Salman Alfarisi mengangkat tangannya dan berkata dengan tegas, "Kamu tidak akan mendapat buah tomat milikku! Silahkan ambil jika kau bisa!""Sepertinya menyerah bukanlah suatu pilihan, ya?" Nanang Avianto menyeringai sinis. Dia berseru, "Teman-teman, maju dan jepit dia!" Mereka bertiga bergegas maju dan menjepit bahu Salman Alfarisi. Salah satu dari mereka berdiri di depan Salman Alfarisi untuk menginterogasinya.Nanang Avianto bertanya, "Salman Alfarisi, kulihat kamu bahkan tidak memperlakukan kami sebagai teman. Bagaimana kamu bisa menyembunyikan kelezatan buah tomat seperti itu dari kami?"Syarif mengangguk dan berkata, "Benar. Kamu bisa saja membeli beberapa lagi. Hanya tersisa dua tetapi kamu tetap menolak membaginya dengan kami. Kamu adalah teman yang pelit!""Omong-omong, Salman, di mana kamu membeli tomat ini?" Bambang fokus pada pertanyaan utama. "Kita harus pergi dan membeli semuanya!" Mereka seharusnya bisa memakan semuanya karena rasanya yang sangat lezat dan segar.Selain
Setelah Amanda Santika melakukan penjualan pertamanya, dia memutuskan untuk mulai bertani dan menjadi penjual sayur mayur dengan sungguh-sungguh. Namun, halaman belakang rumahnya tidak lagi cukup luas untuk ditanam berbagai macam sayuran dan buah-buahan. Halaman belakang rumah mereka tidak dapat lagi memenuhi kebutuhannya.Setelah mempertimbangkan dengan cermat, Amanda Santika memutuskan untuk mengadakan pertemuan keluarga ketika Salman Alfarisi kembali.Salman Alfarisi akan kembali pulang ke rumah Keluarga Amanda pada hari Sabtu ini. Dia juga membawa serta ketiga teman kamar asramanya. Mereka hanya punya satu tujuan, yaitu mencari buah tomat yang memiliki rasa lezat dan segar.“Hei, Salman Alfarisi. Apakah kakak kamu masih memiliki buah tomat yang rasanya segar dan lezat itu?”“Aku tak tahu kawan, aku juga berharap demikian,” jawab Salman Alfarisi sambil berjalan santai.Setelah teman-teman Salman Alfarisi memakan buah tomat milik Salman Alfarisi, sayur-sayuran dan buah-buahan yang
Salman Alfarisi menunjuk teman-teman asrama kamarnya dan memperkenalkan, "Bu, mereka adalah teman sekamar aku, ini Nanang Avianto, ini Bambang, dan yang terakhir Syarif!""Halo, Bibi!" Ketiga remaja itu menyapa dengan sopan dan serentak.Ibu Amanda tersenyum dan berkata, "Silakan Masuk. Salman, undang temanmu juga untuk masuk ke dalam!""Oke! Laksanakan!" kata Salman Alfarisi sambil menganggukkan kepalanya. Dia bertanya, "Bu, di mana Ayah dan Kakak Amanda Santika?"Ibu Amanda menjawab, "Hari ini ayah kamu pergi membajak sawah di kampung sebelah. Dia belum kembali sampai detik ini. Kakak kamu sedang mencuci rambutnya di dekat sumur. Salman Alfarisi, jagalah teman-temanmu, dan ajak mereka mengobrol. Ibu akan pergi mencari makanan untuk teman-teman kamu!""Bibi, kami berteman baik dengan Salman Alfarisi. Bibi tidak perlu repot-repot mempersiapkan makanan untuk kami!" Ketiga teman Salman Alfarisi berkata dengan malu, tetapi mereka masih berharap dibawakan buah tomat yang rasanya segar dan
Ibu Amanda mengeluarkan beberapa buah tomat sisa penjualan sayuran dan berkata pada ketiga teman Salman Alfarisi, "Bibi tidak punya banyak, tapi buah tomat ini rasanya enak. Mengapa kamu tidak mencobanya?"Mata ketiga teman Salman Alfarisi berbinar saat melihat buah tomat yang mereka tunggu-tunggu, akhirnya mereka dapat mencicipi rasa buah tomat yang segar dan lezat lagi.Nanang Avianto segera berkata, "Bibi, kamu terlalu baik. Kami telah bersaudara dengan Salman Alfarisi sejak lama. Keluarganya adalah keluarga kami juga sekarang. Ibunya adalah ibu kami, jadi kami akan bersikap seolah-olah kami ada di rumah. Terima kasih, Bibi."Salman Alfarisi terus memutar matanya, diam-diam memarahi mereka karena tidak tahu malu dan mengumpat di dalam hatinya, “Arrgh... Ada apa dengan mereka? Kakak aku menjadi saudara perempuan mereka, dan sekarang ibu aku menjadi ibu mereka juga. Sungguh tak tahu malu teman-temanku ini!”Tapi, Salman Alfarisi mau tidak mau menerimanya, lalu menambahkan, "Bu, dia b
