Home / Fiksi Sejarah / Petualangan Nerva / Membawa Sepotong Ilmu

Share

Membawa Sepotong Ilmu

Author: sidiq winiaji
last update Last Updated: 2021-08-21 18:02:44

Aku, Abdullah dan Hasan menyusuri jalan terjal ke arah barat daya. Mereka sampai di desa yang masih selamat dari amukan Tartar dan Mongol, tempat tersebut berada di dekat gunung yang terpencil jauh dari peradaban.

 

Seluruh penghuni desa melihat kami dengan wajah penuh keheranan. Kami pun datang dan menyapa mereka. Mereka pun juga menyapa kami dan berlaku ramah terhadap kami. Akhirnya aku bisa beristirahat tenang bersama manusia yang lain.

 

Mereka terlihat begitu kusut dan banyak yang kurus. Wajah mereka terpancar ketenangan dan keceriaan dalam hidup. Aku pun berkenalan dengan mereka.

 

“Assalamu’alaykum. Semoga Allah merahmati kalian.” Salam ku terhadap mereka.

 

“Wa’alaykumussalam, semoga Allah juga merahmati kalian, musafir .”

 

“Apakah kami bisa beristirahat di sini?” tanyaku.

 

“Tentu saudaraku, berasal dari mana kalian?” tanya salah satu dari mereka.

 

“...Dari Ashgabat,” jawabku.

 

“Ayo masuk kesini, engkau akan kami menjamu kalian dengan makanan terlezat asli dari sini, jangan khawatir, okey?”

 

Aku, Abdullah dan Hasan saling pandang, lalu kami pun saling tersenyum senang.”

Kami lalu diajak menuju rumah yang paling besar di desa ini, lalu kami saling memperkenalkan diri.

 

“Ada berita apa di luar sana, musafir?”  tanya kepala suku.

 

“Desa kami diserang pasukan Mongol dan Tartar, kami menyelamatkan diri ingin menuju Baghdad. Apakah kalian tidak mempersiapkan diri untuk mengungsi?” tanya Abdullah balik.

 

“Mahasuci Allah! Kalau begitu ini situasi yang sulit. Tempat kami memang terpencil dan jauh dari peradaban. Tapi jika mereka mengetahui kami disini pasti kami akan merasakan apa yang kalian rasakan.” Lalu ruang makan kami menjadi gaduh.

 

Berbagai makanan enak disini seperti ashresteh, jigar, kebab, balal, dan makanan enak lainnya menjadi kurang berselera bagi perut kami. Kepala suku melihat kami dalam keadaan sedih.

 

“Ayo makanlah lagi, tidak mengapa, jadikanlah Allah sebagai penolongmu, karena Dialah sebaik-baik penolong.” Ajak kepala suku agar kami tetap makan dan menetramkan hati kami agar tetap tenang.

 

“Untuk sekarang kalian aman disini. Aku dan rakyatku akan mendiskusikannya setelah ini. Kalian istirahatlah dirumah sebelah sana!” Lalu beliau keluar ke arah depan pintu dan menunjuk ke arah luar di dekat sungai yang disana terdapat rumah kecil untuk menetap sementara.

 

...

 

Sore telah berlalu dan gelapnya malam mulai menyelimuti. Warga desa mulai menyalakan obor di depan rumah mereka. Anak-anak yang sedari tadi berlarian di halaman rumah langsung ditarik oleh ibu-ibu mereka agar cepat-cepat pulang ke rumah. Adzan maghrib menggema dan seluruh laki-laki di tempat ini bersegera menuju masjid. Sebagian menunggu di luar untuk berjaga-jaga jika ada serangan serigala gunung yang akhir-akhir ini sering menyerang warga. Kami bertiga lalu bergegas menuju masjid untuk beribadah.

Setelah kami selesai sholat maghrib, kepala suku yang menjadi imam sholat menyampaikan wejangannya kepada jama’ah.

