“Sayang, menurut kamu mendingan yang ini atau yang itu?” Lulu bertanya pada Rey sambil memperlihatkan beberapa jenis susu ibu hamil.
Mereka sedang berapa di sebuah Indom*rt yang agak jauh dari kediaman Lulu, sengaja memilih tempat yang jauh agar tidak bertemu dengan para tetangga atau teman-teman Lulu yang mengetahui bahwa mereka baru saja menikah.“Terserah kamu aja. Kan yang minum kamu,” jawab Rey acuh tak acuh.“Kok kamu gitu sih jawabnya?” Lulu memanyunkan bibirnya, tanda dia kesal dengan ucapan suaminya barusan.“Iya, maaf. Gitu aja kesel. Kan emang kamu yang minum susunya, kamu sukanya rasa apa? Pilih aja rasa yang kamu suka,” ucap Rey sambil mengelus lembut pucuk kepala Lulu, membuat istrinya tersenyum tipis.“Aku suka rasa coklat, tapi takutnya bikin enek,” ujar Lulu. “Apa pilih rasa strawberry aja kali ya?”“Ya udah beli rasa strawberry aja.”“Tapi ini ada rasa vanila juga,” ujar Lulu lagi sambil kembali melihat-lihat varian rasa susu ibu hamil di rak pajangan.Rey menepuk dahinya pelan, kemudian mengurut dadanya agar rasa sabarnya bertambah menghadapi perempuan di hadapannya.‘Untung aja kaya, kalau nggak udah aku tinggalin perempuan model gini yang bikin serba salah terus,’ Rey berkata dalam hati.“Jadi enakan beli yang mana nih?” tanya Lulu bingung sambil mencolek lengan suaminya pelan.“Beli semua varian rasa aja satu-satu. Biar kamu nyobain dulu dan tau rasanya mana yang enak.” Rey memberikan saran seraya tersenyum, mencoba selalu ramah di depan sang istri.“Oh iya ya. Jadi nanti kan bisa beli yang rasanya enak aja,” jawab Lulu sambil tersenyum manis ke arah suaminya.“Pinter juga suami aku.” Dia mencubit lengan Rey gemas, membuat Rey sedikit meringis.“Aku ke sana dulu ya, mau beli minuman,” ucap Rey meminta izin pada Lulu, istrinya itu langsung mengangguk.“Ambilin aku minuman juga. Haus.”“Kamu pengen minuman apa?”“Minuman teh aja.”“Oke.”Saat mengambil minuman yang tidak jauh dengan halaman Indom*rt dan hanya dibatasi oleh kaca, ekor mata Rey tak sengaja melihat seseorang yang tidak asing baru saja sampai di parkiran, kemudian berjalan masuk ke Indom*rt.“Ferdi,” gumam Rey pelan. Dia segera berjalan cepat menemui Lulu kembali setelah mengambil minuman.“Sayang, cepetan belanjanya. Ada pacarnya Vivi tuh, nanti kalau dia lihat kita beli susu ibu hamil bahaya. Bisa ketahuan kalau kamu hamil duluan,” bisik Rey pada Lulu, dia segera menarik tangan istrinya menuju meja kasir untuk membayar belanjaan.“Ih, aku kan belum kelar belanjanya, Sayang,” rengek Lulu, dia melepaskan genggaman tangan Rey di lengannya.“Nanti lagi belanjanya. Daripada nanti ketahuan orang, gimana hayo? Nama baik keluarga kamu juga kan nanti yang jadi jelek.” Rey mencoba memberi pengertian pada istrinya.“Iya juga sih.”“Ya udah kalau gitu aku tunggu di mobil. Ini kamu pake masker aja biar gak ketahuan orang.” Rey menyodorkan masker ke istrinya.“Engap, Sayang,” protes Lulu.“Bentar doang.”