“Renata..” Dylan menepuk-nepuk pipi Renata pelan.“Senooo...”Renata masih saja memanggil-manggil nama Seno dengan mata yang masih terpejam, Dylan menjadi panik dan mengguncang tubuh Renata.“Renata.. bangun Re, kamu hanya mimpi, sadarlah Re”Mata Renata tiba-tiba terbuka. “Seno...Seno..”“Re? Kau sudah bangun?”Renata menatap sekelilingnya, beberapa saat baru dia tersadar bahwa dia masih berada di dalam mobil Dylan.“Kamu mimpi apa Re?” Dylan mengusap lembut kening Renata yang bercucuran keringat.“Seno... dia... ada api, disana ada api”“Sshh... kamu tenangkan diri kamu dulu, ini minumlah” Dylan menyodorkan air putih kemasan botol pada Renata.Renata membetulkan posisi duduknya dan menerima botol minuman dari tangan Dylan.“Aku bermimpi, tapi... aku merasakan mimpi itu begitu nyata” ucapnya setelah meneguk hampir seluruh isi dari botol yang diambilnya tadi.“Kau mengigau dan terus memanggil nama Seno, memangnya kau bermimpi apa?”Renata pun menceritakan semua yang di lihatnya dalam
“Kita harus pergi Re” Dylan buru-buru mengamit lengan Renata dan membawanya pergi dari sana. “Kak Dylan kenapa sih? Aku masih harus memastikan kalau itu benar-benar sama seperti dalam mimpiku” protes Renata “Dan jika itu memang benar-benar sama bagaimana? Apa kau akan membahayakan dirimu sendiri dengan berdiam disana dan membiarkan orang itu mengetahui bahwa kau tau apa yang dia sedang lakukan?” Renata terdiam, dalam hati dia membenarkan apa yang dikatakan oleh Dylan. “Kita akan kembali kesini lagi, tapi sebelumnya kita harus ke rumahku dulu” Dylan langsung membuka pintu mobilnya untuk Renata saat keduanya sudah berada di parkiran. “Kenapa aku harus ikut ke rumah Kak Dylan?” “Lebih baik kau ikuti saja rencanaku Re, jangan banyak protes” Dylan dengan cepat menyalakan mesin mobilnya dan meninggalkan pekarangan parkir kampus mereka. karena lokasi rumah Dylan tak jauh dari kampus, dalam hitungan menit mobil yang dikendarai oleh Dylan sudah memasuki carport rumahnya. “Sekarang kit
Dylan setuju dengan apa yang dikatakan Renata, dia menoleh kesana kemari untuk memastikan keadaan sudah aman bagi mereka. Perlahan dia menuntun Renata untuk keluar dari tempat persembunyianya.“Apa yang harus kita lakukan untuk menolong Seno Re?”“Aku juga ga ngerti kak, tapi sepertinya dupa dan baskom serta nyala lilin di sana itu yang dia buat sebagai senjata untuk menyakiti Seno”Baik Dylan maupun Renata masih dalam mode berbisik saat berbicara, setelah semua dipastikan sudah aman, Dylan berjalan menghampiri lilin yang masih menyala, kemudian di tiupnya nyala lilin itu hingga padam.Perlahan suara jeritan kesakitan pun mulai berkurang. “Sepertinya itu berhasil, lalu bagaimana dengan dupa dan air di baskom ini kak?”Dylan nampak berpikir sesaat, dia berjalan modar mandir memikirkan suatu ide. “Bagaimana kalau kita tumpahkan saja airnya ke tanah itu Re?”“Menurut Kak Dylan itu akan berhasil?”“Kita tidak akan tau kalau tidak mencoba Re”“Baiklah sepertinya hanya itu yang bisa kita la
Sudah beberapa hari ini Seno tinggal di rumah Dylan, dan hampir setiap malam Dylan meributkan Seno yang menguarkan hawa dingin hingga menusuk tulang.“Seno, bisakah kau sedikit menjauh? Kau bisa membuatku terkena hipotermia akut jika terus-terusan seperti ini. Suhu udara di kamarku jadi sedingin ini pasti karena ada dirimu disini kan?” Dylan menatap tembok kosong di depanya, dia hanya mengira akan kehadiran Seno karena udara dikamarnya bertambah dingin.Seno mendengkus sebal dengan protes yang dilayangkan oleh Dylan. “Kau pikir ini kemauanku hah!? Jika bisa memilih aku juga tak ingin seperti ini, kau matikan saja AC di kamarmu”Seolah dapat mendengar apa yang di ucapkan Seno, dengan malas Dylan bangun dan turun dari ranjang untuk meraih remote AC dan mematikanya, sesaat kemudian dia sudah kembali memejamkan mata. Baru setengah jam Dylan terlelap, dia kembali bangun karena keringat yang mengucur deras karena hawa ruanganya terasa panas.Dylan yang memang tak dapat melihat Seno, dia ti
