Share

4. Jangka Waktu

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 12:30:08

"Dasar bajingan mesum," umpat Anna dengan tangan menyilang di depan dada.

"Siapa yang kau bilang bajingan mesum?" Pengawal lelaki sudah melangkah maju, tapi kembali ditahan oleh Alaric.

"Aku mengerti jika kau berpikiran negatif." Alaric mengangguk pelan. "Kata-kata yang kugunakan mungkin salah, tapi yang aku maksud adalah pernikahan."

"Pernikahan?" Tentu saja Anna akan bertanya.

"Ya." Alaric kembali mengangguk. "Lakukan pernikahan kontrak denganku dan aku akan membayarkan semua utang keluargamu. Itu tawaranku."

Refleks, Anna memegang kepala dengan kedua tangan. Mendapat penawaran yang terdengar seperti dialog dalam film, membuatnya pusing tujuh keliling. Apalagi, dia ini baru dua puluh lima tahun dan tidak punya pengalaman dengan lelaki.

"Aku hanya bisa menyinggung perasaan para lelaki," gumam Anna masih tampak terkejut, bahkan tidak bisa menutup mulutnya dengan rapat. "Bagaimana bisa menikah? Yang ada aku akan disembelih."

"Apa kau baru saja mengumpat?" tanya Alaric dengan kening berkerut, karena perempuan di depannya berbicara dalam bahasa yang tidak dia mengerti.

"Tidak." Anna langsung menggeleng. "Mungkin ya." Dia tiba-tiba mengubah jawabannya.

"Jadi sebenarnya kau itu sedang mengumpat atau tidak?" tanya Alaric dengan tatapan tidak senang, bahkan sampai alisnya nyaris menyatu.

"Aku mengumpati diriku sendiri." Anna mengangguk mengakui. "Tapi jujur saja, aku juga berpikiran negatif tentangmu."

Alaric menyandarkan tubuh, melipat kaki dan juga melipat tangan di depan dada. Dia sebenarnya sudah cukup kehabisan kesabaran, tapi tidak bisa melakukan apa-apa juga. Mereka sedang berada di atas udara dan sekarang ini Alaric tidak memiliki banyak pekerjaan.

"Biar bagaimana, kau itu orang asing. Bagaimana mungkin aku menikah dengan orang asing yang jauh lebih tua dariku." Anna menatap lelaki di depannya dari atas sampai bawah. "Kau mungkin hanya sedikit lebih muda dari tua bangka yang ingin dijodohkan denganku."

"Tua bangka?" tanya Alaric dengan sebelah alis terangkat dan mata yang nyaris melotot.

"Aku menebak usiamu sudah di atas empat puluh." Anna tidak segan mengungkapkan pikirannya. "Paling sedikit itu empat puluh, itu pun rasanya terlalu dipaksakan."

"Empat puluh?" tanya Alaric dengan kedua alis terangkat dan mata melotot. Bahkan rahang lelaki itu rasanya seperti bergeser.

"Apa jangan-jangan kau sudah menginjak usia lima puluh?" Anna melebarkan mata dan menutup mulut, seolah merasa seperti sangat terkejut.

Alaric mengetatkan rahangnya, sampai rasanya ada urat terlihat jelas di sana. Ingin sekali dia mengunyah perempuan muda di depannya, tapi itu jelas tidak mungkin dilakukan. Biar berada di negara orang, Alaric harus menjaga sikap.

"Tuan Alaric baru berumur tiga puluh delapan." Pada akhirnya, si pengawal yang berbicara. "Jangan samakan dengan siapa pun itu yang kau sebut tua bangka."

"Tiga delapan?" Anna langsung mengembuskan napas lega. "Syukurlah kalau begitu. Setidaknya kita hanya berbeda tiga belas tahun."

"Memangnya kalau lebih dari tiga belas tahun, kenapa?" Alaric merasa perlu menanyakan hal itu.

"Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang umurnya jauh lebih tua." Anna tidak segan untuk mengakui. "Sebenarnya aku bahkan tidak ingin menikahi lelaki yang usianya berbeda lebih dari lima tahun denganku."

