Share

5. Berdua Saja

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2025-01-12 17:52:55

"Selamat malam, namaku ...."

Belum juga Anna selesai berbicara, dia sudah merasakan panas di pipi kirinya. Bukan hanya itu, kepalanya bahkan tertoleh sembilan puluh derajat karena tamparan yang dia terima barusan. Tamparan pertama yang pernah Anna rasakan seumur hidupnya.

"Mom." Alaric menaikkan intonasi suaranya, ketika melihat apa yang terjadi. Tentu saja dia melindungi Anna, dengan menarik perempuan itu sedikit menjauh dari pelaku.

"Berani-beraninya kau membawa perempuan tidak jelas begini menjadi istrimu." Perempuan yang dipanggil Mom barusan berteriak. Tidak terlalu nyaring, tapi semua orang tahu perempuan itu sedang marah.

"Siapa yang bilang kalau Anna tidak jelas?" Alaric bertanya dengan intonasi suara yang sudah jauh lebih tenang. "Dia ini dokter, ayahnya juga dokter. Walau tentu saja tidak berkarir di negara kita."

"Mana aku tahu gelar dokternya itu palsu atau tidak." Sang ibu masih terlihat marah dan tidak terima. "Sekali pun dia dokter, kita tidak tahu benar bagaimana keluarganya. Bagaimana anak bernama Anna ini hidup selama ini."

Anna meringis mendengar apa yang dikatakan calon ibu mertuanya. Padahal dirinya yang sudah diseret paksa sampai ke negara orang, tapi dia malah kena tampar. Sekarang Anna jadi sedikit menyesal karena mau saja langsung diajak pergi menemui keluarga Alaric.

"Padahal kami baru mendarat dan hanya makan sedikit di pesawat." Anna berucap dalam hati. "Mana aku sudah lelah karena penerbangan berjam-jam, malah kena damprat."

"Mom, dia adalah perempuan pilihanku. Tentu saja aku tidak akan sembarangan memilih calon." Alaric menjelaskan dengan tenang. "Apalagi dia pernah menyelamatkanku."

"Dia menyelamatkanmu, karena dia tahu kau orang hebat yang bisa membuatnya hidup enak. Dia tahu kau kaya, Al."

Tangan Anna memegang dadanya. Dia benar-benar merasa terpukul mendengar apa yang calon mertuanya katakan, karena itu bisa dibilang benar. Anna bersedia menikahi Alaric demi membayar hutang keluarga.

"Anna anak yang baik." Alaric masih mencoba untuk menjelaskan dengan tenang. "Kalau dia memang ingin memerasku, maka akan dia lakukan sejak kami pertama kali bertemu. Aku hanya akan menikah dengan dia."

"Tapi usianya berbeda jauh denganmu. Apa kau tidak malu jika diejek menikahi anak di bawah umur? Dia terlihat seperti bocah yang masih sekolah."

"Maaf, Tante." Anna segera menyela, terutama karena lelaki yang mengajaknya datang terdiam. "Walau lebih pendek dibanding semua orang yang ada di rumah ini, tapi aku berumur dua lima. Sudah cukup umur, tapi tentu saja aku tidak akan memaksa siapa pun."

Perempuan yang masih terlihat cukup tegap untuk usia senja itu, hanya bisa mengembuskan napas panjang. Dia tidak senang dengan perempuan yang tiba-tiba saja dibawa oleh putranya, tapi memangnya dia bisa apa?

Alaric sudah termasuk cukup tua untuk menjadi seorang lelaki yang belum pernah menikah. Jangankan menikah, dia bahkan hanya pernah berpacaran sekali saja.

"Pastikan saja dia tidak membuat masalah." Sang ibu menunjuki Anna tepat di wajah. "Apalagi masa kampanye sudah dekat, jadi aku tidak ingin ada kesalahan sedikit pun. Tentu saja itu juga demi nama baikmu sendiri."

"Tentu saja." Alaric mengangguk pelan.

Anna menatap ketika perempuan yang dia perkirakan berumur awal lima puluh itu berlalu pergi. Dia bertanya-tanya, bagaimana bisa perempuan semuda itu bisa punya anak berumur tiga delapan. Tapi, tentu saja ada pertanyaan lain yang lebih mendesak.

