Sesuai janjinya pada Wendi, hari ini Nadia mengantarkan kakaknya menemui seorang psikiater. “Kakak tenang saja, aku akan ada selalu bersama kakak, apapun yang kakak pernah lakukan, aku akan selalu mendukung kakak”“Terimakasih Nad, maaf kalau karena kondisi kakak yang sering sakit-sakitan kamu jadi hidup terpisah dari mama papa”“Jangan ungkit hal itu, buktinya aku baik-baik saja kan hidup bersama atok di desa sana”Motor yang dikendarai kedua kakak beradik itu akhirnya sampai di sebuah gedung perkantoran, mereka kemudian mengkonfirmasikan kedatangan mereka pada salah satu staff administrasi. Karena ini adalah kali kedua Wendi berkonsultasi, maka staff admin tersebut sudah mengenalinya. Mereka dipersilahkan untuk menunggu beberapa saat sebelum nama Wendi dipanggil.Tangan Wendi saling bertaut, dia nampak gelisah. Nadia mengusap bahunya untuk memberikan kekuatan pada saudarinya. Saat petugas admin memanggil namanya, Nadia turut masuk ke ruangan konsultasi atas permintaan Wendi.Dengan
Satu minggu kemudian.Di Bandara Soekarno-Hatta, tampak seorang wanita cantik tengah menuruni tangga pesawat yang baru saja landing. Kaki jenjangnya melangkah dengan anggun dan percaya diri, satu tanganya menuntun seorang bocah laki-laki berusia 2 tahun yang berjalan pelan disampingnya. Kacamata hitam menghiasi wajah wanita tersebut, menjadikanya terlihat semakin elegan dan mewah.Sementara itu di ruang tunggu kedatangan Dylan berjalan mondar mandir, seperti sedang menanti kedatangan seseorang.“Dylan..”Laki-laki muda yang usianya baru genap 21 tahun itu menoleh dan mendapati wanita cantik yang memanggilnya dengan suara khasnya yang lembut.“Yasmine? Kau Yasmine kan?”“Memangnya siapa lagi? Seingatku aku tidak memiliki saudari kembar identik”Dylan memperhatikan penampilan Yasmine dari kepala hingga ujung kaki. “Kamu… cantik”“Thanks, by the way… kamu disini sedang apa? Jangan bilang bahwa orang yang menjemputku itu adalah kamu?”“Ehm… ituu.. iya, papa tadi menyuruhku untuk menjemput
Wajah Dylan memucat, dia khawatir Yasmine akan curiga. “Eh.. buk.. bukan begitu Leon, itu tadi om cuma lagi peragain salah satu jurus karate, lagian om kan sendirian, ga ada siapa-siapa lagi disini”Yasmine tersenyum melihat sikap Dylan yang kikuk. “Ga papa kok Lan, kadang memang Leon suka bicara seperti itu, jangan anggap serius ucapanya, biasalah anak kecil”“Ohh.. begitu ya” Dylan bernapas lega saat sikap Yasmine tidak menunjukan tanda-tanda dia mengetehaui keberadaan Seno di rumahnya.“Hanya saja… Leon ternyata adalah anak indigo, dia… bisa melihat mahluk tak kasat mata”Ucapan Yasmine yang terakhir membuat Dylan terkejut dan gugup, dia melirik kesana kemari, berusaha untuk merasai kehadiran Seno, namun nihil karena memang Dylan tak memiliki bakat indigo.“Hey… jangan ketakutan seperti itu, kau ini … masa segitu saja takut” Yasmine tertawa melihat tingkah Dylan, yang dianggapnya takut karena ucapan Leon yang mengatakan bahwa Dylan tak sendirian di dalam kamarnya, melainkan ada mah
Dylan melihat sekilas, foto mobilnya yang terparkir di halaman kampus di sebelah mobil Seno, foto yang sama yang pernah diperlihatkan oleh Renata.“Ini tidak benar pah, karena dari pagi aku belum pulang ke rumah dan tetap berada di kampus hingga malam, sedangkan Seno baru datang pada saat mendekati waktu janji temu kami, jika Seno memang memarkirkan mobilnya disamping mobilku, itu artinya Seno mengetahui bahwa aku berada di kampus, dan dia tau dimana tempat dia bisa menemukan aku pah”“Maksudmu foto itu editan? Papa sudah menyuruh seorang ahli untuk memeriksa keaslian foto-foto itu, dan semuanya asli tanpa proses editing”“Mungkin memang asli pah, tapi saat aku memutuskan untuk menunggu Seno di dalam mobil yang akhirnya ketiduran, aku belum melihat kedatangan Seno disana, itu artinya aku parkir di temat itu lebih dulu daripada Seno, dan jika Seno datang belakangan seharusnya dia melihat mobilku terparkir disana kan? Dia juga seharusnya melihatku yang tertidur di dalam mobil”Bramantyo
