‘’Kamu gila, Val!’’
Delia berteriak di depan wajahnya.
Bukan tanggapan seperti ini yang Valerie harapkan saat memutuskan untuk mengajak Delia bertemu di luar.
Valerie ingin mendapat dukungan, bukannya reaksi terkejut seolah-olah permintaannya pada Leo beberapa jam lalu adalah sebuah hal tak masuk di nalar.
‘’Memangnya salahku di mana, Del?’’
‘’Memang tidak salah, sih. Aku cuma gak nyangka kalau kamu berani keluar dari sarang lalu memutuskan untuk bermain api.’’
‘’Aku sudah bermain api di dalam sarang, Del. Bedanya,
‘’Mas, di mana?’’‘’Ini di depan.’’‘’Gak ada!’’‘’Coba cari lagi. Mas bisa lihat kamu dari sini.’’Dicari-cari selama beberapa detik, tapi Valerie tidak menemukan Leo di depannya. Apalagi tempat parkir itu lumayan gelap.‘’Mas, serius?’’ Valerie menoleh ke kanan dan ke kiri, masih menggenggam telepon di telinga tapi Leo tetap tidak ada.‘’Mas di ma— Akh!’’Leo muncul di belakangnya. Memelukn
‘’Kau apakan Valerie, Bajingan!’’ serunya beringas.Nathan menarik kerah dan memukuli Leo tanpa henti sampai darah segar terciprat kemana-mana. Sebagai istri, Valerie sangat-sangat tak kuasa melihat suaminya tersudut seperti itu.‘’Hentikan, Nathan. Hentikan!’’ Valerie berteriak melerai sementara Lili menarik-narik tubuh Nathan.‘’Mas, sudah! Cukup!’’‘’Dia menyentuhmu, Val. Dia menyentuhmu,’’ pekiknya sembari tak putus-putus memukul.Hati Nathan begitu sakit. Katakan, laki-laki mana yang mampu melihat wanitanya dinodai oleh orang yang selama ini mengaku sebagai
‘’Mas, bagaimana bila Nathan memberitahu Mbak Van?’’ Valerie takut bila Nathan melaporkan. Jujur. Tangisnya sekarang didominasi oleh kekhawatirannya pada Vania.‘’Tidak akan,’’ Yakin Leo dan membawa Valerie masuk ke mobil.‘’Bisa saja Nathan nekat!’’ tukasnya lagi.‘’Dia laki-laki yang memiliki harga diri tinggi, Valerie. Dan orang seperti itu bukanlah tipekal orang yang suka mengadu.’’Nathan tidak suka mencampuri urusan orang lain. Begitulah sifat Nathan yang selama ini Valerie tau. Tapi melihat seorang Nathan dengan ekspresi seperti itu, Valerie benar-benar baru melihatnya.
‘’Bagaimana, Saksi? Sah?’’‘’SAH!’’Lantunan doa-doa membahana ke seisi ruangan. Pernikahan sederhana dan hanya dihadiri oleh kerabat dekat yang datang.Lili mencium tangan Nathan setelah keduanya bertukar cincin.‘’Ya ampun, kilat banget ya, Nathan.’’ Delia berseru setelah melihat rekaman video yang dikirim Lili pada Valerie.‘’Obat sakit hati itu memang menikah,’’ imbuh Delia seraya menarik diri.Barus saja Valerie ingin meletakkan ponselnya di meja sambil menahan kesedihan, sebuah pesan dari Lil
Kandungan Valerie telah mencapai usia sembilan bulan. Perutnya kian besar dan badannya mudah lelah. Namun begitu, Valerie tetap menjalankan kewajiban sebagai seorang istri dan terus datang ke rumah kedua.‘’Mas, Valerie capek,’’ ucap Valerie di telepon.‘’Ya sudah istirahat, jangan masak. Apa mau di rumah kita pakai ART?’’‘’Gak usah, Mas. Valerie tidak mau ada orang lain selain kita berdua.’’Terdengar gombal di telinga Leo, hingga laki-laki itu mengulum senyum. Padahal, Valerie hanya tidak ingin ada orang lain yang tau bahwa dia adalah istri siri Leo.‘’Kalau begitu, istir
