"Wah, Alaric. Calon perdana menteri kita yang tampan, akhirnya memperlihatkan pasangannya pada dunia." "Selamat malam," gumam Anna yang setengah bersembunyi di balik tubuh suaminya. "Maaf, tapi dia anak yang sangat pemalu." Mau tidak mau, Alaric segera mengambil alih pembicaraan. "Lalu ini juga pesta yang sangat luar biasa. Aku yakin cucumu akan sangat bahagia." "Terima kasih atas ucapan manis itu, tapi apakah istrimu atau pacarmu ini akan terus bersembunyi di belakangmu?" tanya si pemilik acara dengan kening yang sedikit berkerut. "Bukankah kau setidaknya harus memperkenalkan dia?" Alaric tidak bisa langsung menjawab dan memilih untuk melirik istrinya terlebih dulu. Jujur saja, dia tidak berpikir kalau Anna akan terlihat setakut ini. Hal itu tentu saja membuat Alaric kebingungan, apalagi ini hanya pesta biasa saja bukan? "Kau tidak apa-apa?" Alaric memilih untuk bertanya lebih dulu, dengan cara berbisik. "Aku ... tidak apa-apa." Walau sempat ragu, Anna pada akhirnya mengg
Alaric menatap ke depan dengan kening bekerut. Dia melihat Marjorie yang sedang tertawa entah bersama dengan siapa di sana. Yang jelas, Alaric belum pernah melihat lelaki yang tertawa bersama dengan mantannya itu. Rasanya ada yang aneh, tapi Alaric tidak tahu apa hal aneh yang dia rasakan. Yang jelas, ini berbeda dengan apa yang dulu dia rasakan. "Al." Tiba-tiba saja terdengar suara yang begetar. "Ada apa?" Alaric refleks menoleh dan menemukan istrinya yang sekarang ini gemetar. "Kau kenapa?" Tentu saja Alaric akan bertanya dengan kening berkerut. "Kenapa gemetar?" Sayangnya, Anna tidak bisa menjawab. Dia hanya menatap ke satu arah, kemudian tiba-tiba saja menutup matanya dengan sangat rapat. "Ada apa di sana?" Penasaran, Alaric pun melihat ke arah yang dilihat istrinya. Tidak jauh di belakang Marjorie. "Aku tidak melihat apa pun di sana, apa ada seseorang yang aneh?" "Tidak ada lelaki tua di sana?" tanya Anna masih dengan mata yang terpejam. "Lelaki tua seperti apa?"
"Ada keributan apa itu di luar?" Alaric langsung menoleh ketika mendengar suara bernada tanya barusan. Dia yang entah bagaimana merasa penasaran, segera mengeringkan tangan dengan tisu dan keluar dengan langkah yang tidak buru-buru. "Anna?" Kening Alaric langsung berkerut, ketika dia melihat dan mendengar suara teriakan sang istri. "Ada apa ini?" Tentu saja Alaric segera mendekat. "Tidak tahu Tuan." Darcy menggeleng keras. "Nyonya tadi terjatuh dan menabrak seseorang, lalu tiba-tiba dia berteriak," lanjutnya menjelaskan dengan cepat. "Sialan," desis Alaric sangat pelan, kemudian menatap sekitarnya. "Maaf, tapi bisakah kalian menjauh?" lanjutnya pada semua orang. "Dia istriku dan aku bisa menangani ini." Alaric dengan cepat menahan kedua tangan sang istri yang memberontak dibantu oleh Darcy, kemudian meraih tubuh Anna ke dalam dekapannya. "Hei, Anna." Setelah semua orang agak menjauh, Alaric berusaha menyadarkan sang istri. "Ini aku, Alaric." "Tidak aku mohon." Bukannya
