Jason melangkah keluar dari ruangan kamar hotel itu dan melihat di lorong untuk memastikan apakah ada orang lain atau tidak, lorong itu begitu sepi dan berkata pada Tommy yang sedang mengintrogasi orang asing yang menyerang mereka, "Kita harus pergi dari sini, sekarang juga."
Tommy mengangguk dan mendorong orang asing itu sampai terjatuh dan wajahnya sudah berdarah-darah. Jason dan Tommy berlari menuruni tangga hotel dan menuju tempat parkir untuk menaiki mobil Tommy. Jason melihat jam tangannya saat dia masuk ke dalam mobil, pukul 02:00 dinihari."Kita dikejar, kita harus lari sejauh mungkin." Kata Jason saat Tommy menyalakan mesin mobil dan melaju dengan cepat meninggalkan pelataran Hotel Verizon yang tampak sepi.Tommy yang menyetir dengan sangat kencang bertanya, "Kenapa Satia Utama bisa tahu lu ada di mana, ada di hotel?""Pasti ada yang memata-matai, apa ada orang lain tahu kalau lu keluar menemui gue?"Tommy menggeleng, "Tidak ada. Mau kemana kita sekarang?""Gue belum tahu." Jawab Jason, tangannya menggenggam erat koper perak itu. Yang di atasnya terdapat barisan angka. "Nggak mungkin juga kalau ke rumah lu. Terlalu beresiko.""Gue tahu tempat yang aman.""Ke mana?""Ke rumah Diandra, sepupu gue. Dia bisa diandalkan.""Itu bisa membahayakan nyawanya, gila aja lu.""Lu nggak tahu Diandra itu siapa, meskipun dia cewek tapi bukan orang payah, dia bisa diandalkan. Percaya sama gue. "Diandra adalah sepupu Tommy, seorang perempuan berusia 25 tahun yang profesinya seorang sekretaris di perusahaan ternama. Jason sebenarnya sudah mengenal Diandra saat masih berkecimpung di dunia kriminal, namun jarang bertemu. Jason mengenal Diandra sebagai seorang perempuan yang tangguh, sama kuatnya dengan Tommy."Dia sudah menikah?" Tanya Jason."Kalau dia sudah menikah dan punya suami, nggak mungkin gue bakal ke rumah dia sekarang. "Secara tiba-tiba, ada sebuah mobil SUV dari sebelah kanan saat mereka melewati persimpangan jalan. Mobil itu menabrak mobil mereka dengan keras dan terpental. Mobil mereka terguling namun tidak hancur. Jason dan Tommy merasakan keterkejutan yang luar biasa.Mereka berusaha keluar dari mobil terbalik itu, Jason berusaha mengambil pistol yang terjatuh dari balik celananya. Dia mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Terlihat seseorang yang dilihat Jason, menodongkan pistol dengan kedua tangannya, orang itu merupakan pria yang memakai kemeja putih mirip orang kantoran. "Serahkan koper itu.""Jas," Kata Tommy yang nafasnya terengah-engah dan berusaha membuka pintu mobil. "Sebaiknya kita serahkan koper itu dan kita kerjasama buat menyelamatkan Shani.""Oke." Kata Jason, dia meraih koper itu dan berhasil keluar dari mobil. Namun Jason dengan gerak cepat mengeluarkan pistolnya yang disembunyikan dari balik koper dan menarik pelatuknya saat diarahkan pada pria penabrak tersebut. Pria itu tak sempat menembak dan malah kepalanya yang tertembak dan mati seketika.Tommy yang baru keluar dari mobil yang terbalik terlihat panik. "Apa yang lu lakukan!""Gue nggak mau Shani mati, penculik itu ingin mendapatkan kopernya!""Sekarang bagaimana? Padahal lu bisa minta bantuan mereka, gue yakin Satia Utama adalah musuh yang menculik Shani!""Lu mau bekerjasama sama kelompok yang tidak bisa bekerjasama? Apa lu yakin saat gue serahkan kopernya ke mereka, mereka bakal bantu kita dengan senang hati?"Tommy menggeleng seolah-olah tak habis pikir karena temannya melakukan hal yang salah. "Sekarang kita musti gimana?""Tetap ke rencana awal, kita ke rumah Diandra."Jason dan Tommy berlari di jalanan sepi itu menuju jalanan utama untuk memesan taksi. Jason tahu orang-orang Satia utama pasti akan terus memburunya. Tapi hanya satu yang belum dia mengerti, kenapa orang-orang Satia Utama bisa tahu keberadaan dirinya?