“Eh, ada pengantin baru bertamu. Nggak bulan madu nih?” Bu Vera datang menghampiri Lulu dan Rey di ruang tamu.
Perempuan paruh baya itu langsung memeluk ponakannya. “Kemarin tante sakit, jadi gak bisa ke pernikahan kalian. Tante minta maaf ya. Selamat menempuh hidup baru.”“Iya, Tante, gak papa. Yang penting sekarang Tante udah sehat,” ujar Lulu saat Bu Vera telah melepaskan pelukannya.Bu Vera kemudian menyalami Rey sekilas tanpa melihat ke arahnya sekalipun. Sementara Rey tahu diri mengapa Bu Vera bersikap demikian, namun dia tidak mau ambil pusing dan berpura-pura bahwa tidak mengenal Bu Vera sebelumnya.Vivi datang menghampiri mereka dengan membawa minuman, lalu menyuguhkannya tanpa berucap sepatah katapun. Dia masih kaget akan kedatangan tamu-tamu yang tak diundang ini ke rumahnya. Pertama adalah mahasiswa baru yang sok pintar dan menjengkelkan, kedua adalah sepupu dan mantan pacarnya yang baru saja menikah. Mereka semua membuat hati Vivi jengah sebenarnya, namun dia mencoba menetralkan semua perasaannya dan bersikap biasa saja. Hidup harus terus berlanjut, meskipun pahit dan sakit. Begitulah prinsip hidup Vivi, pantang baginya mementingkan perasaan dan berlarut-larut dalam kesedihan hanya karena seorang lelaki yang mengkhianatinya.Handphone Ferdi kembali berdering, dia meminta izin pada Bu Vera dan yang lainnya untuk mengangkat telepon di luar. Bu Vera dan Vivi mengangguk pelan, melihat hal itu Ferdi pun segera menuju ke luar rumah untuk mengangkat telepon.“Itu pacarnya Kak Vivi, Tan?” tanya Lulu pada tantenya.Bu Vera hanya tersenyum tipis menjawab pertanyaan Lulu karena mendapatkan kode dari Vivi yang kini duduk di sampingnya. Vivi sengaja menggenggam tangan mamanya dengan keras, sebagai kode agar Bu Vera tidak mengatakan hal yang sebenarnya.“Ganteng juga sih. Pantes sama Kak Vivi yang cantik.” Lulu tersenyum sambil melirik ke arah Vivi.“Alhamdulillah,” jawab Vivi menyunggingkan senyuman untuk membalas senyum keponakannya.Hal tersebut kembali membuat Rey kesal. 'Apa tak ada hal lain yang bisa dibahas selain tentang si Ferdi itu?' Rey menggerutu dalam hati.“Tapi dari tadi handphonenya bunyi terus tuh kayaknya, tanda-tanda lelaki gak bener biasanya. Ini kan malam Minggu, banyak cewek yang minta diapelin kali, playboy!” Celetuk Rey.Dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berkomentar. “Atau mungkin itu debt kolektor pinjol yang nelponin terus.”Vivi tertawa dalam hati, dia dapat membuat Rey kesal sampai sifat asli Rey keluar. 'Lelaki julid! Sepertinya dia tidak cukup puas hanya dengan mengkhianatiku, dia juga tidak mau melihatku dekat dengan lelaki lain,' Vivi berkata dalam hati.“Lho, kok jadi ngomongin orang? Menduga-duga begitu bisa jadi fitnah lho.” Bu Vera menanggapi santai ucapan Rey, hal itu membuat Lulu mendelik ke arah suaminya, Rey bergeming seketika.Ferdi masuk kembali ke dalam rumah, dia menghempaskan bobot tubuhnya di sofa tunggal yang terletak di samping Vivi.“Kok pada diem?” tanya Ferdi. “BTW, pengantin baru ini pacaran berapa lama sampai akhirnya memutuskan untuk menikah?”“Cuma 6 bulan. Alhamdulillah langsung diseriusin,” jawab Lulu sumringah. Dia menatap manis ke arah Rey, tatapan yang dibalas senyuman oleh suaminya.“Bagus tuh, asal jangan cepet dinikahin karena hamil duluan,” celetuk Ferdi diiringi tawa. Ya, dia hanya berusaha bercanda agar suasana mencair. Namun tidak ada yang tertawa selain dirinya sendiri.Tak ada jawaban dari Lulu dan Rey, mereka hanya semakin kesal dan langsung berpamitan pulang.