Share

5. Berdua Saja

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2025-01-12 17:52:55

"Selamat malam, namaku ...."

Belum juga Anna selesai berbicara, dia sudah merasakan panas di pipi kirinya. Bukan hanya itu, kepalanya bahkan tertoleh sembilan puluh derajat karena tamparan yang dia terima barusan. Tamparan pertama yang pernah Anna rasakan seumur hidupnya.

"Mom." Alaric menaikkan intonasi suaranya, ketika melihat apa yang terjadi. Tentu saja dia melindungi Anna, dengan menarik perempuan itu sedikit menjauh dari pelaku.

"Berani-beraninya kau membawa perempuan tidak jelas begini menjadi istrimu." Perempuan yang dipanggil Mom barusan berteriak. Tidak terlalu nyaring, tapi semua orang tahu perempuan itu sedang marah.

"Siapa yang bilang kalau Anna tidak jelas?" Alaric bertanya dengan intonasi suara yang sudah jauh lebih tenang. "Dia ini dokter, ayahnya juga dokter. Walau tentu saja tidak berkarir di negara kita."

"Mana aku tahu gelar dokternya itu palsu atau tidak." Sang ibu masih terlihat marah dan tidak terima. "Sekali pun dia dokter, kita tidak tahu benar bagaimana keluarganya. Bagaimana anak bernama Anna ini hidup selama ini."

Anna meringis mendengar apa yang dikatakan calon ibu mertuanya. Padahal dirinya yang sudah diseret paksa sampai ke negara orang, tapi dia malah kena tampar. Sekarang Anna jadi sedikit menyesal karena mau saja langsung diajak pergi menemui keluarga Alaric.

"Padahal kami baru mendarat dan hanya makan sedikit di pesawat." Anna berucap dalam hati. "Mana aku sudah lelah karena penerbangan berjam-jam, malah kena damprat."

"Mom, dia adalah perempuan pilihanku. Tentu saja aku tidak akan sembarangan memilih calon." Alaric menjelaskan dengan tenang. "Apalagi dia pernah menyelamatkanku."

"Dia menyelamatkanmu, karena dia tahu kau orang hebat yang bisa membuatnya hidup enak. Dia tahu kau kaya, Al."

Tangan Anna memegang dadanya. Dia benar-benar merasa terpukul mendengar apa yang calon mertuanya katakan, karena itu bisa dibilang benar. Anna bersedia menikahi Alaric demi membayar hutang keluarga.

"Anna anak yang baik." Alaric masih mencoba untuk menjelaskan dengan tenang. "Kalau dia memang ingin memerasku, maka akan dia lakukan sejak kami pertama kali bertemu. Aku hanya akan menikah dengan dia."

"Tapi usianya berbeda jauh denganmu. Apa kau tidak malu jika diejek menikahi anak di bawah umur? Dia terlihat seperti bocah yang masih sekolah."

"Maaf, Tante." Anna segera menyela, terutama karena lelaki yang mengajaknya datang terdiam. "Walau lebih pendek dibanding semua orang yang ada di rumah ini, tapi aku berumur dua lima. Sudah cukup umur, tapi tentu saja aku tidak akan memaksa siapa pun."

Perempuan yang masih terlihat cukup tegap untuk usia senja itu, hanya bisa mengembuskan napas panjang. Dia tidak senang dengan perempuan yang tiba-tiba saja dibawa oleh putranya, tapi memangnya dia bisa apa?

Alaric sudah termasuk cukup tua untuk menjadi seorang lelaki yang belum pernah menikah. Jangankan menikah, dia bahkan belum pernah berpacaran.

"Pastikan saja dia tidak membuat masalah." Sang ibu menunjuki Anna tepat di wajah. "Apalagi masa kampanye sudah dekat, jadi aku tidak ingin ada kesalahan sedikit pun. Tentu saja itu juga demi nama baikmu sendiri."

"Tentu saja." Alaric mengangguk pelan.

Anna menatap ketika perempuan yang dia perkirakan berumur awal lima puluh itu berlalu pergi. Dia bertanya-tanya, bagaimana bisa perempuan semuda itu bisa punya anak berumur tiga delapan. Tapi, tentu saja ada pertanyaan lain yang lebih mendesak.