"Apakah Tuan mengkhawatirkan Nyonya Anna?" Caspian yang baru datang bertanya, ketika melihat tuannya yang terlihat cemas. "Tentu saja aku akan memikirkannya," jawab Alaric tanpa ragu. "Biar bagaimana, aku tidak merencanakan adanya anak." "Kehamilan Nyonya belum dipastikan." Caspian mengulurkan tangan yang membawa segelas kopi panas. "Jika sudah dikonfirmasi, baru kita bisa memikirkan jalan keluar yang baik." "Memangnya ada jalan keluar apa lagi?" Alaric bertanya dengan sebelah tangan memegang cangkir kertas dan tangan lainnya terulur mengambil sandwich yang diberikan sang asisten. "Aku tidak mungkin membuangnya bukan?" "Tentu saja tidak, tapi mungkin ada hal baik lain yang bisa kita lakukan." Sang asisten, kemudian duduk di samping sang tuan, sama-sama menatap keluar jendela besar yang memperlihatkan aktivitas bandara. Sesuai yang dikatakan Alaric semalam, pagi ini dia sudah harus berangkat lagi. Kali ini, Alaric memilih pesawat komersil dan tentu saja harus datang dan menung
Alaric memijat pangkal hidungnya. Dia sudah mendapat kabar dari rumah tentang Anna, tapi itu malah membuatnya makin sakit kepala. Siapa yang menyangka kalau sekali kesalahan akan membuatnya sakit kepala seperti sekarang ini. "Apa istrimu membuat masalah?" tanya Marjorie yang mendatangi mantannya dengan senyum lebar dan segelas minuman dingin. "Ya." Alaric tidak ragu mengangguk. "Dia membuat masalah yang cukup membuatku sakit kepala," lanjutnya menerima minuman yang diberikan oleh sang mantan. Alaric merasa butuh sesuatu yang segar. Apalagi, dia baru saja menyampaikan pidato kampanye yang membuat tenggorokannya terasa kering. "Kali ini, apa lagi yang dia lakukan?" tanya Marjorie duduk di depan Alaric, sambil menopang dagu di meja. "Dia mengamuk di jalan?" "Anna hamil," jawab Alaric tanpa perlu berpikir panjang. "Padahal aku sedang sibuk kampanye dan mungkin tidak bisa terus menemaninya. Itu tentu saja membuatku sakit kepala." "Apa maksudmu?" Alih-alih mengerti, Marjorie m
"Tuan?" Caspian memanggil, sembari menatap ke sekeliling ruangan. "Apakah kau pergi ke toilet?" Tidak mendapat jawaban, sang asisten langsung pergi mencari ke toilet. Dia bahkan sampai pergi mencari ke tempat yang memiliki mesin penjual otomatis, karena berpikir kalau Alaric akan pergi beli kopi atau camilan. Dia melakukan semua itu, sembari menelepon sang tuan. "Kenapa malah tidak diangkat?" gumam Caspian dengan kening berkerut. "Oh, Ian kebetulan kau muncul." Tiba-tiba saja, Marjorie muncul. "Apa kau melihat Alaric? Aku mencarinya sejak tadi, tapi dia tidak ditemukan." "Aku juga sedang mencari Tuan," jawab Caspian dengan kening berkerut. Entah kenapa dia merasa ada yang salah. "Loh, jadi kita harus bagaimana?" Marjorie malah terlihat sedikit terkejut. "Memang sudah tidak ada jadwal setelah ini, tapi nanti malam? Bukankah kita akan pergi makan malam bersama?" "Makan malam bersama bisa ditunda, Nyonya Jackson." Caspian makin mengerutkan kening. "Lagi pula tim kita tidak ak
"Ian? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Marjorie dengan bola mata yang membulat karena terkejut. "Bukankah harusnya itu pertanyaanku?" tanya Caspian dengan senyum lebar. "Kau seharusnya mencari di dalam gedung dan bukan di dalam kamar hotel seperti sekarang." "Oh, soal itu." Marjorie menyelipkan rambut di telinga, berusaha untuk tetap tenang. "Aku tiba-tiba saja merasa tidak enak badan dan perlu untuk segera pulang dan beristirahat." "Tapi kenapa kau tidak memberitahu?" tanya Caspian dengan kedua alis terangkat dan sebelah tangan menahan pintu, sementara yang lainnya bertengger di kusen pintu. "Padahal kita sedang mencari Tuan Alaric yang menghilang loh." "Aku tidak memberitahu?" tanya Marjorie pura-pura bodoh. "Rasanya tadi aku sudah mengirimkan pesan." Sayangnya, Caspian tidak terlihat ingin membalas ucapan perempuan di depannya. Dia justru melihat penampilan Marjorie yang sebenarnya sudah cukup berantakan. Hal yang membuatnya mendengus geli. "Apa kau habis bercinta? K