“Kak Vivi, Tante Vera, aku sama Rey pulang duluan ya. Mama W* tadi suruh cepet pulang katanya,” ujar Lulu memberikan alasan. Dia melirik ke arah Ferdi sekilas dengan tatapan sinis.“Buru-buru amat, Lu? Tante kan masih kangen sama kamu,” ucap Bu Vera. Sebenarnya dia ingin banyak mengorek informasi tentang bagaimana Lulu bisa menikah dengan Rey, karena dia tidak tahu sejak kapan keponakannya itu berpacaran dengan mantan pacar anaknya dan apakah Lulu tahu jika Rey adalah mantan pacar Vivi. Namun sepertinya kali ini situasinya tidak tepat untuk hal itu.“Kapan-kapan nanti aku ke sini lagi, Tan.” Lulu menyalami tantenya, lalu menyalami Vivi. Dia menatap kesal ke arah Ferdi, namun mau tidak mau dia harus bersalaman juga dengan Ferdi. Rey pun mengikuti tindakan Lulu.“Kayaknya omongan aku ada yang salah ya sampai mereka langsung pamit pulang gitu?” tanya Ferdi pada Vivi.Vivi hanya mengendikkan bahu.“Ya kalau nggak tersinggung harusnya bisa nutupin sikap. Kelihatan banget tadi pada natap sinis ke aku,” cerocos Ferdi yang tidak ditanggapi oleh Vivi.Bu Vera sudah masuk kembali ke dalam kamarnya saat Ferdi berkata demikian, mamanya Vivi itu langsung meninggalkan anaknya berdua bersama Ferdi setelah kepergian Lulu dan Rey. Sengaja tidak ingin mengganggu waktu mereka, membiarkan anak perempuannya itu untuk membuka hati pada lelaki selain Rey.Vivi yang sebenarnya mendengarkan perkataan Ferdi pura-pura sibuk bermain ponsel, memasang headset di telinganya, berusaha membuat Ferdi tidak betah.Ferdi yang melihat tingkah laku Vivi pun tak mau kalah, dia malah bermain game online. Mereka berdua sama-sama sibuk dengan handphone masing-masing.“Gak mau pulang? Udah jam sembilan lewat loh.” Vivi mengingatkan Ferdi yang terlihat masih asyik dengan game onlinenya.“Kalau bisa sih mau nginep di rumah calon mertua,” jawab Ferdi tanpa mengalihkan pandangan dari game onlinenya.Vivi menatap geram mahasiswanya itu. “Kalau mau nginep izin dulu ke Pak RT. Lapor!”“Udah sih tadi pas mau ke sini.”‘Apa iya? Ini anak ngebohong atau gimana? Padahal aku sengaja ngomong kayak gitu biar dia cepat pulang,’ Vivi membatin dalam hati.“Bohong!” Tuduh Vivi seraya menatap tajam ke arah Ferdi. Namun yang ditatap tidak peduli, dia dengan santainya masih duduk di kursi.“Serius. Nama RT-nya Pak Jupri, Kan? Tadi ketemu Pak Jupri pas mau ke sini. Aku bilang kemungkinan mau nginep kalau kemalaman, terus orangnya mengizinkan sambil tersenyum ramah pas aku ngasih satu selop rokok,” tutur Ferdi sekilas menatap ke arah Vivi sambil tersenyum semanis mungkin.Dosen cantik itu pun tersenyum kecut mendengar penuturan Ferdi. 'Dasar warga +62, ramah dan mudah sekali kalau dikasih sogokan, bukannya menerapkan aturan,' Vivi bermonolog dalam hati sambil mencari cara untuk mengusir Ferdi dari rumahnya.Vivi yang sudah merasakan kantuk pun menguap beberapa kali. “Saya ngantuk, mau tidur. Kamu pulang sana!” Vivi langsung bicara tanpa basa-basi.Seharian ini Vivi memang sibuk sehingga tidak sempat untuk sekadar tidur siang, sementara dia selalu bangun subuh. Hal itulah yang membuat Vivi mengantuk.“Ngusir nih?” tanya Ferdi sambil menatap lekat mata dosennya.“Kalau iya, kenapa?” tantang Vivi.“Kalau ngusir ya saya pulang. Masih ada besok kok buat bertamu lagi,” jawab Ferdi dengan santai. “Bu Vera mana? Aku mau pamitan.”“Gak usah pamit-pamitan segala, lagian jam segini mama udah tidur.” Vivi menjawab dengan nada jutek.