"Jadi aku bisa menyimpulkan kalau kau menolak penawaranku kan?" tanya Alaric dengan anggukan kepala pelan dan wajah yang tetap datar. "Tidak masalah juga, karena akan merepotkan kalau kau yang terlalu muda menjadi istriku."

"Apanya yang merepotkan?" Anna membalas dengan pertanyaan. "Aku memang muda, tapi sama sekali tidak merepotkan."

"Kita bahkan belum menikah, tapi kau sudah meminta uang untuk melunasi hutang keluarga. Itu saja sudah merepotkan. Jadi, kami akan memulangkanmu, langsung setelah mendarat."

Mendengar hal itu, si pengawal yang sepertinya merangkap ajudan, langsung beranjak setelah menunduk tanda paham. Tanpa diberi perintah pun, dia sudah tahu apa yang harus dilakukan.

"Tunggu dulu." Tiba-tiba saja Anna memekik. "Aku kan belum memberikan jawaban."

"Bukankah kau tidak ingin menikah dengan lelaki yang jauh lebih tua?" Alaric menaikkan sebelah alisnya.

"Tapi bukan berarti menolak bukan?" tanya Anna tampak sedikit panik.

"Jadi?" Alaric kembali menaikkan sebelah alisnya. "Kau mau atau tidak?"

Anna tidak langsung menjawab. Jika ingin mendengar hati nuraninya, tentu saja dia akan menolak. Tapi biar bagaimana, dirinya akan mendapatkan banyak keuntungan ketika menjalin pernikahan kontrak ini.

Hutang keluarganya akan lunas dan Anna tidak perlu menikah dengan lelaki tua bangka. Bukankah itu penawaran yang cukup bagus.

"Ini hanya pernikahan kontrak bukan?" Anna perlu bertanya untuk meyakinkan.

"Pernikahan kontrak yang hanya akan selesai, jika aku sudah tidak membutuhkanmu sebagai istriku."

"Berapa lama?"

"Entahlah." Alaric mengedikkan bahu. "Mungkin lima tahun? Mungkin satu tahun atau mungkin selamanya."

"Selamanya itu bukan pernikahan kontrak lagi," balas Anna menelan air liurnya dengan perasaan tak menentu. "Yang namanya kontrak, pasti memerlukan jangka waktu bukan?"

"Benar, tapi jangka waktu itu tidak bisa aku tentukan. Aku tidak tahu berapa lama aku membutuhkanmu untuk tampil sebagai istriku. Pilihannya ada padamu."

Anna menarik dan mengembuskan napas secara perlahan. Kalau sudah begini, dia pun sulit mengambil keputusan bukan? Atau... haruskah Anna saja yang mengajukan jangka waktu kontraknya?

"Kalau begitu." Anna pada akhirnya memutuskan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pesona Sang Penguasa   5. Berdua Saja

    "Selamat malam, namaku ...." Belum juga Anna selesai berbicara, dia sudah merasakan panas di pipi kirinya. Bukan hanya itu, kepalanya bahkan tertoleh sembilan puluh derajat karena tamparan yang dia terima barusan. Tamparan pertama yang pernah Anna rasakan seumur hidupnya. "Mom." Alaric menaikkan intonasi suaranya, ketika melihat apa yang terjadi. Tentu saja dia melindungi Anna, dengan menarik perempuan itu sedikit menjauh dari pelaku. "Berani-beraninya kau membawa perempuan tidak jelas begini menjadi istrimu." Perempuan yang dipanggil Mom barusan berteriak. Tidak terlalu nyaring, tapi semua orang tahu perempuan itu sedang marah. "Siapa yang bilang kalau Anna tidak jelas?" Alaric bertanya dengan intonasi suara yang sudah jauh lebih tenang. "Dia ini dokter, ayahnya juga dokter. Walau tentu saja tidak berkarir di negara kita." "Mana aku tahu gelar dokternya itu palsu atau tidak." Sang ibu masih terlihat marah dan tidak terima. "Sekali pun dia dokter, kita tidak tahu benar bagai

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Pesona Sang Penguasa   6. Dipilih Alaric

