Share

BAB 2 Dia yang kembali

“Sudah bangun nak, sini Ibu bantu duduk,” ucap bu Asih saat melihat putranya yang baru saja terbangun dari pingsan.

Ifan meringis, rasa sakit terasa di sekujur tubuhnya.

“Bu, tubuh Ifan sakit sekali,” keluh Ifan.

“Tahan dulu ya nak, sebentar lagi pasti hilang rasa sakitnya,” Bu Asih menenangkan, tanganya tengah sibuk memeras handuk basah yang digunakan untuk membasuh tubuh Ifan.

“Bu, badan Ifan rasanya pegal banget, tapi sudah gak pusing lagi,” keluh Ifan lagi.

“Iya, nak. Kamu sudah aman” Bu Asih, dengan cekatan membereskan semua peralatan yang berserakan di sekitar Ifan.

Saat Ifan terbangun dari pingsannya, Pakde Kartono sudah tidak ada dan di ruangan, hanya tersisa Bu Asih yang kini sedang membersihkan lantai ruang tamu yang dipenuhi oleh bunga dan percikan air dimana-mana. Seusai membereskan ruang tamu wanita paruh baya itu lantas membantu Ifan untuk duduk sebelum memberi pemuda itu minum.

Ifan meringis menahan perih, handuk kecil yang bu Asih gunakan untuk menyeka kulit Ifan terasa begitu menyakitkan.

Bu Asih menyodorkan sebotol air mineral dan berkata “kamu lahir hari kamis wage, kamu memiliki energi spiritual yang kuat, sehingga menarik perhatian makhluk gaib, simpelnya makhluk gaib mudah tertarik padamu”

“Berarti Ifan gak beneran diguna-guna dong” Ifan menimpali.

“Kamu beneran diguna-guna, karena itu sekarang kamu mungkin lebih memiliki sensitivitas yang lebih kuat. Karena weton kamu tulang wangi, maka jin yang dikirim padamu merasa betah berada di dalam dirimu.” jawab Bu Asih ia berjalan ke arah Ifan dan duduk disampingnya.

Wanita itu lantas memberi isyarat kepada Ifan untuk berbalik badan agar dia bisa menggosok punggungnya.

Dengan menurut, Ifan lantas membalikkan punggung. Sambil menghadap ke dinding, pelan-pelan dia menggelengkan kepala karena semuanya terasa semakin aneh.

“Nak, beberapa hari ini kamu jangan keluar kamar ya. Kalau perlu sesuatu, bilang saja sama ibu. Nnti ibu siapkan,” kata Bu Asih tiba-tiba.

“Jin kirimannya memang sudah gak ada, kamu juga gak akan merasa sakit lagi. Namun, Pakdemu berkata bahwa masih ada Jin yang belum bisa diusir karena Pakde belum tahu jin itu berbahaya atau tidak untukmu,” lanjut Bu Asih lagi.

Ifan mengangguk dengan malas, mengapa hidupnya yang tenang kini harus berurusan dengan makhluk mistis yang selama ini tak dipercayainya?.

Hingga kini Ifan enggan memberitahu rekan-rekannya soal penyakit yang tengah ia derita, penyakit yang diluar logika manusia.

Seharian penuh Ifan hanya bermain ponsel di atas tempat tidurnya, sesekapi ia kedapur mengambil makan dan kembali berleha-leha.

Saat malam tiba Ifan hanya memperhatikan Bu Asih yang tengah sibuk menabur garam kasar di sudut-sudut kamar Ifan dengan hati-hati.

Namun beberapa jam kemudian Ifan merasa sangat haus, diam-diam Ifan melangkahkan kaki keluar kamar menuju dapur, mengambil secangkir gelas dan segera meminumnya namun secara tiba-tiba kesadaran Ifan mulai menghilang.

Tubuhnya seperti dikuasai oleh makhluk gaib, ia berjalan ke luar rumah menuju asrama terbengkalai yang tak begitu jauh dari rumahnya, sebuah asrama yang merupakan bekas rumah sakit.

Menurut cerita yang beredar, asrama ini pernah dijadikan tempat pembantaian pada zaman Belanda. Di sana, terdapat pohon beringin tua yang sangat besar. Menurut informasi warga sekitar, ketika malam hari di tempat ini sering terdengar suara jeritan minta tolong, atau penampakan wanita muda yang berjalan mengitari asrama dengan wajah menunduk.