“Ya udah, saya pamit dulu.” Ferdi mengulurkan tangannya.Karena rasa kantuk yang sudah amat sangat terasa, Vivi refleks mencium tangan Ferdi.“Gak salah nih yang tua cium tangan yang muda? Oh iya, kan calon istri mesti cium tangan calon suami,” ujar Ferdi tersenyum manis. Vivi baru menyadari kesalahannya barusan saat lelaki di depannya mengatakan demikian.“Ferdi ….” Teriak Vivi geram, dia segara bangkit dari tempat duduknya, mencoba melampiaskan kekesalan pada lelaki di hadapannya.Ferdi segera pergi dari rumah Vivi seraya mengucapkan salam.“Sayang, menurut kamu mendingan yang ini atau yang itu?” Lulu bertanya pada Rey sambil memperlihatkan beberapa jenis susu ibu hamil.Mereka sedang berapa di sebuah Indom*rt yang agak jauh dari kediaman Lulu, sengaja memilih tempat yang jauh agar tidak bertemu dengan para tetangga atau teman-teman Lulu yang mengetahui bahwa mereka baru saja menikah.“Terserah kamu aja. Kan yang minum kamu,” jawab Rey acuh tak acuh.“Kok kamu gitu sih jawabnya?” Lulu memanyunkan bibirnya, tanda dia kesal dengan ucapan suaminya barusan.“Iya, maaf. Gitu aja kesel. Kan emang kamu yang minum susunya, kamu sukanya rasa apa? Pilih aja rasa yang kamu suka,” ucap Rey sambil mengelus lembut pucuk kepala Lulu, membuat istrinya tersenyum tipis.“Aku suka rasa coklat, tapi takutnya bikin enek,” ujar Lulu. “Apa pilih rasa strawberry aja kali ya?”“Ya udah beli rasa strawberry aja.”“Tapi ini ada rasa vanila juga,” ujar Lulu lagi sambil kembali melihat-lihat varian rasa susu ibu hamil di rak pajangan.Rey menepuk da
Rey memandangi handphone-nya, dia menunggu status WA atau status FB Vivi tentang pacarnya yang kecelakaan, namun hingga malam hari, tak juga dia mendapati status yang ditunggunya tersebut, padahal dia sudah bolak-balik mengecek handphone.“Masa si Ferdi bisa selamat sih? Gak mungkin kayaknya. Harusnya minimal lecet-lecet gitulah kena aspal,” ujar Rey bermonolog sendiri. Tak lupa dia kembali mengecek handphone, lalu membersihkan riwayat pencarian akun FB Vivi agar tidak ketahuan Lulu.“Dari siang perasaan ngeliatin HP mulu , emang ada apaan sih? Tumbenan banget,” ujar Lulu yang menghempaskan tubuhnya duduk di samping suaminya.“Eh, gak apa-apa, kok,” jawab Rey gelagapan.“Coba sini liat HP-nya.” Lulu langsung merebut handphone Rey dan memeriksanya.Bersih. Tak ada apa-apa dan tak ada sesuatu yang mencurigakan. Lulu mengechek riwayat aplikasi yang digunakan, bersih. Semua sudah dihapus oleh Rey. Lulu pun mengembalikan handphone suaminya setelah lelah memeriksa
“Ti-tidak.” Rey menjawab dengan terbata. Dia berusaha sekuat tenaga menutupi rasa bingung dan takutnya jika Ferdi benar-benar melaporkannya ke polisi.Lulu memicingkan mata, menatap heran ke arah suaminya.“A-aku ada perlu sebentar, mau ke kafeku,” ujar Rey mencari alasan untuk segera ke luar rumah, menghindari kemungkinan Lulu akan bertanya lebih jauh. Dia buru-buru menyambar kunci mobil di atas nakas, mengecup kening Lulu sekilas, lalu segera pergi.Rey memutar otaknya di sepanjang perjalanan yang entah dimana tempat yang dituju, dia berusaha mencari cara agar Ferdi tidak melaporkan perbuatannya ke polisi.“Aku gak mau dipenjara,” ujar Rey sambil memukul stir mobil. Suara klakson terdengar panjang. Rey membuang napas kasar, mengatur emosinya agar bisa berpikir jernih.“Vivi ….” Rey menjentikkan jari setelah mendapatkan sebuah ide. Dia segera melajukan mobilnya ke Universitas Nugraha, tempat dimana Vivi mengajar.
