Share

BAB 4 Memori

Ifan segera menghentikan laju kendaraannya tak jauh dari area asrama, Ifan  menatap tajam ke arah sana, namun semuanya terlihat normal tak terlihat mengerikan sama sekali,  asrama itu kini tampak asri tak menakutkan sama sekali bahkan terlihat ada beberapa pengunjung yang sedang berada di sana, aneh. Beberapa hari lalu saat tubuhnya tiba-tiba berada di asrama ini keadaannya terlihat jauh berbeda, seperti sebuah bangunan asrama  zaman dahulu, serta dipenuhi rumput lalang yang menjulang tinggi.

Namun, sosok gadis yang sama itu kini tengah berdiri di dekat pintu masuk, kali ini wajahnya terlihat cukup jelas. Terlihat begitu cantik, namun cukup membuat Ifan merinding, sosok itu terus menatap Ifan dengan tajam.

Ifan termenung, wanita itu tersenyum kemudian menghilang, bahkan disiang hari ia berani menampakkan diri.

Satu pesan masuk ke ponsel Ifan, Ifan segera mengambilnya.

'nak, kamu dimana? Cepat pulang, kamu lupa pesan pakdemu?’ 

Ifan memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana dan kembali memacu sepeda motornya di jalanan yang cukup ramai.

Beberapa hari berlalu tanpa ada gangguan sama sekali, Ifan mencoba menata kembali hidupnya dan mulai beraktivitas seperti semula, saat malam tiba Ifan  merebahkan dirinya, beristirahat sejenak kemudian baru mandi, di tengah asyiknya menikmati guyuran air di atas kepala,  tiba-tiba ada dua tangan yang sangat dingin menyentuh masing-masing pundaknya dengan lembut, Ifan mematung, nafasnya memburu, Ifan memejamkan mata mencoba mengatur nafas agar lebih tertata, meyakinkan dirinya kalau semuanya akan baik-baik saja.

Setelah cukup tenang Ifan mulai membuka matanya perlahan, di kamar mandi yang kecil dan sempit hanya terisi oleh shower dan wastafel ia tak melihat apapun lagi, Ifan mengusapkan tangannya di kedua sisi pundaknya, tangan yang mencengkram itu sudah tak ada, namun tidak dengan rasa cengkeramannya, bahkan pundak kirinya masih meninggalkan bekas tusukan kuku,  Ifan menyiram air dan menggosok kedua pundaknya dengan keras mencoba menghilangkan rasa cengkeraman itu.

“Apa kau mengingat cengkeraman ini?” Suara yang begitu lembut mendadak berbisik di telinga Ifan.

Ifan bergidik ngeri.

“Mima?” Tanya Ifan dengan tubuh bergetar.

“Apa kau yang sering menampakkan diri?” Tanya Ifan lagi, namun sunyi hanya ada suara tetesan air yang menambah kengerian suasana kamar mandi saat itu.

Sosok yang beberapa kali menghantuinya bukanlah Mima ia ingat betul seperti apa wajah Mima meski tragedi mengerikan itu sudah berlalu sepuluh tahun yang lalu. Ifan bingung kenapa sosok Mima baru mendatanginya sekarang.

Ifan tertawa kecil, sebuah tawa yang mengisyaratkan rasa kesal yang sangat dalam, ia benci mendapati kenyataan yang  harus dihadapinya.

Ia segera menyelesaikan mandinya, berganti pakaian, berwudu dan menggelar sajadah, ia sadar hanya Tuhan saja yang bisa ia jadikan tempat bersandar meminta perlindungan, ia selama ini telah berusaha mengubur dalam-dalam masa kelamnya dan berusaha menjadi manusia yang baik, namun sepertinya itu belum cukup. Ifan tak ingin ada yang tahu masa kelamnya dan ia juga tak mau sosok Mima atau siapa pun itu terus mengganggunya.

Masa lalu yang kelam dan penuh dosa itu kembali menari-nari dalam ingatan Ifan, ia terus memanjatkan doa namun rasa bersalah kian menggerogoti dirinya, membuat Ifan merasa sesak dan lelah. Ifan ketakutan jika Mima akan terus menerornya, tetapi Ifan juga tak berani jika menceritakannya pada Bu Asih dan Pakde Kartono.

Ifan membaringkan tubuhnya di atas sajadah menatap langit-langit kamar.

“Ifan” suara lembut Mima terdengar kembali.

Ifan kaget dan berteriak cukup kencang.

“Mima maafkan aku!” Seru Ifan, suaranya bergetar. Ifan menggigit ujung bibirnya hingga sedikit berdarah.

“Aku tak bermaksud untuk menyakitimu, aku hanya tak berani melawan mereka,” Ifan tertunduk lesu, tangisnya tertahan.

“Ifan” suara Mima kembali menggema, suara putus asa mengharapkan pertolongan, Ifan masih mengingat dengan jelas bagaimana Mima memanggil namanya dengan putus asa, tatapan sendu penuh ketakutan, namun saat itu Ifan hanya diam mematung memandangi Mima yang tengah di lecehkan dan dianiaya oleh kawan-kawannya.

“Apa, Mima?” Suara Ifan gemetar “apa yang kau inginkan?” Tanya Ifan.

Lama Ifan menunggu bahkan sampai beberapa kali ia mengulangi pertanyaannya namun tetap tak ada jawaban.