"Boleh aku menanyakan sesuatu?" Anna unjuk tangan ketika calon ibu mertuanya sudah pergi. "Kampanye apa ...."

"Sebaiknya kau pergi istirahat saja." Alaric tiba-tiba saja mengubah arah pembicaraan. "Seharusnya kau saat ini pasti merasa lelah karena perjalanan jauh."

"Itu adalah kata-kataku." Anna tiba-tiba saja terlihat kesal, bahkan menumpangkan tangan di pinggang dan menatap lelaki di depannya dengan tajam.

"Kau itu pasien. Tapi kau malah kabur dari rumah sakit, naik pesawat pribadi tanpa izin dokter. Begitu mendarat, bukannya pergi ke rumah sakit, malah langsung mengantarku ke salon dan membeli baju."

"Aku hanya menemanimu berganti pakaian dan memeriksa riasanmu," balas Alaric tanpa perubahan ekspresi yang berarti. "Yang mengurus semua itu adalah ajudanku. Lagi pula, aku tidak mungkin membiarkanmu menemui ibuku dengan pakaian lusuh bukan?"

"Pakaian lusuh?" tanya Anna dengan kedua alis terjungkit naik. Padahal yang dia pakai tadi adalah salah satu dari sisa pakaian terbaiknya.

"Bagiku itu lusuh." Alaric mengangguk dengan santainya.

"Terserahlah." Anna akhirnya memilih untuk mengangkat tangan. "Lebih baik aku pergi istirahat saja dari pada sakit kepala melihat wajah pemarahmu, jadi tolong tunjukkan saja kamarnya."

"Kita tidak akan tinggal di sini," jawab Alaric dengan tenangnya, tidak terlalu peduli dengan ejekan yang dia dengar.

"Apa maksudmu dengan kita tidak tinggal di sini?" Anna langsung melotot mendengar lelaki di depannya itu. "Ini rumahmu bukan? Lagi pula, kita belum menikah. Tidak mungkin tinggal berdua saja kan?"

"Kita akan tinggal di kediaman pribadiku." Alaric menatap dengan tatapan serius, melihat perempuan muda di depannya dari atas sampai bawah. "Hanya berdua saja."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pesona Sang Penguasa   6. Dipilih Alaric

    "Ini kamarku?" tanya Anna dengan kening berkerut. "Lalu kamarmu di mana? Tidak di sini juga kan?" "Memangnya ada masalah dengan itu?" Alaric membalas dengan pertanyaan juga. Anna menaikkan sebelah alisnya. Dia sudah setuju untuk ikut ke rumah Alaric, dengan anggapan akan ada pelayan di sana dan mereka tidak akan berdua saja. Tapi mereka akan sekamar? "Tentu saja bermasalah." Anna langsung protes. "Walau nanti kita akan menikah, tapi bukan berarti aku akan tidur sekamar denganmu. Apalagi sebelum menikah." "Siapa yang mengatakan aku akan tidur sekamar denganmu?" tanya Alaric dengan kening berkerut. "Loh, bukankah tadi kau mengatakan seperti itu?" Anna membalas dengan pertanyaan. "Aku tidak mengatakan seperti itu." Alaric sudah akan beranjak pergi, tapi ditahan. "Ketika aku bertanya tentang kamarmu, kau mengatakan apa ada masalah dengan itu. Menurutmu apa yang akan ada dipikiranku, ketika kau mengatakan sesuatu seperti itu?" Kening Alaric berkerut. Padahal dia sudah berb