***Pagi Hari"Pak, kita dapat laporan kalau dua orang kita gagal dalam tugas. Yang satu masih hidup dan yang satu mati tertembak, tapi kita sudah berhasil amankan keduanya dan dipastikan polisi tidak tahu tentang ini." Jelas seorang ajudan kepada Satia Utama di sebuah ruangan dan Satia Utama sedang duduk di balik meja yang panjang.Satia Utama tersenyum dan berkata, "Bawa orang gagal itu kemari."Terungkap jika orang yang menyerang Jason dan Tommy di hotel namanya adalah Diwan. Dia saat ini diseret ke hadapan Satia Utama, wajahnya pucat tak karuan dan masih ada bekas darah. Tampak raut ketakutan terpancar dari wajah Diwan saat berlutut dan berhadapan dengan Satia Utama, majikannya."Ampuni saya pak, berikan saya kesempatan satu kali lagi.""Oke." Kata Satia Utama, dia bangkit dan melangkah sedikit ke belakang, menuju meja kecil yang terdapat laci di sana. Dia membuka laci tersebut dan mengambil sesuatu dari sana, sebuah palu biasa yang biasa dipakai untuk memaku tapi ukurannya lebih besar. Satia Utama melangkah ke depan, mendekati Diwan. Jelas Diwan sangat ketakutan dan tubuhnya bergetar hebat, Diwan menangis seperti anak kecil."Ampuni saya pak!""Oke!" Teriak Satia Utama. "Saya kasih kamu kesempatan sekali lagi."Diwan terdiam kebingungan. Tangan Satia Utama yang memegang palu melayang secepat kilat menyambar kepala Diwan, darah dari kepalanya menyembur sedikit. Diwan tersungkur dan kejang-kejang. Satia Utama menghantamkan palunya ke wajah Diwan berkali-kali sampai Diwan tak bernyawa lagi.Kedua orang ajudan Satia Utama yang berdiri di sana melihat kengerian itu dan terkejut, baru kali ini mereka melihat bosnya mengamuk bak psikopat sampai-sampai kedua ajudan itu merasa ngeri dan takut bernasib sama dengan Diwan.Satia Utama berdiri lagi dan meletakan palu yang penuh darah itu di meja, "Inilah kegagalan paling goblok yang pernah gue lihat. Gue terlalu meremehkan musuh. Bangsat emang!"Satia Utama menendang meja yang ada di depannya sampai bergeser. "Cepat hubungi si Tommy dan tanya dia sedang berada di mana dia sekarang, kirim puluhan orang buat menghabisi nyawa mantan preman sialan itu dan bawa koper itu segera. Jangan buang waktu lagi!" Perintahnya pada ajudan."Baik bos. " Salah seorang ajudan membungkuk, berbalik ke belakang dan pergi.Seorang wanita yang berbaring di tempat tidur terbangun dari tidurnya ketika waktu menunjukan sekitar tiga pagi dan dia menyalakan lampu kamar, nama wanita itu adalah Diandra. Di sebelahnya terdapat seorang pria yang usianya sebelas tahun lebih tua darinya. Diandra melangkah ke sebuah lemari es dan mengambil gelas yang ada di atasnya, menuangkan air ke gelas itu dan kembali duduk di tempat tidurnya untuk meminum air dalam gelas tersebut. Pria di sebelahnya, Rehan, terbangun, memicingkan mata dan memandang Diandra yang sedang meletakan gelasnya di meja. "Kebangun ya? Udah jam berapa ini?""Jam tiga " Jawab Diandra. Rehan yang tampaknya masih telanjang dada bangun dan duduk yang lalu bergeser mendekati Diandra. Rehan menyentuh dan mengusap punggung lalu bahu Diandra dan memeluknya dari belakang. Rehan membisikan sesuatu pada Diandra, "Daripada diam bagaimana kalau kita lakukan sekali lagi?"Diandra hanya diam dan tak melakukan apa-apa. Saat Reha