‘’Kalau tidak jadi, seharusnya mas mengirim pesan!’’ desisnya tajam.Valerie sangat-sangat marah karena Leo tak kunjung datang semalam.‘’Valerie sampai ketiduran dalam keadaan telanjang tau gak!’’Menanti seperti orang bodoh, berharap digauli suami, nyatanya Valerie malah terserang flu akibat menunggu Leo.‘’Hatchi!’’ Valerie menatap sinis. Karena Leo lah dirinya jadi bersin-bersin begini.‘’Sayang, mas minta maaf,’’ ucap Leo pelan.Tapi, Valerie tak acuh dan malah melahap nasi goreng buatan Inah
‘’Boleh aku duduk?’’‘’Tidak!’’Meski tak mendapatkan izin Valerie, Nathan tetap memaksa duduk.‘’Sampai kapan kamu akan bersamanya, Val?’’‘’Pertanyaan macam apa itu?’’ Tatapan Valerie berubah sinis.‘’Jangan tersinggung. Harusnya kamu mengerti, Val. Bahwa tidak ada sejarahnya, pria beristri dua dapat membahagiakan keduanya.’’Valerie tidak dapat menutupi, bahwa kata-kata Nathan membuat hatinya bersedih.‘’Jadi
‘’Li, kamu sedang apa?’’Brak!Ponsel Lili jatuh sangking kagetnya Lili dengan munculnya Nathan.‘’Gak ngapa-ngapain kok, Nath.’’Nathan kemudian mengambilkan benda itu tanpa melihat layar yang masih menyala dan memberikannya pada Lili.‘’Maaf aku pulang telat.’’Lili lalu mengernyitkan dahi. Tidak biasa-biasanya Nathan bersikap lembut seperti ini. Bahkan mengucap kata maaf segala.Namun Lili hanya menatap datar karena sudah tau alasan dibalik keterlambatan Natha
Selain itu, walau dulunya sering bertengkar, kini Rian sangat menyayangi Gia. Tidak ada lagi aksi nakal hingga Gia menangis.Rian sudah bisa menerima Gia.Bahkan memanggil Gia dan Alia dengan julukan si kembar kedua.‘’Nggak nyangka, ya, kita jadi kakak adik.’’ Rian tersenyum pada Gia, mungkin itu untuk pertama kalinya. Entahlah, mungkin sejak lama Rian sudah peduli dan sayang pada Gia tetapi terlalu malu menunjukkannya karena Gia bukan Alia. Alias sang adik.Tetapi kini sudah resmi. Sehingga Rian tidak menutup apapun lagi.‘’Iya. Semoga kamu jadi kakak yang baik seperti baiknya kamu ke Alia.’’ Gia pun membalas senyuman tersebut. ‘’Kalau mas nggak baik, kasih tau aku saja. Nanti aku laporin ke Papi Leo,’’ celetuk Alia walau mata dan tanganya sibuk menata boneka.Ketiganya tengah main bersama. Tak lama si kembar datang bersama orang tua mereka.‘’Rian, mana kedua mami sama papimu?’’ seru Delia.‘’Di kamar, Tante.’’‘’Ngapain?’’ Alin kini yang bertanya. Padahal mereka sekeluarga beren
Beberapa hari setelahnya…Vania, Valerie dan Leo kompak menuju rumah sakit jiwa. Melihat Gavi tidak sendiri di dalam dunianya. Sandra dan Elsa menemani, satu ruangan berisi tiga orang.Elsa kehilangan bayinya saat di rumah sakit dan berakhir seperti Sandra yang terobsesi pada Gavi.Hingga kini pun Sandra memanggil nama Gavi.Elsa menyebut nama Rendi.Dan Gavi menyebut nama Vania.‘’Apa ada kemungkinan bisa sembuh?’’ tanya Vania pada perawat yang mendampingi.‘’Bisa. Tapi tidak bisa sembuh total. Hanya jika gejalanya diredakan, mereka akan kembali normal. Tetapi, kemungkinan kambuhnya juga akan sangat tinggi.’’Vania tidak menyangka jika kembalinya dirinya pada Leo adalah penyebabnya. ‘’Lebih baik jangan diredakan. Dia itu kriminal. Kalaupun disembuhkan untuk menjalani pemeriksaan biar bisa dikurung di penjara.’’ Leo masih memendam dendam yang belum terlampiaskan.‘’Dia sudah mendapat hukuman setimpal. Mungkin bukan penjara tempatnya dihukum, tapi di sini.’’ Valerie menepuk bahu Vani