“Ya udah, tapi pakein,” ucap Lulu pada suaminya.Rey dengan tergesa memakaikan masker pada Lulu, lalu berjalan ke luar dari Indom*rt menuju mobilnya.Setelah tiba di dalam mobil, Rey iseng membuka laci dashboard mobil, lalu dia menemukan sebuah cutter kecil di dalamnya. Tiba-tiba sebuah ide bagus datang dalam kepalanya. Dia segera turun dari mobil dan menghampiri sebuah motor gede yang dilihatnya tadi ditunggangi oleh Ferdi.“Bagus juga motornya. Tapi palingan masih kredit.” Rey bermonolog sendiri mengitari motor Fredi di halaman Indom*rt.Setelah melihat-lihat sebentar, Rey langsung berjongkok dan mengempeskan ban belakang motor Ferdi. Lalu dia ke bagian depan motor, mencari selang rem cakram roda depan dan memotongnya dengan cutter.“Sudah. Selamat mencium aspal, Ferdi!” Rey tersenyum meninggalkan motor gede itu dan berjalan cepat ke arah mobilnya yang berada tak jauh dari motor Ferdi.“Abis dari mana sih, Sayang? Katanya tadi mau nunggu di mobil?” tanya Lulu yang ternyata sudah duduk manis di dalam mobil sambil celingukan mencari suaminya.“Ada urusan sebentar tadi,” jawab Rey asal.“Urusan apa?” tanya Lulu lagi.“Gak apa-apa. Ini urusan lelaki.” Rey berusaha menutup pembicaraan. Untung saja Lulu yang selalu kepo tentang dirinya tidak lagi bertanya. Istrinya itu kini terlihat fokus membaca tulisan di kemasan susu ibu hamil.Rey segera memundurkan mobilnya, berbelok sedikit, lalu menekan gas dan melajukan mobil di jalanan.“Kenapa sih perasaan dari tadi senyum-senyum sendiri?” tanya Lulu saat memperhatikan raut wajah suaminya.“Nggak. Lagi seneng aja karena bentar lagi mau punya anak.” Rey berbohong, dia mengusap lembut lengan perempuan di sampingnya sekilas.Lulu yang mendapat perlakuan tersebut pun ikut tersenyum dan menyandarkan kepalanya di bahu Rey sejenak."Nanti anak kita mau dikasih nama siapa?" Lulu menatap suaminya."Nanti kita pikirin lagi, ngasih nama anak kan gak boleh sembarangan. Harus yang artinya bagus, karena nama itu doa." Rey menjawab dengan tetap fokus menyetir."Ada lho yang ngasih nama anaknya itu gabungan dari nama orangtuanya. Tapi kalau anak kita dikasih nama gabungan dari nama kita kok jelek ya? Relu, Lure, Hanlu atau Luhan." Perempuan dengan wajah chubby di samping Rey itu terlihat berpikir, lalu tertawa sendiri."Jadi aneh gitu namanya.""Iya. Anak kita nanti gak pantes dikasih nama gabungan dari nama kita."Rey mengangguk mendengar perkataan istrinya."Eh, tadi ada Ferdi di Indom*ret? Tapi dia sendirian kan bukan sama Kak Vivi?" Tanya Lulu."Sendirian, naik motor. Entah ngebeli apa.""Apa dia tinggal di sekitar situ ya?""Nggak tahu. Bukannya itu kawasan elit ya?"Rey ingat betul jika Grand Permata Indah, sebuah perumahan besar yang ada di dekat Indom*rt tersebut adalah perumahan elit dengan bangunan rumah bertingkat dengan model kekinian. Perumahan terlengkap dengan taman bermain, kolam renang umum, lapangan sepak bola dan sarana lain yang dibangun menjadi satu. Karena itulah harga rumah per unit dalam perumahan elit tersebut terbilang mahal, harganya dapat mencapai 1 Milyar.Lulu mengangguk. "Cuma orang yang duitnya banyak yang bisa tinggal di perumahan dekat situ.""Makanya itu. Apa mungkin Rey orang