Tak heran, banyak warga yang enggan keluar rumah saat malam hari, mereka lebih memilih berdiam diri di rumahnya masing-masing.

Tepat di depan asrama terbengkalai itu, Ifan langsung tersadar, ia kebingungan mengapa dirinya bisa berada disini, ia melirik sebuah jam di pergelangan tangan kirinya sudah menunjukkan pukul satu dini hari, bulu kuduk Ifan meremang, suasana sepi dan angin terasa dingin mencekam, seperti ada sosok yang terus mengawasinya, saat Ifan hendak melangkah pergi, siluet tubuh wanita dibalik rimbun rerumputan mengurungkan niatnya, Ifan berjalan perlahan menghampiri, rasa penasaran menguasai dirinya.

Meski janggal, Ifan tak berpikir bahwa wanita itu adalah makhluk gaib, dari kejauhan tak tampak jelas seperti apa wajahnya, hanya saja Ifan sangat yakin bahwasanya wanita itu adalah gadis muda yang sangat cantik. Mungkin saja gadis itu mengalami Insomnia, akhirnya memilih untuk berjalan-jalan pikir Ifan.

Ifan berjalan perlahan mengikuti sosok wanita yang membuatnya penasaran itu, hingga sampailah di bawah pohon beringin yang sangat rindang, sosok itu menoleh sembari tersenyum manis kearah Ifan, perlahan wajahnya berubah mengerikan dan ia mulai tertawa dengan suaranya yang nyaring dan terdengar begitu keras, tubuhnya melayang ke atas pohon beringin.

Ifan tersentak kaget, jantungnya berdegup kencang, dengan cepat ia berlari tunggang langgang. Ifan berlari sekencang-kencangnya sambil sesekali memaki diri sendiri.

“Sejak awal saja sudah aneh, mengapa malah terus mengikuti,” gerutu Ifan pada dirinya sendiri. Beruntung, sepanjang perjalanan pulang Ifan tak bertemu hal mengerikan sama sekali.

Sesampainya di rumah, Bu Asih dan Pakde Kartono sudah menunggu di teras rumah dengan perasaan cemas, Ifan tertunduk lesu, ia berjalan perlahan sembari mengatur deru nafasnya yang memburu.

Antara lega dan khawatir bu Asih berjalan cepat menghampiri Ifan, dengan mata sembab karena menahan tangis, Bu Asih menepuk pundak Ifan dengan suara bergetar “kenapa kamu kok gak mau mendengarkan perintah ibu toh, Le?.”

“Maaf, Bu,” jawab Ifan singkat. Tubuh Itu Ifan terasa sangat lemas, tak bertenaga sama sekali.

“Guna-guna di dirimu memang sudah tidak ada, akan tetapi insiden ini membuat makhluk gaib makin tertarik padamu, kini hidupmu sudah berubah tak seperti dulu lagi, ada yang terus mengikuti ada yang sekedar iseng mengganggu,” nasehat Pakde Kartono.

Ifan mengangguk, antara percaya dan tidak, tapi ia baru saja membuktikannya dengan kejadian aneh barusan, ia yang tanpa sadar berjalan keluar rumah dan gadis cantik yang tiba-tiba berubah menjadi kuntilanak, sangat menyeramkan.

“Ifan izin masuk ke kamar, bolehkan Bu?” Pamit Ifan, ia lelah.

Sesaat setelah merebahkan diri Ifan meraih ponselnya dan memandangi foto cantik Mia.

Sejak Ifan terbangun sakit, Mia tak pernah mengiriminya pesan sekap pun, bahkan pesan yang dikirimkan Ifan sedari siang cuman dibaca tanpa membalas satu kalimat pun, hal itu membuat Ifan bertanya-tanya pasalnya Mia adalah gadis yang sangat cerewet dan periang, bahkan sering kali Mia mengirimkan hingga puluhan pesan teks setiap harinya.

“Besok aku ke sana saja, bertanya secara langsung,” gumam Ifan.

