Jason berusaha berpikir jernih, kegilaan apalagi yang harus dilewatinya setelah membobol tempat kerjanya sendiri, melompat dari gedung ke gedung seperti Spider-Man, dan kini si Penelepon itu malah menyuruhnya ke Bali seolah memerintahkannya untuk liburan.
"Yang benar saja!" Gerutu Jason dalam kegelapan di tempat yang sepi itu. "Gue sudah melakukan hal yang lu mau.""Sabar." Kata si Penelepon dengan nada yang sangat tenang. "Ini hanya perjalanan biasa. Tapi dengan cara yang tak biasa bawa koper itu besok pagi ke titik koordinat yang gue kasih. Lebih tepatnya di Pulau Bali. Tempat yang aman untuk koper itu.""Kenapa nggak lu ambil saja di suatu tempat di di sini, di Jakarta! Hah?""Ini rumit, Jason." Terdengar kalau si Penelepon sedang menghembuskan nafas dalam-dalam. "Koper itu sekarang sedang diburu oleh banyak orang. Lu yang punya kemampuan buat bawa kabur. Alasan lainnya, gue belum kasih tahu.""Lu minta gue bawa besok?" Tanya Jason sembari menoleh ke kanan dan kiri, mencurigai ada orang di sekitarnya. "Gue bakal bawa nih koper sialan asalkan lu jamin keselamatan istri gue!""Bagus!" si Penelepon itu langsung menyambar dengan nada girang. "Ya, tentu saja istri lu aman di sini. Tapi ingat, lu jangan bawa koper itu lewat bandara. Lu harus lewat jalur tikus."Jason mengerti, membawa koper itu ke bandara sama saja dia cari mati dan petugas bandara akan mencurigainya. Tapi kemudian Jason bertanya lagi, "Kenapa lu nggak menyuruh anak buah lu buat mengantarkan gue ke sana?""Sial, Jason. Gue nggak percaya sama anak buah gue untuk urusan yang vital seperti ini. Sekarang bagaimana lu bisa sampai ke sini, lu harus memikirkannya sendiri. " Sambungan telepon terputus.Jason kembali meletakan ponselnya ke saku jaket dan menenteng koper itu di pinggangnya. Berlari kecil menelusuri lorong kecil yang gelap dan sepi sejauh beberapa meter sampai dia tiba di tepi jalan raya dan menyetop sebuah taksi."Hotel Verizon." Perintah Jason pada sopir taksi."Siap bang." Kata sopir taksi dan langsung mengebut.Jelas sekali kalau sekarang Jason sedang kebingungan dan sangat mengkhawatirkan keadaan Shani. Namun saat esok tiba, dirinya harus punya rencana bagaimana caranya agar dia bisa sampai ke Pulau Bali tanpa harus lewat jalur resmi bandara.Ponsel Jason bergetar, sebuah pesan dari si Penelepon, sebuah titik lokasi yang harus ia datangi dan membawa kopernya ke sana. Dalam peta digital di ponsel Jason, terlihat titik lokasi itu berada di Kota Denpasar. Saat memperhatikan peta itu dengan seksama, layar ponsel Jason berubah, sebuah panggilan masuk. Dari Tommy.Jason langsung membuka sambungannya dan terdengar suara Tommy dari sana, "Bro, lu yang bobol gedung itu? Ada beritanya di medsos. Pasti ada masalah besar kan? ada apa?""Belum bisa gue jelasin sekarang. " Jawab Jason dan langsung menutup teleponnya.Jason berkata pada sopir taksi yang tengah menyetir. "Mas, boleh pinjam handphone-nya sebentar? Handphone saya baterainya habis nih. ""Oh, boleh-boleh aja." Jawab sopir taksi dengan ramah dan memberikannya ponselnya yang kunci layarnya sudah dia buka.Jason memencet tombol beberapa saat dan dia melakukan panggilan telepon ke Tommy. "Ini gue Tom, Jason.""Kenapa lu ganti nomor? Jas, jelaskan semuanya gue! Ini sebenarnya ada apa?""Kita ketemu di Hotel Verizon sekarang. Gue ganti nomor karena gue tahu handphone gue sedang disadap. Cepat ke Hotel Verizon sekarang juga kita bicarakan di sana." Jelas Jason dan langsung menutup sambungannya lagi kemudian mengembalikan ponsel itu ke sopir taxi, "Terima kasih mas. ""Sama-sama."