Share

BAB 3 Dari Masa Lalu

Ifan tersenyum miris, merasa malu, ia pria muda yang sangat kuat kini tak lebih menyedihkan dari perempuan terlemah sekalipun.

Ifan meyakinkan dirinya sendiri untuk mulai berani jika nanti melihat makhluk tak kasat mata lagi.

Tak lama berselang Ifan merasa haus, ia termenung cukup lama takut kalau akan terjadi hal yang mengerikan lagi, namun semakin lama Ifan tak dapat menahan rasa hausnya, akhirnya iia memberanikan diri keluar kamar, mengambil air minum.

“Pakde pasti akan segera sadar kalau Aku tak ada di kamar dan langsung mencarinya,” Ifan bergumam pelan pada dirinya sendiri, Ifan percaya ia akan baik-baik saja selagi masih ada Pakde Kartono.

Ifan turun dari ranjang, berjalan perlahan, dilihatnya Pakde Kartono tertidur pulas di kursi sofa ruang keluarga, televisi di dinding masih menayangkan sinetron kesayangan bu Asih, namun bu Asih tak terlihat keberadaannya, Ifan berjalan perlahan menuju dapur, dia berhati-hati agar tak menimbulkan suara gaduh dan mengagetkan Pakde Kartono.

Sesampainya di dapur Ifan mengambil secangkir air minum membaca Basmalah kemudian mulai meneguk air itu perlahan hingga tandas, Seusai meletakkan gelas minumnya Ifan berlari kencang menuju kamar tidur.

Ifan kembali berjalan ke arah kamarnya, Pakde Kartono tampak tertidur sangat lelap, bahkan sekarang suara mengorok Pakde Kartono terdengar sangat jelas, Ifan mengendus kesal, “kenapa jadi aku yang jaga Pakde, bukan Pakde yang jaga aku” gerutunya.

Ifan mengedarkan pandangannya ke segala sudut ruangan, jantungnya berdegup ada perasaan waswas.

Berkali-kali ekor matanya menangkap bayangan hitam, namun tiap kali Ifan menatap kearah tersebut bayangan itu langsung hilang.

Ifan kembali membaringkan tubuhnya dan membiarkan lampu kamar tetap menyala terang, ia terdiam dalam keheningan malam yang panjang. “Ibu sudah tidur kali ya,” tanya Ifan pada diri sendiri, ia mulai memejamkan mata.

Malam itu berlalu dengan damai seperti malam-malam terdahulu, Ifan dan seisi rumah melalui malam dengan tenang dan tertidur dengan lelap.

***

Mia yang merasa tubuhnya terasa sakit dan pegal memutuskan untuk berjemur di bawah terik matahari pagi, rasa hangat mulai merasuki tubuhnya dan itu membuatnya merasa jauh lebih baik.

Udara pagi di desa terasa sangat menyegarkan, masih banyak pepohonan yang membuat suasana terlihat asri, setelah sepuluh menit berlalu Mia kembali masuk ke dalam rumah, istirahat sejenak dan segera bergegas mengambil handuk dan mandi, kemudian bersiap.

Bu Lilis membuka pintu kamar Mia, mengulurkan wajahnya ke dalam kamar “Nak, ada Ifan di teras rumah,” panggil Bu Lilis, ibu Mia.

“Loh, kenapa kesini pagi sekali?,” Mia mengernyitkan dahinya.

Bu Lilis menggeleng “ibu kira kamu yang mengundang.”

Mia menggeleng.

“Ya sudah, mungkin dia kangen saja sama kamu,” tebak Bu Lilis.

“Sudah sana, temui saja siapa tahu ada yang penting sampai kesini pagi-pagi,” ucap Bu Lilis, “lagian sudah lama nak Ifan gak main kesini, tadi ibu suruh dia tunggu kamu di ruang tamu, tapi gak mau katanya di teras saja, ya udah ibu buat teh dulu, sana keluar,” perintah Bu Lilis lagi.

Mia mengangguk malas.

Waktu masih menunjukkan pukul 07.30 pagi, Mia membuka jendela kamarnya mempersilahkan sinar mentari pagi menyinari kamar mungilnya, dengan cepat hawa dingin dalam kamar Mia berubah menjadi hangat.

Mia keluar kamarnya dengan menenteng sebungkus makanan ringan, berjalan menghampiri Ifan dengan malas,

Ifan duduk santai di kursi teras menatap ke arah jalan raya, memperhatikan orang yang sibuk berlalu lalang, “ada apa?” tanya Mia begitu ia dan Ifan beradu tatap.

“Aku ingin memastikan kalau kamu baik-baik saja, beberapa hari ini kamu gak berkabar,” Ifan tersenyum manis, berdiri dan membentangkan kedua tangannya.

Ifan menatap Mia dengan perasaan kagum, Mia terlihat jauh lebih cantik, walau hanya menggunakan kaos putih polos berlengan panjang, rambut Mia yang terurai semakin menambah aura kecantikannya.

Mia tertawa geli “Ada-ada saja, lagi pula aku bukan anak kecil, jadi tidak perlu berpikir yang enggak-enggak” ucapnya.

Ifan menarik nafas panjang.