 

“Persiapkanlah untuk pergi dari sini, karena Tartar dan Mongol akan datang membawa kehancuran.”

 

Seluruh jama’ah lalu bergegas keluar dan membawa bekal perjalanan menuju tempat yang aman. Ketakutan menyebar ke seluruh sudut desa, lalu datang dari arah timur seorang penunggang kuda berlari dengan cepat dengan bersimbah darah segar mengucur segar di lengannya yang terkena anak panah. Sambil berteriak untuk mengajak penduduk desa segera pergi dari sini.

 

“Sepasukan tentara Mongol dalam perjalanan ke sini! Cepatlah menyelamatkan diri!” Kemudian dia jatuh dari kudanya dan langsung meninggal. Jasadnya tergeletak begitu saja tanpa ada yang mengurusinya.

 

Aku, Abdullah dan Hasan langsung menggotong jasadnya di pinggir jalan agar tidak terinjak.

 

Hasan melihat jasad lelaki tadi lalu mengecek bagaimana keadaanya. Ternyata lelaki ini berasal dari dinasti Khwarizmia. Ia mengambil sebilah pedang persia, busur dan anak panah yang kemudian ia berikan kepadaku.

 

“Ini ambilah!”

 

“aaaku tidak bisa menggunakannya....” teriakku.

 

Lalu Abdullah mengambilnya dan menasehatiku.” Kamu sudah berjanji kepadanya untuk menjadi orang yang bermanfaat. Maka inilah saatnya!” Kurasa Abdullah berubah keberaniannya setelah peperangan yang kini terjadi. Lalu busur dan anak panah ia berikan kepadaku.

 

“Untuk saat ini kita lari dari mereka karena kamu belum bisa menggunakannya.” Pernyataan Hasan membuatku sedikit hilang rasa takutku. Aku mengira aku harus menghadapimya tanpa ilmu, ternyata tidak. Uang yang ada di sakuku pun tidak jadi untuk membeli busur dan anak panah di Baghdad.

 

“Jangan kalian ambil peralatan perangnya, dia masih hidup dan dia hanyalah pingsan.“ Ketua suku mengecek tubuhnya dan memegang lukanya dan membacakan sesuatu kepadanya yang tidak kami dengar dan ketahui.

 

“Apakah kalian tidak berterima kasih kepada kami?” sindirnya kepada kami.

 

Hasan lalu bingung dan meremehkan perkataan kepala suku. “Dia telah mati, dan kami ingin mengambil senjatanya untuk kami pergunakan sebagai alat perang.”

 

“Tidak, dia masih hidup, lihatlah bola matanya yang tertutup kelopak matanya, apakah masih bergerak? Sekarang dia aku obati.” Aku dan Abdullah melihatnya dan ternyata bergerak!

 

“Berarti dia sekarang dalam kondisi kritis.” Gumamku, “Lalu bagaimana cara menyelamatkannya jika kita seluruhnya pergi dari sini?” tanyaku kepada kepala suku.

 

“Disini adalah tempat yang memiliki banyak gua, yang biasa leluhur kami mempergunakanya sebagai tempat berlindung dari bahaya yang mengintai. Ikutilah aku nanti kita bisa berlindung dari mereka dan keluar ketika sudah aman.”

 

“Ide yang bagus tuan.” Jawab Hasan.

 

“Ayo kita angkat tentara ini dan segeralah kita mempersiapkan bekal berlindung di dalam gua.”

 

Seluruh warga kemudian berbaris memasuki gua yang berada di atas ketinggian gunung. Dengan langkah hati-hati takut jika jatuh ke bawah, kami memasukinya pelan-pelan dengan kondisi alam yang berkabut dan gelap. Kami hanya membawa obor kecil. Dan beruntunglah kami dengan adanya kabut tebal ini sehingga sinar obor kami tidak nampak di bawah lereng.

 

Setelah semuanya masuk kami lalu menyalakan obor dan berusaha menenangkan diri dan tetap hati-hati.