***Bak seperti di film-film, Jason dan Tommy tiba di lobby Hotel Verizon nyaris dalam waktu bersamaan. Tommy nampak panik saat itu namun Jason memintanya untuk menahan sendiri sampai mereka masuk ke dalam kamar hotel dan Jason akan menjelaskan semuanya."Ini terlalu gila dan terlalu mendadak!" Kata Tommy yang sudah mendengar penjelasan Tommy, dia tampak bersandar pada kursi empuk di kamar hotel itu. Sementara Jason duduk di atas tempat tidur dengan wajah yang masih sedang berpikir."Ini pasti ulah di Satia, kan?" Tebak Tommy."Bukan. Jelas bukan, buat dia melakukan itu? Dia bisa melakukannya sendiri tanpa menyuruh gue. Sekarang justru Satia Utama adalah musuh besar gue, dia pasti sedang memburu koper ini."Tommy menoleh pada koper berwarna perak menyala yang diletakan di atas meja yang tepat ada di hadapannya dan kemudian bangkit dari kursinya. Mendekati koper itu dan menatapnya lekat-lekat. "Apa yang ada dalam koper ini sampai-sampai terjadi keributan? Seandainya gue tahu kata sandinya."Jason tidak menanggapi perkataan Tommy, tatapannya masih kosong memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Tommy tahu apa yang dipikirkan Jason dan berkata, "Kita bisa pakai mobil gue buat pergi ke Surabaya besok dan kita bisa menyebrang menggunakan kapal pesiar milik bos Coki""Jangan sampai orang lain tahu, ini bisa membahayakan istri gue! Cuma lu yang bisa dipercaya saat ini, jangan bawa-bawa bos Coki.""Oke, oke. Kalau gitu gue bakal ngomong ke dia kalau gue bakal meminjam kapalnya buat liburan aja. Gimana?""Tapi gue harus berangkat sendiri. Pakai mobil lu. Kalau ketahuan gue nggak sendirian, bisa berbahaya. "Tommy menghela nafas, "Oke, terserah lu. Yang penting gue bisa bantu lu, Jas."Terdengar suara ketukan pintu kamar dan Jason serta Tommy tampak heran kenapa ada petugas hotel yang datang pada tengah malam begini. Tommy sudah siap dengan pistol yang ia pasang di belakang celananya. Jason membuka pintu, seorang berpakaian jas lengkap tampak menodongkan pistol ke arah Jason. Dengan sigap Jason merampas pistol itu dan menjepit lengan pria berjas tersebut.Tommy berlari dan membantu Jason dia dengan brutal memukuli pria berjas itu saat sudah jatuh ke lantai."Stop!" Seru Jason pada Tommy."Siapa yang nyuruh lu, anjing!"Pria itu tampak sangat kaget dan wajahnya malah menjadi memelas. "Gue, gue suruhannya Satia Utama buat merampas koper itu. Jangan bunuh gue!"Jason melangkah keluar dari ruangan kamar hotel itu dan melihat di lorong untuk memastikan apakah ada orang lain atau tidak, lorong itu begitu sepi dan berkata pada Tommy yang sedang mengintrogasi orang asing yang menyerang mereka, "Kita harus pergi dari sini, sekarang juga."Tommy mengangguk