"Boleh aku menanyakan sesuatu?" Anna unjuk tangan ketika calon ibu mertuanya sudah pergi. "Kampanye apa ...."

"Sebaiknya kau pergi istirahat saja." Alaric tiba-tiba saja mengubah arah pembicaraan. "Seharusnya kau saat ini pasti merasa lelah karena perjalanan jauh."

"Itu adalah kata-kataku." Anna tiba-tiba saja terlihat kesal, bahkan menumpangkan tangan di pinggang dan menatap lelaki di depannya dengan tajam.

"Kau itu pasien. Tapi kau malah kabur dari rumah sakit, naik pesawat pribadi tanpa izin dokter. Begitu mendarat, bukannya pergi ke rumah sakit, malah langsung mengantarku ke salon dan membeli baju."

"Aku hanya menemanimu berganti pakaian dan memeriksa riasanmu," balas Alaric tanpa perubahan ekspresi yang berarti. "Yang mengurus semua itu adalah ajudanku. Lagi pula, aku tidak mungkin membiarkanmu menemui ibuku dengan pakaian lusuh bukan?"

"Pakaian lusuh?" tanya Anna dengan kedua alis terjungkit naik. Padahal yang dia pakai tadi adalah salah satu dari sisa pakaian terbaiknya.

"Bagiku itu lusuh." Alaric mengangguk dengan santainya.

"Terserahlah." Anna akhirnya memilih untuk mengangkat tangan. "Lebih baik aku pergi istirahat saja dari pada sakit kepala melihat wajah pemarahmu, jadi tolong tunjukkan saja kamarnya."

"Kita tidak akan tinggal di sini," jawab Alaric dengan tenangnya, tidak terlalu peduli dengan ejekan yang dia dengar.

"Apa maksudmu dengan kita tidak tinggal di sini?" Anna langsung melotot mendengar lelaki di depannya itu. "Ini rumahmu bukan? Lagi pula, kita belum menikah. Tidak mungkin tinggal berdua saja kan?"

"Kita akan tinggal di kediaman pribadiku." Alaric menatap dengan tatapan serius, melihat perempuan muda di depannya dari atas sampai bawah. "Hanya berdua saja."

Related chapters

  • Pesona Sang Penguasa   6. Dipilih Alaric

    "Ini kamarku?" tanya Anna dengan kening berkerut. "Lalu kamarmu di mana? Tidak di sini juga kan?""Memangnya ada masalah dengan itu?" Alaric membalas dengan pertanyaan juga. Anna menaikkan sebelah alisnya. Dia sudah setuju untuk ikut ke rumah Alaric, dengan anggapan akan ada pelayan di sana dan mereka tidak akan berdua saja. Tapi mereka akan sekamar?"Tentu saja bermasalah." Anna langsung protes. "Walau nanti kita akan menikah, tapi bukan berarti aku akan tidur sekamar denganmu. Apalagi sebelum menikah.""Siapa yang mengatakan aku akan tidur sekamar denganmu?" tanya Alaric dengan kening berkerut."Loh, bukankah tadi kau mengatakan seperti itu?" Anna membalas dengan pertanyaan. "Aku tidak mengatakan seperti itu." Alaric sudah akan beranjak pergi, tapi ditahan."Ketika aku bertanya tentang kamarmu, kau mengatakan apa ada masalah dengan itu. Menurutmu apa yang akan ada dipikiranku, ketika kau mengatakan sesuatu seperti itu?"Kening Alaric berkerut. Padahal dia sudah berbaik ha