Keesokan harinya Ifan berkunjung ke rumah Miko, tempat biasa ia berkumpul bersama teman-temannya, meski tak sedekat dahulu namun mereka pernah melakukan dosa yang sama. 

Rumah kayu dengan cat kuning pudar itu terlihat sangat tua, rumah Miko terlihat sangat tak terawat dibandingkan 10 tahun lalu.

Ifan memarkirkan motornya di pinggir jalan kemudian melangkah masuk ke dalam rumah, kebetulan pintu rumahnya terbuka cukup lebar.

“Ngapain?” Tanya Adit, padahal Ifan baru saja sampai diambang pintu, namun langsung mendapat sambutan yang cukup ketus.

“Hantu Mima semalam mendatangi aku,” jelas Ifan.

Sontak kelima teman Ifan yang sedang menikmati hisapan rokoknya  itu tertawa terbahak-bahak.

Ruang tamu yang hanya beralaskan lantai kayu itu tampak berantakan, orang-orang yang duduk tak teratur, juga dipenuhi oleh banyak sampah rokok, minuman keras dan beberapa macam makanan ringan.

“Selama ini kemana hantu itu? Keliling dunia?” Adit kembali terbahak.

“Gila kau ya!” sentak Adip kembaran Adit.

“Hei!! Berhenti membahasnya, jangan sampai ada yang mendengar dan jadi bumerang buat kita semua,” tegur Miko, ia segera bangkit, berjalan kearah Ifan, dan memukul punggung Ifan cukup keras.

Ifan mundur beberapa langkah, kini ia sudah berada di pelataran rumah.

“Tapi aku tidak berbohong!” seru Ifan kesal, wajahnya memerah menahan rasa sakit dipunggungnya.

“Ya, mungkin dia minta pertanggung jawabanmu,” ucap Miko “kami gak ikut-ikutan,” lanjutnya. Miko kembali duduk dan menghisap rokoknya dengan tenang.

Ifan geram, dulu mereka semua yang membujuk Ifan untuk mendekati Mima, dengan iming-iming jika Mima berhasil jatuh cinta dengan Ifan, maka selama sebulan penuh Ifan akan ditraktir makan oleh mereka dan dalam waktu dekat Ifan berhasil menaklukkan hati Mima, wanita pendiam itu tak tahu menahu soal perjanjian Ifan dan teman-temannya yang Mima tahu Ifan juga mencintainya. Setelah satu minggu berpacaran, Ifan membawa Mima bertemu Miko, Adit, Adip, Alan dan Kimo. Mereka bersama-sama menaiki mobil menuju area hutan yang masih bisa dilalui oleh mobil namun sangat jarang sekali kendaraan lewat daerah ini, jalannya yang berlumpur membuat banyak orang memilih alternatif jalan yang lain, suasana begitu sepi, setelah cukup jauh dari area pemukiman warga mereka menepikan mobilnya ke sebuah rumah tua terbengkalai, tanpa basa basi dengan nafsu binatangnya mereka semua mulai melecehkan Mima, menyentuh bagian vitalnya dan memaksa Mima untuk meminum minum minuman keras, Ifan adalah yang termuda dalam kelompok itu, ia juga memiliki fisik yang paling lemah, Ifan hanya dapat memandangi wanita malang didepanya itu menangis terisak penuh ketakutan, hingga pada akhirnya sebelum Mima menghembuskan nafas terakhirnya Ifan dipaksa untuk melecehkan Mima dan ditonton oleh  mereka semua, Mima mencengkeram pundak Ifan dengan bergetar, memanggil namanya berulang kali meminta pertolongan namun Ifan tak melakukan apa pun. Ia lebih mendengarkan perintah kelima temannya itu, hingga akhirnya Mima kelelahan dan meninggal dunia. Setelah melangsungkan aksinya mereka menutup tubuh Mima dengan semak belukar dan beberapa helai kain di rumah terbengkalai tersebut kemudian meninggalkannya begitu saja.

Hari demi hari berlalu, mereka mulai melupakannya, oleh karena itu mereka semua menumpahkan kesalahan masa lalu pada Ifan.

“Saat itu kalian yang terus memaksaku, kalian tahukan aku sama sekali tak berniat menyakiti Mima aku dalam tekanan kalian!” Tegas Ifan.

“Bodoh!” Sentak Miko. “Ku bilang diam! Kau hanya berhalusinasi! Apa butuh waktu sepuluh tahun untuk hantu dapat bangkit?” Tanya Miko.

Ifan terdiam.

Ifan membalikkan tubuhnya, percuma berbicara dengan mereka, toh mereka semua sudah cuci tangan. Apa lagi semenjak Ifan memutuskan untuk bertobat dari pergaulan jahat yang dia jalani bersama Adit, Adip, Miko, Alan dan Kimo. Sudah jarang bertemu, tentu saja kedekatan mereka pun kian merenggang keputusannya untuk menemui kelima teman lamanya itu merupakan keputusan terburuk.

Ifan membulatkan tekadnya untuk mencari tahu sendiri perihal hantu Mima, dan hantu gadis yang beberapa kali menampakkan wujudnya, serta gangguan aneh di rumahnya beberapa waktu belakangan ini.

Sepeninggalan Ifan, Alan berkali-kali mengucapkan sumpah serapah. Ketenangan yang di rasakan kini terusik, karena Ifan yang secara tiba-tiba muncul membahas kejadian yang sudah berlalu. Namun hanya disambut gelak tawa oleh Miko.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status