Belum sempat Lia menjawab tentang kepulangan Gavi, Vania sudah buru-buru menuruni tangga karena melihat sedan hitam sudah parkir.‘’Tuan sedang di kamar Nyonya Yura, Non.’’ Lia keceplosan dan buru-buru menutup mulutnya.Gavi menyuruhnya jangan memberitahu Vania. Tapi Vania tahu sendiri sebelum Lia berterus terang.‘’Yah, setidaknya aku nggak bahas tuan sudah pulang. Aku cuma kasih tau tuan ada di mana.’’ Yura mengangkat bahu merasa tidak salah bicara.Padahal Gavi sudah bilang akan membicarakannya di rumah. Tapi setelah sampai, yang dicari bukan dirinya melainkan Yura.Vania sudah tidak tahan lagi.
Vania masuk kian dalam. Kedua tangan menggantung hanya bisa terkepal. Embun di mata tumpah tak tertahan mendapati kejadian dulu telah terulang.‘’Tolong katakan itu semua tidak benar,’’ lirih Vania dengan hati hancur,’’ Kamu hamil?’’ Vania ingin mendengar langsung dari mulut Sandra karena tidak percaya apa yang didengarnya.‘’Jawab!’’Sandra terdiam. Saat ini bicara pun percuma. Posisinya tidak akan dianggap benar.‘’Ini rencana, Mama? Mama yang membuat Gavi sampai tidur dengan Sandra?’’Tatapan Vania beralih pada Yura. Dan wanita itu langsung memeluk menje
Sirine ambulan mengaung membelah macetnya ibukota. Mobil-mobil refleks membuka jalan ketika van putih yang membawa Sandra itu nyaring menekan klakson.Di dalam sana, dengan alat bantu seadanya, Gavi menemani Sandra yang sudah tak sadarkan diri.Sedangkan Yura dan Vania berada di mobil lain.‘’Pak, digenggam tangan istrinya. Biar dia tahu, kalau ada suaminya yang menemani.’’Tapi dia bukan istriku. Bila Gavi ingin berkata lantang.Namun tak sampai hati, akhirnya Gavi menuruti apa yang petugas ambulan katakan.Bibir pucat karena kehilangan banyak darah
Gavi berdiri menghampiri Vania. Baginya keputusan itu sangat gila.‘’Kamu bicara apa? Aku tidak mau.’’ Gavi berdesis di telinga Vania.Namun siapapun tahu, dari ekspresi saja sudah menjelaskan apa yang Gavi bisikkan.‘’Kita harus bicara berdua.’’ Gavi menarik lengan Vania untuk menjauhi brankar. Tetapi langkah baru saja sesenti, Vania menyentak pegangan tersebut hingga terlepas.‘’Tidak. Semua harus dibicarakan di sini.’’Gavi melotot memberi isyarat. Tapi Vania berkeras dengan keputusannya.Berada di posisi yang tidak tahu menahu itu seperti kambing bodoh. Ada dalam situasi tapi tidak mengerti karena orang-orang di sekeliling menutupi.Apapun yang ingin Gavi sampaikan, Sandra juga berhak tahu.‘’Tidak ada tempat untuk lari, Gavi. Menghindar ataupun menolak, tidak merubah kalau kamu sudah membuat Sandra hamil,’’ seru Vania pada sang suami.Gavi terhenyak. Vania seakan tahu yang dipikirkannya.‘’Kamu harus menikahi dia, Gavi. Kamu harus menikah dengannya.’’Mental Sandra saat ini sanga
Vania menahan napas sejenak, perlahan masuk ke kamarnya dan menatap sekitar.Menyadari tempat itu adalah tempatnya dan Gavi, kini merasa sudah tak sama lagi.Foto pernikahan yang menggantung, tak hanya Gavi dengannya tapi juga dengan Sandra.Apa ini?Aku di mana?‘’Tidak, tidak!’’ gumam Vania. Kedua tangan meremas rambut di kepala. Adakah mimpi buruk yang seperti ini? Mimpi namun terasa nyata? ‘’Tidak. Aku tidak mau ada wanita itu!’’ ‘’Tidak… tidaaaakkk!’’ teriaknya. Hingga membuat Vania membuka mata. Berikut nafas memburu takut.Astaga!‘’Aku mimpi?’’ Vania bergumam bersama rasa lega. Melihat figura masih menggantung tunggal tanpa ada figura lain di kedua sisi.Mimpi buruk yang baru saja dialami seperti nyata. Perlahan Vania mendudukkan tubuh dengan kepala yang sedikit sakit.‘’Apa sungguhan? Apa sekarang aku sudah punya madu?’’ Vania masih linglung menyimpulkannya.‘’Mama! Mama sudah sadar?’’Suara mungil itu menyentak Vania dari kebingungan. Pusing seakan hilang. Seketika mencar