    Last Updated : 2025-01-13
  • Pesona Sang Penguasa   7. Tamu Pagi

    "Dasar mesum." "Kau mengatakan sesuatu?" Alaric bertanya pada perempuan yang duduk jauh di depannya. "Aku mengatakan kau mesum." Anna tidak keberatan untuk mengulang umpatannya. "Tidakkah kau merasa malu saat pergi membeli pakaian dalam perempuan?" "Untuk apa malu?" tanya Alaric dengan kening berkerut. "Toh, aku akan menjadi istriku." Dengan gerakan refleks, Anna menyilangkan tangan di depan dada. Dia sudah bisa menebak apa yang mungkin dipikirkan oleh lelaki di depannya itu. "Kau akan meniduriku?" "Apa ada yang salah dengan itu? Aku lelaki yang normal dan sehat," balas Alaric dengan wajah datarnya, sampai Darcy terbatuk pelan. "Lagi pula, dari pada memikirkan hal itu, kau sebaiknya bersiap." Kini Alaric kembali menatap tabletnya. Tentu saja dia perlu bekerja, walau hari masih sangat pagi. "Bersiap untuk apa?" tanya Anna mulai menyuap sarapan paginya. "Tentu saja kau perlu lebih banyak baju dari apa yang ada di dalam lemarimu sekarang," jelas Alaric, tanpa memindahkan

    Last Updated : 2025-02-03
  • Pesona Sang Penguasa   8. Mainan Baru

    "Ini serius?" tanya seorang perempuan dengan rambut bergelombang. "Anak itik buruk rupa yang baru lahir ini adalah calon istrinya Al? Tidak salah kan?" Sudut bibir Anna berkedut mendengar apa yang dikatakan perempuan di depannya. Inginnya sih dia memaki, tapi jelas itu akan merugikannya. Biar bagaimana, tinggi Anna bahkan tidak bisa dibandingkan dengan perempuan yang tadi berbicara padanya. "Bagaimana kalau kita duduk saja dulu?" tanya Anna yang sudah mulai lelah mendongak. "Oh, untunglah kau masih punya sopan santun." Perempuan tadi dengan segera beranjak ke arah sofa, bahkan tanpa segan menyenggol tubuh Anna." Anna menggeram pelan, karena nyaris saja kepalanya bertabrakan dengan pundak sang tamu. Entah bagaimana, perempuan itu nyaris sama tinggi dengan Alaric. Tentu saja setelah dihitung dengan sepatu tinggi yang sang tamu pakai. "Jadi katakan padaku. Bagaimana kau bisa bertemu dengan Al?" Sang tamu kembali bertanya. "Mungkin lebih baik, Nona memperkenalkan diri lebih d

    Last Updated : 2025-02-04
  • Pesona Sang Penguasa   9. Pertemuan Keluarga

    "Siapa yang kau bilang?" tanya Alaric dengan kedua alis yang terangkat. "Nona Astrid datang mengunjungi Nona Anna." Asisten Alaric kembali memberitahu. "Coba kau telponkan Astrid. Aku ingin berbicara dengan dia." Walau memberi perintah, tapi Alaric melakukannya sembari mengerjakan pekerjaan. Dia bahkan tidak bergeming, ketika mendengar panggilan sudah tersambung. Semua sang asisten yang bergerak, sementara Alaric memeriksa banyak hal pada laptop dan tablet miliknya. "Aku dengar kau pergi ke rumahku." Alaric langsung bersuara, ketika mendengar suara sapaan dari teleponnya yang sedang dalam mode pengeras suara. "Untuk apa?" "Tentu saja untuk berkenalan dengan mainan barumu," jawab Astrid sambil terkekeh pelan. "Dia sepertinya cukup menarik, jadi aku juga mau bermain dengannya." "Dia manusia, Ash. Bukan mainan." Tentu saja Alaric akan menegur. "Lagi pula, dia akan menjadi istriku." "Apa Mom sudah tahu?" Astrid membalas dengan pertanyaan. "Aku yakin dia tidak akan setuju de

