Seorang wanita yang berbaring di tempat tidur terbangun dari tidurnya ketika waktu menunjukan sekitar tiga pagi dan dia menyalakan lampu kamar, nama wanita itu adalah Diandra. Di sebelahnya terdapat seorang pria yang usianya sebelas tahun lebih tua darinya. Diandra melangkah ke sebuah lemari es dan mengambil gelas yang ada di atasnya, menuangkan air ke gelas itu dan kembali duduk di tempat tidurnya untuk meminum air dalam gelas tersebut.
Pria di sebelahnya, Rehan, terbangun, memicingkan mata dan memandang Diandra yang sedang meletakan gelasnya di meja. "Kebangun ya? Udah jam berapa ini?""Jam tiga " Jawab Diandra.Rehan yang tampaknya masih telanjang dada bangun dan duduk yang lalu bergeser mendekati Diandra. Rehan menyentuh dan mengusap punggung lalu bahu Diandra dan memeluknya dari belakang. Rehan membisikan sesuatu pada Diandra, "Daripada diam bagaimana kalau kita lakukan sekali lagi?"Diandra hanya diam dan tak melakukan apa-apa. Saat Rehan membelai rambut Diandra dan hendak menciumnya terdengar suara ketukan keras di pintu depan yang membuat keduanya terperanjat. Diandra bangkit dan langsung berjalan menuju pintu depan. Sementara Rehan sibuk memakai baju kemejanya sambil pontang-panting seperti orang yang sedang mesum digerebek warga. Rehan lantas mengikuti Diandra dan saat Diandra membuka pintu, terlihat dua orang pria dengan tampang lusuh dan lelah. Jason dan Tommy."Tommy? Jason?" Kata Diandra kebingungan. "Kenapa kalian dan kenapa datang ke sini?""Ceritanya panjang. " Jawab Tommy terburu-buru. "Kita harus masuk ke dalam dan ceritakan semuanya, ini menyangkut nyawa manusia. Kita perlu bantuan lu, setidaknya buat berlindung."Diandra ingin bertanya lagi tapi bingung harus berkata apa, dia mempersilahkan mereka berdua masuk.Jason dan Tommy menatap Rehan dengan heran. "Siapa orang ini?" Tommy menunjuk Rehan dan bertanya pada Diandra."Dia CEO tempat gue kerja. " Jawabnya."Suruh dia pergi." Pinta Tommy, dia menunjukan wajah jijik saat melihat Rehan."Hei, siapa lu ngusir-ngusir gue?" Protes Rehan."Lu harus pergi." Kini giliran Jason yang mengusir. "Ini urusan yang seharusnya lu nggak tahu.""Gue pacarnya Diandra, kenapa gue harus diusir, hah?"Diandra mengerutkan kening dia berkata, "Re, kamu sebaiknya pergi. Nanti aku hubungi lagi ya.""Memangnya ada apaan sih?" Rehan bersikeras tak mau pergi.Tommy meraih pistol dari balik celananya, menodongkan tepat di wajah Rehan. "Pergi sekarang atau kepala lu hancur."Mendadak Rehan bergetar dan panik bukan main. "Oke, oke. Santai bro, santai.""Apaan sih Tom, lu berlebihan!" Bentak Diandra. "Rehan kamu juga cepetan pergi!"Rehan lari tunggang langgang dan secepat angin menghilang dari pandangan mereka."Mainan lu yang ke berapa?" Sinis Tommy."Bukan urusan lu, sekarang katakan apa yang terjadi?"Saat mereka duduk di ruangan tengah. Jason menjelaskan, "Shani, istri gue diculik oleh orang yang tidak dikenal. Penculik itu menyuruh gue untuk membawakan sebuah koper, koper ini. Untuk dibawakan ke tempat dia. Koper inilah biang masalahnya, gue nggak tahu isinya apa dan ini terkubur selama bertahun-tahun di sebuah gedung tempat gue bekerja. Banyak orang yang memburu koper ini dan salah satunya adalah yang sedang mengejar gue, Satia Utama."Diandra terkesiap. "Pejabat brengsek itu?""Dialah pemilik dari koper ini, dan sedang memburunya kembali. Sedangkan