Saat Amanda Santika sedang memilih sayuran, suara seorang wanita tua terdengar dari luar, “Santika, kamu di sini?”Amanda Santika segera menjawab, “Nenek, aku di sini!”Ibu Amanda melihat seorang wanita tua baik hati dengan gaun bermotif bunga mawar berwarna cerah masuk dengan membawa keranjang sayur.Ibu Amanda menebak bahwa Nenek itu adalah pemilik rumah sewaan. Dia tersenyum dan menyapanya, "Nenek pasti pemiliknya. Halo, aku Amanda Pratiwi, ibu dari gadis ini. Terima kasih telah menjaga Amanda Santika."Wanita tua itu tersenyum dan berkata, "Ibu Amanda, kamu bisa memanggilku Nenek Ipah. Aku sangat menyukai putrimu."Ibu Amanda tersenyum, "Oke, Nenek Ipah."Nenek Ipah berkata, "Kemarin, gadis itu berkata dia akan datang untuk menjual sayuran, jadi aku menunggunya untuk membeli sayuran."Ibu Amanda mengambil keranjangnya dan tersenyum, "Nenek Ipah, kamu tidak perlu datang ke sini secara langsung. Kami dapat mengirimkan sayuran ke rumahmu."Nenek Ipah melambaikan tangannya dan berkata
"Nona, berapa harga tomatnya? Aku akan membeli beberapa buah tomat itu."Seseorang punya selera bebas, dan mereka ingin membeli tomat untuk dimasak di rumah. Rasa tomat yang dijual Amanda Santika sudah enak saat dimakan mentah, jadi akan lebih enak jika dibuat sup."Harganya tiga ribu rupiah per satuan!""Tiga ribu rupiah per satuan? Apakah aku tidak salah dengar?" Seseorang mengira mereka salah dengar. "Nona, maksud kamu tiga ribu rupiah per kilogram?""Tidak, tidak. Harganya tiga ribu rupiah per satuan. Semua yang ada di sepeda listrik roda tiga saya, selain bayam dan cabai, dijual satuan," kata Amanda Santika sambil menggelengkan kepalanya.Amanda Santika menjelaskan dengan serius, " Harga timun dua ribu rupiah per satuan, kubis masing-masing dua puluh lima ribu rupiah, bayam per satu ikat harganya lima ribu rupiah, dan cabai rawit merah harganya tiga puluh lima ribu rupiah per lima ratus gram."Ketertarikan banyak orang berkurang ketika mendengar harganya. Di pasar menjual satu ki
Wanita tua itu pulang ke rumah setelah dia melakukan pembelian sayuran di pasar. Dalam perjalanan pulang, dia bertemu dengan bapak tua dan ibu tua di lingkungan sekitar. Mereka saling menyapa, dan melihat isi keranjang sayuran milik Nenek Siti.Beberapa dari mereka bertanya dengan ragu, "Nenek Siti, mengapa kamu kembali begitu cepat? Bukankah kamu baru saja pergi? Saya jadi bingung."Nenek Siti tersenyum, "Ketika saya di perjalanan menuju pasar, saya bertemu dengan seorang gadis yang menjual sayuran dengan sepeda listrik roda tiga di persimpangan jalan Jenderal Sudirman. Saya melihat sayuran mereka segar dan lezat. Jadi saya membeli beberapa sayuran itu dan langsung kembali pulang."Nenek Maesaroh melihat tas yang dipegang Nenek Siti lalu berkata, "Kelihatannya sayuran itu masih segar dan lezat. Berapa harganya masing-masing sayuran itu?"Nenek Siti menjelaskan harga masing-masing sayurannya sambil menunjuknya dengan berkata, "Sayuran kubis ini harganya dua puluh lima ribu rupiah per s
Amanda Santika penasaran dengan uang yang dia dapatkan dari hasil penjualan sayuran hari ini dan berkata, “Ibu, berapa uang yang kita dapatkan?”"Tunggu sebentar, biarkan Ibu menghitungnya," Ibu Amanda menghitung uang hasil dari menjual sayuran berulang kali. “Hm... Menurut Ibu kita mendapatkan dua juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah.Ibu Amanda tidak bisa mengendalikan kegembiraan di hatinya dan terus bertanya, "Amanda Santika, apakah jawaban Ibu benar? Apakah kita menjual sayuran dengan total keuntungan dua juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah untuk hari ini? Itu setara dengan satu bulan pendapatan keluarga petani di pedesaan."Amanda Santika berkata, "Bu, Ibu mungkin benar. Kita telah menjual 100 tomat, 110 timun, 45 kubis, 25 ikat bayam, dan 10 kilogram cabai rawit merah. Aku memberikan 20 tomat, 10 timun, 5 kubis, 5 ikat bayam, dan 2 kilogram cabai rawit merah. Kita membagikan beberapa untuk sampel gratis, jadi dua juta empat ratus tujuh puluh ribu rupiah, kedengaran
