya. "Kau masih ingat dengan pintu itu?" Rahula mengingatkannya pada pintu di bangunan mirip piramida tadi. "Kami menyebutnya portal lintas dimensi. Dengan pintu itu, kita dapat menuju ke tempat manapun di seluruh alam semesta, bahkan di tiga semesta."Ternyata itu alasannya. Pantas saja, tak seorang pun di bumi mengetahui planet ajaib seperti ini. Tapi, sebentar! Tiga semesta? Apa maksud Rahula lagi? Setelah Rama mulai paham satu per satu apa yang dialaminya, ia kembali mendengar pernyataan yang mengusik rasa ingin tahunya."Kamu menyebut tentang tiga semesta. Apa lagi itu? Bisakah kamu menjelaskannya?" tanya Rama. Rahula tersenyum. Ia memahami keadaan Rama. Siapapun yang tiba di tempat baru, pasti akan memiliki rasa penasaran yang sama. "Tentu saja. Kuharap kau menyimaknya dengan baik."Rahula lalu menjelaskan. "Tak seperti apa yang dipahami manusia, pada kenyataannya memang terdapat tiga semesta, yakni Mayapada, Madyapada, dan Arcapada."Sebagai semesta, Mayapada memiliki galaksi dan kumpulan planet di dalamnya. Hanya saja, karena tercipta dari cahaya, setiap planet di Mayapada adalah planet yang hidup. Mereka dapat meregenerasi dirinya sendiri dengan kemampuan yang sangat menakjubkan. Mereka juga memiliki pikiran dan perasaan sebagaimana makhluk hidup lainnya. Karena sifat istimewa ini, mereka juga disebut sebagai Surgaloka atau tempat kenikmatan."Setiap Surgaloka kemudian memunculkan makhluk hidup dalam wujud yang paling sempurna. Mereka adalah para dewa. Para dewa kemudian akan menjadi penjaga dan pelindung planet-planet yang 'melahirkan' mereka."Mendengar penjelasan itu, perlahan semuanya menjadi masuk akal bagi Rama. Sekarang ia mengerti kenapa planet yang ia pijak ini memiliki banyak hal ajaib. Satu hal yang tidak pernah ia kira. Jika Indrapada adalah surga, atau Surgaloka seperti kata Rahula, "Berarti aku dan kamu saat ini sedang berada di surga. Benar begitu, bukan?" tegas Rama. Di sebelahnya, Rahula terlihat menganggukkan kepala, menyetujui ucapannya. Ia kemudian ganti bertanya, "Menurutmu apa yang membuat manusia di Surgaloka menjadi sangat istimewa?"Rama hanya mengangkat bahu. "Aku tidak terpikir tentang apa pun saat ini. Sebenarnya apa itu?" Rama tidak tertarik menjawabnya. Ia justru menunggu jawaban Rahula. "Hahaha …. Baiklah!" Rahula terlihat senang.Menurutnya, manusia yang tinggal di Surgaloka akan menyerap energi planet ini. Sehingga sel-sel dalam tubuh mereka melakukan regenerasi tanpa batas. Oleh karena itu, mereka akan selalu terlihat awet muda. "Meski telah mencapai usia ratusan bahkan ribuan tahun, mereka akan terlihat seperti berusia tiga puluhan.""Jadi itu rahasianya!" gumam Rama. Suaranya sangat lirih sehingga tak terdengar oleh Rahula. Rama kini tahu alasan kenapa orang akan bahagia selamanya di surga. Mereka akan awet muda, selamanya! Satu hal yang tentu tidak akan terjadi di dunia Madyapada.Rama sangat puas mendengar penjelasan Rahula. Tapi kemudian ia merasa ada yang kurang. Ada yang belum ia jelaskan. "Lalu bagaimana dengan dua semesta lainnya?" tanya Rama. "Bagaimana keduanya muncul atau tercipta?""Dalam hal ini, Mayapada adalah asal-muasal dari dua semesta lainnya." jelas Rahula. Dahulu kala terjadi ledakan hebat di salah satu galaksi tanpa diketahui sebabnya. Dari ledakan itu muncul energi raksasa yang menyerap planet-planet di sekitarnya. Jika dibiarkan, energi tersebut akan menimbulkan banyak kerusakan. Tak ingin hal itu terjadi, para dewa kemudian menciptakan dimensi lain untuk