dan mendorong orang asing itu sampai terjatuh dan wajahnya sudah berdarah-darah. Jason dan Tommy berlari menuruni tangga hotel dan menuju tempat parkir untuk menaiki mobil Tommy. Jason melihat jam tangannya saat dia masuk ke dalam mobil, pukul 02:00 dinihari. "Kita dikejar, kita harus lari sejauh mungkin." Kata Jason saat Tommy menyalakan mesin mobil dan melaju dengan cepat meninggalkan pelataran Hotel Verizon yang tampak sepi. Tommy yang menyetir dengan sangat kencang bertanya, "Kenapa Satia Utama bisa tahu lu ada di mana, ada di hotel?""Pasti ada yang memata-matai, apa ada orang lain tahu kalau lu keluar menemui gue?"Tommy menggeleng, "Tidak ad
Seorang wanita yang berbaring di tempat tidur terbangun dari tidurnya ketika waktu menunjukan sekitar tiga pagi dan dia menyalakan lampu kamar, nama wanita itu adalah Diandra. Di sebelahnya terdapat seorang pria yang usianya sebelas tahun lebih tua darinya. Diandra melangkah ke sebuah lemari es dan mengambil gelas yang ada di atasnya, menuangkan air ke gelas itu dan kembali duduk di tempat tidurnya untuk meminum air dalam gelas tersebut. Pria di sebelahnya, Rehan, terbangun, memicingkan mata dan memandang Diandra yang sedang meletakan gelasnya di meja. "Kebangun ya? Udah jam berapa ini?""Jam tiga " Jawab Diandra. Rehan yang tampaknya masih telanjang dada bangun dan duduk yang lalu bergeser mendekati Diandra. Rehan menyentuh dan mengusap punggung lalu bahu Diandra dan memeluknya dari belakang. Rehan membisikan sesuatu pada Diandra, "Daripada diam bagaimana kalau kita lakukan sekali lagi?"Diandra hanya diam dan tak melakukan apa-apa. Saat Reha
Tommy menutup sambungan teleponnya saat itu dan berada di dalam kamar mandi, memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana dan memakai kembali kemejanya. Dengan penuh senyum kemenangan dia membuka pintu dan berjalan menuju ruangan tengah. "Jas, Diandra. Di mana kalian?" Tommy melihat ruangan itu tidak ada siapa-siapa dan berjalan menuju dapur, juga tidak menemukan siapa-siapa. Lantas dia berlari ke kamar Diandra, juga tidak ada. Tommy pun mulai curiga dan berlari menuju halaman depan. Mobil jenis sedan milik Diandra yang terparkir sudah tidak ada. Mereka sudah pergi. "Bangsat, sialan!" Gerutu Tommy yang kemudian menggaruk dan memegangi kepalanya sendiri. Dia panik sendiri dan mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya. ***Jason yang menyetir mobil pagi itu menyusuri jalan raya untuk keluar dari Jakarta dan Diandra berada di sampingnya. "Gue nggak menyangka Tommy akan berkhianat. Hampir saja terjadi kesalahan fatal. Gue nggak tahu harus bilang apa.""Tomm
Saat Tommy mengerang kesakitan dan memegangi kakinya, dia berusaha menjangkau pistol miliknya yang ikut terjatuh, namun Benny menendang pistol itu hingga jauh. "Bodoh sekali jika orang sepertimu membodohi kami, lu kira lu bakal punya tempat istimewa di tim ini? Lu salah besar. Apa maksud lu membodohi kita?""Gue," kata Tommy sambil menahan kesakitan. "Gue akan balas kalian."Benny mengayunkan kakinya tepat ke arah dada Tommy dengan sekeras-kerasnya. "Kemana mereka?"Tommy tersengal-sengal dan batuk-batuk. "Untuk apa gue memberi tahu kalian?"Benny sudah sangat kesal, dia menarik senjatanya dan menaruh moncong pistolnya ke dahi Tommy. "Sampai jumpa!""Tunggu!" Teriak seseorang yang ada di belakang Benny. Salah seorang anak buahnya. "Pak, sebaiknya kita jangan bunuh dia, karena dia anak kesayangannya bos. Kita belum punya perintah untuk membunuhnya. Kalau dia mati bisa saja bos marah besar."Benny berpikir sejenak, dia melepaskan m