‘’Maaf mama jadi menangis.’’ Yura menghapus air matanya. Terlalu larut dalam suasana hingga lupa tujuan ke kamar Vania.‘’Nggak apa-apa, kok, Ma.’’‘’Kamu gimana? Apa sudah enakan? Apa yang dirasa, Nak?’’Vania menggeleng. Hanya sedikit pusing tapi sudah membaik. ‘’Vania malah mengkhawtirkan mama. Vania takut sakit jantung mama kambuh.’’‘’Akhirnya ada kemajuan juga, Van. Ini semua karena San… ah, sudahlah kita jangan bahas dia.’’ Yura tak ingin membuat Vania sedih. Dan juga, sekarang dirinya sudah sembuh. Takutnya bila membahas Sandra, jantungnya malah jadi kambuh.‘’Kamu makan, ya. Mama sudah suruh Lia bawain bubur.’’‘’Iya, Ma.’’Bertepatan dengan itu, Lia datang membawa mangkuk putih di atas nampan. Asapnya mengepul pertanda masih panas.‘’Cepat sini, Lia. Nanti buburnya dingin.’’‘’Baik, Nyonya.’’Tertatih namun waspada sang ART menyodorkannya.‘’Buka mulutnya, Nak.’’ Yura bersiap ingin menyuapi.‘’Ma, Vania bisa sendiri,’’ Vania berseru ingin meraih mangkuk dari tangan Yura.‘’
‘’Papa!’’Gia berseru dan berlari menghampiri Gavi.Gavi sendiri terkejut karena Gia menyadari keberadaannya. ‘’Anak papa sudah pulang sekolah.’’ Walau lelah, Gavi tetap menggendong putrinya. Tangan Gia segera melingkar kuat di leher sang ayah.Tak ingin melepaskan karena cukup lama tidak bermanja-manja seperti ini.‘’Sudah, Papa. Papa Gia mau makan,’’ pintanya.‘’Ayo.’’ Gavi segera berbalik, namun Gia membuat langkahnya berhenti.‘’Tapi sama mama sama oma, Papa. Ayo, ayo. Kita makan.’’ Tangan mungil itu berayun mengajak dua wanita yang sedang terpaku memandang satu sama lain.‘’Loh, kok diam. Ayo oma. Ayo mama. Perut Gia sudah bunyi kukuruyuk.’’ ‘’Suara perut itu kriuk, Gia. kalau kukuruyuk itu ayam,’’ jelas Gavi. Namun Gia mengangkat bahu tak peduli. Gia lebih peduli pada dua orang di hadapannya.‘’Papa, kok oma sama mama nggak bergerak, ya?’’ tanyanya penasaran. Gavi sendiri paham mengapa keduanya belum beranjak. Setelah menyakiti Vania, Gavi tak bisa berharap banyak keduany
Melihat Sandra sekarang, Gavi berkacak pinggang sembari menghela nafas berat. Rasanya begitu letih menghadapi dua wanita yang sedang tantrum. Sesal pun tiada guna. Garam sudah ditabur dan kini baru terasa asinnya.‘’Sandra.’’ Gavi jongkok menyetarakan posisi. Tetapi Sandra tetap menunduk tak menggubris.‘’Mau kamu apa? Jangan pakai sikap gadis-gadis muda yang ingin dimengerti. Cukup katakan saja,’’ serunya berharap tak ada drama lagi.Entahlah. Mungkin karena sadar, tak ada satupun orang di rumah ini yang peduli, Sandra merasa sangat kesepian. Mereka hanya memikirkan agar dirinya tidak mengambil jalan pintas. Namun begitu, Gavi sebagai sosok suami tidak membantunya untuk melalui penderitaan hingga membuatnya marah.‘’Tidur di sini,’’ seru Sandra dengan pandangan memelas. ‘’Tidur di sini?’’ Vania rasanya tak rela mendengar permintaan itu.Sebelumnya Gavi mendatanginya memohon agar Vania mengizinkannya tidur di kamar mereka. Mungkin itu cara Gavi untuk mencairkan suasana. Gavi memo