memindahkannya. Setelah dipindahkan ke dalam dimensi ini, energi itu kembali meledak sehingga terbagi menjadi dua energi berbeda. "Energi yang lebih murni menjadi Madyapada sementara energi satunya berubah menjadi Arcapada." jelas Rahula. "Karena berasal dari energi Mayapada, kedua semesta ini kemudian juga berkembang dengan cara yang sama. Keduanya memunculkan galaksi dan planet-planet."Meski begitu, Madyapada memiliki lebih banyak kemiripan dengan pendahulunya. Di planet-planetnya muncul makhluk hidup yang menyerupai dewa, yakni manusia. Sebagaimana para dewa menjaga Surgaloka, adalah tugas manusia untuk kemudian menjaga planet mereka."Semesta terakhir adalah Arcapada." lanjut Rahula. "Sebagai semesta paling gelap, terdapat berbagai jenis makhluk hidup disini. Tak seperti para dewa dan manusia, ukuran tubuh mereka berbeda-beda. Ada yang sangat besar dan ada juga yang sangat kecil. Makhluk-makhluk itu tidak dapat menjaga planet-planet mereka, malah saling berperang dan menghancurkan." "Itulah kenapa planet-planet di Arcapada disebut sebagai Nerakaloka, yakni tempat kesengsaraan." tutup dia.Saat mereka tiba di sebuah jalan yang dipenuhi dengan pepohonan di kanan kirinya, Rahula terpikir akan sesuatu. "Rama, coba kau petik daunnya!" Rahula berkata sambil menunjuk salah satu pohon. "Untuk apa?" tanya Rama. Pohon itu dan bagian-bagiannya memang sangat indah. Tapi Rama tidak terbiasa memetik dedaunan atau apa pun hanya karena keindahan mereka. Karena hal itu justru dapat merusak tanaman.Melihat Rama yang hanya diam, Rahula memahami sikapnya. Ia kemudian membujuknya. "Percayalah, tidak apa-apa." Rahula mencoba meyakinkannya. Setelah melihat ekspresi Rahula, Rama akhirnya mengalah. "Baiklah ...." Ia memilih daun merah muda yang menurutnya paling menarik. Kemudian memetiknya. Namun, belum sampai sedetik muncul daun baru dari tangkai bekas daun yang dipetik itu. Sementara daun merah muda di tangannya hilang secara perlahan menjadi seberkas cahaya.Melihat ketakjuban di mata sahabatnya, Rahula berkata, "Begitulah. Tidak hanya dewa dan manusia, semua makhluk di Surgaloka akan senantiasa hidup."Memang ajaib. Benar-benar ajaib. Rama belum bisa percaya dengan apa yang dilihat mata kepalanya. Selagi kehilangan kata-kata, ia kini percaya pada semua yang Rahula katakan.Setelah berjalan cukup jauh, keduanya tiba di halaman istana Indrapada. Dari tempatnya berada, Rama dapat menilai istana itu adalah bangunan paling indah yang pernah ia kunjungi selama hidupnya. Sayangnya matahari mulai terbenam. Ia tidak dapat menikmati pemandangan dengan lebih leluasa karena suasana yang semakin gelap. Ketika pandangannya tertuju ke dalam istana, Rama melihat sesuatu yang bergerak dan memancarkan cahaya. Ia penasaran karena itu tidak seperti cahaya obor atau lilin. Cahaya ini sangat terang bahkan lebih terang dari lampu di bumi. Setelah menginjakkan kakinya melewati pintu, barulah ia tahu asal cahaya itu.Secara reflek tiba-tiba Rama berhenti di tempatnya. Ia sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Dengan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan sosok paling sempurna yang tadi diceritakan Rahula. Tak hanya satu, ia bahkan bertemu dengan tiga dewa sekaligus. Mereka sama-sama mengeluarkan cahaya.Di pihak lain, sadar bahwa tamu mereka baru pertama kali melihat pemanda