    Last Updated : 2025-01-13
  • Pesona Sang Penguasa   7. Tamu Pagi

    "Dasar mesum." "Kau mengatakan sesuatu?" Alaric bertanya pada perempuan yang duduk jauh di depannya. "Aku mengatakan kau mesum." Anna tidak keberatan untuk mengulang umpatannya. "Tidakkah kau merasa malu saat pergi membeli pakaian dalam perempuan?" "Untuk apa malu?" tanya Alaric dengan kening berkerut. "Toh, aku akan menjadi istriku." Dengan gerakan refleks, Anna menyilangkan tangan di depan dada. Dia sudah bisa menebak apa yang mungkin dipikirkan oleh lelaki di depannya itu. "Kau akan meniduriku?" "Apa ada yang salah dengan itu? Aku lelaki yang normal dan sehat," balas Alaric dengan wajah datarnya, sampai Darcy terbatuk pelan. "Lagi pula, dari pada memikirkan hal itu, kau sebaiknya bersiap." Kini Alaric kembali menatap tabletnya. Tentu saja dia perlu bekerja, walau hari masih sangat pagi. "Bersiap untuk apa?" tanya Anna mulai menyuap sarapan paginya. "Tentu saja kau perlu lebih banyak baju dari apa yang ada di dalam lemarimu sekarang," jelas Alaric, tanpa memindahkan

    Last Updated : 2025-02-03
  • Pesona Sang Penguasa   8. Mainan Baru

    "Ini serius?" tanya seorang perempuan dengan rambut bergelombang. "Anak itik buruk rupa yang baru lahir ini adalah calon istrinya Al? Tidak salah kan?" Sudut bibir Anna berkedut mendengar apa yang dikatakan perempuan di depannya. Inginnya sih dia memaki, tapi jelas itu akan merugikannya. Biar bagaimana, tinggi Anna bahkan tidak bisa dibandingkan dengan perempuan yang tadi berbicara padanya. "Bagaimana kalau kita duduk saja dulu?" tanya Anna yang sudah mulai lelah mendongak. "Oh, untunglah kau masih punya sopan santun." Perempuan tadi dengan segera beranjak ke arah sofa, bahkan tanpa segan menyenggol tubuh Anna." Anna menggeram pelan, karena nyaris saja kepalanya bertabrakan dengan pundak sang tamu. Entah bagaimana, perempuan itu nyaris sama tinggi dengan Alaric. Tentu saja setelah dihitung dengan sepatu tinggi yang sang tamu pakai. "Jadi katakan padaku. Bagaimana kau bisa bertemu dengan Al?" Sang tamu kembali bertanya. "Mungkin lebih baik, Nona memperkenalkan diri lebih d

    Last Updated : 2025-02-04
  • Pesona Sang Penguasa   9. Pertemuan Keluarga

    "Siapa yang kau bilang?" tanya Alaric dengan kedua alis yang terangkat. "Nona Astrid datang mengunjungi Nona Anna." Asisten Alaric kembali memberitahu. "Coba kau telponkan Astrid. Aku ingin berbicara dengan dia." Walau memberi perintah, tapi Alaric melakukannya sembari mengerjakan pekerjaan. Dia bahkan tidak bergeming, ketika mendengar panggilan sudah tersambung. Semua sang asisten yang bergerak, sementara Alaric memeriksa banyak hal pada laptop dan tablet miliknya. "Aku dengar kau pergi ke rumahku." Alaric langsung bersuara, ketika mendengar suara sapaan dari teleponnya yang sedang dalam mode pengeras suara. "Untuk apa?" "Tentu saja untuk berkenalan dengan mainan barumu," jawab Astrid sambil terkekeh pelan. "Dia sepertinya cukup menarik, jadi aku juga mau bermain dengannya." "Dia manusia, Ash. Bukan mainan." Tentu saja Alaric akan menegur. "Lagi pula, dia akan menjadi istriku." "Apa Mom sudah tahu?" Astrid membalas dengan pertanyaan. "Aku yakin dia tidak akan setuju de