si penculik Shani adalah orang yang berusaha merebutnya.""Jas," kata Diandra. "Gue turut prihatin, tapi apa yang gue bantu saat ini?""Berlindung sementara setidaknya sampai besok siang dan gue pinjam mobil lu. Penculik itu meminta gue untuk mengantarkan koper perak ini ke Bali.""Ke Bali?""Ya, dan gue nggak bisa lewat jalur resmi bandara kalau bawa koper ini. Gue perlu bantuan Tommy juga. "Diandra sepakat membantu Jason, mereka diizinkan untuk menginap sampai besok siang. Jason tidur di sofa di ruangan tengah bersama dengan Tommy dan Diandra tidur di kamarnya. Jason sudah sangat mengantuk meskipun hatinya sama sekali tidak tenang.Jason yang bangun ketika waktu menunjukan pukul sembilan pagi, dia bangkit dari sofa, tidak ada Tommy di sana. Jason menuju dapur, dan melihat Diandra sedang menyiapkan sarapan berupa telur mata sapi."Sebaiknya makan dulu sebelum perjalanan jauh. " kata Diandra, meletakan makanan di meja."Di mana Tommy?""Di Kamar mandi.""Laki-laki yang itu, dia pacar lu?"Diandra tersenyum. "Memangnya kenapa?""Gue cuma nanya doang. " Jason balas tersenyum. "Pesona lu gila sampai-sampai seorang CEO bertekuk lutut."Diandra tertawa. "Ya, gue juga nggak tahu serius atau tidak sama dia. Bisa saja gue cuman menguras uangnya saja kan? Lu makan dulu aja."Jason tak nafsu makan namun mau tak mau dia harus makan agar bisa berpikir lebih jernih. Dia duduk di meja makan dan mulai sarapan. Sementara Diandra meninggalkan dapur dan ruang makan itu dengan maksud untuk pergi ke kamar kecil.Tapi di kamar mandi masih ada Tommy. Saat Diandra hendak mengetuk pintu kamar mandi untuk mengingatkan supaya Tommy cepat-cepat. Terdengar suara Tommy yang seperti berbicara pada seseorang."Iya bos, lokasinya akan gue kirim sekarang juga. Tidak ada siapa-siapa kecuali satu cewek, sepupu gue. Ya, Diandra yang waktu itu pernah ketemu. Bawa aja pasukan yang banyak bila perlu, tahu sendiri kan dia licin seperti belut. Oke, laksanakan bos."Diandra tercekat dan hampir saja menjerit mendengar percakapan Tommy dengan seseorang di telepon. Diandra berusaha melangkah dengan cepat tanpa menimbulkan suara. Dia berlari kembali ke ruang makan, Jason yang sedang sarapan dia tarik lengannya. "Ayo, kita harus pergi sekarang juga. Ini Bahaya!"Tommy menutup sambungan teleponnya saat itu dan berada di dalam kamar mandi, memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana dan memakai kembali kemejanya. Dengan penuh senyum kemenangan dia membuka pintu dan berjalan menuju ruangan tengah. "Jas, Diandra. Di mana kalian?" Tommy melihat ruangan itu tidak ada siapa-siapa dan berjalan menuju dapur, juga tidak menemukan siapa-siapa. Lantas dia berlari ke kamar Diandra, juga tidak ada. Tommy pun mulai curiga dan berlari menuju halaman depan. Mobil jenis sedan milik Diandra yang terparkir sudah tidak ada. Mereka sudah pergi. "Bangsat, sialan!" Gerutu Tommy yang kemudian menggaruk dan memegangi kepalanya sendiri. Dia panik sendiri dan mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya. ***Jason yang menyetir mobil pagi itu menyusuri jalan raya untuk keluar dari Jakarta dan Diandra berada di sampingnya. "Gue nggak menyangka Tommy akan berkhianat. Hampir saja terjadi kesalahan fatal. Gue nggak tahu harus bilang apa.""Tomm