    Last Updated : 2025-02-05
  • Pesona Sang Penguasa   10. Diabaikan

    "Kau terlambat." "Ya?" Anna melotot mendengar ucapan barusan, kemudian bergegas menatap jam yang dia pakai. "Tapi janjinya kan jam tujuh dan ini tepat jam tujuh," lanjutnya untuk membela diri. "Jam tujuh lewat lima puluh lima detik," jawab ibu Alaric dengan tatapan sinis dan bibir mencibir, setelah melihat jamnya sendiri. "Kau terlambat lima puluh lima detik. Hampir satu menit." Anna menaikkan kedua alis, bahkan dagunya pun nyaris saja jatuh. Masa satu menit juga dihitung terlambat? Padahal jarak antara pagar dan pintu utama saja lumayan jauh, belum lagi Anna masih harus turun dari mobil dan melintasi lobi rumah besar keluarga itu. "Maaf, lain kali aku akan lebih memperhatikan jadwal Nona Anna dengan lebih baik." Darcy yang mengatakan hal itu, agar tidak terjadi pertengkaran. "Asisten saja masih lebih tahu sopan santun dari pada kau." Ibu Alaric masih sempat mencibir, sebelum berbalik dan melangkah. "Wah." Anna nyaris saja memekik. "Yang benar saja." "Nona, sebaiknya kau

    Last Updated : 2025-02-06
  • Pesona Sang Penguasa   11. Boneka Kecil

    "Apa ada yang ingin kau katakan?" Astrid bertanya, karena Anna belum mengatakan apa pun. Padahal perempuan muda itu sudah berdiri selama beberapa menit. "Ya, aku ... sebenarnya sedikit keberatan ...." "Aku rasa kau terlalu lelah." Alaric lagi-lagi menyela, kali ini saat calon istrinya berbicara. "Kau sampai tergagap saat berbicara. Apakah keluargaku semenyeramkan itu?" "Sama sekali tidak." Anna dengan cepat menggeleng. "Aku hanya ingin mengatakan kalau ... aku menerima pernikahan dengan Alaric, tanpa ada maksud terselubung." "Tentu saja harus seperti itu." Alaric mengangguk seolah mengerti, walau wajahnya tidak menampakkan senyuman. "Lalu karena kita semua sudah lelah, sepertinya aku dan Anna akan pulang lebih dulu." "Ya?" Mendengar hal itu, Anna langsung melotot. Padahal Anna belum menyentuh makanannya sedikit pun, tapi Alaric sudah meminta pulang. Lelaki itu juga hanya makan sedikit sih, tapi Anna bahkan baru memotong steak dan tidak sempat memasukkan daging itu ke dalam

    Last Updated : 2025-02-07
  • Pesona Sang Penguasa   12. Ciuman

    "Mana Anna? Kenapa dia belum bangun?" Itu adalah hal pertama yang Alaric tanyakan di keesokan hari. "Maaf, Tuan." Darcy mau tidak mau membungkuk. "Nona Anna sepertinya sedang tidak begitu sehat, makanya dia belum bangun." "Tidak sehat bagaimana? Rasanya semalam dia baik-baik saja. Dia tidak sedang ngambek seperti semalam kan?" "Sama sekali tidak Tuan. Semalam Nona Anna memang mengeluh sakit perut, tapi mengatakan akan baik-baik saja jika tidur." Masih Darcy yang menjawab. Sebelah alis Alaric terangkat. Padahal dia memerlukan perempuan yang lebih muda darinya itu, agar mereka berdua bisa mendaftarkan pernikahan. Apalagi hari ini jadwal Alaric bisa dibilang cukup padat dan tidak ada waktu lain untuk mendaftar. "Panggil Anna turun. Aku akan menunggu selama sepuluh menit." Sebagai asisten perempuan yang sedang dibicarakan, Darcy bergegas untuk naik ke kamar sang nona. Biar bagaimana pun, perintah tuannya harus lebih didahulukan. "Bisakah kau menyiapkan sarapan bubur untukku?"