kaya? Tapi dia cuma bawa motor kemana-mana. Masih kredit pula kayaknya motornya, soalnya masih kinclong." Rey menceritakan pemikirannya pada perempuan di sebelahnya yang memakai dress berwarna lilac selutut itu."Emang dia pake motor apa?""Motor gede sih. Kayaknya merk Kaw4saki.""Itu sih motor mahal." Lulu menanggapi ucapan Rey. Dia kembali memeriksa belanjaannya."Ya kali aja kan masih kredit, belum lunas," celetuk Rey. Dia sedikit kesal karena istrinya seakan membela Ferdi."Mungkin." Hanya itu tanggapan Lulu, dia fokus kembali pada bacaan di susu ibu hamil dengan berbagai merk dan rasa yang dia beli."Kita belum beli perlengkapan bayi nih. Kapan kita mau belanjanya?" tanya Lulu."Ah, ntar aja. Lahirannya juga kan masih lama. Sekarang kandungan kamu baru 7 Minggu. Katanya pamali kalau belum 7 bulan tapi udah belanja baju bayi." Rey berkata panjang lebar, sesekali dia melirik istrinya yang cantik itu."Tiiin ...."Suara klakson melengking panjang. Rey hampir saja menabrak sebuah sepeda motor yang melintas di hadapannya."Hati-hati dong Sayang nyetirnya," gerutu Lulu. Dia kaget dan kepalanya hampir saja membentur dashboard mobil.Rey memandangi handphone-nya, dia menunggu status WA atau status FB Vivi tentang pacarnya yang kecelakaan, namun hingga malam hari, tak juga dia mendapati status yang ditunggunya tersebut, padahal dia sudah bolak-balik mengecek handphone.“Masa si Ferdi bisa selamat sih? Gak mungkin kayaknya. Harusnya minimal lecet-lecet gitulah kena aspal,” ujar Rey bermonolog sendiri. Tak lupa dia kembali mengecek handphone, lalu membersihkan riwayat pencarian akun FB Vivi agar tidak ketahuan Lulu.“Dari siang perasaan ngeliatin HP mulu , emang ada apaan sih? Tumbenan banget,” ujar Lulu yang menghempaskan tubuhnya duduk di samping suaminya.“Eh, gak apa-apa, kok,” jawab Rey gelagapan.“Coba sini liat HP-nya.” Lulu langsung merebut handphone Rey dan memeriksanya.Bersih. Tak ada apa-apa dan tak ada sesuatu yang mencurigakan. Lulu mengechek riwayat aplikasi yang digunakan, bersih. Semua sudah dihapus oleh Rey. Lulu pun mengembalikan handphone suaminya setelah lelah memeriksa
“Ti-tidak.” Rey menjawab dengan terbata. Dia berusaha sekuat tenaga menutupi rasa bingung dan takutnya jika Ferdi benar-benar melaporkannya ke polisi.Lulu memicingkan mata, menatap heran ke arah suaminya.“A-aku ada perlu sebentar, mau ke kafeku,” ujar Rey mencari alasan untuk segera ke luar rumah, menghindari kemungkinan Lulu akan bertanya lebih jauh. Dia buru-buru menyambar kunci mobil di atas nakas, mengecup kening Lulu sekilas, lalu segera pergi.Rey memutar otaknya di sepanjang perjalanan yang entah dimana tempat yang dituju, dia berusaha mencari cara agar Ferdi tidak melaporkan perbuatannya ke polisi.“Aku gak mau dipenjara,” ujar Rey sambil memukul stir mobil. Suara klakson terdengar panjang. Rey membuang napas kasar, mengatur emosinya agar bisa berpikir jernih.“Vivi ….” Rey menjentikkan jari setelah mendapatkan sebuah ide. Dia segera melajukan mobilnya ke Universitas Nugraha, tempat dimana Vivi mengajar.