Dua orang pria turun dari mobil di depan halaman rumah Diandra. Salah satunya masih berusia sekitar dua puluh tahunan dan salah satunya lagi pria berusia empat puluh tahunan. Pria yang lebih muda itu bernama Erick, dia bersama dengan seorang dokter yang membawa tas yang berisi peralatan medis. Wajah Erick tampak panik dan terburu-buru, diikuti oleh si dokter, Erick membuka pintu rumah Diandra. Mereka melihat Tommy yang terbaring di sebuah sofa,bagian atas kakinya diikat dengan kain tebal dan penuh dengan darah. Wajah Tommy penuh keringat dan menahan rasa sakit. "Cepatlah!"Sejenak Erick tampak bengong sampai ia berkata pada dokter, "Cepetan dok!"Dokter itu dengan sigap menaruh tasnya tepat di meja ruang tamu itu dan membuka sejumlah peralatan bedah yang dibawanya. Meraih jarum suntik dan memasukan sebuah cairan ke dalamnya dan menyuntikan itu ke kaki Tommy. "Kenapa bisa terjadi bang?" tanya Erick ketika dokter memulai pekerjaannya mengangk
Flashback12 Tahun SebelumnyaSaat itu Jason masih berusia 24 tahun namun memiliki peranan dan posisi penting di dalam kelompoknya Coki yaitu selaku pemimpin eksekutor lapangan. Tugasnya seperti memeras dan menyuap pejabat, memantau aktivitas di daerah kekuasaan Coki, sampai dengan eksekutor permintaan dari klien. Jason melakukan itu bersama-sama dengan Tommy dan mereka selalu berhasil dalam tugasnya sehingga mendapatkan respek dari Coki. Coki memandang mereka sebagai dua orang yang pemberani dan tak takut mati. Saat itu Jason ditugaskan untuk mengancam seorang pengusaha muda bernama Wisnu agar perusahaan real estatenya tidak beroperasi di daerah kekuasaan milik Coki. Karena sudah ada pengusaha lain yang sudah menguasai daerah itu dan pengusaha itu adalah kliennya Coki yang sudah membayar Coki dengan harga yang sangat mahal. Kilas balik ini merupakan salah satu titik terpenting dalam jarir Jason yang berkecimpung sebagai orangnya Coki. Wisnu ada
Wisnu Aditya, kaya raya dari warisan dan punya bisnis di sana-sini termasuk stasiun televisi. Wisnu sudah menikah dengan artis ternama yang namanya Vera Andriana. Pernikahan keduanya disorot oleh media sekitar enam tahun yang lalu karena Vera hamil duluan, sorotan media saat itu begitu tajam walaupun belum ada media sosial. Kali ini Wisnu dihadapkan oleh masalah bisnisnya sendiri, dijegal oleh mafia. Bisnis propertinya yang kian pesat sekarang menghadapi masalah serius. Saat itu sore hari dan hujan yang rintik-rintik membasahi tanah Kota Jakarta dan jalanan dipenuhi oleh kendaraan orang-orang yang pulang dari aktivitas. Wisnu yang menaiki mobil Mercedes-Benz C200 dan dikemudikan oleh sopirnya melihat ke keluar dengan tatapan yang kosong. Jelas kalau dirinya masih kesal dengan kedatangan Jason dan Tommy yang mengancamnya, Wisnu tahu siapa Coki tapi dirinya percaya diri bisa menanganinya. Ponsel Wisnu berdering, ada seseorang yang menelepon. Wisnu mengangkat telep