“Aku beberapa waktu lalu sakit, jadi gak bisa berkabar, maaf ya.”

“Tak apa,” jawab Mia singkat.

“Kamu kenapa?” Ifan mengernyitkan dahinya, kaget dengan sifat ketus Mia.

“Sudah aku katakan aku baik-baik saja?” sentak Mia.

“Kamu begitu cuek dan dingin sama aku.”

“Fan. Sudah ya, masih pagi, jangan merusak suasana,” Mia memicingkan matanya kesal.

“Loh Mi...” Ifan menghentikan ucapannya, Bu Lilis muncul dengan senyum semringah diwajahnya sembari membawa baki berisi dua gelas teh hangat dan sepiring kue ke hadapan Mia dan Ifan “lanjut saja mengobrolnya, ibu tidak menguping kok,” canda Bu Lilis, Ifan terbahak dan Mia hanya tersenyum ketus.

Sepeninggalan Bu Lilis, Ifan mencoba kembali untuk mencairkan suasana, Ifan menangkupkan kedua telapak tangannya ke atas tangan kanan Mia, sembari berkata dengan lembut, “Mia sayang, kamu kenapa sih?”

“Aku capek sama kamu, kita putus saja!” seru Mia ketus.

Sontak saja ucapan Mia sangat mengagetkan Ifan.

“Mi, kamu serius?” Ifan membelalakkan matanya tak percaya

Mia mengangguk.

“Kenapa? Kita bahkan sudah berencana untuk menikahkan? Orang tua kita sudah sepakat juga akan hal itu.” Jelas Ifan.

Ifan seperti tak mengenali sosok Mia yang berada di hadapannya kini, Mia yang lembut manja dan bawel sudah tiada, hanya ada Mia yang ketus dan tak peduli padanya, Mia yang berubah secara tiba-tiba membuat Ifan kebingungan.

Dengan ketus Mia berucap “Itu jadi urusanku, aku yang akan ngomong ke orang tua kita, karena kita belum menikah jadi santai saja gak usah berlebihan,”

Ifan terdiam, Mia seperti enggan memberi Ifan kesempatan untuk berbicara.

“Minum tehnya, lalu pergilah,” seru Mia.

Tanpa suara Ifan meneguk teh dengan kesal.

Ifan kembali meletakkan cangkir tehnya keatas meja dengan keras.

“Apa ada pria lain? Pantas saja kau tak pernah menghubungiku lagi,” cetus Ifan.

Mia tersenyum “tidak ada laki-laki lain, aku hanya ingin kita putus, kita itu gak cocok satu sama lain, jadi gak usah deh kamu ngomong yang aneh-aneh.” Mia segera beranjak dari tempat duduknya dan menutup pintu ruang tamu meninggalkan Ifan seorang diri.

Ifan menggaruk kepalanya yang tak gatal itu dengan amarah, semalam Ifan sempat terpikir apakah Mia telah berubah? Ternyata ketakutannya itu nyata.

Saat hendak meninggalkan rumah Mia, sekilas Ifan melihat sosok wanita yang pernah dilihatnya di depan asrama terbengkalai waktu itu.

Namun saat Ifan memfokuskan pandangannya, sosok tersebut tiba-tiba menghilang.

Bulu kuduk Ifan meremang, ia bergegas berjalan dan segera melajukan motornya dan berlalu meninggalkan rumah Mia dengan berjuta pertanyaan yang terus berputar di kepalanya.

Ifan memutuskan untuk pergi ke asrama lagi mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, karena keanehan ini bermula dari sana.

“Sebelum semuanya makin kacau dan aku semakin tak tahu arah, aku harus segera menemukan jawabannya,” Ifan bergumam pelan, ekor matanya menangkap sesosok wanita yang diam terduduk di belakangnya sambil menundukkan pandangan, rambutnya tergerai panjang, Ifan terus memperhatikan dari spion motor dan bruk!

Sebuah kecelakaan tak terelakkan, Ifan jatuh dan terpental dari motornya, ia mengalami kecelakaan tunggal, tak parah, namun cukup membuat luka di beberapa bagian tubuhnya.

Sekelompok pria paruh baya berlari menghampiri Ifan, beberapa membantu Ifan berdiri dan lainnya mengecek kondisi motor Ifan.

“Ada cewek di jok belakang,” ucap Ifan ketakutan pada sekelompok bapak-bapak yang sedang menolongnya.

“Perempuan bagaimana mas?”

“Hantu!” Seru Ifan.

“Ah mas ada-ada saja, ini masih siang mas, masa ada hantu berkeliaran, hantu takut panas mas, takut hitam.” Canda mereka.

“Masnya melamun kali, lagi banyak pikiran ya mas?” Tanya salah satu dari mereka.

Ifan mengangguk

“Nah, tuh dia!” seru mereka beramai-ramai.

Tak ingin membantah, Ifan segera mengucapkan terima kasih bergegas menaiki motornya, ia tak percaya jika itu hanya ilusi semata, semua tampak nyata dan ini bukan pertama kalinya.

Ifan langsung teringat perkataan Pakde Kartono kalau ia tengah menjadi incaran makhluk halus.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status