    "Ini kamarku?" tanya Anna dengan kening berkerut. "Lalu kamarmu di mana? Tidak di sini juga kan?" "Memangnya ada masalah dengan itu?" Alaric membalas dengan pertanyaan juga. Anna menaikkan sebelah alisnya. Dia sudah setuju untuk ikut ke rumah Alaric, dengan anggapan akan ada pelayan di sana dan mereka tidak akan berdua saja. Tapi mereka akan sekamar? "Tentu saja bermasalah." Anna langsung protes. "Walau nanti kita akan menikah, tapi bukan berarti aku akan tidur sekamar denganmu. Apalagi sebelum menikah." "Siapa yang mengatakan aku akan tidur sekamar denganmu?" tanya Alaric dengan kening berkerut. "Loh, bukankah tadi kau mengatakan seperti itu?" Anna membalas dengan pertanyaan. "Aku tidak mengatakan seperti itu." Alaric sudah akan beranjak pergi, tapi ditahan. "Ketika aku bertanya tentang kamarmu, kau mengatakan apa ada masalah dengan itu. Menurutmu apa yang akan ada dipikiranku, ketika kau mengatakan sesuatu seperti itu?" Kening Alaric berkerut. Padahal dia sudah berb

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Pesona Sang Penguasa   7. Tamu Pagi

    "Dasar mesum." "Kau mengatakan sesuatu?" Alaric bertanya pada perempuan yang duduk jauh di depannya. "Aku mengatakan kau mesum." Anna tidak keberatan untuk mengulang umpatannya. "Tidakkah kau merasa malu saat pergi membeli pakaian dalam perempuan?" "Untuk apa malu?" tanya Alaric dengan kening berkerut. "Toh, aku akan menjadi istriku." Dengan gerakan refleks, Anna menyilangkan tangan di depan dada. Dia sudah bisa menebak apa yang mungkin dipikirkan oleh lelaki di depannya itu. "Kau akan meniduriku?" "Apa ada yang salah dengan itu? Aku lelaki yang normal dan sehat," balas Alaric dengan wajah datarnya, sampai Darcy terbatuk pelan. "Lagi pula, dari pada memikirkan hal itu, kau sebaiknya bersiap." Kini Alaric kembali menatap tabletnya. Tentu saja dia perlu bekerja, walau hari masih sangat pagi. "Bersiap untuk apa?" tanya Anna mulai menyuap sarapan paginya. "Tentu saja kau perlu lebih banyak baju dari apa yang ada di dalam lemarimu sekarang," jelas Alaric, tanpa memindahkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Pesona Sang Penguasa   8. Mainan Baru

    "Ini serius?" tanya seorang perempuan dengan rambut bergelombang. "Anak itik buruk rupa yang baru lahir ini adalah calon istrinya Al? Tidak salah kan?" Sudut bibir Anna berkedut mendengar apa yang dikatakan perempuan di depannya. Inginnya sih dia memaki, tapi jelas itu akan merugikannya. Biar bagaimana, tinggi Anna bahkan tidak bisa dibandingkan dengan perempuan yang tadi berbicara padanya. "Bagaimana kalau kita duduk saja dulu?" tanya Anna yang sudah mulai lelah mendongak. "Oh, untunglah kau masih punya sopan santun." Perempuan tadi dengan segera beranjak ke arah sofa, bahkan tanpa segan menyenggol tubuh Anna." Anna menggeram pelan, karena nyaris saja kepalanya bertabrakan dengan pundak sang tamu. Entah bagaimana, perempuan itu nyaris sama tinggi dengan Alaric. Tentu saja setelah dihitung dengan sepatu tinggi yang sang tamu pakai. "Jadi katakan padaku. Bagaimana kau bisa bertemu dengan Al?" Sang tamu kembali bertanya. "Mungkin lebih baik, Nona memperkenalkan diri lebih d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Pesona Sang Penguasa   9. Pertemuan Keluarga