‘’Kamu biadab!’’Gavi ingin sekali melayangkan tamparan, tetapi…‘’Jangan bergerak!’’ Polisi berteriak tegas.Kenyataan itu membuat peluh bercucuran membasahi tubuhnya. Penyesalan menyeruak masuk, menusuk kalbu. Berawal dari cinta dan abadi menjadi benci.Baru terasa bila memilih Sandra adalah kesalahan terbesar seumur hidup. Dan dirinya menyia-nyiakan Vania. Yang tidak sadar makin tidak ada orangnya makin Gavi jatuh cinta.Pipinya basah meneteskan air mata penyesalan.Mengapa semua diketahui ketika sudah terlambat?Apakah tidak ada lagi kesempatan kedua untuknya dan Vania bahagia dengan anak mereka?Gavi hanya ingin lepas. Bebas dari sini dan menjemput Vania dengan mulut terucap meminta maaf dan kedua tangan menangkup memohon ampun.Seorang suami pun hanya manusia biasa tidak ada yang sempurna.‘’Aku harus bertemu Vania.’’ Itulah yang terucap dari bibir Gavi.‘’Tidak akan ku biarkan kau mendekati adik iparku lagi.’’ Rendi mendesis sinis.Adik ipar?Tetapi sayangnya belum resmi. Gavi
‘’Apa-apaan…’’‘’Gav, ini anak-anak kita. Aku membawanya karena bayi kita telah gugur. Dan ini sebagai penggantinya. Lihat, lihat,’’ Sandra menarik si kembar ke depan Gavi yang kebingungan dan dua bocah itu semakin takut. ‘’Aku bisa memberimu anak. Mereka lucu juga menggemaskan. Artinya, kita tidak bercerai, bukan?’’Saat ini Sandra terlihat seperti wanita gila. Takut ditinggalkan, membutuhkan kepastian. Ternyata perkataan Gavi membuatnya putus asa sehingga menculik anak orang untuk diakui. ‘’Jika kamu tidak bisa memberiku anak, maka aku akan menceraikanmu,’’ Sandra mengulang kalimat yang pernah Gavi ucapkan. ‘’Dan mereka adalah alasan kamu tidak bisa menceraikan aku, Gav.’’Gavi kian geram dengan tingkah Sandra. Perkataannya sudah kemana-mana.‘’Yang aku maksud dari rahimmu. Bukan dari rahim orang lain!’’ desisnya. Andai bisa berteriak tentu dibarengi kekerasan. Tapi ini rumah sakit. Di mana dirinya sedang bersembunyi untuk menjalankan rencana.‘’Ini anakku, Gav. Mereka adalah anak
Senja di sore hari. Pemandangan indah untuk dinikmati dengan mata telanjang. Di saat orang-orang baru pulang dari lelahnya mencari uang, Gavi berdiri di balkon dengan earphone yang baru saja dihancurkan olehnya.Penyadap yang diletakkan di jendela tempat Vania dirawat meremukkan hatinya menghancurkan rencana yang telah disusun matang.Rasanya tidak mungkin secepat itu Vania memutuskan menikah lagi. Mungkinkah dengan trauma yang diberikannya Vania bisa membangun rumah tangga dalam waktu dekat? Apalagi menikah lagi dengan mantan suami pertama.Tidakkah Vania merasa malu?Tidakkah Vania berpikir sampai ke sana?Setelah Vania keluar dari rumah sakit, dirinya akan menculik Vania dan juga putri mereka tinggal bersamanya.Di rumah yang dibelinya ketika melihat gelagat Vania tidak mau lagi serumah dengan Yura.Gavi tidak sudi, putrinya memanggil Leo sebutan papa padahal Gia adalah anaknya.Mungkinkah Gia dipaksa? Gia dicuci otaknya agar lupa padanya yang kini menyesal menyia-nyiakan anak dan
‘’Gia kangen dipeluk. Dicium. Dibacakan dongeng sebelum tidur.’’ Betapa bayangan Gavi mencuat ke relung hati. Tangisan itu tidak lagi tentang keinginan melainkan tentang kerinduan.Rindu dengan sang ayah.Mulai dari caranya bicara.Mengajaknya bercanda.Menyuapinya.Dada Gia kian terasa sesak, menyadari kalau itu semua tinggal kenangan. Luka yang dicurahkan sang ayah sudah terlalu dalam, mengobati pun akan percuma karena tidak akan bisa sembuh.‘’Gia mau ketemu sama papa, Nak?’’ Terasa berat sekali bertanya. Tetapi sebrengsek apapun mantan suaminya itu, tetaplah ayah bagi putrinya.Namun dengan tegas Gia menggeleng.Valerie dan Vania pun dibuat heran.Gia angkat kepala yang menyembunyikan air matanya. Lalu menyeka walau airnya masih saja keluar. Terlalu sakit sehingga butuh sedikit lebih lama untuk kembali bicara.‘’Gia nggak mau papa Gavi.’’ Intinya, Gia cukup ingat kenangannya dengan Gavi tapi tidak mau papanya Gavi lagi. Traumanya sudah mendarah daging. Gia bisa mengingat dengan
