"Apakah ini sudah sangat buruk?" tanya Vano meminta penjelasan. "Ya, aku sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Tante Tania terluka parah! Kalian temui aku di sana jika ingin aman! Jangan sampai ada yang tahu, bahkan Larena sekali pun!""Kenapa Larena tak boleh tahu?" "Aku tak bisa menjelaskannya sekarang, Pa!""Ok-ok, kami ke sana sekarang!" Vano pun langsung memberitahu Viera dengan rencana Arfeen. "Apa, Pa? Menyamar jadi pelayan? Arfeen sudah gila ya!" "Ma, keadaan sekarang sedang tidak kondusif. Jika Arfeen memintaku lakukan ini, artinya aku sedang terancam. Sejak awal, aku adalah kambing hitam kasus Megaproyek. Sudah pasti aku masih menjadi incaran!""Memangnya ... kasus itu masih bergulir?"Vano menggeleng. "Dari semua yang aku pelajari, kasus Megaproyek hanyalah sejenis alat saja. Untuk saat ini yang bisa melindungi kita hanya Arfeen!"Viera hanya menghembuskan nafas kasar lalu melakukan apa yang diinstruksikan. Vano harus menggambar kumis menggunakan maskara milik V
Randy menelan ludah dengan kesusahan, ia tak ingin pemuda di sisinya itu menghabisinya. "Eum, aku akan memindahkan Nyonya Tania ke ruang rawat. Satu hal lagi, mungkin jika dia sadar nanti ada sedikit trauma yang dirasakan. Jadi kalau bisa jangan ditanyai yang macam-macam!" sarannya lalu bangkit dan meninggalkan Arfeen dengan pikirannya. Tinju Arfeen mengepal dengan geram, ia tahu saat memutuskan untuk menyemai cinta di hatinya ia harus siap untuk terluka. Tapi ia tidak akan rela jika Larena yang harus hancur! Ia harus memikirkan cara agar Larena bisa kembali padanya tanpa harus melukai hatinya. Tapi bagaimana?Di perjalanan ....Vano masih berpacu dengan kecepatan untuk menghindari para polisi yang mengejar. "Pa, mana bantuan Arfeen? Kenapa belum datang?" panik Viera."Memangnya mereka malaikat yang bisa datang sekejap mata? Kau baru beberapa menit yang lalu menelepon Arfeen!" saut Vano. "Nyonya, Tuan. Saya takut!""Aku juga takut, Bi!" saut Viera sedikit galak. Mobil polisi itu
"Apa maksudmu kau tak ingin dia terluka?" tanya Damian yang tak suka dengan kalimat itu."Rena, dia berusaha membunuhku. Agar apa? Agar bisa memperdayaimu dna juga keluargamu!" "Cukup Damian, semua ini membuat kepalaku pusing. Bisakah kita tak membahas masalah ini?" Ia membuang muka ke luar jendela. Ia jadi teringat Arfeen. Jika ada masalah, Arfeen jarang mengatakan padanya hanya karena tak ingin ia kepikiran. Pemuda itu akan berusaha untuk menuntaskan masalah itu sendiri. Ia tak pernah memaksa. Beberapa bulan mengenal Arfeen, rasanya ia tak akan percaya jika Arfeen akan kenyakiti kedua orang tuanya. Selama ini Arfeen cukup menghormati kedua orang tuanya meski ada kemelut yang sulit untuk dipecahkan. Ia tahu Arfeen adalah Zagan, pria yang terkenal kejam dan tak memiliki hati. Tapi ia juga mengetahui sisi lain pemuda itu. Arfeen selalu memperlakukan semua anak buahnya dengan baik. Semua gadis malam itu? Rohan dan Dara? Larena menengok ke belakang, di mana mobil Jean mengikuti. D
"Aaaargh! Apa yang harus kukatakan pada Bos?" teriak Jean dengan frustasi. Ia menendang badan mobil dengan kesal. Dara lebih khawatir pada keselamatan Larena dan bayinya. "Siapa sebenarnya Damian? Kenapa Larena bisa bersamanya?" bingung Dara. Jean menoleh. "Mantan kekasih Nyonya, tapi Damian Atmaja itu bajingan. Selama mereka menjalin hubungan, Damian sering bermain api di belakang Nyonya. Dan bodohnya, Nyonya tak pernah tahu selama itu.""Tuan Muda sangat mencintai Larena, tapi kenapa Larena ... bisa lebih mempercayai pria bernama Damian itu? Aku tidak pernah ... bertemu dengan pria sebaik Tuan Muda selain Rohan. Seandainya aku bisa meyakinkan Larena, tapi sekarang ... kita akan mencarinya ke mana?""Agha! Aku harus minta bantuan Agha!" ujar Jean langsung menghubungi temannya itu. "Ada apa, Jean?""Kami kehilangan jejak Nyonya, bisa kau lacak keberadaannya?""Apa? Bagaimana visa kau kehilangan Nyonya?" sembrut Agha."Bukan saat yang tepat untuk menyalahkan, lacak saja keberadaan N