    "Siapa yang kau bilang?" tanya Alaric dengan kedua alis yang terangkat. "Nona Astrid datang mengunjungi Nona Anna." Asisten Alaric kembali memberitahu. "Coba kau telponkan Astrid. Aku ingin berbicara dengan dia." Walau memberi perintah, tapi Alaric melakukannya sembari mengerjakan pekerjaan. Dia bahkan tidak bergeming, ketika mendengar panggilan sudah tersambung. Semua sang asisten yang bergerak, sementara Alaric memeriksa banyak hal pada laptop dan tablet miliknya. "Aku dengar kau pergi ke rumahku." Alaric langsung bersuara, ketika mendengar suara sapaan dari teleponnya yang sedang dalam mode pengeras suara. "Untuk apa?" "Tentu saja untuk berkenalan dengan mainan barumu," jawab Astrid sambil terkekeh pelan. "Dia sepertinya cukup menarik, jadi aku juga mau bermain dengannya." "Dia manusia, Ash. Bukan mainan." Tentu saja Alaric akan menegur. "Lagi pula, dia akan menjadi istriku." "Apa Mom sudah tahu?" Astrid membalas dengan pertanyaan. "Aku yakin dia tidak akan setuju de

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Pesona Sang Penguasa   10. Diabaikan

    "Kau terlambat." "Ya?" Anna melotot mendengar ucapan barusan, kemudian bergegas menatap jam yang dia pakai. "Tapi janjinya kan jam tujuh dan ini tepat jam tujuh," lanjutnya untuk membela diri. "Jam tujuh lewat lima puluh lima detik," jawab ibu Alaric dengan tatapan sinis dan bibir mencibir, setelah melihat jamnya sendiri. "Kau terlambat lima puluh lima detik. Hampir satu menit." Anna menaikkan kedua alis, bahkan dagunya pun nyaris saja jatuh. Masa satu menit juga dihitung terlambat? Padahal jarak antara pagar dan pintu utama saja lumayan jauh, belum lagi Anna masih harus turun dari mobil dan melintasi lobi rumah besar keluarga itu. "Maaf, lain kali aku akan lebih memperhatikan jadwal Nona Anna dengan lebih baik." Darcy yang mengatakan hal itu, agar tidak terjadi pertengkaran. "Asisten saja masih lebih tahu sopan santun dari pada kau." Ibu Alaric masih sempat mencibir, sebelum berbalik dan melangkah. "Wah." Anna nyaris saja memekik. "Yang benar saja." "Nona, sebaiknya kau

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Pesona Sang Penguasa   11. Boneka Kecil

    "Apa ada yang ingin kau katakan?" Astrid bertanya, karena Anna belum mengatakan apa pun. Padahal perempuan muda itu sudah berdiri selama beberapa menit. "Ya, aku ... sebenarnya sedikit keberatan ...." "Aku rasa kau terlalu lelah." Alaric lagi-lagi menyela, kali ini saat calon istrinya berbicara. "Kau sampai tergagap saat berbicara. Apakah keluargaku semenyeramkan itu?" "Sama sekali tidak." Anna dengan cepat menggeleng. "Aku hanya ingin mengatakan kalau ... aku menerima pernikahan dengan Alaric, tanpa ada maksud terselubung." "Tentu saja harus seperti itu." Alaric mengangguk seolah mengerti, walau wajahnya tidak menampakkan senyuman. "Lalu karena kita semua sudah lelah, sepertinya aku dan Anna akan pulang lebih dulu." "Ya?" Mendengar hal itu, Anna langsung melotot. Padahal Anna belum menyentuh makanannya sedikit pun, tapi Alaric sudah meminta pulang. Lelaki itu juga hanya makan sedikit sih, tapi Anna bahkan baru memotong steak dan tidak sempat memasukkan daging itu ke dalam

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Pesona Sang Penguasa   12. Ciuman