Saat Tommy mengerang kesakitan dan memegangi kakinya, dia berusaha menjangkau pistol miliknya yang ikut terjatuh, namun Benny menendang pistol itu hingga jauh. "Bodoh sekali jika orang sepertimu membodohi kami, lu kira lu bakal punya tempat istimewa di tim ini? Lu salah besar. Apa maksud lu membodohi kita?""Gue," kata Tommy sambil menahan kesakitan. "Gue akan balas kalian."Benny mengayunkan kakinya tepat ke arah dada Tommy dengan sekeras-kerasnya. "Kemana mereka?"Tommy tersengal-sengal dan batuk-batuk. "Untuk apa gue memberi tahu kalian?"Benny sudah sangat kesal, dia menarik senjatanya dan menaruh moncong pistolnya ke dahi Tommy. "Sampai jumpa!""Tunggu!" Teriak seseorang yang ada di belakang Benny. Salah seorang anak buahnya. "Pak, sebaiknya kita jangan bunuh dia, karena dia anak kesayangannya bos. Kita belum punya perintah untuk membunuhnya. Kalau dia mati bisa saja bos marah besar."Benny berpikir sejenak, dia melepaskan m
Dua orang pria turun dari mobil di depan halaman rumah Diandra. Salah satunya masih berusia sekitar dua puluh tahunan dan salah satunya lagi pria berusia empat puluh tahunan. Pria yang lebih muda itu bernama Erick, dia bersama dengan seorang dokter yang membawa tas yang berisi peralatan medis. Wajah Erick tampak panik dan terburu-buru, diikuti oleh si dokter, Erick membuka pintu rumah Diandra. Mereka melihat Tommy yang terbaring di sebuah sofa,bagian atas kakinya diikat dengan kain tebal dan penuh dengan darah. Wajah Tommy penuh keringat dan menahan rasa sakit. "Cepatlah!"Sejenak Erick tampak bengong sampai ia berkata pada dokter, "Cepetan dok!"Dokter itu dengan sigap menaruh tasnya tepat di meja ruang tamu itu dan membuka sejumlah peralatan bedah yang dibawanya. Meraih jarum suntik dan memasukan sebuah cairan ke dalamnya dan menyuntikan itu ke kaki Tommy. "Kenapa bisa terjadi bang?" tanya Erick ketika dokter memulai pekerjaannya mengangk
Flashback12 Tahun SebelumnyaSaat itu Jason masih berusia 24 tahun namun memiliki peranan dan posisi penting di dalam kelompoknya Coki yaitu selaku pemimpin eksekutor lapangan. Tugasnya seperti memeras dan menyuap pejabat, memantau aktivitas di daerah kekuasaan Coki, sampai dengan eksekutor permintaan dari klien. Jason melakukan itu bersama-sama dengan Tommy dan mereka selalu berhasil dalam tugasnya sehingga mendapatkan respek dari Coki. Coki memandang mereka sebagai dua orang yang pemberani dan tak takut mati. Saat itu Jason ditugaskan untuk mengancam seorang pengusaha muda bernama Wisnu agar perusahaan real estatenya tidak beroperasi di daerah kekuasaan milik Coki. Karena sudah ada pengusaha lain yang sudah menguasai daerah itu dan pengusaha itu adalah kliennya Coki yang sudah membayar Coki dengan harga yang sangat mahal. Kilas balik ini merupakan salah satu titik terpenting dalam jarir Jason yang berkecimpung sebagai orangnya Coki. Wisnu ada
Wisnu Aditya, kaya raya dari warisan dan punya bisnis di sana-sini termasuk stasiun televisi. Wisnu sudah menikah dengan artis ternama yang namanya Vera Andriana. Pernikahan keduanya disorot oleh media sekitar enam tahun yang lalu karena Vera hamil duluan, sorotan media saat itu begitu tajam walaupun belum ada media sosial. Kali ini Wisnu dihadapkan oleh masalah bisnisnya sendiri, dijegal oleh mafia. Bisnis propertinya yang kian pesat sekarang menghadapi masalah serius. Saat itu sore hari dan hujan yang rintik-rintik membasahi tanah Kota Jakarta dan jalanan dipenuhi oleh kendaraan orang-orang yang pulang dari aktivitas. Wisnu yang menaiki mobil Mercedes-Benz C200 dan dikemudikan oleh sopirnya melihat ke keluar dengan tatapan yang kosong. Jelas kalau dirinya masih kesal dengan kedatangan Jason dan Tommy yang mengancamnya, Wisnu tahu siapa Coki tapi dirinya percaya diri bisa menanganinya. Ponsel Wisnu berdering, ada seseorang yang menelepon. Wisnu mengangkat telep