    Last Updated : 2025-02-05
  • Pesona Sang Penguasa   10. Diabaikan

    "Kau terlambat." "Ya?" Anna melotot mendengar ucapan barusan, kemudian bergegas menatap jam yang dia pakai. "Tapi janjinya kan jam tujuh dan ini tepat jam tujuh," lanjutnya untuk membela diri. "Jam tujuh lewat lima puluh lima detik," jawab ibu Alaric dengan tatapan sinis dan bibir mencibir, setelah melihat jamnya sendiri. "Kau terlambat lima puluh lima detik. Hampir satu menit." Anna menaikkan kedua alis, bahkan dagunya pun nyaris saja jatuh. Masa satu menit juga dihitung terlambat? Padahal jarak antara pagar dan pintu utama saja lumayan jauh, belum lagi Anna masih harus turun dari mobil dan melintasi lobi rumah besar keluarga itu. "Maaf, lain kali aku akan lebih memperhatikan jadwal Nona Anna dengan lebih baik." Darcy yang mengatakan hal itu, agar tidak terjadi pertengkaran. "Asisten saja masih lebih tahu sopan santun dari pada kau." Ibu Alaric masih sempat mencibir, sebelum berbalik dan melangkah. "Wah." Anna nyaris saja memekik. "Yang benar saja." "Nona, sebaiknya kau

    Last Updated : 2025-02-06
  • Pesona Sang Penguasa   11. Boneka Kecil

    "Apa ada yang ingin kau katakan?" Astrid bertanya, karena Anna belum mengatakan apa pun. Padahal perempuan muda itu sudah berdiri selama beberapa menit. "Ya, aku ... sebenarnya sedikit keberatan ...." "Aku rasa kau terlalu lelah." Alaric lagi-lagi menyela, kali ini saat calon istrinya berbicara. "Kau sampai tergagap saat berbicara. Apakah keluargaku semenyeramkan itu?" "Sama sekali tidak." Anna dengan cepat menggeleng. "Aku hanya ingin mengatakan kalau ... aku menerima pernikahan dengan Alaric, tanpa ada maksud terselubung." "Tentu saja harus seperti itu." Alaric mengangguk seolah mengerti, walau wajahnya tidak menampakkan senyuman. "Lalu karena kita semua sudah lelah, sepertinya aku dan Anna akan pulang lebih dulu." "Ya?" Mendengar hal itu, Anna langsung melotot. Padahal Anna belum menyentuh makanannya sedikit pun, tapi Alaric sudah meminta pulang. Lelaki itu juga hanya makan sedikit sih, tapi Anna bahkan baru memotong steak dan tidak sempat memasukkan daging itu ke dalam

    Last Updated : 2025-02-07
  • Pesona Sang Penguasa   12. Ciuman

    "Mana Anna? Kenapa dia belum bangun?" Itu adalah hal pertama yang Alaric tanyakan di keesokan hari. "Maaf, Tuan." Darcy mau tidak mau membungkuk. "Nona Anna sepertinya sedang tidak begitu sehat, makanya dia belum bangun." "Tidak sehat bagaimana? Rasanya semalam dia baik-baik saja. Dia tidak sedang ngambek seperti semalam kan?" "Sama sekali tidak Tuan. Semalam Nona Anna memang mengeluh sakit perut, tapi mengatakan akan baik-baik saja jika tidur." Masih Darcy yang menjawab. Sebelah alis Alaric terangkat. Padahal dia memerlukan perempuan yang lebih muda darinya itu, agar mereka berdua bisa mendaftarkan pernikahan. Apalagi hari ini jadwal Alaric bisa dibilang cukup padat dan tidak ada waktu lain untuk mendaftar. "Panggil Anna turun. Aku akan menunggu selama sepuluh menit." Sebagai asisten perempuan yang sedang dibicarakan, Darcy bergegas untuk naik ke kamar sang nona. Biar bagaimana pun, perintah tuannya harus lebih didahulukan. "Bisakah kau menyiapkan sarapan bubur untukku?"