"Maafkan aku Nyonya." Tiba-tiba saja, Darcy datang dan membungkuk. "Aku melakukan kesalahan dan pantas dihukum." "Tunggu dulu." Anna yang sedang bersantai sambil mengunyah biskuit, langsung menghentikan aktifitasnya. "Memangnya kau melakukan kesalahan apa?" "Ini tentang pil pencegah kehamilan yang pernah Nyonya minum." Darcy tentu saja akan menjelaskan. "Rupanya itu bukan morning pill, tapi hanya pil KB biasa saja." "Ah, begitu toh." Anna mengangguk paham. "Pantas saja aku tetap hamil walau sudah minum pil, ternyata memang salah ya." "Ya." Darcy ikut mengangguk. "Seharusnya Nyonya meminum morning pill, yang memang diminum sekali saja setelah berhubungan. Kalau pil KB biasa, itu harus diminum rutin baru berfungsi." "Aku juga tahu itu Darcy, tapi terima kasih sudah menjelaskan." Untungnya, Anna sama sekali tidak marah atas keteledoran sang asisten. "Nyonya tidak marah?" "Lalu apa kau sengaja membeli pil yang salah?" Tentu saja Darcy akan menggeleng sebagai jawabannya. It
"Al, ada apa denganmu?" Elizabeth bertanya ketika mendapati putranya melamun di meja makan, saat makan pagi.Saat selesai hari pemilu, memang mereka memilih menginap di rumah Elizabeth. Selain karena lebih dekat, Alaric merasa lebih mudah untuk menghindari sang istri di rumah itu. Banyak orang di sana yang bisa dijadikan alasan."Mungkin ....""Tidak ada apa-apa, Mom." Alaric memotong kalimat sang istri. "Aku hanya kurang tidur saja.""Oh, tolonglah." Astrid memutar bola matanya, ketika mengatakan hal itu. "Tolong jangan pamer kemesraan di sini.""Siapa yang pamer kemesraan?" Anna yang menjawab dengan kening berkerut."Memangnya apa lagi yang bisa dilakukan sepasang suami istri, sampai kurang tidur?" tanya Astrid dengan mata melotot. "Dan tolong jangan memasang ekspresi tak berdosa seperti itu, mentang-mentang kami tidak mendengar apa-apa.""Lantas, apa ada masalah dengan itu?" Melihat istrinya yang masih bingung, Alaric memilih untuk menjawab sang kakak. "Lagi pula kami pasan
"Tuan, kau mendapatkan kabar yang sangat baik." Seseorang berbicara dari sambungan telepon dengan Alaric. "Apa keluargaku bebas dari status terduga?" tanya Alaric dengan sebelah alis terangkat. "Rasanya hanya hal itu kabar baik yang bisa disampaikan oleh seorang polisi padaku bukan? Apalagi hari ini akhirnya pemilu dilaksanakan." Si polisi yang menelepon tidak langsung menjawab, tapi malah mengembuskan napas. Entah apa yang ingin dia katakan, tapi sepertinya itu tidak membuat sang polisi cukup senang atau mungkin cukup tega? "Selamat, penjahat aslinya sudah tertangkap." Setelah terdiam agak lama, si polisi akhirnya bersuara juga. "Kami menemukan rekaman dari mobil korban, yang kebetulan saja diparkir menghadap pintu masuk." "Kalian sangat tidak kompeten." Alaric berdecak pelan. "Seharusnya kalian memeriksakan hal itu lebih dulu, sebelum mencariku." "Masalahnya, tersangka ini adalah orangmu juga. Tentu saja aku harus tetap memanggilmu bukan? Yah, walau kami menemukan bukti ka