“Ferdi….” Rey berteriak memanggil Ferdi seraya menghampirinya.Ferdi menoleh, alisnya terangkat, dia memandangi lelaki berbaju necis itu melangkah ke arahnya. Rey terdiam ketika sudah berada tepat di hadapan Ferdi. Dia canggung. Untuk sejenak Rey mencari kata-kata yang tepat untuk meminta maaf.“Udah pulang kuliah?” Tanya Rey sok akrab. Dia mencoba berbasa-basi untuk mengurangi rasa groginya.“Udah.” Ferdi menjawab singkat sambil terus memandangi Rey penuh tanya.“Ada yang mau saya omongin sama kamu,” ucap Rey. “Buat masalah kemarin, saya minta maaf.”Ferdi tertawa mendengar perkataan Rey. Pada akhirnya lelaki sombong yang sempat tak mengakui kejahatannya itu malah menemuinya untuk meminta maaf. Sungguh lucu bukan? Kemana lelaki yang kemarin justru malah mengancam untuk melaporkannya balik ke polisi atas pencemaran nama baik? “Jadi ngaku nih kalau kamu pelakunya?” Ferdi bertanya memas
Siang itu matahari sedang semangat menyinari bumi, pukul sepuluh pun rasanya seperti sudah tengah hari.Saat itu, Rey sedang mengantarkan pesanan sebuah perusahaan yang tak jauh dari restoran miliknya, dia sengaja mengantarkannya sendiri dibantu oleh seorang karyawan pria saja. Selain karena restoran kecil yang Rey bangun belum memiliki banyak karyawan, Rey juga ingin melihat perusahaan besar yang sudah menjadi idamannya sejak dulu. Dia pernah punya mimpi untuk menjadi karyawan di perusahaan tersebut, namun mimpi itu pupus karena dia hanya tamatan SMA. "Ayo cepat. Bawakan makanan di bagasi ke dalam," ujar Rey pada seorang karyawan yang diajaknya, Zul."Siap, Pak." Zul dengan sigap memindahkan kotak-kotak makanan yang telah dipesan oleh perusahaan tersebut dari bagasi mobil ke depan meja resepsionis perusahaan.Rey pun membantu karyawannya itu karena pesanan yang mereka bawa cukup banyak. Tidak kurang dari seratus kotak makanan. Saat sedang mondar
“Kamu mau pesan apa, Jes?” Tanya Diana pada Jessica yang duduk di sampingnya.“Hmm … pesen apaan ya? Menunya pada so sweet gini sih? Nasi goreng cinta, jus kasih sayang, terus …. Apalagi ini? Cappucino rindu, kopi mantan.” Jessica tertawa setelah membaca menu makanan yang tertera pada kertas di atas meja. “Kayaknya yang punya restoran ini bucin banget orangnya. Tapi kreatif sih, ditambah lagi interior dan hiasan restoran yang bikin restoran ini bagus sampe viral gitu di Instagram.”“Dia malah komenin restorannya. Ayo buruan pesen ah, udah laper nih. Eh, BTW, kamu yang traktir ya, Lu?” Diana berkata sambil melirik ke arah Lulu.“Tenang. Aku yang traktir. Gratis kita makannya di sini karena kebetulan aku juga tahu pemilik restorannya.” Lulu menjawab sambil tersenyum. “Ah, serius Lu? Sejak kapan kamu punya kenalan wirausahawan kayak dia? Sampe punya restoran yang viral pula.” Jessica bertanya sambil menyenggol lengan Lulu yang duduk tak jauh d
Dua bulan berlalu setelah pertemuan kedua Rey dan Lulu di restoran Janji Hati. Mereka pun semakin dekat dan sering berbalas pesan via WA. Lulu juga dua minggu sekali mampir ke restoran Rey untuk sekadar makan dan berfoto di tempat yang masih viral di medsos itu.“Lulu.” Rey memanggil perempuan dengan rambut panjang tergerai yang duduk di hadapannya. “Iya,” sahut Lulu tanpa mengalihkan pandangan dari handphone di genggamannya.“Aku suka sama kamu sejak pertama kita ketemu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?” Tanya Rey sambil menatap lekat ke arah Lulu.Lulu yang kini sedang meminum jus pun sampai tersedak mendengar penuturan Rey.“Kamu nembak aku? Serius?” tanya Lulu.Rey mengangguk mantap. “Mau nggak?” Sebenarnya Lulu sudah mulai menyukai Rey, meskipun dulu dia tidak ada rasa sama sekali pada lelaki di hadapannya itu. Namun semakin berjalannya waktu, Lulu merasa nyaman dan senang dengan p