Aku menengok ke pintu gua dan terlihat nyala api merah di di desa. Keberuntungan ada di pihak kami. Lalu kami terus menyusuri gua.

 

“Gua ini menembus sejauh 10 mil menuju ibu kota Khwarizmia, kota Urgenc.” Aku pun ketakutan dengan kegelapan dan tempat yang tidak nyaman ini. “Tenang saja, aku tahu jalan keluarnya.” Hibur Kepala Suku kepada kami.

 

“Hei, anak muda aku ingin mengajarimu sesuatu” Ada seorang anak seumuranku yang tiba-tiba mengagetkanku dari ketakutan ku dari kegelapan.

 

“SSSSSTTTTTT.....!!!!” seorang ibu-ibu marah dan menyuruh kami diam. 

 

“Siapa namamu?” tanyaku kepada anak tadi dengan bisik-bisik.

 

“Afif”, jawabnya. Lalu anak tersebut membawakan sebuah buku tipis dan tertulis, ‘Kitab Pengobatan ala Nabiy karangan Imam Muslim’. Anak tersebut lalu memberikannya kepada ku.

 

“Ini untukku?” aku terheran-heran.

 

“Iya, semoga buku ini menolongmu di perjalanan.” Jawabnya

 

“Terimakasih kawanku.” 

 

“Pelajarilah buku ini, yang ini yang paling akurat dari semua kitab pengobatan.”

 

“Lalu kamu bagaimana? Apakah kamu tidak butuh dengan ini?” tanyaku 

 

“Aku sudah hapal isinya. Jangan khawatir.” Bisiknya kepadaku.

 

Jalan yang naik turun selalu kami hadapi. Kelelawar bergelantungan di atas stalaktit gua menambah mencekam suasana peperangan. Malam ini kami kelaparan dan terus dihantui rasa takut dari kejaran tentara Mongol dan Tartar. Para ibu-ibu terus menenangkan anak-anaknya yang menangis. Kaum lelaki menjaga bagian depan barisan dan belakang barisan sembari menyandang senjata. Dan sekarang di dalam gua hanya tertinggal suara air menetes dan derap langkah kaki kami yang terus berjalan menuju pintu keluar.

 

Related chapters

  • Petualangan Nerva   Menjaga Sebuah Amanah

    Aku, Hasan, dan Abdullah kemudian turun ke sebuah lembah yang disana terdapat kota yang terbakar. Kami bertiga berencana ingin menyelamatkan siapapun yang mampu kami tolong."Berlindunglah di balik tembok itu, dan jangan melakukan hal-hal yang bodoh" pungkas Hasan kepadaku.Banyak sekali yang tewas mengenaskan yang sebagian besar adalah rakyat biasa.Apa yang harus kita lakukan dengan mereka? Aku kasihan dengan mayat-mayat ini.."Awas adalah tentara Mongol yang lewat"Kami lalu berlindung di rumah yang hancurSesampainya di sebuah tempat yang masih tersisa berapa kehidupan dari kebengisan tentara Tartar dan Mongol, kami bertemu dengan nenek tua yang sangat renta dan pesakitan."Kemarilah cepat, jangan sampai mereka menemukan kalian disini," ajak nenek tersebut kepada kami bertiga agar mereka berlindung di rumahnya da

    Last Updated : 2021-08-21
  • Petualangan Nerva   Kasih Sayang

    Aku merubah arah perjalananku yang tadinya menuju Baghdad sekarang menjadi ke arah ibukota Kwarezmia, Urgench. Aku pernah mendengar bahwa disana terdapat ibuku yang dulu hingga sekarang bekerja sebagai pelayan. Aku lalu mengusulkan kepada Hasan supaya kami singgah terlebih dahulu ke arah Urgench.“Boleh, tapi waktu kita tinggal sedikit karena kita harus melaporkan kepada Khalifah jika Mongol sudah mencapai Kwarezmia dan menghacurkan segala yang ia temui disini.” Pungkas Hasan.“Apakah kamu mau jika aku mengajakmu bertemu ibuku, Ruqqayah?”“Aku sangat senang jika aku bertemu dengan ibundamu, suamiku.” Jawab Ruqqayah.Perjalanan dari tempat Ruqqayah tinggal dengan Urgench membutuhkan waktu hampir seminggu perjalanan. Dan aku berharap disana aku mendapatkan busur panah dan beserta perlengkapannya.“Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan kuda disana. Jadi perjalanan kita menuju ke arah Baghdad menjadi cepat