"Rahula, bisakah kamu jelaskan apa itu energi inti?" Rama melontarkan pertanyaan itu setelah mereka meninggalkan para dewa."Energi inti adalah energi yang berada dalam tubuhmu, seperti prana atau tenaga dalam. Apa pun istilahnya. Energi ini sangat dahsyat. Jika kamu berhasil menguasainya, kamu dapat melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan manusia biasa."Rama mulai mengerti. Jika Dewa Indra meminta dirinya untuk menguasai energi ini, bukankah misinya nanti bukan misi sembarangan. Membayangkannya saja membuat hati Rama bergidik. "Sebenarnya apa yang harus kukerjakan?" Rama terdengar seperti bertanya. Padahal ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Rahula yang melihat tingkah Rama hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.Beberapa saat kemudian mereka tiba di sebuah lorong di samping istana. Lorong ini sangat panjang dengan banyak pintu di kanan kirinya. Rahula kemudian berhenti di pintu pertama. Setelah membukanya ia berkata kepada Rama. "Masuklah! Kau perlu mengganti pa
"Jika kamu mampu mengangkat benda itu, latihan kita selesai."Rama menoleh ke arah yang dituju Pariraka. Itu adalah sebuah kapak. Kapak pembelah kayu berukuran standar. Tidak kecil tapi tidak juga terlalu besar. Namun gagangnya cukup panjang.Melihat kapak itu, Rama jadi penasaran. 'Apa sulitnya?' batinnya. "Bolehkah aku mencobanya?" tanya Rama tanpa maksud meremehkan."Tentu saja. Silahkan!" Rama memperhatikan benda itu dari dekat. Sambil takut-takut ia menyentuh gagangnya. Ia khawatir benda itu dialiri listrik. Aman! Yakin itu hanya kapak biasa, Rama menggenggam gagangnya dan menariknya. Bukan hanya berat, kapak itu bahkan tak bergerak sedikit pun. Rama mencobanya lagi. Namun hasilnya sama saja. Tak ingin menyerah, "Sekali lagi!" ucapnya dengan nafas yang mulai tersengal-sengal. Ia menarik nafas dalam-dalam sambil mencari posisi genggaman yang paling pas. Hup! Ia kembali menariknya. Kali ini dengan sekuat tenaga. Peluh mulai bercucuran dari tubuhnya, terutama keningnya. Beberapa sa
Matahari baru saja terbit dari ufuk timur. Pagi ini langit terlihat bersih dan semilir angin terasa sejuk."Rama, perhatikan!" Itu adalah suara teriakan Pariraka yang sedang berdiri di sebuah lembah di kaki bukit. Hari ini, ia akan menunjukkan energi intinya kepada Rama. Sementara itu, Rama hanya mengangguk. Ia berada di tempat tinggi di sebuah padang rumput yang berjarak lima kilometer dari Pariraka. Rama sedang duduk berselonjor di atas batu besar. Ia sengaja memilih tempat cukup jauh atas permintaan Pariraka. Ia tidak ingin Rama terkena dampak dari kekuatannya.Pariraka terlihat mulai memejamkan mata. Lalu ia mengepalkan kedua tangannya dan mengangkatnya ke udara. Sedetik kemudian tubuhnya memancarkan aura berwarna merah. Makin lama, aura tersebut terlihat semakin jelas. Tubuh Pariraka seperti sedang diselimuti oleh kobaran api. Pada tahap ini, hawa panas juga terpancar dari tubuhnya, membuat suhu udara di sekitarnya meningkat berkali lipat. Energi inti Pariraka berelemen api. Sa
Bum … bum ...Suara keras terdengar bersama dengan bumi yang bergetar kuat. Itu adalah pertarungan dua pendekar hebat yang berada puluhan kilometer jauhnya. Mereka adalah Raja Leka dari kerajaan Abhira dan raja Ravan dari kerajaan Odra. Rama tertegun dengan efek yang mereka timbulkan pada area di sekitarnya. Firasatnya tidak enak. "Raja Leka," gumamnya.Tanpa menunda lagi, dengan segenap tenaga ia berlari menuju tempat mereka bertarung. Gerakan tubuhnya sangat cepat, membuatnya tampak seperti sekelebat bayangan. Tujuannya cuma satu, untuk menyelamatkan Raja Leka.Dalam waktu singkat, pemuda itu kini hanya berjarak ratusan meter dari tempat mereka bertarung. Ia dapat melihat Raja Leka yang sedang terduduk di tanah tanpa senjata. Dari sudut bibirnya juga mengalir darah. Sementara itu, Ravan sedang berada di udara sambil mengangkat kapak, bersiap untuk menebasnya. "Pergilah ke neraka!" teriak Ravan.Rama mengerahkan seluruh tenaga sambil mengacungkan pedang ke depan tubuhnya. Ia berharap