"Eh, liat itu ada si Vivi, umurnya udah 27 tahun tapi belum nikah juga, diduluin sama sepupunya si Lulu," seru Bu Menik memulai obrolan gosip ibu-ibu kelompoknya."Padahal Vivi cantik ya? Gak mungkin sih kalau gak laku, paling dia pilih-pilih," timpal Bu Sari."Keburu tua nanti malah gak bisa punya anak pas nikah, anak saya aja 22 tahun udah nikah." Bu Della menambahi ucapan kedua rekannya dengan antusias. "Aneh ya, padahal udah S2, dosen sih katanya tapi nggak nikah-nikah, nunggu apalagi coba?" Bu Ratna nampak sedikit berpikir dan melirik sekilas ke arah Vivi."Tapi nggak malu ya si Vivi dateng ke nikahan ponakannya, sendiri pula. Padahal ngajak temen cowok kan bisa gitu." Bu Menik menjabarkan idenya bila dia ada di posisi Vivi sekarang.Vivi mendengar namanya sayup-sayup disebut oleh sekelompok ibu-ibu yang duduk melingkar di salah satu meja, di tengah-tengah tenda resepsi keponakannya, Lulu. Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian melangkah menuju sekelompok ibu-ibu tersebut.Ibu-
"Sendirian? Mau gue antar pulang?" tanya seorang laki-laki yang baru saja menghampiri Vivi."Gak perlu, makasih sebelumnya," jawab perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu tanpa menoleh sedikitpun ke arah lawan bicaranya."Gak perlu sungkan, gue ambil mobil dulu ya?" tawarnya. "Oh iya, gue Anton. Nama kamu siapa?"Anton mengulurkan tangannya. Vivi melirik sekilas ke arah lelaki di sampingnya. Tinggi, putih, rambut cool, badan atletis dibalut oleh kemeja abu polos, tapi ... umurnya sudah pasti di bawahnya. Hal yang membuatnya langsung memalingkan muka sesaat setelah meliriknya."Vivi. Gak perlu, aku udah pesan Gr*b." Vivi menjawab tanpa menjabat tangan Anton, dia masih fokus memandang ke arah jalanan."Gak baik lho nolak niat baik orang." Anton melihat ke arah perempuan di sampingnya sambil menyunggingkan senyuman semanis mungkin."Lebih gak baik lagi kalau aku nyuruh driver balik padahal dia udah mau nyampe."Anton menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Iya juga sih. Kalau gitu, bo
Dua bulan berlalu setelah pertemuan kedua Rey dan Lulu di restoran Janji Hati. Mereka pun semakin dekat dan sering berbalas pesan via WA. Lulu juga dua minggu sekali mampir ke restoran Rey untuk sekadar makan dan berfoto di tempat yang masih viral di medsos itu.“Lulu.” Rey memanggil perempuan dengan rambut panjang tergerai yang duduk di hadapannya. “Iya,” sahut Lulu tanpa mengalihkan pandangan dari handphone di genggamannya.“Aku suka sama kamu sejak pertama kita ketemu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?” Tanya Rey sambil menatap lekat ke arah Lulu.Lulu yang kini sedang meminum jus pun sampai tersedak mendengar penuturan Rey.“Kamu nembak aku? Serius?” tanya Lulu.Rey mengangguk mantap. “Mau nggak?” Sebenarnya Lulu sudah mulai menyukai Rey, meskipun dulu dia tidak ada rasa sama sekali pada lelaki di hadapannya itu. Namun semakin berjalannya waktu, Lulu merasa nyaman dan senang dengan p