“Nadia? Akhirnya lo dateng juga ke rumah gue, gue udah kangen banget sama lo.” Yoke merangkul tubuh Nadia dan membawanya masuk ke dalam rumahnya.“Sorry kalau aku pernah ngomong kasar sama kamu Ke, tapi aku bisa jelasin semuanya kok,” ucap Nadia dan menghempaskan bokongnya di sofa tamu rumah Yoke.“Ga papa Nad, lagian yang lo omongin itu bener kok, gue udah gede, harus bisa mandiri.. ehm.. lo tau ga? Sekarang gue udah berani naek motor pulang pergi ke kampus sendirian” Yoke mengikuti apa yang dilakukan Nadia dan duduk disampingnya.“Seriusan Ke? Yaahh… berarti kita ga bakalan berangkat dan pulang bareng lagi dong pas kuliah”“Kita masih bisa bareng Nad, kan kita bisa konvoi berdua, kaya emak-emak berangkat arisan gitu.” Yoke menaik turunkan kedua alisnya dengan mimik wajah dibuat selucu mungkin.“Kamu tuh yang kaya emak-emak, aku sih ogah disamain, secara aku kan kalo ngasih lampu sein selalu bener, sesuai kemana arah motor mau belok,” jawab Nadia dan mereka berdua pun tergelak bersa
“Yasmine”Seseorang menepuk pipi Yasmine pelan, perlahan mata Yasmine mengerjap dan perlahan terbuka. “Kau ini kenapa Yas? Mengapa tidur sambil teriak-teriak begitu?”Ternyata Dylan yang membangunkan Yasmine. Dia memaksa masuk ke dalam kamar karena mendengar Yasmine berteriak dan juga suara tangisan Leon.“Apa yang terjadi Lan? Dimana aku?” Yasmine terbangun dalam keadaan seperti orang linglung.“Kamu yang kenapa Yas, apa yang terjadi? Kamu mimpi? Aku dengar kamu teriak-teriak dalam tidurmu, dan juga Leon yang menangis”“Dylan, kamu harus menolongku, aku terkurung di ruangan dan gelap sekali, lampunya mati, kakiku menginjak pecahan kaca di lantai” tangan Yasmine memegang kemeja Dylan sangat erat seolah dia sedang ketakutan. “Oh astaga... Leon, dimana anakku Lan? Dimana Leon?” lanjutnya.“Tenang Yas, Leon baik-baik saja, dia sekarang sedang disuapi oleh Mbok Ning setelah dimandikan tadi”“Tapi kenapa aku ada di kamar ini Lan?”“Loh... memangnya dimana lagi kau akan tidur? Bukankah dar
Sesuai janjinya pada Dylan, selesai kelas Renata bersiap untuk pergi ke rumah Dylan, dia sudah menelpon Mang Arija untuk tidak menjemputnya, karena nanti Dylan yang akan mengantarnya pulang.“Udah siap Re?”Dylan datang dari arah belakang dan langsung melingkarkan lenganya di bahu Renata.“Jangan begini kak, aku ga enak di lihat yang lain”“Yang lain siapa? Aku ga punya yang lain Re”“Kak Dylan jangan bercanda, aku ga mau jadi target fans kakak untuk di buly”Dylan malah tertawa terbahak mendengar kalimat sarkas yang di lontarkan Renata, namun dia menuruti permintaan gadis berusia 18 tahun itu untuk melepaskan tanganya dari bahu Renata, dan sebagai gantinya dia meraih jemari Renata untuk di genggamnya.Renata mau tak mau mengikuti langkah kaki Dylan menuju mobilnya, dengan membiarkan tanganya di genggang oleh kakak tingkatnya tersebut, karena dia tak ingin dianggap cerewet jika dia kembali protes.Sesaat kemudian mereka telah sampai di rumah Dylan. “Ayo masuk Re, anggap aja rumah send
Renata menatap bocah kecil di hadapanya yang sepertinya menolak untuk dekat-dekat denganya.“Maaf, Leon memang biasanya seperti itu pada orang yang baru dikenalnya” Yasmine menarik Leon dan mendekatkanya pada Dylan, dengan wajah yang terlihat tidak menyukai kehadiran Renata.Sikap Yasmine membuat Renata tak enak hati berada di tengah antara Dylan dan Yasmine, terlebih Dylan juga tak menolak saat Leon menghampirinya. “Dylan sepertinya belum move on dari Yasmine, wajar sih dari apa yang pernah kudengar, dulu Dylan amat mencintai Yasmine, dan pastinya susah sekali untuk melupakan cinta yang begitu dalam, apalagi jika itu adalah cinta pertama” Renata hanya bisa berujar dalam hatinya.Karena merasa canggung, akhirnya Renata pun berpamitan untuk pulang dan langsung di iyakan oleh Yasmine, namun Dylan sempat menahanya, dan menawarkan untuk mengantarkan Renata pulang.“Kamu tunggu sebentar ya Re, aku antar kamu pulang aja” ucap Dylan sambil menyambar kunci mobilnya.Melihat Dylan yang bersia