    Last Updated : 2025-02-08
  • Pesona Sang Penguasa   13. Malam Pertama

    "Kenapa kau terlihat seperti orang ketakutan? Apa ini ciuman pertamamu?" Itu yang dikatakan oleh Alaric saat itu. "Ka ... kata siapa?" Anna menghardik pelan. "Aku hanya tidak terbiasa harus dilihat oleh orang lain." "Kalau begitu, bertahanlah sebentar." Tanpa banyak bicara lagi, Alaric melangkah maju. Dia meraih pipi istrinya, membuat kepala yang jauh lebih pendek darinya itu mendongak agar lebih mudah untuk dikecup. Alaric membuka sedikit mulutnya dan sedikit mengulum bibir perempuan di depannya, tanpa mendapatkan reaksi berarti. Hal yang membuatnya tersenyum tanpa melepas pagutannya, makin membuat Alaric yakin kalau istrinya ini memang amatiran. "Sudah selesai," bisik Alaric nyaris kesulitan menyembunyikan senyumannya. "Kau sudah bisa membuka matamu." Kedua mata Anna yang terpejam dengan sangat erat, kini salah satunya terbuka dengan pelan. Dia menatap lelaki di depannya dengan sebelah mata terbuka itu, kemudian membuka yang satunya lagi dan langsung menundukkan kepala

    Last Updated : 2025-02-08

Latest chapter

  • Pesona Sang Penguasa   47. Nikah Kontrak

    "Kau barusan bilang apa?" tanya Astrid dengan mata melotot. "Ada laporan kalau kartu member VIP atas nama Pak Alaric baru saja digunakan di butik yang baru dibuka itu." Seseorang melaporkan. "Yang datang seorang perempuan yang mengaku sebagai Pearl." "Maksudmu, butik tempat dua anak baru itu bekerja sekarang ini?" tanya Astrid masih dengan mata yang melotot. "Tepat sekali." "Sialan! Perempuan gila itu benar-benar cari masalah." Kini Astrid beranjak dari kursi kerjanya. "Sekarang, antar aku pergi ke butik yang dimaksud. Mereka belum boleh bertemu." *** Anna hanya tersenyum menatap perempuan tinggi yang berjalan mondar-mandir di depannya, dengan ponsel di tangan. Dia menanti dengan setia ketika Marjorie sedang berusaha untuk menelepon Alaric. "Sialan!" umpat Marjorie menekan ponselnya dengan kuat. "Apakah tidak diangkat?" Darcy ikut tersenyum melihat apa yang terjadi. "Aku yakin Tuan Alaric pasti sangat sibuk." "Ya, benar." Marjorie mengangguk. "Dia itu orang sibuk, jad

  • Pesona Sang Penguasa   46. Bukti

    "Aku memanggil mereka untuk melayaniku, tapi kenapa mereka tidak banyak bergerak ya?" tanya Marjorie menatap dua orang yang sejak tadi dia lihat. "Maaf, Nyonya." Manajer butik hanya bisa menunduk. "Mereka masih anak baru dan belum tahu banyak hal." "Tapi kalau hanya sekedar mengambil barang, memegang baju dan membawa camilan pasti bisa kan?" tanya Marjorie tanpa mengalihkan perhatiannya. Sang manajer kemudian menatap dua orang yang dimaksud. Awalnya dia merasa ragu, tapi pada akhirnya memanggil Anna dan Darcy. Toh, tamunya sendiri yang meminta untuk dilayani dua orang itu. "Kalian bantu Nyonya ini." Sang manajer berbisik. "Kalau ada yang tidak dimengerti, kalian segera kabari saja aku. Aku akan menunggu di sana dan mungkin akan keluar sebentar." "Tinggalkan saja kami." Tiba-tiba saja Marjorie bersuara. "Aku kebetulan mengenal dua orang ini dan ingin sekalian mengobrol." Si manajer menatap pelanggannya untuk sesaat, sebelum beralih pada dua anak barunya. "Kalau ada masalah,

  • Pesona Sang Penguasa   45. Tamu VIP

    "Hei, kau anak baru. Coba bersihkan kamar ganti dan jangan lupa juga merapikan gudang." "Baik." Anna langsung menjawab dengan ceria. Tapi baru juga dia ingin beranjak, pundaknya diremas pelan. "Kau tidak perlu melakukannya." Darcy maju untuk melindungi sang nyonya. "Bukankah bagian itu sudah dijadwalkan untuk orang lain?" "Tapi kalian itu anak baru," hardik salah seorang karyawan butik yang berseragam abu-abu. "Di sini, karyawan baru yang mengerjakan bagian bersih-bersih, menyetrika dan mengurusi gudang." "Mana ada peraturan yang begitu?" Darcy tentu saja tidak mau kalah. "Bawakan peraturan yang mencantumkan hal itu." "Apa kau bodoh?" tanya salah satu pegawai yang lain. "Di setiap tempat kerja itu, pasti ada saja peraturan tidak tertulisnya. Kau tidak pernah bekerja ya?" "Mereka itu rakyat jelata yang baru menginjakkan kaki di toko mewah, jadi maklumi saja." Satu lagi pegawai menyebalkan bersuara. "Kalian