“Kamu mau pesan apa, Jes?” Tanya Diana pada Jessica yang duduk di sampingnya.“Hmm … pesen apaan ya? Menunya pada so sweet gini sih? Nasi goreng cinta, jus kasih sayang, terus …. Apalagi ini? Cappucino rindu, kopi mantan.” Jessica tertawa setelah membaca menu makanan yang tertera pada kertas di atas meja. “Kayaknya yang punya restoran ini bucin banget orangnya. Tapi kreatif sih, ditambah lagi interior dan hiasan restoran yang bikin restoran ini bagus sampe viral gitu di Instagram.”“Dia malah komenin restorannya. Ayo buruan pesen ah, udah laper nih. Eh, BTW, kamu yang traktir ya, Lu?” Diana berkata sambil melirik ke arah Lulu.“Tenang. Aku yang traktir. Gratis kita makannya di sini karena kebetulan aku juga tahu pemilik restorannya.” Lulu menjawab sambil tersenyum. “Ah, serius Lu? Sejak kapan kamu punya kenalan wirausahawan kayak dia? Sampe punya restoran yang viral pula.” Jessica bertanya sambil menyenggol lengan Lulu yang duduk tak jauh d
Siang itu matahari sedang semangat menyinari bumi, pukul sepuluh pun rasanya seperti sudah tengah hari.Saat itu, Rey sedang mengantarkan pesanan sebuah perusahaan yang tak jauh dari restoran miliknya, dia sengaja mengantarkannya sendiri dibantu oleh seorang karyawan pria saja. Selain karena restoran kecil yang Rey bangun belum memiliki banyak karyawan, Rey juga ingin melihat perusahaan besar yang sudah menjadi idamannya sejak dulu. Dia pernah punya mimpi untuk menjadi karyawan di perusahaan tersebut, namun mimpi itu pupus karena dia hanya tamatan SMA. "Ayo cepat. Bawakan makanan di bagasi ke dalam," ujar Rey pada seorang karyawan yang diajaknya, Zul."Siap, Pak." Zul dengan sigap memindahkan kotak-kotak makanan yang telah dipesan oleh perusahaan tersebut dari bagasi mobil ke depan meja resepsionis perusahaan.Rey pun membantu karyawannya itu karena pesanan yang mereka bawa cukup banyak. Tidak kurang dari seratus kotak makanan. Saat sedang mondar
“Ferdi….” Rey berteriak memanggil Ferdi seraya menghampirinya.Ferdi menoleh, alisnya terangkat, dia memandangi lelaki berbaju necis itu melangkah ke arahnya. Rey terdiam ketika sudah berada tepat di hadapan Ferdi. Dia canggung. Untuk sejenak Rey mencari kata-kata yang tepat untuk meminta maaf.“Udah pulang kuliah?” Tanya Rey sok akrab. Dia mencoba berbasa-basi untuk mengurangi rasa groginya.“Udah.” Ferdi menjawab singkat sambil terus memandangi Rey penuh tanya.“Ada yang mau saya omongin sama kamu,” ucap Rey. “Buat masalah kemarin, saya minta maaf.”Ferdi tertawa mendengar perkataan Rey. Pada akhirnya lelaki sombong yang sempat tak mengakui kejahatannya itu malah menemuinya untuk meminta maaf. Sungguh lucu bukan? Kemana lelaki yang kemarin justru malah mengancam untuk melaporkannya balik ke polisi atas pencemaran nama baik? “Jadi ngaku nih kalau kamu pelakunya?” Ferdi bertanya memas
“Ti-tidak.” Rey menjawab dengan terbata. Dia berusaha sekuat tenaga menutupi rasa bingung dan takutnya jika Ferdi benar-benar melaporkannya ke polisi.Lulu memicingkan mata, menatap heran ke arah suaminya.“A-aku ada perlu sebentar, mau ke kafeku,” ujar Rey mencari alasan untuk segera ke luar rumah, menghindari kemungkinan Lulu akan bertanya lebih jauh. Dia buru-buru menyambar kunci mobil di atas nakas, mengecup kening Lulu sekilas, lalu segera pergi.Rey memutar otaknya di sepanjang perjalanan yang entah dimana tempat yang dituju, dia berusaha mencari cara agar Ferdi tidak melaporkan perbuatannya ke polisi.“Aku gak mau dipenjara,” ujar Rey sambil memukul stir mobil. Suara klakson terdengar panjang. Rey membuang napas kasar, mengatur emosinya agar bisa berpikir jernih.“Vivi ….” Rey menjentikkan jari setelah mendapatkan sebuah ide. Dia segera melajukan mobilnya ke Universitas Nugraha, tempat dimana Vivi mengajar.