    "Mana Anna? Kenapa dia belum bangun?" Itu adalah hal pertama yang Alaric tanyakan di keesokan hari. "Maaf, Tuan." Darcy mau tidak mau membungkuk. "Nona Anna sepertinya sedang tidak begitu sehat, makanya dia belum bangun." "Tidak sehat bagaimana? Rasanya semalam dia baik-baik saja. Dia tidak sedang ngambek seperti semalam kan?" "Sama sekali tidak Tuan. Semalam Nona Anna memang mengeluh sakit perut, tapi mengatakan akan baik-baik saja jika tidur." Masih Darcy yang menjawab. Sebelah alis Alaric terangkat. Padahal dia memerlukan perempuan yang lebih muda darinya itu, agar mereka berdua bisa mendaftarkan pernikahan. Apalagi hari ini jadwal Alaric bisa dibilang cukup padat dan tidak ada waktu lain untuk mendaftar. "Panggil Anna turun. Aku akan menunggu selama sepuluh menit." Sebagai asisten perempuan yang sedang dibicarakan, Darcy bergegas untuk naik ke kamar sang nona. Biar bagaimana pun, perintah tuannya harus lebih didahulukan. "Bisakah kau menyiapkan sarapan bubur untukku?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08

Bab terbaru

  • Pesona Sang Penguasa   135. Teman Semua Orang (3)

    "Bagaimana dia bisa tahu kalau ada pembunuh di rumahku?" ucap Elizabeth dengan mata melotot. "Mom, st." Anna menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Jangan terlalu keras, siapa tahu ada yang menguping di depan pintu. Atau mungkin ada yang memasang alat penyadap." "Oh, aku rasa aku harus memeriksa ruangan ini terlebih dulu." Caspian langsung bergerak, diikuti dengan Darcy. Semua orang yang sedang berada di dalam ruang baca itu menatap dua orang asisten sekaligus pengawal pribadi yang menggeledah ruangan dengan seksama. Mereka jelas saja akan merasa cemas, karena bisa saja mereka ketahuan. "Tidak ada penyadap atau kamera yang ditemukan." Untungnya Darcy menggeleng. "Ruangan ini juga dilapisi karpet, jadi seharusnya akan lebih kedap suara," lanjut Caspian menjelaskan. "Maaf harus menanyakan ini, tapi kalian berdua bisa dipercaya kan?" Tiba-tiba saja Astrid bertanya. "Mereka aman." Anna dengan tenangnya memberitahu. "Soalnya, Bastian mengatakan akan bertemu teman di rumah, p

  • Pesona Sang Penguasa   134. Teman Semua Orang (2)

    "Kami akan menantikan teman yang dimaksud bocah itu." Polisi yang menangani kasus ini, tersenyum menatap pasangan di depannya. "Aku pasti akan mencari bedebah itu sampai ketemu dan mungkin bisa memotong lidahnya?" Alaric malah mengatakan hal yang tidak-tidak, bahkan sampai melotot. "Al." Sebagai istri yang baik, tentu saja Anna akan menegur sang suami. "Kau punya istri yang baik." Si polisi berdecak pelan. "Setidaknya dia tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam saja." "Terima kasih karena sudah memuji istriku, tapi dia tidak akan melirikmu hanya karena itu," balas Alaric dengan senyum lebar. "Asal kau tahu, aku melihatmu menatap istriku terus-terusan dan jika kasus ini selesai dengan baik, kau akan tahu akibatnya." Si polisi langsung terdiam dan tiba-tiba saja menjadi gugup. Siapa yang sangka kalau dia ketahuan seperti itu, bahkan diancam dan dipermalukan di depan umum. Bahkan ada polisi lain yang mendengar hal itu. "Kau tidak perlu seperti itu," gumam Anna terlihat

  • Pesona Sang Penguasa   133. Teman Semua Orang

    "Jadi Bastian, maukah kau berbicara sedikit?" tanya seorang perempuan berwajah lembut, dengan suara yang sama lembutnya. Sayang sekali, Bastian malah menggeleng dengan keras. Dia bahkan membuang muka dan lebih memilih untuk memeluk boneka kelinci yang baru-baru ini menjadi mainan kesayangannya. "Bonekanya sangat menggemaskan, dari mana kau mendapatkannya?" Tidak berhasil saat bertanya secara langsung, perempuan paruh baya tadi memilih untuk bertanya hal lain lebih dulu. "Bibi," jawab Bastian tanpa ragu. "Hadiah." "Aku dengar baru-baru ini kau ulang tahu. Apa ini hadiah ulang tahunmu?" Bastian kali ini mengangguk dengan sangat antusias, dia bahkan tersenyum. Tentu saja ini hal yang bagus untuk semua orang. "Bibi yang mana yang memberimu ini?" Perempuan paruh baya tadi ingin menyentuh bonekanya, tapi si bocah langsung memeluknya dengan lebih erat lagi. "Aku tidak akan mengambil bonekamu." Perempuan yang sejak tadi bertanya, hanya bisa tertawa. "Apakah tidak boleh aku tahu