Tommy menutup sambungan teleponnya saat itu dan berada di dalam kamar mandi, memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana dan memakai kembali kemejanya. Dengan penuh senyum kemenangan dia membuka pintu dan berjalan menuju ruangan tengah. "Jas, Diandra. Di mana kalian?" Tommy melihat ruangan itu tidak ada siapa-siapa dan berjalan menuju dapur, juga tidak menemukan siapa-siapa. Lantas dia berlari ke kamar Diandra, juga tidak ada. Tommy pun mulai curiga dan berlari menuju halaman depan. Mobil jenis sedan milik Diandra yang terparkir sudah tidak ada. Mereka sudah pergi. "Bangsat, sialan!" Gerutu Tommy yang kemudian menggaruk dan memegangi kepalanya sendiri. Dia panik sendiri dan mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya. ***Jason yang menyetir mobil pagi itu menyusuri jalan raya untuk keluar dari Jakarta dan Diandra berada di sampingnya. "Gue nggak menyangka Tommy akan berkhianat. Hampir saja terjadi kesalahan fatal. Gue nggak tahu harus bilang apa.""Tomm
Saat Tommy mengerang kesakitan dan memegangi kakinya, dia berusaha menjangkau pistol miliknya yang ikut terjatuh, namun Benny menendang pistol itu hingga jauh. "Bodoh sekali jika orang sepertimu membodohi kami, lu kira lu bakal punya tempat istimewa di tim ini? Lu salah besar. Apa maksud lu membodohi kita?""Gue," kata Tommy sambil menahan kesakitan. "Gue akan balas kalian."Benny mengayunkan kakinya tepat ke arah dada Tommy dengan sekeras-kerasnya. "Kemana mereka?"Tommy tersengal-sengal dan batuk-batuk. "Untuk apa gue memberi tahu kalian?"Benny sudah sangat kesal, dia menarik senjatanya dan menaruh moncong pistolnya ke dahi Tommy. "Sampai jumpa!""Tunggu!" Teriak seseorang yang ada di belakang Benny. Salah seorang anak buahnya. "Pak, sebaiknya kita jangan bunuh dia, karena dia anak kesayangannya bos. Kita belum punya perintah untuk membunuhnya. Kalau dia mati bisa saja bos marah besar."Benny berpikir sejenak, dia melepaskan m
Dua orang pria turun dari mobil di depan halaman rumah Diandra. Salah satunya masih berusia sekitar dua puluh tahunan dan salah satunya lagi pria berusia empat puluh tahunan. Pria yang lebih muda itu bernama Erick, dia bersama dengan seorang dokter yang membawa tas yang berisi peralatan medis. Wajah Erick tampak panik dan terburu-buru, diikuti oleh si dokter, Erick membuka pintu rumah Diandra. Mereka melihat Tommy yang terbaring di sebuah sofa,bagian atas kakinya diikat dengan kain tebal dan penuh dengan darah. Wajah Tommy penuh keringat dan menahan rasa sakit. "Cepatlah!"Sejenak Erick tampak bengong sampai ia berkata pada dokter, "Cepetan dok!"Dokter itu dengan sigap menaruh tasnya tepat di meja ruang tamu itu dan membuka sejumlah peralatan bedah yang dibawanya. Meraih jarum suntik dan memasukan sebuah cairan ke dalamnya dan menyuntikan itu ke kaki Tommy. "Kenapa bisa terjadi bang?" tanya Erick ketika dokter memulai pekerjaannya mengangk