Rey memandangi handphone-nya, dia menunggu status WA atau status FB Vivi tentang pacarnya yang kecelakaan, namun hingga malam hari, tak juga dia mendapati status yang ditunggunya tersebut, padahal dia sudah bolak-balik mengecek handphone.“Masa si Ferdi bisa selamat sih? Gak mungkin kayaknya. Harusnya minimal lecet-lecet gitulah kena aspal,” ujar Rey bermonolog sendiri. Tak lupa dia kembali mengecek handphone, lalu membersihkan riwayat pencarian akun FB Vivi agar tidak ketahuan Lulu.“Dari siang perasaan ngeliatin HP mulu , emang ada apaan sih? Tumbenan banget,” ujar Lulu yang menghempaskan tubuhnya duduk di samping suaminya.“Eh, gak apa-apa, kok,” jawab Rey gelagapan.“Coba sini liat HP-nya.” Lulu langsung merebut handphone Rey dan memeriksanya.Bersih. Tak ada apa-apa dan tak ada sesuatu yang mencurigakan. Lulu mengechek riwayat aplikasi yang digunakan, bersih. Semua sudah dihapus oleh Rey. Lulu pun mengembalikan handphone suaminya setelah lelah memeriksa
“Sayang, menurut kamu mendingan yang ini atau yang itu?” Lulu bertanya pada Rey sambil memperlihatkan beberapa jenis susu ibu hamil.Mereka sedang berapa di sebuah Indom*rt yang agak jauh dari kediaman Lulu, sengaja memilih tempat yang jauh agar tidak bertemu dengan para tetangga atau teman-teman Lulu yang mengetahui bahwa mereka baru saja menikah.“Terserah kamu aja. Kan yang minum kamu,” jawab Rey acuh tak acuh.“Kok kamu gitu sih jawabnya?” Lulu memanyunkan bibirnya, tanda dia kesal dengan ucapan suaminya barusan.“Iya, maaf. Gitu aja kesel. Kan emang kamu yang minum susunya, kamu sukanya rasa apa? Pilih aja rasa yang kamu suka,” ucap Rey sambil mengelus lembut pucuk kepala Lulu, membuat istrinya tersenyum tipis.“Aku suka rasa coklat, tapi takutnya bikin enek,” ujar Lulu. “Apa pilih rasa strawberry aja kali ya?”“Ya udah beli rasa strawberry aja.”“Tapi ini ada rasa vanila juga,” ujar Lulu lagi sambil kembali melihat-lihat varian rasa susu ibu hamil di rak pajangan.Rey menepuk da
“Eh, ada pengantin baru bertamu. Nggak bulan madu nih?” Bu Vera datang menghampiri Lulu dan Rey di ruang tamu.Perempuan paruh baya itu langsung memeluk ponakannya. “Kemarin tante sakit, jadi gak bisa ke pernikahan kalian. Tante minta maaf ya. Selamat menempuh hidup baru.”“Iya, Tante, gak papa. Yang penting sekarang Tante udah sehat,” ujar Lulu saat Bu Vera telah melepaskan pelukannya.Bu Vera kemudian menyalami Rey sekilas tanpa melihat ke arahnya sekalipun. Sementara Rey tahu diri mengapa Bu Vera bersikap demikian, namun dia tidak mau ambil pusing dan berpura-pura bahwa tidak mengenal Bu Vera sebelumnya.Vivi datang menghampiri mereka dengan membawa minuman, lalu menyuguhkannya tanpa berucap sepatah katapun. Dia masih kaget akan kedatangan tamu-tamu yang tak diundang ini ke rumahnya. Pertama adalah mahasiswa baru yang sok pintar dan menjengkelkan, kedua adalah sepupu dan mantan pacarnya yang baru saja menikah. Mereka semua membuat hati Vivi jengah sebenarnya, namun dia mencoba mene
Vivi seketika tertawa mendengar jawaban Ferdi, lalu menggelengkan kepalanya pelan."Nah, kalau ketawa kan cantik. Kayaknya Bu Dosen ini udah lama nggak ketawa," ujar Ferdi."Sok tau kamu!" "Lho, emang saya tempe kok, bukan tahu." Ferdi berusaha membuat wanita di hadapannya tertawa lagi."Garing!" "Yaudah, saya pamit dulu. Jangan lupa nanti malam di rumah saja ya!""Memang kenapa? Bukan urusan kamu juga," jawab Vivi ketus."Yasudah kalau nggak peduli, bodo amat juga." Ferdi melenggang pergi meninggalkan Vivi sendirian. *******Bu Vera menemui Vivi yang sedang duduk nonton TV dengan wajah sumringah, lalu dia tersenyum ke arah anaknya itu. Vivi yang melihat tingkah ibunya jadi risih, dia segera memegang dahi ibunya dengan telapak tangannya. "Gak panas, aku kira Mama lagi demam.""Siapa juga yang lagi sakit," ujar Bu Vera."Terus Mama kenapa senyum-senyum sendiri? Kesambet hantu?""Hust! Kamu itu ngaco, Vi. Itu di ruang tamu ada temen kamu dateng."Vivi mengerutkan keningnya. "Temen