  • Pesona Sang Penguasa   132. Bantuan Aneh

    "Kau sudah melihat berita terbaru?""Yeah, katanya pasangan Crawford akan membiayai bocah malang yang ibunya menjadi korban pembunuhan itu.""Tapi apa kau tahu, mereka mengatakan itu ide dari istrinya Alaric Crawford.""Aku rasa dia merasa bersalah karena ibu anak itu meninggal. Maksudku, belum tentu dia pelakunya, tapi dia katanya baru kehilangan bayi kan? Mungkin naluri ibunya tersentuh.""Rasanya aku tidak percaya kalau orang sebaik itu adalah tersangka. Aku rasa mereka hanya kebetulan saja tersangkut kasus ini."Telinga Anna rasanya gatal sekali mendengar apa yang diucapkan oleh orang-orang di sekitarnya. Padahal, tadinya Anna hanya ingin keluar sebentar untuk berbelanja di minimarket, tapi malah dia mendengar semua orang membicarakannya dan Alaric."Aku rasa taktikmu berhasil, Nyonya," bisik Darcy yang selalu mengikuti ke mana-mana."Ini bukan taktik, Darcy." Anna melotot mendengar asistennya itu. "Aku murni melakukan ini, karena aku merasa kasihan pada Bastian.""Tentu

  • Pesona Sang Penguasa   131. Melihat

    "Aku tidak salah dengar kan?" tanya ayah Marjorie dengan mata melotot. "Kau ingin membiayai Bastian?""Hanya pendidikannya saja," balas Anna dengan senyum tipis, sembari bermain dengan anak yang dimaksud. "Lagi pula, Alaric yang akan membayar semuanya. Bukan aku."Walau agak tidak sesuai jadwal, Anna dan Alaric pada akhirnya pergi mengunjungi Bastian. Hanya berselang dua hari sejak janji yang diucapkan sang calon perdana menteri, tapi mereka berhasil berkunjung di tengah kesibukan."Kau sedang tidak sedang mabuk kan?" tanya sang ayah dengan kening berkerut."Sama sekali tidak, tapi kalau ingin berterima kasih jangan padaku." Alaric menjelaskan, sebelum diminta. "Aku memang yang akan mengeluarkan uang, tapi ini ide Anna.""Lalu kau menerimanya begitu saja?""Aku menerima ide itu karena istriku yang meminta. Lalu, ini juga bisa membuat suaraku yang sempat turun, kembali naik.""Al." Anna tentu saja akan menegur sang suami yang terlalu jujur."Aku hanya mengatakan kenyataan, An

  • Pesona Sang Penguasa   130. Melakukan Sesuatu

    "Sudah mati pun dia masih bikin susah." "Mom, jangan ngomong gitu dong." Anna segera menegur mertuanya. "Tidak baik membicarakan orang yang sudah meninggal seperti itu." Anna yang duduk di sebelah sang mertua, segera memeluk lengan Elizabeth. Niatnya sih untuk menghentikan perempuan tua itu, terutama saat mereka sekeluarga sedang berkumpul di rumah Elizabeth. "Tapi itu kenyataannya." Sayangnya, Elizabeth enggan berhenti, bahkan sampai melotot saking marahnya. "Gara-gara dia, kita semua harus melakukan tes darah." "Sebenarnya, kita tidak perlu melakukan tes darah." Alaric mengembuskan napas lelah. "Tidak satu pun dari kita yang pernah kontak langsung dengan darah Marjorie, apalagi kotoran dan hal lainnya." "Siapa yang bisa menjamin?" tanya Elizabeth makin melotot saja. "Dia itu sangat pendendam, bisa saja dia dengan sengaja meneteskan darahnya ke dalam kopimu atau minuman Anna. Atau bisa saja dia menyuruh orang lain melakukan itu." "Mom, aku mohon." Tidak tahan mendengarnya