“Ferdi….” Rey berteriak memanggil Ferdi seraya menghampirinya.Ferdi menoleh, alisnya terangkat, dia memandangi lelaki berbaju necis itu melangkah ke arahnya. Rey terdiam ketika sudah berada tepat di hadapan Ferdi. Dia canggung. Untuk sejenak Rey mencari kata-kata yang tepat untuk meminta maaf.“Udah pulang kuliah?” Tanya Rey sok akrab. Dia mencoba berbasa-basi untuk mengurangi rasa groginya.“Udah.” Ferdi menjawab singkat sambil terus memandangi Rey penuh tanya.“Ada yang mau saya omongin sama kamu,” ucap Rey. “Buat masalah kemarin, saya minta maaf.”Ferdi tertawa mendengar perkataan Rey. Pada akhirnya lelaki sombong yang sempat tak mengakui kejahatannya itu malah menemuinya untuk meminta maaf. Sungguh lucu bukan? Kemana lelaki yang kemarin justru malah mengancam untuk melaporkannya balik ke polisi atas pencemaran nama baik? “Jadi ngaku nih kalau kamu pelakunya?” Ferdi bertanya memas
Siang itu matahari sedang semangat menyinari bumi, pukul sepuluh pun rasanya seperti sudah tengah hari.Saat itu, Rey sedang mengantarkan pesanan sebuah perusahaan yang tak jauh dari restoran miliknya, dia sengaja mengantarkannya sendiri dibantu oleh seorang karyawan pria saja. Selain karena restoran kecil yang Rey bangun belum memiliki banyak karyawan, Rey juga ingin melihat perusahaan besar yang sudah menjadi idamannya sejak dulu. Dia pernah punya mimpi untuk menjadi karyawan di perusahaan tersebut, namun mimpi itu pupus karena dia hanya tamatan SMA. "Ayo cepat. Bawakan makanan di bagasi ke dalam," ujar Rey pada seorang karyawan yang diajaknya, Zul."Siap, Pak." Zul dengan sigap memindahkan kotak-kotak makanan yang telah dipesan oleh perusahaan tersebut dari bagasi mobil ke depan meja resepsionis perusahaan.Rey pun membantu karyawannya itu karena pesanan yang mereka bawa cukup banyak. Tidak kurang dari seratus kotak makanan. Saat sedang mondar
“Kamu mau pesan apa, Jes?” Tanya Diana pada Jessica yang duduk di sampingnya.“Hmm … pesen apaan ya? Menunya pada so sweet gini sih? Nasi goreng cinta, jus kasih sayang, terus …. Apalagi ini? Cappucino rindu, kopi mantan.” Jessica tertawa setelah membaca menu makanan yang tertera pada kertas di atas meja. “Kayaknya yang punya restoran ini bucin banget orangnya. Tapi kreatif sih, ditambah lagi interior dan hiasan restoran yang bikin restoran ini bagus sampe viral gitu di Instagram.”“Dia malah komenin restorannya. Ayo buruan pesen ah, udah laper nih. Eh, BTW, kamu yang traktir ya, Lu?” Diana berkata sambil melirik ke arah Lulu.“Tenang. Aku yang traktir. Gratis kita makannya di sini karena kebetulan aku juga tahu pemilik restorannya.” Lulu menjawab sambil tersenyum. “Ah, serius Lu? Sejak kapan kamu punya kenalan wirausahawan kayak dia? Sampe punya restoran yang viral pula.” Jessica bertanya sambil menyenggol lengan Lulu yang duduk tak jauh d