    Last Updated : 2021-08-21
  • Petualangan Nerva   Kekaisaran Mongol

    Sepenggal informasi tentang tujuan Mongol menyerang dinasti Kwarezmia.Gengis Khan menunggu-nunggu bagaimana hasil yang telah diperoleh duta besarnya sejumlah 500 orang diantaranya kaum muslim yang diutus menjadi perantara Mongol dengan Khwarizmia. Perang yang bertahun-tahun melawan dinasti Jin telah banyak menghabiskan cadangan gandum untuk menghadapi musim dingin. Dengan harapan agar mereka bisa membawa manfaat bagi Mongol dan menjalin hubungan yang baik dengan Kaum Muslimin di Timur Tengah.Khwarizmia adalah tempat yang sangat strategis dan kaya raya, karena disinilah jalur yang menghubungan antara dunia timur dan dunia barat. Yaitu Jalur Sutra.........“Khan, mengapa tuan tidak duduk saja sembari melihat dedaunan pohon plum yang berguguran di sekitar sungai? Aku yakin Ayah akan terhibur.” Tolui anaknya mencoba mengajak ayahnya untuk menenangkan diri setelah mengalami pertempuran yang panjang.“Aku belum merasa t

    Last Updated : 2021-08-21
  • Petualangan Nerva   Kerinduan

    Sudah hampir sore kami menunggu di depan pintu gerbang mengharap belas kasih dari dalam benteng, mereka masih saja keras kepala.“Apakah kita harus pergi dari sini, Abdullah?” tanyaku penuh rasa kesal.“Bersabarlah Nerva, kita pasti akan ditolong oleh mereka.” Abdullah terus melembutkan hatiku agar lebih tenang dalam menghadapi situasi yang sulit ini.“Nerva aku haus...” Pinta Ruqqayah. Aku kebingungan melihat kiri kanan untuk mencari air yang menggenang barangkali ada beberapa yang bisa membuat rasa haus ini sedikit berkurang.“Anak muda, aku ada beberapa air yang bisa diminum, minumkanlah untuk gadis yang ada disampingmu itu.” Tawar seorang bapak berpakaian lusuh di sampingku.“Terimakasih pak, apakah ini bisa menggantikannya?” lalu aku menyodorkannya kepadanya pisau berlapis perak, dengan harapan dia bisa menerimanya dengan senang hati.“Ambilah kembali, aku yakin kit

    Last Updated : 2021-08-21
  • Petualangan Nerva   Bekal Kehidupan

    Impianku selama ini telah terwujud. Aku sangat senang bertemu dengan ibuku, aku selalu memimpikannya ketika tidur di malam hari, aku merasa sangat senang jika ia selalu bersamaku dan memasakkan kue untukku setiap hari. Namun kemaslahatan sebuah tatanan negeri membuatnya pergi dariku, aku pun telah memaafkannya. Aku berharap dia bisa pulang membawa sepotong senyuman yang mencairkan dinginya rasa rinduku kepadanya.Sekarang dirinya ada di hadapanku, aku ingin sekali mengobrol lama dengannya, namun sekarang aku harus menyadarkan ibuku akan pentingnya memperhatikan masalah ini. Masalah keselamatan diri kami menghadapi badai kehancuran yang dibawa oleh pasukan Mongol...............“Ibu, ayo kita pergi dari sini. Ancaman pasukan Mongol benar-benar dekat dan menakutkan, maukah engkau pergi bersamaku ke tempat aman yang jauh di sana, ibunda?” Aku memohon dengan lemah lembut kepadanya supaya beliau mau menurutiku.“Tidak Nerva, aku mempun