Di sebuah ruangan yang cahayanya temaram, seorang wanita sedang duduk di kursi kayu dan badannya diikat, wanita itu bernama Widya. Dia baru saja dipaksa untuk menelepon seseorang, lebih tepatnya menelepon Vera. Dua orang yang ada di hadapannya kini adalah Jason dan Tommy. Widya tampak ketakutan dan menangis ketika ponselnya direbut oleh Tommy. "Bagus, menurutlah kalau ingin selamat.""Kalian siapa?" Suara wanita berusia empat puluh tahunan awal itu begitu bergetar, sangat ketakutan. "Kami hanyalah petugas." Jason melangkah lebih dekat pada Widya. "Anda tenang saja. Ini tidak akan lama dan tidak akan ada nyawa yang melayang selagi semua pihak bisa diajak kerjasama.""Langsung saja?" tanya Tommy pada Jason yang membuat Widya kebingungan apa maksudnya. Jason mengangguk. Tommy mengeluarkan alat dari sakunya, berupa jarum suntik dan sebuah botol berisi cairan. Benda itu membuat Widya terbelalak dan dan hendak menjerit, namun dengan sigap Jason membun
Flashback SelesaiJason membanting ponselnya ke dashboard dan sejenak ia berusaha untuk kembali berpikir jernih dia mencari sesuatu, mencari bantuan agar bisa sampai secepatnya ke tempat yang diinginkan oleh si penculik, walau sebenarnya Jason juga merasa dipermainkan oleh si penculik itu. Tak ada jalan lain lagi selain pergi ke bandara dan menyembunyikan koper itu, pikirnya. Maka Jason menyalakan mesin mobilnya, tapi ponselnya keburu berbunyi lagi. Mengira itu dari si penculik ternyata sebuah panggilan video dari Diandra. Jason melihat wajah Diandra yang memenuhi layar saat Jason akan menceritakan semuanya malah Diandra yang bicara duluan, "Jas, gue punya ide yang brilian. Di mana lu sekarang? Kita bisa berangkat dengan menggunakan jet pribadi?""Jet pribadi?" Jason heran. "Lu punya jet pribadi?""Sudah lah nanti penjelasannya, yang penting di mana posisi lu sekarang?""Dra, orang itu, penculik itu pasti sudah menyadap ponsel milik gue. Akan bahaya kalau l
Jason terbangun dari tidurnya, matanya masih terasa berat walau ini sudah jam sepuluh pagi, semalam adalah tugas yang cukup menguras tenaga, Jason lebih memilih untuk tidur lagi jika bisa. Tapi hari ini Coki mengundangnya ke markas bersama dengan Tommy. Penting sekali, itu kata-kata yang dia dengar dari Coki kemarin. Bangun dari tempat tidur, Jason membuka tirai kamarnya dan seberkas cahaya masuk membuat Jason menyipitkan mata. Jason tinggal di apartemen sederhana sendirian dan dia begitu asyik menikmatinya. Dia tak habis pikir kenapa Tommy memaksanya untuk punya pasangan, padahal Tommy sendiri sering berganti-ganti pasangan dan tak jelas arah hubungannya. Baru saja selesai mandi dan berpakaian pintu sudah ada yang mengetuk, tanpa disuruh buka Tommy membukanya sendiri dan nyelonong masuk. "Wah, gue telepon dari pagi kenapa nggak diangkat?""Kenapa harus pagi-pagi? Seperti anak rajin saja."Tommy tertawa ringan, dia menatap berkeliling ruangan apartemen Jason.