Nadia duduk di lantai, bersandar pada ranjang kamarnya, kedua kakinya di tekuk, dia duduk dengan memeluk lutut.“Apa yang harus kukatakan pada Renata dan Yoke? Aku malu”Satu tangan Nadia mengusap kedua matanya yang basah, satu sisi dia merasa malu pada kedua sahabatnya, di sisi lain dia merasa khawatir akan kakaknya, Wendi.Masih terbayang dalam ingatanya tentang percakapan dirinya dan Wendi beberapa waktu lalu.“Jadi sebenarnya kakak mengetahui cerita yang sebenarnya?”Wendi mengangguk lemah mendengar pertanyaan adiknya, Nadia terduduk lemas di sisi Wendi, mendengar semua pengakuan Wendi.“A..apa kakak ehm.. hamil?” Wendi tampak ragu-ragu mengutarakan pertanyaanya, matanya berkaca-kaca menatap Wendi.“Tidak, aku selalu memintanya memakai pengaman saat kami sedang melakukan ehm… itu”“Ya ampun kakak, kenapa kakak mau saja sama si kambing cap playboy itu? rugi banget, kakak kebagusan buat dia.” Nadia mengepalnya kedua tanganya nampak gemas sambil menatap Wendi.“Kebalik. Playboy cap k
Sesuai janjinya pada Wendi, hari ini Nadia mengantarkan kakaknya menemui seorang psikiater. “Kakak tenang saja, aku akan ada selalu bersama kakak, apapun yang kakak pernah lakukan, aku akan selalu mendukung kakak”“Terimakasih Nad, maaf kalau karena kondisi kakak yang sering sakit-sakitan kamu jadi hidup terpisah dari mama papa”“Jangan ungkit hal itu, buktinya aku baik-baik saja kan hidup bersama atok di desa sana”Motor yang dikendarai kedua kakak beradik itu akhirnya sampai di sebuah gedung perkantoran, mereka kemudian mengkonfirmasikan kedatangan mereka pada salah satu staff administrasi. Karena ini adalah kali kedua Wendi berkonsultasi, maka staff admin tersebut sudah mengenalinya. Mereka dipersilahkan untuk menunggu beberapa saat sebelum nama Wendi dipanggil.Tangan Wendi saling bertaut, dia nampak gelisah. Nadia mengusap bahunya untuk memberikan kekuatan pada saudarinya. Saat petugas admin memanggil namanya, Nadia turut masuk ke ruangan konsultasi atas permintaan Wendi.Dengan
Satu minggu kemudian.Di Bandara Soekarno-Hatta, tampak seorang wanita cantik tengah menuruni tangga pesawat yang baru saja landing. Kaki jenjangnya melangkah dengan anggun dan percaya diri, satu tanganya menuntun seorang bocah laki-laki berusia 2 tahun yang berjalan pelan disampingnya. Kacamata hitam menghiasi wajah wanita tersebut, menjadikanya terlihat semakin elegan dan mewah.Sementara itu di ruang tunggu kedatangan Dylan berjalan mondar mandir, seperti sedang menanti kedatangan seseorang.“Dylan..”Laki-laki muda yang usianya baru genap 21 tahun itu menoleh dan mendapati wanita cantik yang memanggilnya dengan suara khasnya yang lembut.“Yasmine? Kau Yasmine kan?”“Memangnya siapa lagi? Seingatku aku tidak memiliki saudari kembar identik”Dylan memperhatikan penampilan Yasmine dari kepala hingga ujung kaki. “Kamu… cantik”“Thanks, by the way… kamu disini sedang apa? Jangan bilang bahwa orang yang menjemputku itu adalah kamu?”“Ehm… ituu.. iya, papa tadi menyuruhku untuk menjemput
Wajah Dylan memucat, dia khawatir Yasmine akan curiga. “Eh.. buk.. bukan begitu Leon, itu tadi om cuma lagi peragain salah satu jurus karate, lagian om kan sendirian, ga ada siapa-siapa lagi disini”Yasmine tersenyum melihat sikap Dylan yang kikuk. “Ga papa kok Lan, kadang memang Leon suka bicara seperti itu, jangan anggap serius ucapanya, biasalah anak kecil”“Ohh.. begitu ya” Dylan bernapas lega saat sikap Yasmine tidak menunjukan tanda-tanda dia mengetehaui keberadaan Seno di rumahnya.“Hanya saja… Leon ternyata adalah anak indigo, dia… bisa melihat mahluk tak kasat mata”Ucapan Yasmine yang terakhir membuat Dylan terkejut dan gugup, dia melirik kesana kemari, berusaha untuk merasai kehadiran Seno, namun nihil karena memang Dylan tak memiliki bakat indigo.“Hey… jangan ketakutan seperti itu, kau ini … masa segitu saja takut” Yasmine tertawa melihat tingkah Dylan, yang dianggapnya takut karena ucapan Leon yang mengatakan bahwa Dylan tak sendirian di dalam kamarnya, melainkan ada mah
Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala
“Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke
Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada
Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik
Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik
Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p
Camelia mendengar seluruh pertengkaran Yasmine dan kedua orangtua Damar, dia juga mendengar semua yang diucapkan Damar saat Yasmine pergi dengan membawa amarahnya atas penolakan kedua orangtua Damar tersebut, juga tentang ancaman Ayah Damar yang tidak akan memberikan warisanya jika terbukti bahwa anak yang dikandung Yasmine itu adalah anaknya.Setelah Damar pun kemudian pergi karena di suruh Sri untuk menemui Camelia di rumah sakit, Camelia pun keluar dari persembunyianya dan langsung menemui Sri dan Abdulah yang terkejut melihat kemunculan Camelia yang tiba-tiba di rumah mereka.“Lia? Sejak kapan kamu datang nak?” tanya Sri dengan wajah cemas dan was-was kalau Camelia mendengar semua pertengkaran yang baruan terjadi.“Lia sudah mendengar dan mengetahui semuanya bu, jadi bapak dan ibu tak perlu menutupi hal ini lagi dari Lia”Sri langsung menangis dan memeluk Camelia. “Maafkan anak ibu nak, damar itu memang laki-laki bodoh yang menyia-nyiakan wanita baik sepertimu, tapi ibu mohon jang
Mulut Renata terbuka lebar heran sekaligus merasa geli sendiri dengan apa yang Dylan ucapkan. “Kak Dylan kaya anak kecil aja sih, lagian aku kan bukan barang, aku juga bisa jaga diri aku sendiri”Renata menyembunyikan tawanya dengan berdehem beberapa kali. “Jadi Kak Dylan malam-malam datang kesini cuma buat ngomongin ini?”“Yy… ya ga gitu juga Re, aku kesini karena khawatir sama kamu” Dylan nampak tergagap menjawab pertanyaan Renata.“Khawatir? Aku kan ada di rumah, lagipula ada mommy dan papiku disini”Dylan langsung terlihat salang tingkah dan menundukan kepalanya, bukan karena kalimat yang diucapkan Renata, tetapi karena papinya Renata yang terlihat sedang menuruni tangga dan melihat ke arah mereka berdua.“Malam om” Dylan berdiri dan menganggukan kepalanya.“Malam, ada hal penting apa sampai kamu bertamu malam-malam begini ke rumah seorang gadis?”Renata ikut berdiri dan menolah ke belakang saat mendengar suara bariton milik sang ayah.“Eh papi, kenalin pih, ini temen Re... namany
“Kenapa kamu ga pernah keliatan setelah kejadian di kampus itu? Kamu juga ga datang sewaktu aku di rawat di rumah sakit”Renata menatap Seno yang tengah menatapnya dengan senyuman tersungging di bibir tipisnya.“Kata siapa aku tidak datang? Aku selalu ada di sisimu, hanya saja kamu sudah tidak bisa lagi melihat atau mendengarku”“Memangnya kenapa?”“Karena… waktuku sudah hampir habis Rena, aku datang kesini hendak berpamitan denganmu, dan terimakasih banyak karena kamu sudah mau membantuku, kini aku tak lagi merasakan kemarahan dalam hatiku, juga kegelisahan itu tak pernah lagi ada di hatiku”“Sekarang aku sudah bisa menerima semuanya, dan sebentar lagi aku akan dijemput, jika kamu merindukan aku, kamu bisa menatap langit, disana aku melihatmu dan juga mendoakan dirimu”Mata Renata berkaca mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Seno, ada rasa sesak dalam dadanya. Seno mengangkat satu tanganya untuk mengusap airmata yang bergulir di pipi Renata.“Jangan menangis, kau tau? Aku p