    Last Updated : 2021-08-21
  • Petualangan Nerva   Kehormatan Seorang Muslim

    “Kenapa orang-orang tidak percaya kepada kita jika di timur kota terdapat celah keluar dari beteng?” Aku terus mengajak mereka mengikuti ku tetapi mereka enggan untuk keluar dari sini.“Ayo Nerva kita cari Abdullah dan Ruqqayah, barangkali mereka sudah di depan celah yang kamu beritakan padaku.” Hasan mengajak agar kami berempat bisa berkumpul dan memikirkan rencana keluar dari beteng.Aku kemudian kembali menuju ke tempat kuda yang Ibundaku janjikan yang lokasinya dekat dengan celah di bagian timur. Berkali-kali tentara Mongol melemparkan manjanik ke arah kota sehingga seisi kota menjadi berantakan. Banyak mayat-mayat yang tertimpa reruntuhan. Rumah-rumah terbakar, dan para Ibu kehilangan anaknya.“Apakah benar kesini jalannya?” tanya Hasan“Ibuku bilang di sebelah timur ada pegunungan, tetapi kenapa hanya ada beteng dan kemudian padang pasir......” tanyaku kesal karena aku telah dibohongi oleh Ibuku.

    Last Updated : 2021-08-21
  • Petualangan Nerva   Selamat Tinggal, Khwarezmia

    Kami terus menerjang barisan musuh dan selalu berusaha mengawal Shah hingga kami hampir keluar dari pasukan pengepung. Aku terus memacu kudaku dengan terus memanah setiap kali aku memiliki kesempatan. Dan dari belakang kami selalu dihujani anak panah hingga kakiku terkena anak panah yang menyasar. Saat ini pasukan pengawal Shah masih tersisa 100 orang dengan masing-masing membawa luka anak panah yang terus kami tahan rasa sakitnya.“Matahari sudah hampir terbit, kita harus segera keluar dari pasukan pengepung!” Perintah komandan prajurit pelindung Shah baris depan.Tentara Mongol mulai mengumpulkan kekuatan dan mulai mengejar sisa-sisa pasukan pelindung Shah. Kami tidak mengetahui lagi bagaimana nasib pasukan yang menjadi umpan. Apakah mereka sudah binasa ataukah ada keajaiban yang tidak disangka-sangka.“Mereka mulai dekat dengan kita, komandan.”“Sekarang pergilah dahulu bersama Shah dan beberapa pasukan pelindung, kita ham

    Last Updated : 2021-08-21
  • Petualangan Nerva   Introspeksi

    Aku tidak merasa enakan dengan Abdullah karena telah menggendongku sejauh ini setelah kami mendarat kembali di daratan. Disamping rasa sakit yang ia derita pada lengannya, kini dia harus menanggung capek perjalanan jauh ke arah barat daya. Aku melihat Ruqqayah menertawakanku di jauh.“Sudahlah Abdullah, aku sudah baikan kali ini, sekarang berhentilah menggendongku!” Perintahku kepada pelayanku yang umurnya sudah hampir sepuh.“Aku sangat khawatir kepadamu, Tuan, karena kamu terlihat belum pulih secara sempurna, nanti bagaimana jika terjadi pendarahan jika kamu terus memaksakan diri berjalan?” Abdulllah bersikeras pada pendiriannya.“Kamu seperti anak kecil Nerva.” Tawa Ruqqayah.“Abdullah! Engkau membuatku malu! Cepat turunkan aku, jika tidak ,nanti aku tidak memberimu jatah kurma.”“Jangan begitu Tuanku, kalau terjadi apa-apa terhadapmu, aku nanti akan dimarahi oleh Nyon....”“Ibuk