Rama memutuskan untuk mengembalikan benda-benda itu ke tempat semula. Namun, sebelum sempat melangkah ia tanpa sengaja melihat pintu bangunan di sebelahnya. Pintunya tak tertutup secara sempurna. Di area berpagar itu, bangunan di sebelah kanan memang Ruang Koleksi Khusus. Tapi yang sebelah kiri? Rama tak mengetahuinya. Sebagai petugas baru, hanya dua bangunan ini yang belum pernah ia masuki. Selain akses yang sangat terbatas, ia juga tak punya informasi apa pun.Jika dilihat sekilas, bangunan di sebelah kiri memang tidak tampak berbeda. Namun jika diperhatikan lagi dengan lebih seksama, akan tampak perbedaannya. Bangunan itu menggunakan sistem ventilasi yang unik. Terdapat banyak lubang kecil seukuran biji kelereng di bagian bawah dan atas tembok yang berfungi sebagai tempat keluar masuk udara.Meski tampak ragu-ragu, Rama mendekati pintu itu. Perasaannya menjadi semakin tidak enak. Namun saat melihat pintu itu benar-benar terbuka, meski hanya sedikit, ia mencoba meyakinkan dirinya ba
Rama membuka mata. Tubuhnya tak lagi terasa sakit dan lemah. Tak ada sedikit pun juga rasa pusing di kepalanya. Saat ia perhatikan tangan kirinya, terdapat bercak merah yang telah mengering. Ia ingat. Itu karena darah dari lukanya.Rama kemudian menyentuh belakang tengkoraknya. Hatinya menjadi lega, meski juga cukup heran. Lukanya tidak hanya kering, tapi juga telah sembuh sepenuhnya. Seperti tidak pernah terjadi sebelumnya.Langit biru di atas sana sangat indah. Hembusan angin juga kerapkali menerpa tubuhnya. Ia dapat melihat dirinya sedang berbaring di sebuah padang rumput, di samping pepohonan apel yang sedang berbuah.Saat Rama menurunkan pandangannya ke bawah barulah ia merasa kaget. Seorang pemuda seusianya sedang duduk bersila sambil memperhatikan dirinya. Di samping pemuda itu terdapat sebuah keranjang yang penuh dengan berbagai buah.Rama buru-buru bangkit. "Apakah Anda yang menolong saya?"Pemuda itu hanya mengangguk sambil tersenyum."Terima kasih! Saya sempat putus asa dan
Matahari baru saja terbit dari ufuk timur. Pagi ini langit terlihat bersih dan semilir angin terasa sejuk."Rama, perhatikan!" Itu adalah suara teriakan Pariraka yang sedang berdiri di sebuah lembah di kaki bukit. Hari ini, ia akan menunjukkan energi intinya kepada Rama. Sementara itu, Rama hanya mengangguk. Ia berada di tempat tinggi di sebuah padang rumput yang berjarak lima kilometer dari Pariraka. Rama sedang duduk berselonjor di atas batu besar. Ia sengaja memilih tempat cukup jauh atas permintaan Pariraka. Ia tidak ingin Rama terkena dampak dari kekuatannya.Pariraka terlihat mulai memejamkan mata. Lalu ia mengepalkan kedua tangannya dan mengangkatnya ke udara. Sedetik kemudian tubuhnya memancarkan aura berwarna merah. Makin lama, aura tersebut terlihat semakin jelas. Tubuh Pariraka seperti sedang diselimuti oleh kobaran api. Pada tahap ini, hawa panas juga terpancar dari tubuhnya, membuat suhu udara di sekitarnya meningkat berkali lipat. Energi inti Pariraka berelemen api. Sa