Ketiga teman Salman Alfarisi itu dikejutkan dengan berbagai hidangan lezat yang dihidangkan di atas meja. Semua hidangan yang dimasak oleh Keluarga Amanda tampak seperti makanan rumahan biasa. Ketiga teman Salman Alfarisi berasal dari latar belakang keluarga yang kuat, dan mereka sering mengunjungi hotel bintang lima di Kabupaten Greenland. Namun, tak satu pun makanan yang memiliki aroma yang sangat lezat jika dibandingkan dengan hidangan sederhana di atas meja. Mereka tidak menyangka masakan sayur sederhana bisa begitu sangat harum, hingga membuat mereka mengeluarkan air liurnya. Aromanya yang menyegarkan nafsu makan mereka, dan juga membuat mereka merasa sangat lapar. Nanang Avianto melihat masakannya dan berkata dengan serius, "Kak Amanda Santika, bau hidangan ini sangat enak sekali. Sepertinya kakak pandai memasak!" Kemudian, Nanang Avianto menoleh ke arah Salman Alfarisi, yang baru saja tiba. Dia berteriak, "Salman Alfarisi, kamu sangat beruntung karena kakak kita dan ibu
“Bibi, biarkan aku, Bambang dan Syarif membersihkan meja dan piring ini,” kata Nanang Avianto menawarkan jasanya. “Terima kasih, anak-anak baik. Bibi merasa terbantu dengan kehadiran kalian,” balas Ibu Amanda dengan bahagia. Teman-teman Salman Alfarisi membagi tugas mereka, ada yang membereskan meja dan ada juga yang mencuci piring. Setelah ketiga siswa disuruh bersih-bersih, Amanda Santika berdiri dan berkata, “Kita perlu mengadakan pertemuan keluarga.” Ayah dan Ibu Amanda mengangguk. Salman Alfarisi mengantar teman-temannya ke kamarnya. Teman-temannya penasaran dengan ‘pertemuan keluarga’ ini, tapi mereka tahu itu terlalu tidak sopan jika ikut campur. Mereka menyadari bahwa mereka cukup iri pada Salman Alfarisi. Di asrama, Salman Alfarisi berasal dari keluarga termiskin. Namun, setelah tinggal bersama Keluarga Amanda, mereka menyadari bahwa Salman Alfarisi adalah yang paling bahagia di antara mereka. Bagi ketiga teman Salman Alfarisi, ibu mereka sibuk bersosialisasi dengan ora
Keesokan paginya, Pak Abdurrahman pergi mencari kepala desa. Nama kepala desanya adalah Abu Bakar. Dia tinggal di sebuah bangunan megah dua lantai di tengah-tengah desa. Ketika Abu Bakar melihat Pak Abdurrahman, dia tersenyum dan berkata, "Pak Abdurrahman, jarang sekali kamu datang menemuiku. Apa yang tujuan kamu menemui aku?" Pak Abdurrahman tersenyum dan berkata, "Pak Abu Bakar, saya perlu bicarakan sesuatu dengan kamu." Abu Bakar selalu senang melihat keluarga Pak Abdurrahman karena Amanda Santika telah mengharumkan nama Desa Padi dengan menjadi pencetak prestasi terbaik di desanya. Abu Bakar dipuji oleh para pemimpin kota dan kabupaten Greenland. Abu Bakar tersenyum dan berkata, " Mari masuk dan duduk di dalam rumahku!" Setelah memasuki rumah Abu Bakar, Pak Abdurrahman langsung berkata, "Pak Abu Bakar, putriku Amanda Santika ingin menyewa beberapa bidang tanah di belakang gunung. Pak Abu Bakar, dapatkah kamu membantu saya menanyakan, apakah penduduk desa bersedia menyewakan
Nama panjang Oki adalah Oki Fahmi, anak kecil yang menggembalakan kedua sapi milik Amanda Santika. Oki Fahmi menundukkan kepalanya dan mengikuti di belakang Paman Abdul Rozak. Paman Abdul Rozak memegang seekor anak sapi di tangannya. Oki Fahmi memohon, “Paman Abdul Rozak, bisakah kita tidak pergi ke rumah bibiku? Aku berjanji akan mengawasi Si Cokelat mulai sekarang! Aku tidak akan membiarkan dia melakukan ini lagi!” Si Cokelat adalah nama yang diberikan Oki Fahmi pada anak sapi itu. Oki Fahmi merasa frustrasi. Si Cokelat biasanya sangat patuh. Dia tahu apa yang boleh dimakan dan apa yang tidak boleh dimakan. Namun, ketika Oki Fahmi sedang pergi berburu sarang burung bersama teman-temannya, Si Cokelat mengunyah sebidang bibit muda. Dan dia tertangkap basah. Jantung Oki Fahmi berdebar kencang. Dia malu menghadapi Amanda Santika. Dia telah mengecewakannya. Dia takut sepupunya tidak mengizinkannya menggembalakan sapi lagi. Kemudian, dia akan kembali menerima pukulan dari ayahnya.