    Last Updated : 2021-09-07

Latest chapter

  • Petualangan Nerva   Bab 2 : Pembayaran Diyat

    "Appppaaa?" Kaget sekali jika orang yang ada di depanku adalah anak dari ayah seseorang yang aku cari untuk membayar diyat atas perbuatanku yang telah merenggut nyawa yang sangat berharga.Aku berpikir seakan dunia ini yang betapa sempitnya luas daratan yang membentang mudah sekali menemukan seseorang untuk segera menunaikan hajat."Silahkan sholat terlebih dahulu, aku akan menanti kalian di sini, dadaaaa" "Nerva, jangan buka""Iiiyyaa, ada perempuan ya?""Tidak pakai kerudung, cantik lagi! huft" Sewot Ruqoyyah yang sebal dengan suara yang keras, setelah melihat adab perempuan itu jelek yang sampai kami tidak sadar bahwa dirinya perempuan, sesuatu yang tidak disukai Rabb kami. Menyerupai lawan jenis."Iyya maafkan aku, aku berusaha agar terlihat mencolok bagi kalian, karena aku telah lama menanti kalian di depan gerbang al-Ula setiap harinya.....6 tahun yang lalu di Asghaban"Keluarga Zahn terkenal dengan hubungan dekatnya terhadap keluarga kekhalifahan dan dekatnya pula dengan par

  • Petualangan Nerva   Bab kedua : Kota Ambisi Dunia

    Dahulu kota Bagdad adalah bagian dari salah satu ambisi Khalifah Al Mu'tasim yakni memindahkan surga akhirat ke dunia. Hampir seluruh kas negara kala itu yang tengah merekah, ludes untuk membayar para pegawai terampil nan piawai dari segala penjuru negeri. Meskipun tahu jika itu boros, mau bagaimanapun pikiran sehat sang khalifah senantiasa terkotori oleh berbagai hasutan bangsa Turk yang sudah dari dahulu diperingatkan oleh para ulama sebelumnya bakal mencaplok kekuasaan bangsa Quraisy. Sedikit demi sedikit, hingga bangsa Quraisy hingga saat ini bagaikan bonekah mainan yang kapan saja bisa di lempar ke lubang api yang membakar dan diganti dengan boneka yang lain."Wahai Nerva, aku sangat menyesal atas sikap leluhurku dahulu terhadap bangsa Quraiys keturunan al Abbas paman Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam, aku ingin engkau menolongku untuk kali ini, membalas budi bangsaku terhadap bangsa Quraiys dan seluruh umat islam....."Tumben sekali Hasan menulis surat se-melankolis ini, da

  • Petualangan Nerva   Bab Pertama : Datangnya Kabar Menyedihkan dari Sahabat (selesai bab)

    "Sayang, jangan pergi dahulu, aku akan sangat merindukanmu", tangis istrinya karena sulit akan keputusan yang sudah digariskan oleh takdir yang ghaib.Rasyid memeluk istrinya dengan hangat penuh kasih sayang dan mengelus lembut perut istrinya yang semakin lama semakin membuncit karena hamil anak pertamanya. Dia tidak bisa berkata-kata bak pujangga jaman dahulu yang ia kagumi selama perjalanan menuju negeri impian. Yang Ia bisa lakukan kini hanyalah beristigfar supaya segala hal yang merisaukah segera dimudahkan oleh Dzat Yang Maha Penyayang."Rasyid, bacalah surat ini, sudah lama aku menyimpannya, maafkanlah ayahandamu ini.""Dari siapakah ayahanda?" Rasyid melihat gulungan kertas dengan stempel kekhalifahan Abbasiyah. Aaih ini dari Hasan si Jendral bersenjata modern."Apakah orang yang membawa surat ini memakai zirah besar?""Orang yang bertubuh kurus dengan tudung putih," apakah pesuruhnya?Setelah terbuka kertas yang tergulung nampak tertulis tulisan arab yang sangat indah guratan