"Aku tidak tahu apakah masih ada foto itu, tapi biar coba kulihat." Elizabeth mengatakannya, sambil melihat ke rak penuh buku tebal."Tapi aku tidak menyangka kalau di sini ada perpustakaan seperti ini." Anna menatap ke sekelilingnya dengan takjub."Yang benar saja, Anna." Elizabeth sempat menoleh menatap menantunya dengan tatapan tidak percaya. "Kau sudah sering datang dan beberapa kali menginap, tapi tidak tahu ada perpustakaan kecil di sini?""Aku tidak pernah benar-benar mengelilingi rumah ini, Mom." Anna datang mendekati sang mertua. "Bukankah wajar kalau aku tidak tahu banyak hal?""Kalau begitu, setelah ini kita keliling rumah." Elizabeth memberi ide, setelah dia berhasil mengeluarkan sebuah album foto yang cukup tebal. "Walau mungkin nanti kau tidak akan tinggal di sini saat Alaric pensiun, tapi kau harus tahu."Anna tidak memberikan tanggapan, selain tersenyum tipis. Entah kenapa, dia malah terlihat sedikit sedih dan untungnya bisa menutupi hal itu dengan cukup baik. Se
"Darcy, apakah hasil pemeriksaannya sudah keluar?" Fiona bertanya dengan senyum yang sangat cerah. "Belum." Sayangnya, Darcy harus menggeleng. "Karena ada terlalu banyak orang yang diperiksa, maka hasilnya agak terlambat. Maklumlah, para dokter harus bekerja keras agar datanya tidak tertukar." "Oh, tentu saja." Fiona mengangguk pelan. "Anggota kita memang banyak." "Karena itulah aku merasa lelah." Kini Darcy malah mengeluh. "Apalagi aku harus mengurusi Nyonya dan urusan rumah tangga di rumah ini." "Mungkin kau perlu mengambil cuti?" ucap Fiona dengan nada tanya. "Kau bisa sedikit bersantai bukan?" "Bisa, tapi tidak pada waktu sekarang." Darcy kembali menggeleng. "Pemilihan hanya tinggal menghitung hari, jadi kita semua tidak boleh bersantai. Termasuk juga kau." Tentu saja Fiona hanya bisa mengangguk, walau dia sama sekali tidak senang. Padahal dia sedang risau, tapi sekarang harus mengurusi banyak hal. Kini dia jadi sedikit menyesal karena harus menjadi agen ganda. ***
"Kenapa Tuan tidak memberitahuku kalau Marjorie terkena penyakit menular yang mematikan?" Fiona mencoba untuk tidak mendesis marah saat menelepon. "Oh, benarkah?" Orang yang ditelepon malah balas bertanya. "Ini hal baru dan aku rasa kau bisa menggunakan alasan itu sebagai salah satu penyebab kematian bukan?" "Tuan Fritz, tolong jangan berlagak menjadi orang bodoh," ucap Fiona dengan lebih berani. "Hasil autopsinya sudah keluar dan itu jelas tidak mencantumkan penyakit." "Ya lalu kau mau apa?" tanya Fritz terdengar kesal. "Untuk apa kau malah memberitahukan berita itu padaku? Aku tidak ada hubungannya." "Kau ada hubungannya, karena kau yang memintaku untuk membunuh dia." Fiona nyaris saja memekik. "Tapi itu tidak ada hubungannya dengan penyakit menular bukan?" Tentu saja Fritz akan menjadi bingung dan itu membuat Fiona ikut bingung. Yang dikatakan Fritz itu sebenarnya sangat benar, tapi pria tua itu tidak tahu masalah yang Fiona alami. Lagi pula, Fiona tidak mungkin menceri
Anna membuka matanya dengan perlahan dan merasakan rasa sesak. Bukan sesak karena tidak bisa bernapas, tapi sesak karena ada yang mengurung dirinya. Lebih tepatnya, karena ada seseorang yang memeluknya dan orang itu adalah Alaric. "Dasar mesum gila," bisik Anna sepelan mungkin. "Bagaimana mungkin kau bisa tergoda hanya dengan bisikan dan tubuh atletisnya." Pikiran Anna secara refleks berkelana pada malam panas yang dia lalui kemarin. Berawal dari kamar mandi, tapi malah berakhir di ranjang. Bahkan mereka sempat saling mencumbu di atas wastafel, sebelum berpindah ke kamar karena lantai yang licin. "Aku mungkin akan selalu teringat hal mesum itu setiap kali masuk ke dalam kamar mandi," gumam Anna disertai dengan geraman kesal. "Apa kau ingin buang air?" Suara yang tiba-tiba saja terdengar di telinga dan embusan napas yang terasa di tengkuk, membuat Anna bergidik. Belum lagi ditambah dengan remasan pelan sang suami di tempat yang ... sangat tepat. "Al." Anna nyaris saja mende