Flashback KembaliWisnu merasakan sesak yang aman sangat dalam hidupnya, baru saja ia membina keluarga yang dirasakannya begitu membahagiakan, kini dia harus membiasakan diri kalau wanita yang dicintainya sudah tidak ada. Wisnu harus menjelaskan pada anaknya, Dandi bagaimana ibunya pergi untuk selama-lamanya. Jiwa Wisnu semakin terguncang ketika melihat kesedihan Dandi yang begitu mendalam, ketika ia melihat Dandi menatap jenazah ibunya seakan meremukkan jiwanya berkeping-keping. Wisnu tak bisa berpikir apa-apa sampai-sampai ia mengira akan melakukan pembalasan. Polisi setiap hari mendatangi Wisnu untuk memintai keterangan supaya pelaku pembunuhan cepat tertangkap, tapi Wisnu juga tahu kalau itu hanyalah formalitas karena dalang pembunuhannya tidak akan bisa diungkap. Butuh waktu sebulan bagi Wisnu untuk bisa memulihkan mentalnya agar bisa kembali bekerja di perusahaan yang ia pimpin. Semua karyawan menunjukan simpati padanya. Dia baru saja meminta file rekaman CC
Tommy dengan kaki kiri yang pincang dan menggunakan penyangga bersusah payah berjalan di pelataran halaman rumah besar dan itu adalah markas Coki. Orang-orang yang berjaga di sana kira-kira ada belasan orang dan semuanya menatap Tommy dengan heran. Salah seorang dari mereka yang paling muda mendekatinya. "Bang, kaki lu kenapa?""Bukan urusan lu, di mana tuan bos?" Tommy terus berjalan menggunakan penyangga sambil tergopoh-gopoh."Ada di dalam.""Sudah sana minggir, gue nggak kenapa-kenapa." Tommy melangkah sampai ke hadapan Coki yang sendirian di balik meja dengan wajah yang serius. Sorot matanya begitu penuh curiga pada Tommy. "Bos, ini semua salah paham." kata Tommy, saya waktu itu teledor sampai informasinya bisa bocor. Bukan maksud saya untuk berkhianat, saya minta kebijaksanaan anda, bos. Pekerjakan saya kembali untuk mencari Jason.""Duduklah dulu." perintah Coki. "Sepertinya terluka parah. Siapa yang anak buah gue yang menembak lu?""Tidak penting." j
Flashback SelesaiWisnu duduk di depan meja di ruangan tempat Shani disekap. Dia sedang memakan nasi goreng buatannya sendiri dengan lahap, di meja tersebut makanan Shani belum juga dimakan. "Ayolah, kita makan bersama. Ini tidak diracun, kalau lu sakit gue yang akan disalahkan. Yakinlah suami lu tercinta bisa berhasil. Akan sama mudahnya ketika dia dulu menculik dan melepaskan istri gue sampai nyawanya hilang."Shani yang sudah sangat lapar mendekat dan meraih roti sandwich di sebelah piring berisi nasi, dia memakan roti isi tuna itu dengan lahap. "Nah, begitu. Makanlah selagi ada." kata Wisnu. "Sekarang lu jangan menyalahkan gue untuk keadaan sekarang. Salahkan diri lu sendiri karena mau menikah dengan orang yang dulunya bajingan. Sekarang lu sendiri yang menuai akibatnya kan?" Wisnu lalu meminum habis segelas air putih. "Kenapa lu begitu dendam?" kata Shani yang telah menelan sepotong roti sandwich itu. "Gue yakin istri lu tidak menginginkan semua ini, kala