  • Petualangan Nerva   Bab Pertama : Seorang pedagang kaya yang cerdas

    15 Tahun sebelum pernikahan Rasyid dengan Putri Shah BandarKeadaan Masa itu....Hidup yang bergelimang harta terasa hambar bagi hati seorang pedagang mujur yang hatinya terpaut dengan masjid. Selalu saja ada harta mengalir meski berusaha sekuat tenaga memiskinkan diri dengan bersedekah dan menolong finansial orang-orang dari jerat riba bank plecit. Tetapi selalu saja diberikan oleh Zat yang Maha Kaya harta berlipat ganda, hingga memiliki pegawai setia berjumlah seribu orang lebih."Sayangku, apakah aku kini sedang diazab oleh Allah? aku begitu menderita akibat banyaknya harta yang menumpuk, Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, aku ingin merasakan ketenangan dalam hidup." Keluh kesah yang sangat membuat orang yang mendengarnya ikut putus asa."Jangan berkata demikian, Wahai suamiku, Shah Bandar, Engkau tidaklah diuji perihal harta bagaikan si Qorun musuh Musa 'alaihisalam dan musuh Dzat Yang Maha Kaya, buktinya engkau bisa bersedekah, berinfak di jalan Allah, berdzikir, dan memudahkan h

  • Petualangan Nerva   Bab Pertama : Kehidupan Setelah Menikah

    " Apakah engkau bersumpah tiada lagi berbuat dosa?" tanya seseorang dengan nada meremehkan sambil mengangkat alis bagian kiri."Aku rasa demikian, supaya aku memiliki banyak teman dan sahabat" Jawabku singkat sambil mengibaskan poni ke arah belakang kepala."Lalu siapa yang lebih dzalim dan sombong dari dirimu terhadap Tuhan yang Maha Menerima Taubat? Lalu apakah peran dirimu di dunia sedangkan tiada satupun mahkluk yang hidup tanpa pernah melakukan dosa? Apa engkau hendak menjadi gila supaya terkabul impianmu memperoleh ridho manusia?""Lalu apa yang harus ku lakukan?""Bertaubatlah dan jangan mendahului Allah dan Rasulnya, Janganlah melampaui batas dalam beragama, dan tetaplah jaga perintah Allah. Jauhi dosa kecil dan besar, baik tersembunyi dan terang-terangan. Dan bersegeralah meraih ampunan Allah, sungguh kelak di hari kiamat engkau akan melihat catatan amalmu yang akan mengantarmu ke neraka atau ke surga. Tiada seluruh manusia yang ridho dengan manusia yang lain, maka carilah ri

  • Petualangan Nerva   Bab Pertama : Kesimpulan

    1. Cerita ini tidak ada unsur menyinggung, hanya sebagai cerita perumpamaan.2. Bukan bertujuan menyihir orang lain3. Tidak bermaksud memjual agama harga murah. Karena saya jual kisah hikmah sebagai penambah semangat beribadah dan adab4. Sesuai judul penerbit. Good Novel berarti Novel Bagus. Saya hanya tertarik dgn judulnya, kalau ternyata kebanyakan isinya selain buku saya banyak tercipta buku prostitusi maka saya berlepas tangan.5. Jika Antum orang yg lebih paham agama daripada saya. Maka utamakan Tabayun daripada Thatayur6. Orang Kaya dan Alim tapi pelit lebih mulia daripada orang miskin tapi gemar beli koin supaya bisa baca novel prostitusi.7. Islam tetaplah sempurna tanpa novel nerva8. Saya bertaubat dari menulis novel dan saya sekarang berlepas diri dgn Novel ini setelah saya ajukan penghapusan ke admin9. Laa Illaha Illallah... Sya lebih suka dibenci orang Musyrik, Munafik, Kafirin, daripada dibenci meski 1 orang mukmin 🙏