"Astaga Anna!" Yang empunya nama, memukul kepalanya sendiri. "Bagaimana kau bisa membayangkan hal mesum, setelah mendengar ucapan Alaric? Sadarlah, Anna." Sesungguhnya, Anna tadi mendengarkan ucapan Alaric tentang mandi bersama dengan sangat jelas. Dia hanya berpura-pura tidak mendengar karena merasa malu. "Tenang Anna," ucapnya menarik napas dan mengembuskan dengan pelan dan suara air mengalir yang menjadi latar belakang. "Kau harus tenang dan jalankan saja tugasmu sebagai seorang istri, setidaknya sampai kau muak." "Tapi, kenapa rasanya rokku basah ya?" tanya Anna dengan kening berkerut, sebelum akhirnya dia sedikit menunduk. Tanpa Anna sadari, air di bathtub rupanya sudah meluap. Padahal, rasanya dia hanya menyalakan air dengan aliran kecil saja. Siapa yang sangka kalau sekarang isi bathtub-nya sudah meluap sampai ke lantai. "Astaga, Anna." Yang empunya nama berteriak cukup keras. "Apa yang kau lakukan?" Tentu saja Anna segera mengulurkan tangan untuk mematikan kran air
"Pemeriksaan kesehatan?" tanya Fiona dengan sebelah alis yang terangkat. "Ya." Darcy mengangguk pelan. "Semua orang akan mendapatkan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Ini untuk kebaikan bersama juga, apalagi ada kejadian yang tidak mengenakkan terjadi baru-baru ini." "Kejadian apa?" Seorang rekan pengawal perempuan yang lain bertanya. "Apa tentang kasus Marjorie itu? Tapi apa hubungannya?" "Marjorie ternyata penderita AIDS," jawab Darcy dengan tenang. "Jadi Tuan ingin kita semua memeriksakan diri, karena siapa tahu saja ada yang tidak sengaja tertular. Berhubung kita juga pernah memantau dia cukup lama, jadi siapa tahu kan?" "Tuan, Nyonya dan keluarga lainnya pun sudah memeriksakan diri," lanjut Darcy menatap satu per satu rekannya. "Aku dan Caspian juga sudah, jadi sekarang giliran kalian." Semua orang saling menatap dengan ekspresi beragam. Ada yang terlihat kaget dan ada juga yang terlihat cemas. Yang jelas mereka semua terlihat tidak nyaman dengan berita yang bar
"Bagaimana dia bisa tahu kalau ada pembunuh di rumahku?" ucap Elizabeth dengan mata melotot. "Mom, st." Anna menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Jangan terlalu keras, siapa tahu ada yang menguping di depan pintu. Atau mungkin ada yang memasang alat penyadap." "Oh, aku rasa aku harus memeriksa ruangan ini terlebih dulu." Caspian langsung bergerak, diikuti dengan Darcy. Semua orang yang sedang berada di dalam ruang baca itu menatap dua orang asisten sekaligus pengawal pribadi yang menggeledah ruangan dengan seksama. Mereka jelas saja akan merasa cemas, karena bisa saja mereka ketahuan. "Tidak ada penyadap atau kamera yang ditemukan." Untungnya Darcy menggeleng. "Ruangan ini juga dilapisi karpet, jadi seharusnya akan lebih kedap suara," lanjut Caspian menjelaskan. "Maaf harus menanyakan ini, tapi kalian berdua bisa dipercaya kan?" Tiba-tiba saja Astrid bertanya. "Mereka aman." Anna dengan tenangnya memberitahu. "Soalnya, Bastian mengatakan akan bertemu teman di rumah, p