"Jika kamu mampu mengangkat benda itu, latihan kita selesai."Rama menoleh ke arah yang dituju Pariraka. Itu adalah sebuah kapak. Kapak pembelah kayu berukuran standar. Tidak kecil tapi tidak juga terlalu besar. Namun gagangnya cukup panjang.Melihat kapak itu, Rama jadi penasaran. 'Apa sulitnya?' batinnya. "Bolehkah aku mencobanya?" tanya Rama tanpa maksud meremehkan."Tentu saja. Silahkan!" Rama memperhatikan benda itu dari dekat. Sambil takut-takut ia menyentuh gagangnya. Ia khawatir benda itu dialiri listrik. Aman! Yakin itu hanya kapak biasa, Rama menggenggam gagangnya dan menariknya. Bukan hanya berat, kapak itu bahkan tak bergerak sedikit pun. Rama mencobanya lagi. Namun hasilnya sama saja. Tak ingin menyerah, "Sekali lagi!" ucapnya dengan nafas yang mulai tersengal-sengal. Ia menarik nafas dalam-dalam sambil mencari posisi genggaman yang paling pas. Hup! Ia kembali menariknya. Kali ini dengan sekuat tenaga. Peluh mulai bercucuran dari tubuhnya, terutama keningnya. Beberapa sa
"Rahula, bisakah kamu jelaskan apa itu energi inti?" Rama melontarkan pertanyaan itu setelah mereka meninggalkan para dewa."Energi inti adalah energi yang berada dalam tubuhmu, seperti prana atau tenaga dalam. Apa pun istilahnya. Energi ini sangat dahsyat. Jika kamu berhasil menguasainya, kamu dapat melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan manusia biasa."Rama mulai mengerti. Jika Dewa Indra meminta dirinya untuk menguasai energi ini, bukankah misinya nanti bukan misi sembarangan. Membayangkannya saja membuat hati Rama bergidik. "Sebenarnya apa yang harus kukerjakan?" Rama terdengar seperti bertanya. Padahal ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Rahula yang melihat tingkah Rama hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.Beberapa saat kemudian mereka tiba di sebuah lorong di samping istana. Lorong ini sangat panjang dengan banyak pintu di kanan kirinya. Rahula kemudian berhenti di pintu pertama. Setelah membukanya ia berkata kepada Rama. "Masuklah! Kau perlu mengganti pa
Setelah berjalan cukup jauh, keduanya tiba di halaman istana Indrapada. Dari tempatnya berada, Rama dapat menilai istana itu adalah bangunan paling indah yang pernah ia kunjungi selama hidupnya. Sayangnya matahari mulai terbenam. Ia tidak dapat menikmati pemandangan dengan lebih leluasa karena suasana yang semakin gelap. Ketika pandangannya tertuju ke dalam istana, Rama melihat sesuatu yang bergerak dan memancarkan cahaya. Ia penasaran karena itu tidak seperti cahaya obor atau lilin. Cahaya ini sangat terang bahkan lebih terang dari lampu di bumi. Setelah menginjakkan kakinya melewati pintu, barulah ia tahu asal cahaya itu.Secara reflek tiba-tiba Rama berhenti di tempatnya. Ia sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Dengan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan sosok paling sempurna yang tadi diceritakan Rahula. Tak hanya satu, ia bahkan bertemu dengan tiga dewa sekaligus. Mereka sama-sama mengeluarkan cahaya.Di pihak lain, sadar bahwa tamu mereka baru pertama kali melihat pemanda
Sambil berjalan, Rama berbincang-bincang dengan Rahula. Ia masih penasaran dengan tempat ini. "Rahula, kalau boleh aku tahu, dimana letak tempat ini? Di bumi manusia ataukah … di alam halus?"Ia bertanya seperti itu karena dirinya yakin, tidak mungkin ada tempat ajaib seperti itu di dunia, di belahan bumi manapun. Tidak di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Kecuali ... jika itu terletak di sebuah pulau di dunia bawah tanah atau, seperti ucapannya, di alam halus."Mmm ..." Justru Rahula yang tampak bingung. "Bumi? Maksud kamu tempat kamu berasal?" tanya dia."Benar. Tempat yang sedang kita pijak ini." jawab Rama mantap.Rahula kemudian mengerti. "Maksudku planet bumi ... Apakah kamu menganggap kita sedang berada di planet bumi?" tanya dia lagi."Hmmm!" Rama kembali mengangguk mantap. Rahula kemudian menggelengkan kepala, "Tidak! Ini tempat … maksudku planet yang berbeda." "Maksud kamu, kita berada di planet lain?" tanya Rama penasaran. "Bagaimana mungkin?" Ia belum bisa percaya denga