Meski sudah berusaha untuk tidur namun Ifan masih tak bisa tidur, Ifan meraih ponselnya dan mencoba menelepon Mia tapi tak diangkat, Ifan mulai berpikir apakah ini ada hubungannya dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Bukan hanya Mia, banyak dari kawan Ifan yang sama sekali tak menanyakan keberadaan Ifan selama beberapa hari ini, aneh memang.

Ifan kembali mencoba memejamkan mata, namun ia masih juga tak kunjung tertidur, pikirannya terus melayang mengingat kejadian tadi. Tubuhnya yang berjalan dengan cepat membuatnya seakan-akan Ifan berpindah tempat dengan ajaib.

Malam semakin larut. Keheningan malam mulai terasa, udara dingin seakan mendekap dirinya, Ifan menyadari ini bukanlah dingin malam, rasa dinginnya mirip dengan yang Ifan rasakan kemarin sore, sebelum Pakde Kartono melakukan ritual pengusiran jin.

Ifan menarik selimut hingga menutupi seluruh wajahnya, namun tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki berjalan kearah kamarnya, Ifan menurunkan selimut disaat yang bersamaan suara itu tiba-tiba menghilang, kedua tangan Ifan meremas selimut dengan kencang, jantungnya terus berdegup tak terkendali rasa takut mulai menguasai dirinya, Ifan kembali menutup wajahnya dengan selimut namun suara langkah kaki itu semakin jelas, kini terdengar tepat berada di samping Ifan, dengan tubuh bergetar Ifan mencoba mengatur nafasnya yang memburu, ia mencoba menenangkan diri.

Perlahan Ifan mulai menurunkan kembali selimutnya, terlihat sosok tinggi besar berada di belakang pintu kamarnya, kepalanya sampai menyentuh langit-langit kamar, dengan pencahayaan yang minim Ifan tak dapat melihat dengan jelas sosok seperti apa itu, tapi tetap saja Ifan ketakutan, tubuhnya bergetar hebat, sosok itu menatap tajam kearah Ifan, tubuh Ifan membeku untuk beberapa saat.

‘’ibu...” Setelah sekian lama akhirnya Ifan dapat bersuara dan menggerakkan tubuhnya kembali.

“Ibu...” Ifan berteriak. Pakde Kartono membuka pintu kamar Ifan dengan tergesa-gesa, seketika sosok misterius itu menghilang, Ifan menangis terisak, ia tak menyangka kini hidupnya terus dihantui.

“Tidak hanya satu orang, tapi ada beberapa orang yang berniat menyakitimu,” ucap Pakde Kartono, tangannya mengelus lembut pundak keponakannya itu.

“Kenapa pakde? Aku salah apa?” Tanya Ifan putus asa.

“Tak melulu soal kesalahan yang kau perbuat, bisa juga karena kebencian, kecemburuan dan rasa iri,” jelas pakde Kartono. Raut kecemasan terpatri jelas diwajahnya.

“Maksud Pakde?” Ifan kebingungan.

“Pakde akan mencari tahu siapa dalangnya, tapi selama proses pencarian kamu harus segera menghindari hal-hal yang terasa janggal, kau sedang dalam incaran makhluk halus, perlu berhati-hati dan jangan melamun,” nasehat Pakde Kartono.

Ifan melirik ke arah Bu Asih yang sedari tadi berdiam diri disebalah pakde Kartono, Bu Asih mengangguk pelan tanda setuju.

“Aku sudah berhati-hati, bahkan di dalam kamar yang kata pakde aman,” protes Ifan kesal.

Pakde Kartono mengangguk “Pakde akan mencari tahu,” ucapnya pelan.

Ifan menghela nafas frustasi

“Semoga lekas membaik,” ucap Bu Asih dengan lembut, berusaha menenangkan hati Ifan.

“Malam ini Pakde bermalam disini, akan Pakde pastikan tidak akan ada lagi gangguan yang akan menghampiri kamu,” jelas Pakde Kartono panjang lebar.

Ifan kembali mengangguk, ini janji keamanan yang ke sekian kalinya yang diucapkan pakde Kartono, namun Ifan masih menaruh harapan ia dapat hidup tenang seperti dulu lagi.

“Bu pintu kamarnya jangan ditutup ya, Pakde tidur di depan kamar aku kan? Agar aku bisa lihat Pakde dari sini, dan lampu kamar biarkan menyala saja ya, biar tenang,” pinta Ifan, Bu Asih mengangguk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status