Dua bulan berlalu setelah pertemuan kedua Rey dan Lulu di restoran Janji Hati. Mereka pun semakin dekat dan sering berbalas pesan via WA. Lulu juga dua minggu sekali mampir ke restoran Rey untuk sekadar makan dan berfoto di tempat yang masih viral di medsos itu.“Lulu.” Rey memanggil perempuan dengan rambut panjang tergerai yang duduk di hadapannya. “Iya,” sahut Lulu tanpa mengalihkan pandangan dari handphone di genggamannya.“Aku suka sama kamu sejak pertama kita ketemu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?” Tanya Rey sambil menatap lekat ke arah Lulu.Lulu yang kini sedang meminum jus pun sampai tersedak mendengar penuturan Rey.“Kamu nembak aku? Serius?” tanya Lulu.Rey mengangguk mantap. “Mau nggak?” Sebenarnya Lulu sudah mulai menyukai Rey, meskipun dulu dia tidak ada rasa sama sekali pada lelaki di hadapannya itu. Namun semakin berjalannya waktu, Lulu merasa nyaman dan senang dengan p
"Eh, liat itu ada si Vivi, umurnya udah 27 tahun tapi belum nikah juga, diduluin sama sepupunya si Lulu," seru Bu Menik memulai obrolan gosip ibu-ibu kelompoknya."Padahal Vivi cantik ya? Gak mungkin sih kalau gak laku, paling dia pilih-pilih," timpal Bu Sari."Keburu tua nanti malah gak bisa punya anak pas nikah, anak saya aja 22 tahun udah nikah." Bu Della menambahi ucapan kedua rekannya dengan antusias. "Aneh ya, padahal udah S2, dosen sih katanya tapi nggak nikah-nikah, nunggu apalagi coba?" Bu Ratna nampak sedikit berpikir dan melirik sekilas ke arah Vivi."Tapi nggak malu ya si Vivi dateng ke nikahan ponakannya, sendiri pula. Padahal ngajak temen cowok kan bisa gitu." Bu Menik menjabarkan idenya bila dia ada di posisi Vivi sekarang.Vivi mendengar namanya sayup-sayup disebut oleh sekelompok ibu-ibu yang duduk melingkar di salah satu meja, di tengah-tengah tenda resepsi keponakannya, Lulu. Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian melangkah menuju sekelompok ibu-ibu tersebut.Ibu-
Dua bulan berlalu setelah pertemuan kedua Rey dan Lulu di restoran Janji Hati. Mereka pun semakin dekat dan sering berbalas pesan via WA. Lulu juga dua minggu sekali mampir ke restoran Rey untuk sekadar makan dan berfoto di tempat yang masih viral di medsos itu.“Lulu.” Rey memanggil perempuan dengan rambut panjang tergerai yang duduk di hadapannya. “Iya,” sahut Lulu tanpa mengalihkan pandangan dari handphone di genggamannya.“Aku suka sama kamu sejak pertama kita ketemu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?” Tanya Rey sambil menatap lekat ke arah Lulu.Lulu yang kini sedang meminum jus pun sampai tersedak mendengar penuturan Rey.“Kamu nembak aku? Serius?” tanya Lulu.Rey mengangguk mantap. “Mau nggak?” Sebenarnya Lulu sudah mulai menyukai Rey, meskipun dulu dia tidak ada rasa sama sekali pada lelaki di hadapannya itu. Namun semakin berjalannya waktu, Lulu merasa nyaman dan senang dengan p
“Kamu mau pesan apa, Jes?” Tanya Diana pada Jessica yang duduk di sampingnya.“Hmm … pesen apaan ya? Menunya pada so sweet gini sih? Nasi goreng cinta, jus kasih sayang, terus …. Apalagi ini? Cappucino rindu, kopi mantan.” Jessica tertawa setelah membaca menu makanan yang tertera pada kertas di atas meja. “Kayaknya yang punya restoran ini bucin banget orangnya. Tapi kreatif sih, ditambah lagi interior dan hiasan restoran yang bikin restoran ini bagus sampe viral gitu di Instagram.”“Dia malah komenin restorannya. Ayo buruan pesen ah, udah laper nih. Eh, BTW, kamu yang traktir ya, Lu?” Diana berkata sambil melirik ke arah Lulu.“Tenang. Aku yang traktir. Gratis kita makannya di sini karena kebetulan aku juga tahu pemilik restorannya.” Lulu menjawab sambil tersenyum. “Ah, serius Lu? Sejak kapan kamu punya kenalan wirausahawan kayak dia? Sampe punya restoran yang viral pula.” Jessica bertanya sambil menyenggol lengan Lulu yang duduk tak jauh d