  • Petualangan Nerva   Bagian Pertama : Penantian yang Panjang

    Kuda kami beradu cepat menyusuri lorong hutan oak dengan disambut hujan petir dari langit dan rentetan anak panah yang menghujani langkah kami dari gerombolan perampok tengik yang siap memporak -porandakan negeri-negeri islam yang telah berdiri sejak kekhalifahan Abu Bakar ash Shidiq."Aku akan menjadi tameng untuk lolos dari pengepungan mereka. Cepat! ambil lembingmu dan serang lurus ke arah pemimpin mereka., aku akan mulai hancurkan kroco-kroco mereka satu persatu." Hasan memberiku aba-aba menjalankan stategi serangan membabi buta dua orang melawan 1000 pasukan berkuda Mongol.Aku berdiri di atas kuda liar yang kujinakan dari negeri Moor sembari memasang kuda-kuda untuk melempar lembing ke arah kepala calon khanate yang mencari gara-gara demi mendapatkan pengakuan sang Dukun Agung, Jengis Khan.Slappsss....Jebreet! "Hmmmp meleset" Lembing itu mengenai pundak calon khanate hingga dirinya terplanting dari kuda yang ingin menabrakku sejauh 5 meter. Kemudian aku melompat dari kuda menda

  • Petualangan Nerva   Bagian Pertama : Durjana yang Memiliki 1 Kesedihan

    Keberangkatanku menuju cita-citaku selama bertahun-tahun membawa berbagai kemungkinan-kemungkinan yang saat ini aku pikirkan solusinya. Sepintas aku mengambil sarung pedangku dan ku tarik bilahnya dari sarungnya. Banyak sekali karat yang mengotori pedangku karena malasnya diriku membersihkan darah para korban keganasanku di medan perang."Ini ambillah" Pedang Mongol yang berkilau warna zamrud disodorkannya kepadaku, oleh seorang yang ku anggap aneh bin ajaib."Haa? Kenapa harus ku pakai pedang milik setan itu?""Kau tahu ini sangat berharga untuk menghancurkan mulut kafirin itu. Dengan bahan yang ringan bergagang bambu kemudian ada tutup pada ujung gagang ini. Nah seketika engkau buka tutup sedikit ini maka mengalirlah racun keluar menuju lubang sekecil lubang jarum yang terhubung pada bilah pedang.""Coba kulihat!" Aku merampas cepat pedang yang ia bawa. Setelah kubuka sedikit tutup pada gagang bilah seketika memancar racun hijau yang mematikan itu, tidak tercium bau menyengat tetapi

  • Petualangan Nerva   Merajut Tali Untuk Tali Penambat Rumah Keabadian

    "Nerva.. Nervaaa...lihat ini, ada bunga lavender yang saanggaaat indah..." Baru kali ini aku melihat Ruqqayah seantusias ini melihat pemandangan di sepanjang jalur sutra yang kami lewati. Aku hanya tersenyum sembari menyimpan kesedihan memikirkan bagaimana nasib ibuku disana.Kemudian Ruqqayah memetik 3,4 dan wah, wah banyak sekali hingga sampai satu pelukan?"Ruqayyah, apa yang kamu lakukan? 😅 Jangan kamu rusak lingkungan disini....!!" Aku berusaha menyadarkan Ruqqayah agar tidak rakus dengan tanaman lavender sebanyak itu.."Nananana..." Ruqqayah cuman bernyanyi-nyanyi nada girang tanpa mau menoleh terhadapku. setelah hampir 10 gantang tanaman lavender baru dirinya berhenti berbuat aneh."Suamiku, tolong kemari..." Ajaknya penuh mesra"Iya aku kesana"" Tolong ikat ini per 50 tanaman dan engkau tata memanjang di bawah pohon bidara disana, oke?"iya-iya tuan putri" Ngos-ngosan aku mengangkut tanaman lavender ini jauh hingga dibawah pohon bidara. Tapi demi istriku yang cantik ini apa

DMCA.com Protection Status