‘’Kamu mau menikah lagi?’’Begitulah yang didengar Leo.Valerie mendesah panjang. Membuatnya harus mengulang lagi. Mengatakannya saja sudah sangat sulit apalagi ini sampai dua kali.Wanita kuat sekalipun akan rapuh bila meminta sang suami mendua.‘’Dengar, nggak? Tolong nikahi Mbak Van,’’ ucapnya lemah tanpa berkedip.Kata-kata itu membuat Leo membesarkan matanya. Sekaligus menggelengkan kepala. Lalu tertawa merasa tidak masuk akal.‘’Sayang, pikiran kamu nggak beres di sini. Sebaiknya kita pulang ke Kalimantan. Mas pesan tiket sekarang.’’ Leo mengambil ponsel dan langsung membuka aplikasi pemesanan penerbangan, tetapi, Valerie menurunkannya.‘’Valerie serius!’’ Cara bicara Valerie bukanlah cara bicara yang biasanya. Leo merasa permintaan itu sangat konyol. Karena tidak sama seperti meminta permen ataupun tas mahal. Leo mengira jika menurut apa yang diinginkan Valerie semua akan lebih mudah ke depannya. Tetapi dugaannya salah.Dirinya pun sampai hati tidak mau membantu Vania lagi.
‘’Iya, Ma. Tapi Gia takut kalau nanti di sekolah ada Tante Sandra lagi. Boleh nggak, Gia bawa om-om itu besok?’’ Gia menunjuk pengawal di depan ruangan.Sebagai ibu, Vania sedih anaknya jadi merasa terancam. Seolah keselamatannya berada di ujung tanduk.Seharusnya Vania menjadi tameng terdepan untuk melindungi, tetapi di saat Gia membutuhkannya Vania malah terbaring sakit.Dan ketika bangun penyerangan itu sudah terjadi.‘’Gimana, Ma? Boleh, nggak?’’ pintanya penuh harap.‘’Jangan om itu, ya. Om lain saja. Gimana kalau Pak Sena?’’ Vania tidak mau merepotkan Valerie. Takutnya Valerie kian benci padanya.Sudah bagus Valerie ada bersamanya walau tidak berkata apapun sejak dirinya bangun. Meski sebenarnya Vania mengharapkan pelukan hangat juga beberapa kalimat dari sang adik. ‘’Tentu boleh. Gia mau yang mana?’’ Valerie mendekati ponakannya, seolah menawarkan mainan boneka.Sejak tadi menunggu waktu yang tepat, akhirnya ada pembicaraan yang bisa membuatnya terlibat.Vania menatap Valerie d
‘’Siapa yang nggak punya otak, Al?’’ Tiba-tiba saja Rian sudah berada di sebelah Rico.‘’Itu tuh, Mas.’’ Menunjuk si kembar dengan mulut yang dimajukan.‘’Kalian apakan adikku?’’ ‘’Jangan salah paham, Sepupu. Kami hanya bercanda.’’ Raffi cengengesan lalu menyenggol lengan Rico untuk ikut tertawa. ‘’Dasar kalian!’’ Alia menggeleng-geleng tetapi sesaat kemudian sudah berdamai lagi.Rian melihat sedikit embun di mata Gia, tetapi tidak berkata apapun. Ingin berempati namun kelakuannya selama ini membuatnya malu untuk tiba-tiba memberi perhatian.‘’Kamu sudah nggak sedih lagi, kan?’’ ‘’Sedikit,’’ jawab Gia pelan.‘’Ayo kita main. Nanti papa aku jemput, terus ngajak kita main di mall,’’ jabar Alia dengan rasa bahagia.Lili dan Nathan sudah menganggap Gia juga sebagai anak mereka. Sangat tidak tega melihat Gia sendirian bertemankan Pak Sena dan Inah saja. Apalagi Alia sering bercerita, betapa sedihnya Gia selama sekolah.Tidak adanya kemajuan tentang Vania, berpengaruh besar pada sang pu