Salman Alfarisi mengangkat tangannya dan berkata dengan tegas, "Kamu tidak akan mendapat buah tomat milikku! Silahkan ambil jika kau bisa!""Sepertinya menyerah bukanlah suatu pilihan, ya?" Nanang Avianto menyeringai sinis. Dia berseru, "Teman-teman, maju dan jepit dia!" Mereka bertiga bergegas maju dan menjepit bahu Salman Alfarisi. Salah satu dari mereka berdiri di depan Salman Alfarisi untuk menginterogasinya.Nanang Avianto bertanya, "Salman Alfarisi, kulihat kamu bahkan tidak memperlakukan kami sebagai teman. Bagaimana kamu bisa menyembunyikan kelezatan buah tomat seperti itu dari kami?"Syarif mengangguk dan berkata, "Benar. Kamu bisa saja membeli beberapa lagi. Hanya tersisa dua tetapi kamu tetap menolak membaginya dengan kami. Kamu adalah teman yang pelit!""Omong-omong, Salman, di mana kamu membeli tomat ini?" Bambang fokus pada pertanyaan utama. "Kita harus pergi dan membeli semuanya!" Mereka seharusnya bisa memakan semuanya karena rasanya yang sangat lezat dan segar.Selain
Setelah Amanda Santika melakukan penjualan pertamanya, dia memutuskan untuk mulai bertani dan menjadi penjual sayur mayur dengan sungguh-sungguh. Namun, halaman belakang rumahnya tidak lagi cukup luas untuk ditanam berbagai macam sayuran dan buah-buahan. Halaman belakang rumah mereka tidak dapat lagi memenuhi kebutuhannya.Setelah mempertimbangkan dengan cermat, Amanda Santika memutuskan untuk mengadakan pertemuan keluarga ketika Salman Alfarisi kembali.Salman Alfarisi akan kembali pulang ke rumah Keluarga Amanda pada hari Sabtu ini. Dia juga membawa serta ketiga teman kamar asramanya. Mereka hanya punya satu tujuan, yaitu mencari buah tomat yang memiliki rasa lezat dan segar.“Hei, Salman Alfarisi. Apakah kakak kamu masih memiliki buah tomat yang rasanya segar dan lezat itu?”“Aku tak tahu kawan, aku juga berharap demikian,” jawab Salman Alfarisi sambil berjalan santai.Setelah teman-teman Salman Alfarisi memakan buah tomat milik Salman Alfarisi, sayur-sayuran dan buah-buahan yang
Salman Alfarisi menunjuk teman-teman asrama kamarnya dan memperkenalkan, "Bu, mereka adalah teman sekamar aku, ini Nanang Avianto, ini Bambang, dan yang terakhir Syarif!""Halo, Bibi!" Ketiga remaja itu menyapa dengan sopan dan serentak.Ibu Amanda tersenyum dan berkata, "Silakan Masuk. Salman, undang temanmu juga untuk masuk ke dalam!""Oke! Laksanakan!" kata Salman Alfarisi sambil menganggukkan kepalanya. Dia bertanya, "Bu, di mana Ayah dan Kakak Amanda Santika?"Ibu Amanda menjawab, "Hari ini ayah kamu pergi membajak sawah di kampung sebelah. Dia belum kembali sampai detik ini. Kakak kamu sedang mencuci rambutnya di dekat sumur. Salman Alfarisi, jagalah teman-temanmu, dan ajak mereka mengobrol. Ibu akan pergi mencari makanan untuk teman-teman kamu!""Bibi, kami berteman baik dengan Salman Alfarisi. Bibi tidak perlu repot-repot mempersiapkan makanan untuk kami!" Ketiga teman Salman Alfarisi berkata dengan malu, tetapi mereka masih berharap dibawakan buah tomat yang rasanya segar dan
Ibu Amanda mengeluarkan beberapa buah tomat sisa penjualan sayuran dan berkata pada ketiga teman Salman Alfarisi, "Bibi tidak punya banyak, tapi buah tomat ini rasanya enak. Mengapa kamu tidak mencobanya?"Mata ketiga teman Salman Alfarisi berbinar saat melihat buah tomat yang mereka tunggu-tunggu, akhirnya mereka dapat mencicipi rasa buah tomat yang segar dan lezat lagi.Nanang Avianto segera berkata, "Bibi, kamu terlalu baik. Kami telah bersaudara dengan Salman Alfarisi sejak lama. Keluarganya adalah keluarga kami juga sekarang. Ibunya adalah ibu kami, jadi kami akan bersikap seolah-olah kami ada di rumah. Terima kasih, Bibi."Salman Alfarisi terus memutar matanya, diam-diam memarahi mereka karena tidak tahu malu dan mengumpat di dalam hatinya, “Arrgh... Ada apa dengan mereka? Kakak aku menjadi saudara perempuan mereka, dan sekarang ibu aku menjadi ibu mereka juga. Sungguh tak tahu malu teman-temanku ini!”Tapi, Salman Alfarisi mau tidak mau menerimanya, lalu menambahkan, "Bu, dia b