Flashback12 Tahun SebelumnyaSaat itu Jason masih berusia 24 tahun namun memiliki peranan dan posisi penting di dalam kelompoknya Coki yaitu selaku pemimpin eksekutor lapangan. Tugasnya seperti memeras dan menyuap pejabat, memantau aktivitas di daerah kekuasaan Coki, sampai dengan eksekutor permintaan dari klien. Jason melakukan itu bersama-sama dengan Tommy dan mereka selalu berhasil dalam tugasnya sehingga mendapatkan respek dari Coki. Coki memandang mereka sebagai dua orang yang pemberani dan tak takut mati. Saat itu Jason ditugaskan untuk mengancam seorang pengusaha muda bernama Wisnu agar perusahaan real estatenya tidak beroperasi di daerah kekuasaan milik Coki. Karena sudah ada pengusaha lain yang sudah menguasai daerah itu dan pengusaha itu adalah kliennya Coki yang sudah membayar Coki dengan harga yang sangat mahal. Kilas balik ini merupakan salah satu titik terpenting dalam jarir Jason yang berkecimpung sebagai orangnya Coki. Wisnu ada
Wisnu Aditya, kaya raya dari warisan dan punya bisnis di sana-sini termasuk stasiun televisi. Wisnu sudah menikah dengan artis ternama yang namanya Vera Andriana. Pernikahan keduanya disorot oleh media sekitar enam tahun yang lalu karena Vera hamil duluan, sorotan media saat itu begitu tajam walaupun belum ada media sosial. Kali ini Wisnu dihadapkan oleh masalah bisnisnya sendiri, dijegal oleh mafia. Bisnis propertinya yang kian pesat sekarang menghadapi masalah serius. Saat itu sore hari dan hujan yang rintik-rintik membasahi tanah Kota Jakarta dan jalanan dipenuhi oleh kendaraan orang-orang yang pulang dari aktivitas. Wisnu yang menaiki mobil Mercedes-Benz C200 dan dikemudikan oleh sopirnya melihat ke keluar dengan tatapan yang kosong. Jelas kalau dirinya masih kesal dengan kedatangan Jason dan Tommy yang mengancamnya, Wisnu tahu siapa Coki tapi dirinya percaya diri bisa menanganinya. Ponsel Wisnu berdering, ada seseorang yang menelepon. Wisnu mengangkat telep
Di sebuah ruangan yang cahayanya temaram, seorang wanita sedang duduk di kursi kayu dan badannya diikat, wanita itu bernama Widya. Dia baru saja dipaksa untuk menelepon seseorang, lebih tepatnya menelepon Vera. Dua orang yang ada di hadapannya kini adalah Jason dan Tommy. Widya tampak ketakutan dan menangis ketika ponselnya direbut oleh Tommy. "Bagus, menurutlah kalau ingin selamat.""Kalian siapa?" Suara wanita berusia empat puluh tahunan awal itu begitu bergetar, sangat ketakutan. "Kami hanyalah petugas." Jason melangkah lebih dekat pada Widya. "Anda tenang saja. Ini tidak akan lama dan tidak akan ada nyawa yang melayang selagi semua pihak bisa diajak kerjasama.""Langsung saja?" tanya Tommy pada Jason yang membuat Widya kebingungan apa maksudnya. Jason mengangguk. Tommy mengeluarkan alat dari sakunya, berupa jarum suntik dan sebuah botol berisi cairan. Benda itu membuat Widya terbelalak dan dan hendak menjerit, namun dengan sigap Jason membun
"Pak, ada seseorang yang ingin menemui anda, namanya Wisnu. Katanya ada perjanjian penting dengan anda." Ucap salah satu ajudan Satia Utama di ruangannya. "Bagus, suruh saja dia masuk. Sambut dia dengan sopan." Satia yang duduk di sofa empuk dengan santainya tersenyum dan mengusap-usap dagunya. "Baik, pak."Langkah kaki yang cepat itu semakin dekat di ruangannya Satia dan ia melihat raut panik yang tak karuan di wajah Wisnu. "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu, Pak Wisnu yang terhormat?" senyum licik Satia begitu terpancar dan menyebalkan. "Cepat lepaskan istri saya, dia tidak bersalah apa-apa. Ambil apapun dari saya termasuk proyek yang anda inginkan!" pinta Wisnu, wajahnya memelas. Seringai wajah Wisnu semakin menyebalkan. "Kenapa anda tidak lakukan ini sedari awal, kan kita tak usah capek berkeringat dan buang-buang tenaga kalau anda menurut. Apa jaminannya kalau anda akan patuhi keinginan kami?""Saya akan batalkan semua proyeknya hari ini