    Last Updated : 2025-02-08
  • Pesona Sang Penguasa   13. Malam Pertama

    "Kenapa kau terlihat seperti orang ketakutan? Apa ini ciuman pertamamu?" Itu yang dikatakan oleh Alaric saat itu. "Ka ... kata siapa?" Anna menghardik pelan. "Aku hanya tidak terbiasa harus dilihat oleh orang lain." "Kalau begitu, bertahanlah sebentar." Tanpa banyak bicara lagi, Alaric melangkah maju. Dia meraih pipi istrinya, membuat kepala yang jauh lebih pendek darinya itu mendongak agar lebih mudah untuk dikecup. Alaric membuka sedikit mulutnya dan sedikit mengulum bibir perempuan di depannya, tanpa mendapatkan reaksi berarti. Hal yang membuatnya tersenyum tanpa melepas pagutannya, makin membuat Alaric yakin kalau istrinya ini memang amatiran. "Sudah selesai," bisik Alaric nyaris kesulitan menyembunyikan senyumannya. "Kau sudah bisa membuka matamu." Kedua mata Anna yang terpejam dengan sangat erat, kini salah satunya terbuka dengan pelan. Dia menatap lelaki di depannya dengan sebelah mata terbuka itu, kemudian membuka yang satunya lagi dan langsung menundukkan kepala

    Last Updated : 2025-02-08

Latest chapter

  • Pesona Sang Penguasa   135. Teman Semua Orang (3)

    "Bagaimana dia bisa tahu kalau ada pembunuh di rumahku?" ucap Elizabeth dengan mata melotot. "Mom, st." Anna menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Jangan terlalu keras, siapa tahu ada yang menguping di depan pintu. Atau mungkin ada yang memasang alat penyadap." "Oh, aku rasa aku harus memeriksa ruangan ini terlebih dulu." Caspian langsung bergerak, diikuti dengan Darcy. Semua orang yang sedang berada di dalam ruang baca itu menatap dua orang asisten sekaligus pengawal pribadi yang menggeledah ruangan dengan seksama. Mereka jelas saja akan merasa cemas, karena bisa saja mereka ketahuan. "Tidak ada penyadap atau kamera yang ditemukan." Untungnya Darcy menggeleng. "Ruangan ini juga dilapisi karpet, jadi seharusnya akan lebih kedap suara," lanjut Caspian menjelaskan. "Maaf harus menanyakan ini, tapi kalian berdua bisa dipercaya kan?" Tiba-tiba saja Astrid bertanya. "Mereka aman." Anna dengan tenangnya memberitahu. "Soalnya, Bastian mengatakan akan bertemu teman di rumah, p

  • Pesona Sang Penguasa   134. Teman Semua Orang (2)

    "Kami akan menantikan teman yang dimaksud bocah itu." Polisi yang menangani kasus ini, tersenyum menatap pasangan di depannya. "Aku pasti akan mencari bedebah itu sampai ketemu dan mungkin bisa memotong lidahnya?" Alaric malah mengatakan hal yang tidak-tidak, bahkan sampai melotot. "Al." Sebagai istri yang baik, tentu saja Anna akan menegur sang suami. "Kau punya istri yang baik." Si polisi berdecak pelan. "Setidaknya dia tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam saja." "Terima kasih karena sudah memuji istriku, tapi dia tidak akan melirikmu hanya karena itu," balas Alaric dengan senyum lebar. "Asal kau tahu, aku melihatmu menatap istriku terus-terusan dan jika kasus ini selesai dengan baik, kau akan tahu akibatnya." Si polisi langsung terdiam dan tiba-tiba saja menjadi gugup. Siapa yang sangka kalau dia ketahuan seperti itu, bahkan diancam dan dipermalukan di depan umum. Bahkan ada polisi lain yang mendengar hal itu. "Kau tidak perlu seperti itu," gumam Anna terlihat

  • Pesona Sang Penguasa   133. Teman Semua Orang

    "Jadi Bastian, maukah kau berbicara sedikit?" tanya seorang perempuan berwajah lembut, dengan suara yang sama lembutnya. Sayang sekali, Bastian malah menggeleng dengan keras. Dia bahkan membuang muka dan lebih memilih untuk memeluk boneka kelinci yang baru-baru ini menjadi mainan kesayangannya. "Bonekanya sangat menggemaskan, dari mana kau mendapatkannya?" Tidak berhasil saat bertanya secara langsung, perempuan paruh baya tadi memilih untuk bertanya hal lain lebih dulu. "Bibi," jawab Bastian tanpa ragu. "Hadiah." "Aku dengar baru-baru ini kau ulang tahu. Apa ini hadiah ulang tahunmu?" Bastian kali ini mengangguk dengan sangat antusias, dia bahkan tersenyum. Tentu saja ini hal yang bagus untuk semua orang. "Bibi yang mana yang memberimu ini?" Perempuan paruh baya tadi ingin menyentuh bonekanya, tapi si bocah langsung memeluknya dengan lebih erat lagi. "Aku tidak akan mengambil bonekamu." Perempuan yang sejak tadi bertanya, hanya bisa tertawa. "Apakah tidak boleh aku tahu