Siang itu matahari sedang semangat menyinari bumi, pukul sepuluh pun rasanya seperti sudah tengah hari.Saat itu, Rey sedang mengantarkan pesanan sebuah perusahaan yang tak jauh dari restoran miliknya, dia sengaja mengantarkannya sendiri dibantu oleh seorang karyawan pria saja. Selain karena restoran kecil yang Rey bangun belum memiliki banyak karyawan, Rey juga ingin melihat perusahaan besar yang sudah menjadi idamannya sejak dulu. Dia pernah punya mimpi untuk menjadi karyawan di perusahaan tersebut, namun mimpi itu pupus karena dia hanya tamatan SMA. "Ayo cepat. Bawakan makanan di bagasi ke dalam," ujar Rey pada seorang karyawan yang diajaknya, Zul."Siap, Pak." Zul dengan sigap memindahkan kotak-kotak makanan yang telah dipesan oleh perusahaan tersebut dari bagasi mobil ke depan meja resepsionis perusahaan.Rey pun membantu karyawannya itu karena pesanan yang mereka bawa cukup banyak. Tidak kurang dari seratus kotak makanan. Saat sedang mondar
“Ferdi….” Rey berteriak memanggil Ferdi seraya menghampirinya.Ferdi menoleh, alisnya terangkat, dia memandangi lelaki berbaju necis itu melangkah ke arahnya. Rey terdiam ketika sudah berada tepat di hadapan Ferdi. Dia canggung. Untuk sejenak Rey mencari kata-kata yang tepat untuk meminta maaf.“Udah pulang kuliah?” Tanya Rey sok akrab. Dia mencoba berbasa-basi untuk mengurangi rasa groginya.“Udah.” Ferdi menjawab singkat sambil terus memandangi Rey penuh tanya.“Ada yang mau saya omongin sama kamu,” ucap Rey. “Buat masalah kemarin, saya minta maaf.”Ferdi tertawa mendengar perkataan Rey. Pada akhirnya lelaki sombong yang sempat tak mengakui kejahatannya itu malah menemuinya untuk meminta maaf. Sungguh lucu bukan? Kemana lelaki yang kemarin justru malah mengancam untuk melaporkannya balik ke polisi atas pencemaran nama baik? “Jadi ngaku nih kalau kamu pelakunya?” Ferdi bertanya memas
“Ti-tidak.” Rey menjawab dengan terbata. Dia berusaha sekuat tenaga menutupi rasa bingung dan takutnya jika Ferdi benar-benar melaporkannya ke polisi.Lulu memicingkan mata, menatap heran ke arah suaminya.“A-aku ada perlu sebentar, mau ke kafeku,” ujar Rey mencari alasan untuk segera ke luar rumah, menghindari kemungkinan Lulu akan bertanya lebih jauh. Dia buru-buru menyambar kunci mobil di atas nakas, mengecup kening Lulu sekilas, lalu segera pergi.Rey memutar otaknya di sepanjang perjalanan yang entah dimana tempat yang dituju, dia berusaha mencari cara agar Ferdi tidak melaporkan perbuatannya ke polisi.“Aku gak mau dipenjara,” ujar Rey sambil memukul stir mobil. Suara klakson terdengar panjang. Rey membuang napas kasar, mengatur emosinya agar bisa berpikir jernih.“Vivi ….” Rey menjentikkan jari setelah mendapatkan sebuah ide. Dia segera melajukan mobilnya ke Universitas Nugraha, tempat dimana Vivi mengajar.