  • Pesona Sang Penguasa   129. Penyakit

    "Apakah Bastian tidak ikut?" Itu adalah hal pertama yang diucapkan oleh Anna, ketika disambut oleh ayah Marjorie. "Dia tentu saja datang dan sedang bersama ayahnya di sana." Anna menoleh dan menatap ke arah yang ditunjuk lelaki paruh baya di depannya. Dari tempatnya, dia bisa melihat anak yang dia cari sedang menatap peti mati dengan bibir mencebik. Tentu saja dalam gendongan Landon. "Bolehkah aku pamit untuk bertemu Bastian dulu?" tanya Anna demi sopan santun. "Tentu saja, tapi aku sarankan kau tidak menemui Landon berdua saja." Ayah Marjorie malah memberi nasihat. "Kadang ada orang jahat yang akan menebar gosip, walau dalam keadaan berduka sekali pun." "Terima kasih banyak atas sarannya." Anna membalas dengan senyum tipis dan segera mengajak dua orang yang datang bersamanya untuk berpindah tempat. "Aku senang kalian masih mau dan menyempatkan diri untuk datang." Landon segera menyambut dengan senyuman. "Seharusnya itu kalimat yang ditujukan untukmu." Kali ini Astrid y

  • Pesona Sang Penguasa   128. Berkabung

    "Maaf, Tuan." Caspian terpaksa harus menggeleng. "Aku rasa, akan sulit bagi kita untuk bergerak atau memberi tekanan lebih pada kasus ini.""Sialan." Alaric tidak segan melempar pena yang dia gunakan. "Kenapa juga harus ada kasus di masa penting seperti sekarang ini. Mana Anna juga habis kena musibah.""Jujur saja, kalau bisa aku ingin sekali memaki mendiang Marjorie. Sayangnya bukan hal baik memaki orang yang sudah meninggal." Caspian ikut menunjukkan rasa kesalnya. "Kalau bukan dia yang terus mengejarmu, mungkin kita tidak akan tersangkut kasus.""Aku tidak masalah, tapi bagaimana dengan Anna?" tanya Alaric yang kini menyugar rambutnya dengan frustrasi dan asal. "Dia tidak terbiasa menghadapi tekanan."Caspian hanya bisa mengembuskan napas. Dia ingin protes kalau tekanan yang mereka dapatkan juga besar, tapi sepertinya sang atasan tidak akan mendengar. Sepertinya. Alaric kini hanya akan memedulikan istrinya saja.Untungnya saja, Alaric tidak berlama-lama merasa frustrasi. Itu

  • Pesona Sang Penguasa   127. Keluarga

    "Bagaimana?" Fritz bertanya dengan ponsel yang dipegang oleh seorang lelaki. "Baik, Tuan." Suara perempuan terdengar dari seberang sambungan telepon. "Hasilnya justru di luar dugaan. Alaric dan Anna malah ikut terseret kasus ini, bahkan menjadi terduga pelaku." "Ingat, aku masih butuh Anna." Fritz mengingatkan. "Tapi kau jangan lupa untuk membuat Alaric tersudut dalam kasus ini. Aku tidak peduli apa yang terjadi dengan dia, tapi Anna harus utuh." "Tentu saja Tuan." Si perempuan penelepon menyanggupi. "Aku akan berusaha sebaik mungkin." "Jangan jadi Marjorie kedua, Fiona," ucap Fritz sebelum menutup teleponnya dan melirik ke arah lelaki yang tadi memegang benda pipih itu. "Apakah Tuan masih butuh sesuatu?" tanya lelaki itu setelah menelan liur dengan ekspresi gugup, bahkan matanya nyaris melotot. "Haruskah kau bertanya?" tanya Fritz dengan sebelah alis terangkat. "Kita sedang kekurangan perempuan untuk memuaskanku, jadi tentu saja kau yang harus melakukan semuanya." ***

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status