  • Pesona Sang Penguasa   132. Bantuan Aneh

    "Kau sudah melihat berita terbaru?""Yeah, katanya pasangan Crawford akan membiayai bocah malang yang ibunya menjadi korban pembunuhan itu.""Tapi apa kau tahu, mereka mengatakan itu ide dari istrinya Alaric Crawford.""Aku rasa dia merasa bersalah karena ibu anak itu meninggal. Maksudku, belum tentu dia pelakunya, tapi dia katanya baru kehilangan bayi kan? Mungkin naluri ibunya tersentuh.""Rasanya aku tidak percaya kalau orang sebaik itu adalah tersangka. Aku rasa mereka hanya kebetulan saja tersangkut kasus ini."Telinga Anna rasanya gatal sekali mendengar apa yang diucapkan oleh orang-orang di sekitarnya. Padahal, tadinya Anna hanya ingin keluar sebentar untuk berbelanja di minimarket, tapi malah dia mendengar semua orang membicarakannya dan Alaric."Aku rasa taktikmu berhasil, Nyonya," bisik Darcy yang selalu mengikuti ke mana-mana."Ini bukan taktik, Darcy." Anna melotot mendengar asistennya itu. "Aku murni melakukan ini, karena aku merasa kasihan pada Bastian.""Tentu

  • Pesona Sang Penguasa   131. Melihat

    "Aku tidak salah dengar kan?" tanya ayah Marjorie dengan mata melotot. "Kau ingin membiayai Bastian?""Hanya pendidikannya saja," balas Anna dengan senyum tipis, sembari bermain dengan anak yang dimaksud. "Lagi pula, Alaric yang akan membayar semuanya. Bukan aku."Walau agak tidak sesuai jadwal, Anna dan Alaric pada akhirnya pergi mengunjungi Bastian. Hanya berselang dua hari sejak janji yang diucapkan sang calon perdana menteri, tapi mereka berhasil berkunjung di tengah kesibukan."Kau sedang tidak sedang mabuk kan?" tanya sang ayah dengan kening berkerut."Sama sekali tidak, tapi kalau ingin berterima kasih jangan padaku." Alaric menjelaskan, sebelum diminta. "Aku memang yang akan mengeluarkan uang, tapi ini ide Anna.""Lalu kau menerimanya begitu saja?""Aku menerima ide itu karena istriku yang meminta. Lalu, ini juga bisa membuat suaraku yang sempat turun, kembali naik.""Al." Anna tentu saja akan menegur sang suami yang terlalu jujur."Aku hanya mengatakan kenyataan, An

  • Pesona Sang Penguasa   130. Melakukan Sesuatu

    "Sudah mati pun dia masih bikin susah." "Mom, jangan ngomong gitu dong." Anna segera menegur mertuanya. "Tidak baik membicarakan orang yang sudah meninggal seperti itu." Anna yang duduk di sebelah sang mertua, segera memeluk lengan Elizabeth. Niatnya sih untuk menghentikan perempuan tua itu, terutama saat mereka sekeluarga sedang berkumpul di rumah Elizabeth. "Tapi itu kenyataannya." Sayangnya, Elizabeth enggan berhenti, bahkan sampai melotot saking marahnya. "Gara-gara dia, kita semua harus melakukan tes darah." "Sebenarnya, kita tidak perlu melakukan tes darah." Alaric mengembuskan napas lelah. "Tidak satu pun dari kita yang pernah kontak langsung dengan darah Marjorie, apalagi kotoran dan hal lainnya." "Siapa yang bisa menjamin?" tanya Elizabeth makin melotot saja. "Dia itu sangat pendendam, bisa saja dia dengan sengaja meneteskan darahnya ke dalam kopimu atau minuman Anna. Atau bisa saja dia menyuruh orang lain melakukan itu." "Mom, aku mohon." Tidak tahan mendengarnya