Dua pria itu kabur begitu saja dengan motornya, melaju dengan cepat. Vera memegangi lehernya yang sudah dihinggapi peluru dan darah bersimbah ke mana-mana membasahi kemeja putihnya. "Veraaaa!" Wisnu menjerit sejadi-jadinya. Dia memegangi tangan istrinya yang sekarat, mata Vera perlahan tertutup dan suara rintihannya semakin menghilang, Wisnu memeluk istrinya itu dan menangis keras. Sebuah peristiwa yang sangat mengejutkan. "Veraaa! tidak!"Warga sekitar yang mendengar suara itu lantas berhamburan dan mengerumuni mobilnya Wisnu. Tapi sudah terlambat, Vera sudah meregang nyawa di pelukan Wisnu. Sementara Wisnu berteriak luar biasa dan menangis. Para warga mencoba mendekatinya dan salah satu dari mereka menelepon rumah sakit untuk mendatangkan ambulan. ***Jason dan Tommy mendapatkan ucapan selamat dari Coki saat mereka duduk di ruang rapat dan hanya ada mereka bertiga Coki, Tommy, dan Jason. "Kalian memang luar biasa dan tak pernah gagal dalam menjalankan misi,
"Pak, ada seseorang yang ingin menemui anda, namanya Wisnu. Katanya ada perjanjian penting dengan anda." Ucap salah satu ajudan Satia Utama di ruangannya. "Bagus, suruh saja dia masuk. Sambut dia dengan sopan." Satia yang duduk di sofa empuk dengan santainya tersenyum dan mengusap-usap dagunya. "Baik, pak."Langkah kaki yang cepat itu semakin dekat di ruangannya Satia dan ia melihat raut panik yang tak karuan di wajah Wisnu. "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu, Pak Wisnu yang terhormat?" senyum licik Satia begitu terpancar dan menyebalkan. "Cepat lepaskan istri saya, dia tidak bersalah apa-apa. Ambil apapun dari saya termasuk proyek yang anda inginkan!" pinta Wisnu, wajahnya memelas. Seringai wajah Wisnu semakin menyebalkan. "Kenapa anda tidak lakukan ini sedari awal, kan kita tak usah capek berkeringat dan buang-buang tenaga kalau anda menurut. Apa jaminannya kalau anda akan patuhi keinginan kami?""Saya akan batalkan semua proyeknya hari ini
Di sebuah ruangan yang cahayanya temaram, seorang wanita sedang duduk di kursi kayu dan badannya diikat, wanita itu bernama Widya. Dia baru saja dipaksa untuk menelepon seseorang, lebih tepatnya menelepon Vera. Dua orang yang ada di hadapannya kini adalah Jason dan Tommy. Widya tampak ketakutan dan menangis ketika ponselnya direbut oleh Tommy. "Bagus, menurutlah kalau ingin selamat.""Kalian siapa?" Suara wanita berusia empat puluh tahunan awal itu begitu bergetar, sangat ketakutan. "Kami hanyalah petugas." Jason melangkah lebih dekat pada Widya. "Anda tenang saja. Ini tidak akan lama dan tidak akan ada nyawa yang melayang selagi semua pihak bisa diajak kerjasama.""Langsung saja?" tanya Tommy pada Jason yang membuat Widya kebingungan apa maksudnya. Jason mengangguk. Tommy mengeluarkan alat dari sakunya, berupa jarum suntik dan sebuah botol berisi cairan. Benda itu membuat Widya terbelalak dan dan hendak menjerit, namun dengan sigap Jason membun
Wisnu Aditya, kaya raya dari warisan dan punya bisnis di sana-sini termasuk stasiun televisi. Wisnu sudah menikah dengan artis ternama yang namanya Vera Andriana. Pernikahan keduanya disorot oleh media sekitar enam tahun yang lalu karena Vera hamil duluan, sorotan media saat itu begitu tajam walaupun belum ada media sosial. Kali ini Wisnu dihadapkan oleh masalah bisnisnya sendiri, dijegal oleh mafia. Bisnis propertinya yang kian pesat sekarang menghadapi masalah serius. Saat itu sore hari dan hujan yang rintik-rintik membasahi tanah Kota Jakarta dan jalanan dipenuhi oleh kendaraan orang-orang yang pulang dari aktivitas. Wisnu yang menaiki mobil Mercedes-Benz C200 dan dikemudikan oleh sopirnya melihat ke keluar dengan tatapan yang kosong. Jelas kalau dirinya masih kesal dengan kedatangan Jason dan Tommy yang mengancamnya, Wisnu tahu siapa Coki tapi dirinya percaya diri bisa menanganinya. Ponsel Wisnu berdering, ada seseorang yang menelepon. Wisnu mengangkat telep