Rey memandangi handphone-nya, dia menunggu status WA atau status FB Vivi tentang pacarnya yang kecelakaan, namun hingga malam hari, tak juga dia mendapati status yang ditunggunya tersebut, padahal dia sudah bolak-balik mengecek handphone.“Masa si Ferdi bisa selamat sih? Gak mungkin kayaknya. Harusnya minimal lecet-lecet gitulah kena aspal,” ujar Rey bermonolog sendiri. Tak lupa dia kembali mengecek handphone, lalu membersihkan riwayat pencarian akun FB Vivi agar tidak ketahuan Lulu.“Dari siang perasaan ngeliatin HP mulu , emang ada apaan sih? Tumbenan banget,” ujar Lulu yang menghempaskan tubuhnya duduk di samping suaminya.“Eh, gak apa-apa, kok,” jawab Rey gelagapan.“Coba sini liat HP-nya.” Lulu langsung merebut handphone Rey dan memeriksanya.Bersih. Tak ada apa-apa dan tak ada sesuatu yang mencurigakan. Lulu mengechek riwayat aplikasi yang digunakan, bersih. Semua sudah dihapus oleh Rey. Lulu pun mengembalikan handphone suaminya setelah lelah memeriksa
“Sayang, menurut kamu mendingan yang ini atau yang itu?” Lulu bertanya pada Rey sambil memperlihatkan beberapa jenis susu ibu hamil.Mereka sedang berapa di sebuah Indom*rt yang agak jauh dari kediaman Lulu, sengaja memilih tempat yang jauh agar tidak bertemu dengan para tetangga atau teman-teman Lulu yang mengetahui bahwa mereka baru saja menikah.“Terserah kamu aja. Kan yang minum kamu,” jawab Rey acuh tak acuh.“Kok kamu gitu sih jawabnya?” Lulu memanyunkan bibirnya, tanda dia kesal dengan ucapan suaminya barusan.“Iya, maaf. Gitu aja kesel. Kan emang kamu yang minum susunya, kamu sukanya rasa apa? Pilih aja rasa yang kamu suka,” ucap Rey sambil mengelus lembut pucuk kepala Lulu, membuat istrinya tersenyum tipis.“Aku suka rasa coklat, tapi takutnya bikin enek,” ujar Lulu. “Apa pilih rasa strawberry aja kali ya?”“Ya udah beli rasa strawberry aja.”“Tapi ini ada rasa vanila juga,” ujar Lulu lagi sambil kembali melihat-lihat varian rasa susu ibu hamil di rak pajangan.Rey menepuk da
“Eh, ada pengantin baru bertamu. Nggak bulan madu nih?” Bu Vera datang menghampiri Lulu dan Rey di ruang tamu.Perempuan paruh baya itu langsung memeluk ponakannya. “Kemarin tante sakit, jadi gak bisa ke pernikahan kalian. Tante minta maaf ya. Selamat menempuh hidup baru.”“Iya, Tante, gak papa. Yang penting sekarang Tante udah sehat,” ujar Lulu saat Bu Vera telah melepaskan pelukannya.Bu Vera kemudian menyalami Rey sekilas tanpa melihat ke arahnya sekalipun. Sementara Rey tahu diri mengapa Bu Vera bersikap demikian, namun dia tidak mau ambil pusing dan berpura-pura bahwa tidak mengenal Bu Vera sebelumnya.Vivi datang menghampiri mereka dengan membawa minuman, lalu menyuguhkannya tanpa berucap sepatah katapun. Dia masih kaget akan kedatangan tamu-tamu yang tak diundang ini ke rumahnya. Pertama adalah mahasiswa baru yang sok pintar dan menjengkelkan, kedua adalah sepupu dan mantan pacarnya yang baru saja menikah. Mereka semua membuat hati Vivi jengah sebenarnya, namun dia mencoba mene
Vivi seketika tertawa mendengar jawaban Ferdi, lalu menggelengkan kepalanya pelan."Nah, kalau ketawa kan cantik. Kayaknya Bu Dosen ini udah lama nggak ketawa," ujar Ferdi."Sok tau kamu!" "Lho, emang saya tempe kok, bukan tahu." Ferdi berusaha membuat wanita di hadapannya tertawa lagi."Garing!" "Yaudah, saya pamit dulu. Jangan lupa nanti malam di rumah saja ya!""Memang kenapa? Bukan urusan kamu juga," jawab Vivi ketus."Yasudah kalau nggak peduli, bodo amat juga." Ferdi melenggang pergi meninggalkan Vivi sendirian. *******Bu Vera menemui Vivi yang sedang duduk nonton TV dengan wajah sumringah, lalu dia tersenyum ke arah anaknya itu. Vivi yang melihat tingkah ibunya jadi risih, dia segera memegang dahi ibunya dengan telapak tangannya. "Gak panas, aku kira Mama lagi demam.""Siapa juga yang lagi sakit," ujar Bu Vera."Terus Mama kenapa senyum-senyum sendiri? Kesambet hantu?""Hust! Kamu itu ngaco, Vi. Itu di ruang tamu ada temen kamu dateng."Vivi mengerutkan keningnya. "Temen