Di sebuah ruangan yang cahayanya temaram, seorang wanita sedang duduk di kursi kayu dan badannya diikat, wanita itu bernama Widya. Dia baru saja dipaksa untuk menelepon seseorang, lebih tepatnya menelepon Vera. Dua orang yang ada di hadapannya kini adalah Jason dan Tommy. Widya tampak ketakutan dan menangis ketika ponselnya direbut oleh Tommy. "Bagus, menurutlah kalau ingin selamat.""Kalian siapa?" Suara wanita berusia empat puluh tahunan awal itu begitu bergetar, sangat ketakutan. "Kami hanyalah petugas." Jason melangkah lebih dekat pada Widya. "Anda tenang saja. Ini tidak akan lama dan tidak akan ada nyawa yang melayang selagi semua pihak bisa diajak kerjasama.""Langsung saja?" tanya Tommy pada Jason yang membuat Widya kebingungan apa maksudnya. Jason mengangguk. Tommy mengeluarkan alat dari sakunya, berupa jarum suntik dan sebuah botol berisi cairan. Benda itu membuat Widya terbelalak dan dan hendak menjerit, namun dengan sigap Jason membun
"Pak, ada seseorang yang ingin menemui anda, namanya Wisnu. Katanya ada perjanjian penting dengan anda." Ucap salah satu ajudan Satia Utama di ruangannya. "Bagus, suruh saja dia masuk. Sambut dia dengan sopan." Satia yang duduk di sofa empuk dengan santainya tersenyum dan mengusap-usap dagunya. "Baik, pak."Langkah kaki yang cepat itu semakin dekat di ruangannya Satia dan ia melihat raut panik yang tak karuan di wajah Wisnu. "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu, Pak Wisnu yang terhormat?" senyum licik Satia begitu terpancar dan menyebalkan. "Cepat lepaskan istri saya, dia tidak bersalah apa-apa. Ambil apapun dari saya termasuk proyek yang anda inginkan!" pinta Wisnu, wajahnya memelas. Seringai wajah Wisnu semakin menyebalkan. "Kenapa anda tidak lakukan ini sedari awal, kan kita tak usah capek berkeringat dan buang-buang tenaga kalau anda menurut. Apa jaminannya kalau anda akan patuhi keinginan kami?""Saya akan batalkan semua proyeknya hari ini
Dua pria itu kabur begitu saja dengan motornya, melaju dengan cepat. Vera memegangi lehernya yang sudah dihinggapi peluru dan darah bersimbah ke mana-mana membasahi kemeja putihnya. "Veraaaa!" Wisnu menjerit sejadi-jadinya. Dia memegangi tangan istrinya yang sekarat, mata Vera perlahan tertutup dan suara rintihannya semakin menghilang, Wisnu memeluk istrinya itu dan menangis keras. Sebuah peristiwa yang sangat mengejutkan. "Veraaa! tidak!"Warga sekitar yang mendengar suara itu lantas berhamburan dan mengerumuni mobilnya Wisnu. Tapi sudah terlambat, Vera sudah meregang nyawa di pelukan Wisnu. Sementara Wisnu berteriak luar biasa dan menangis. Para warga mencoba mendekatinya dan salah satu dari mereka menelepon rumah sakit untuk mendatangkan ambulan. ***Jason dan Tommy mendapatkan ucapan selamat dari Coki saat mereka duduk di ruang rapat dan hanya ada mereka bertiga Coki, Tommy, dan Jason. "Kalian memang luar biasa dan tak pernah gagal dalam menjalankan misi,