  • Pesona Sang Penguasa   129. Penyakit

    "Apakah Bastian tidak ikut?" Itu adalah hal pertama yang diucapkan oleh Anna, ketika disambut oleh ayah Marjorie. "Dia tentu saja datang dan sedang bersama ayahnya di sana." Anna menoleh dan menatap ke arah yang ditunjuk lelaki paruh baya di depannya. Dari tempatnya, dia bisa melihat anak yang dia cari sedang menatap peti mati dengan bibir mencebik. Tentu saja dalam gendongan Landon. "Bolehkah aku pamit untuk bertemu Bastian dulu?" tanya Anna demi sopan santun. "Tentu saja, tapi aku sarankan kau tidak menemui Landon berdua saja." Ayah Marjorie malah memberi nasihat. "Kadang ada orang jahat yang akan menebar gosip, walau dalam keadaan berduka sekali pun." "Terima kasih banyak atas sarannya." Anna membalas dengan senyum tipis dan segera mengajak dua orang yang datang bersamanya untuk berpindah tempat. "Aku senang kalian masih mau dan menyempatkan diri untuk datang." Landon segera menyambut dengan senyuman. "Seharusnya itu kalimat yang ditujukan untukmu." Kali ini Astrid y

  • Pesona Sang Penguasa   128. Berkabung

    "Maaf, Tuan." Caspian terpaksa harus menggeleng. "Aku rasa, akan sulit bagi kita untuk bergerak atau memberi tekanan lebih pada kasus ini.""Sialan." Alaric tidak segan melempar pena yang dia gunakan. "Kenapa juga harus ada kasus di masa penting seperti sekarang ini. Mana Anna juga habis kena musibah.""Jujur saja, kalau bisa aku ingin sekali memaki mendiang Marjorie. Sayangnya bukan hal baik memaki orang yang sudah meninggal." Caspian ikut menunjukkan rasa kesalnya. "Kalau bukan dia yang terus mengejarmu, mungkin kita tidak akan tersangkut kasus.""Aku tidak masalah, tapi bagaimana dengan Anna?" tanya Alaric yang kini menyugar rambutnya dengan frustrasi dan asal. "Dia tidak terbiasa menghadapi tekanan."Caspian hanya bisa mengembuskan napas. Dia ingin protes kalau tekanan yang mereka dapatkan juga besar, tapi sepertinya sang atasan tidak akan mendengar. Sepertinya. Alaric kini hanya akan memedulikan istrinya saja.Untungnya saja, Alaric tidak berlama-lama merasa frustrasi. Itu

  • Pesona Sang Penguasa   127. Keluarga

    "Bagaimana?" Fritz bertanya dengan ponsel yang dipegang oleh seorang lelaki. "Baik, Tuan." Suara perempuan terdengar dari seberang sambungan telepon. "Hasilnya justru di luar dugaan. Alaric dan Anna malah ikut terseret kasus ini, bahkan menjadi terduga pelaku." "Ingat, aku masih butuh Anna." Fritz mengingatkan. "Tapi kau jangan lupa untuk membuat Alaric tersudut dalam kasus ini. Aku tidak peduli apa yang terjadi dengan dia, tapi Anna harus utuh." "Tentu saja Tuan." Si perempuan penelepon menyanggupi. "Aku akan berusaha sebaik mungkin." "Jangan jadi Marjorie kedua, Fiona," ucap Fritz sebelum menutup teleponnya dan melirik ke arah lelaki yang tadi memegang benda pipih itu. "Apakah Tuan masih butuh sesuatu?" tanya lelaki itu setelah menelan liur dengan ekspresi gugup, bahkan matanya nyaris melotot. "Haruskah kau bertanya?" tanya Fritz dengan sebelah alis terangkat. "Kita sedang kekurangan perempuan untuk memuaskanku, jadi tentu saja kau yang harus melakukan semuanya." ***

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status