  • Pesona Sang Penguasa   44. Penindasan

    "Kau baru saja bilang apa?" tanya Astrid dengan kedua mata membulat, dengan ponsel yang menempel di telinga. "Aku meminta kau memberi pekerjaan pada istriku," jawab Alaric dengan tenang. "Hanya kau yang bisa aku mintai tolong untuk sekarang ini, jadi jaga istriku dengan baik." "Tapi kau sendiri kan punya perusahaan, kenapa .... Halo? Alaric?" Astrid menatap ponselnya yang sudah kembali berwarna hitam, tanda panggilan telepon itu sudah dimatikan secara sepihak. Hal itu jelas saja akan membuat Astrid mendesis kesal. "Maaf, tapi apakah aku tidak bisa bekerja di sini?" Kepala Astrid langsung berputar untuk menoleh dan melihat perempuan yang baru saja berbicara itu. Dia melihat adik iparnya dengan kedua alis terangkat dan bibir mengatup sangat rapat. "Boleh aku tahu kenapa kau harus bekerja?" tanya Astrid masih melotot. "Aku tidak ingin menjadi beban untuk Alaric," jawab Anna dengan senyum lebar. "Bukan berarti aku tidak mendapat uang saku, tapi aku hanya ingin punya penghas

  • Pesona Sang Penguasa   43. Janji Palsu Politisi

    "Mana Anna?" Alaric bertanya dengan kening berkerut, ketika dia sudah sampai di rumahnya yang terasa sepi. Biasanya, sang istri akan selalu menyambut Alaric jika dia pulang tidak terlalu larut. Tapi hari ini, dia sama sekali tidak melihat batang hidung Anna, padahal jam makan malam baru saja berlalu. "Itu Tuan." Darcy menjawab dengan ragu-ragu. "Nyonya Anna mengurung diri di kamar tamu dan juga mogok makan." "Mengurung diri?" Sebelah alis Alaric tentu saja terangkat. "Aku melarangnya untuk pergi mencari pekerjaan." "Pekerjaan? Pekerjaan apa maksudnya?" "Karena merasa bosan di rumah saja, Nyonya ingin melakukan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang. Katanya, dia merasa tidak enak kalau terus menggunakan uang Tuan. Apalagi, tidak banyak yang bisa dia lakukan sebagai istrimu." Tentu saja Darcy akan menjelaskan. Penjelasan itu jelas saja akan membuat Alaric makin menaikkan sebelah alisnya. Bahkan Caspian saja merasa heran mendengar penjelasan dari rekan kerjanya itu. Bagi mer

  • Pesona Sang Penguasa   42. Bekerja

    "Jadi? Siapa Marjorie Jackson ini?" tanya Anna dengan pupil mata yang melebar, bahkan wajahnya cukup dekat dengan sang asisten. "Maaf, Nyonya. Aku juga tidak begitu tahu." Darcy hanya bisa berusaha menjauhkan diri, walau itu sulit. Mereka ada di dalam mobil. "Tapi setidaknya kau tahu sesuatu kan?" Anna masih terus mencecar asistennya. "Setidaknya, beritahu aku apa hubungan perempuan itu dengan Alaric." "Maaf, Nyonya." Hanya itu saja yang bisa Darcy ucapkan secara terus menerus. Bahkan sudah empat kali dia mengatakannya. Anna mengembuskan napas pelan. Padahal, dia hanya ingin tahu siapa sebenarnya Marjorie Jackson itu, tapi tidak ada yang bisa dia dapatkan. Tentu saja Anna bisa mencari lewat media sosial, tapi tidak banyak yang bisa didapatkan di sana. Semua yang dia temukan, hanya informasi umum saja. "Bahkan tidak ada satu pun foto Alaric di sini," gumam Anna sembari menggulir ratusan foto dengan gerakan yang cukup cepat. "Lantas kenapa dia mengaku sebagai istri suamiku?