Larena terperanjat saat sesuatu hanya dingin menyentuh bibirnya. Kedua matanya melebar dan langsung mendorong Damian menjauh."Apa yang kau lakukan?""Ada apa, sayang? Kita sudah terbiasa berciuman kan?""Itu dulu, Damian. Sekarang aku masih menikah dengan pria lain!" "Hanya berciuman, Larena. Aku tidak akan meminta lebih!""Itu sama artinya aku berselingkuh. Aku bukan seorang yang suka berselingkuh!"Damian menggertakkan giginya. "Apa kau pikir suamimu itu setia? Simpanan Tuan Muda Mahesvara itu ada di mana-mana!""Arfeen tak pernah mengkhianatiku!""Memangnya kau tahu apa yang dia lakukan di belakangmu? Dia nyaris menghabisiku saja kau tidak tahu!" balas Damian dengan kesal. Hal itu berhasil membuat Larena bungkam dan ragu. Ada senyum yang tersimpan di sudut bibir Damian melihat perubahan ekspresi Larena. Wanita itu masih terlalu mudah ditipu. "Rena, kau tahu aku sangat mencintaimu. Kita bisa menjalin hubungan lagi!""Tidak sekarang, Damian. Aku masih berstatus istri orang.""Ok
Vano bungkam dengan pernyataan Arfeen. Dari banyak hal yang terjadi, menantunya adalah salah satu orang yang peduli padanya. Pemuda itu berjuang keras untuk membersihkan namanya di dunia bisnis. Meski di tengah jalan sempat ada salah paham di antara mereka. Tapi hubungan masa lalu tak bisa terputus begitu saja!Ia tak ingin apa yang sudah diperjuangkan Arfeen selama ini sia-sia.Jadi tentu saja ia akan menuruti perintah menantunya. Di dalam markas memang tempat yang paling aman saat ini. Arfeen pergi bersama Jordi dan Greg, sementara Gray akan tetap menjaga markas dari kemungkinan terburuk. Di sebuah ruangan Marvin dan Tantra terikat di kursi. Mereka mencoba melepaskan namun ikatan itu terlalu kuat. "Pa, kita harus bisa pergi dari sini!" "Bagaimana caranya, kita sedang terikat.""Damn! aku tak menyangka jika Lyra akan bisa sekejam ini."Marvin menyimpulkan senyum kecut. "Dia lebih kejam dari yang kau kira, Tantra. Dia juga ambisius sama seperti mamanya. Darah keluarga Wijaya menga
"Tuan Muda berhak tahu.""Aku memang berencana mmeberitahunya, tapi kita membutuhkan waktu yang tepat untuk itu.""Dan apa langkah kita selanjutnya, Tuan?""Siapkan jet, kita pulang sekarang!""Baik, Tuan."Sementara di tempat barunya, Lyra menendang kursi yang terpental dan membentur tembok. Kursi itu pun hancur. "Bedebah! Sepertinya dia mulai mencium rencanaku, dia sudah mengamankan Vano dan istrinya terlebih dahulu!""Tuan Muda cukup cerdik, Nona. Seharusnya kita langsung saja bawa Larena dari tangan Resya.""Aku justru ingin langsung menghabisi Larena dan anaknya!" akunya lugas. "Tuan Muda pasti akan mengamuk.""Haaa ... aku ingin melihatnya hancur, Jay. Jika mereka mati, sudah pasti Arfeen akan hancur!" "Kenapa kita tak biarkan saja mereka hidup?" usul Jay membuat Lyra melotot padanya. "Apa maksudmu?""Kita gunakan untuk menyiksa Tuan Muda. Yang harus mati adalah Tuan Muda Arfeen, biarkan istri dan anaknya hidup menjadi budak Nona, seumur hidup!""Idemu boleh juga, Arfeen past
"Aku harus pergi!" ucap Larena mengedarkan pandangan. Ia tak melihat Arfeen atau pun Jordi di sana, apalah ini kesempatan bagus untuk pergi? Pilotnya juga tampak tengah memperhatikan pertarungan itu. Larena bergerak perlahan dan mulai turun dari helikopter. Pergerakan kecil itu rupanya menarik perhatian si pilot yang langsung menoleh. "Nyonya, Anda mau ke mana?"Larena menoleh sejeka dan segera melanjutkan langkah. Pilot itu pun mengejar."Aku tak boleh membiarkannya lari!" ujar pilot itu yang terus mengejarnya. Larena mempercepat langkahnya, sesekali ia akan memegangi perutnya karena tak ingin terjadi sesuatu dengan kandungannya. Dari ekor mata, Lyra bisa melihat Larena yang tengah berlari dan sedang dikejar oleh seorang pilot helikopter. Kedua matanya menajam, di tengah pertarungannya dengan Resya ia melempar sebuah pisau ke arah sang pilot. Pisau itu menancap tepat di dada sampai pilot dan membuatnya jatuh tersungkur. Suara orang terjatuh membuat arena menoleh seketika. Kedua