Rama membuka mata. Tubuhnya tak lagi terasa sakit dan lemah. Tak ada sedikit pun juga rasa pusing di kepalanya. Saat ia perhatikan tangan kirinya, terdapat bercak merah yang telah mengering. Ia ingat. Itu karena darah dari lukanya.Rama kemudian menyentuh belakang tengkoraknya. Hatinya menjadi lega, meski juga cukup heran. Lukanya tidak hanya kering, tapi juga telah sembuh sepenuhnya. Seperti tidak pernah terjadi sebelumnya.Langit biru di atas sana sangat indah. Hembusan angin juga kerapkali menerpa tubuhnya. Ia dapat melihat dirinya sedang berbaring di sebuah padang rumput, di samping pepohonan apel yang sedang berbuah.Saat Rama menurunkan pandangannya ke bawah barulah ia merasa kaget. Seorang pemuda seusianya sedang duduk bersila sambil memperhatikan dirinya. Di samping pemuda itu terdapat sebuah keranjang yang penuh dengan berbagai buah.Rama buru-buru bangkit. "Apakah Anda yang menolong saya?"Pemuda itu hanya mengangguk sambil tersenyum."Terima kasih! Saya sempat putus asa dan
Rama memutuskan untuk mengembalikan benda-benda itu ke tempat semula. Namun, sebelum sempat melangkah ia tanpa sengaja melihat pintu bangunan di sebelahnya. Pintunya tak tertutup secara sempurna. Di area berpagar itu, bangunan di sebelah kanan memang Ruang Koleksi Khusus. Tapi yang sebelah kiri? Rama tak mengetahuinya. Sebagai petugas baru, hanya dua bangunan ini yang belum pernah ia masuki. Selain akses yang sangat terbatas, ia juga tak punya informasi apa pun.Jika dilihat sekilas, bangunan di sebelah kiri memang tidak tampak berbeda. Namun jika diperhatikan lagi dengan lebih seksama, akan tampak perbedaannya. Bangunan itu menggunakan sistem ventilasi yang unik. Terdapat banyak lubang kecil seukuran biji kelereng di bagian bawah dan atas tembok yang berfungi sebagai tempat keluar masuk udara.Meski tampak ragu-ragu, Rama mendekati pintu itu. Perasaannya menjadi semakin tidak enak. Namun saat melihat pintu itu benar-benar terbuka, meski hanya sedikit, ia mencoba meyakinkan dirinya ba
Bum … bum ...Suara keras terdengar bersama dengan bumi yang bergetar kuat. Itu adalah pertarungan dua pendekar hebat yang berada puluhan kilometer jauhnya. Mereka adalah Raja Leka dari kerajaan Abhira dan raja Ravan dari kerajaan Odra. Rama tertegun dengan efek yang mereka timbulkan pada area di sekitarnya. Firasatnya tidak enak. "Raja Leka," gumamnya.Tanpa menunda lagi, dengan segenap tenaga ia berlari menuju tempat mereka bertarung. Gerakan tubuhnya sangat cepat, membuatnya tampak seperti sekelebat bayangan. Tujuannya cuma satu, untuk menyelamatkan Raja Leka.Dalam waktu singkat, pemuda itu kini hanya berjarak ratusan meter dari tempat mereka bertarung. Ia dapat melihat Raja Leka yang sedang terduduk di tanah tanpa senjata. Dari sudut bibirnya juga mengalir darah. Sementara itu, Ravan sedang berada di udara sambil mengangkat kapak, bersiap untuk menebasnya. "Pergilah ke neraka!" teriak Ravan.Rama mengerahkan seluruh tenaga sambil mengacungkan pedang ke depan tubuhnya. Ia berharap