  • Pesona Sang Penguasa   41. Melabrak

    "Istri katamu?" tanya Anna dengan sebelah alis terangkat. "Mungkin tidak banyak yang tahu karena ini belum jadi konsumsi publik, tapi ya. Namaku Marjorie Jackson dan aku istrinya Alaric Bastian Crawford yang kau cari." "Istri ya?" Anna kembali bersuara dengan nada tanya. "Aku tidak tahu apa kau itu tuli atau apa, tapi aku sudah menyebutkannya sebanyak dua kali." Kedua alis Marjorie sedikit terangkat karena kesal. "Masalahnya, aku tidak percaya padamu," balas Anna dengan kening berkerut. "Apalagi aku mengenali istri Alaric yang sebenarnya." "Oh, benarkah?" Marjorie mengerutkan keningnya, tapi bukan karena merasa terkejut. Dia sedang bingung. "Bagaimana mungkin kau bisa mengenali istri seorang ...." "NYONYA." Belum juga ucapan Marjorie selesai, suara teriakan terdengar. Langkah tergesa Caspian terdengar setelahnya, setidaknya sampai lelaki itu berhenti tepat di depan tiga orang perempuan dan seorang petugas keamanan yang kebingungan. "Kebetulan sekali kau datang." Marjori

  • Pesona Sang Penguasa   40. Istri

    "Halo, selamat pagi. Aku Marjorie Jackson." Seorang perempuan cantik yang berdiri di depan ruangan menyapa. "Terima kasih karena sudah menerimaku masuk ke partai ini, walau waktunya sangat tidak tepat." "Ucapkan terima kasih itu pada calon perdana menteri kita." Seseorang memberitahu. "Kalau bukan karena dia, mungkin kau akan ditendang." "Terima kasih Pak Alaric," ucap perempuan yang tadi memperkenalkan diri dengan senyum lebar. "Jadi begini saja?" Alih-alih menjawab ucapan tadi, Alaric malah bertanya. "Kalian memintaku datang hanya untuk ini?" "Oh, maaf." Seseorang mengucap maaf. "Kami pikir akan baik kalau Pak Alaric juga mengenal anggota baru kita. Kebetulan, dia menyumbang cukup banyak untuk partai kita." "Terima kasih atas sambungannya." Alaric mengatakan itu, sembari beranjak dari tempat duduknya. "Aku harap, kau bisa berkontribusi hal lainnya juga selain uang." Setelah mengatakan hal itu, Alaric melangkah pergi. Asistennya bahkan sedikit terkejut, bahkan perlu berja

  • Pesona Sang Penguasa   39. Harus Apa?

    Anna menatap lembaran kertas yang ditaruh di atas meja, dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Lembaran kertas itu berbentuk persegi panjang, dengan tulisan yang tercetak rapi di atasnya, disertai dengan tanda tangan. "Darcy," panggil Anna masih dengan ekspresi dan posisi tubuh yang sama. "Ini yang dinamakan dengan cek kosong bukan?" "Itu kurang tepat, Nyonya," jawab perempuan berambut pendek yang berdiri di belakang si penanya. "Lalu ini disebut apa?" "Mungkin bisa disebut dengan cek yang belum diisi nominalnya." Sebagai asisten, tentu saja Darcy tidak akan keberatan untuk menjelaskan. "Sementara kalau cek kosong itu adalah cek yang tidak memiliki saldo di dalam rekeningnya." "Jadi, apa maksud Mom memberiku cek yang belum ditulisi nominalnya ini?" Anna kembali bertanya, tanpa banyak mengubah ekspresi dan posisi. Embusan napas pelan terdengar dari bibir Darcy. Dia yakin sang nyonya sudah tahu maksud dari cek itu,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status