Tidak lama, selang Claudia dan Ryuga menyudahi pembicaraan, mobil hitam itu masuk ke dalam Paviliun yang dari luar terlihat menyeramkan.Setidaknya itu dalam pandangan Claudia. Pepohonan tinggi dan rimbun tampak memberikan kesan horror. Tapi, setelah dipikirkan bukankah akan lebih menyeramkan apa yang akan terjadi di dalam nanti?Netra mata Claudia tampak menyipit, dahinya mengernyit memperlihatkan raut wajah cantiknya yang gelisah.“Kalau takut, jangan dilihat, Claudia,” ucap Ryuga yang ternyata masih memperhatikan Claudia dari samping.Claudia segera mengalihkan pandangan dari jendela mobil. Dia meringis saat bertemu pandang dengan Ryuga.“Kenapa memilih bertemu di sini, Ryuga?” tanya Claudia tidak mengerti. Maksud Claudia, dari semua tempat yang ada, kenapa harus Paviliun dengan suasana seperti ini?“Ayahmu yang meminta,” jawab Ryuga seadanya. Dia mendengus mengingat dirinya tidak bisa menolak tempat yang sudah disewa oleh Aji.Ryuga takut jika restunya akan dicabut kalau-kalau Ryu
Semua orang menolehkan kepala untuk memastikan siapa pemilik suara wanita yang mengudara di belakang. Claudia sempat berpikir jika mungkin saja itu sosok hantu penunggu Paviliun. Tapi, rasa-rasanya suara wanita itu terdengar familier. “N-Natasha!” Emma yang pertama kali bersuara, dia memekik kaget. Wanita paruh baya itu sampai memegangi dadanya serta wajahnya yang memucat. Selama beberapa tahun terakhir tidak pernah melihat kemunculan Natasha di mana pun, tentu saja kehadirannya sangat mengejutkan bagi keluarga Daksa. “Ya, ini aku … Natasha.” Wanita itu bicara tanpa beban, mengabaikan tatapan-tatapan yang tidak menginginkan kehadirannya. “Siapa kamu?” tanya Bahtiar mewakili Aji dan Aland yang belum mengetahui wajah dari Natasha. Suaranya terdengar tidak ramah. Seharusnya Bahtiar menempatkan setidaknya satu penjaga untuk berjaga di sekitar Paviliun. Namun, dia tidak melakukan itu karena menghargai Aji. Pun, Rudi juga tidak membawa pengawalnya karena Ryuga yang meminta untuk orang
Semua anggota keluarga Daksa belum ada yang merespons ucapan Aruna. Pernyataan gadis itu terlalu mengejutkan dan membingungkan.Pun, sosok Natasha yang tidak kalah terkejut mendengar hal yang ke luar dari mulut putrinya itu.“Siapa yang mengatakan itu padamu, Aruna?” tanya Ryuga. Kedua alisnya menukik tajam. Rahangnya mengeras. Manik hitamnya menyorot Aruna dalam. “Natasha?!” Suara Ryuga terdengar penuh penekanan.Mendengar namanya dibawa-bawa, Natasha menggelengkan kepalanya. Dia mendengus kasar. “Bukankah sepanjang waktu Aruna bersamamu, Ryuga?” sindirnya. “Kapan aku memiliki waktu untuk mengatakan hal yang tidak masuk akal itu?!” Wanita itu merasa tertuduh. Mata besarnya mengkilap marah.“Kamu bisa saja menyuruh orang lain untuk mengusik ketenangan Aruna, Natasha!” tuduh Emma.Napas Natasha memburu. “Apa?! Aku bukan kalian–“Bisa hentikan perdebatan tidak berguna ini?” potong Claudia dengan tegas. Dia buru-buru menambahkan, “Apa untungnya saling menuduh tanpa disertai bukti?” Netra
Terlanjur dibuat kesal oleh darah dagingnya sendiri, Natasha bangkit dari duduknya. Mata besarnya menatap Aruna penuh amarah. “Beginikah sikapmu pada Mommy yang sudah melahirkanmu, Aruna?!” dengus Natasha. Hatinya merasa tercabik karena mendapati Aruna yang sama sekali tidak tertarik baik padanya maupun ayah kandungnya sendiri. “Aku rasa Ryuga tidak mendidikmu dengan sebaik itu.” Natasha menyalahkan Ryuga atas sikap kasar Aruna. Dia melayangkan tatapan kebencian ke arah pria itu. Ryuga sama sekali tidak memberikan respons. Hanya saja dahinya mengerut samar. Apa yang dikatakan Natasha tiba-tiba saja mengganggu isi kepala Ryuga. “Kamu sama sekali tidak berhak mengatakan hal tersebut, Natasha!” tegur Eyang Ila yang sedari tadi diam saja. “Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang,” tambahnya lagi dengan suaranya yang dingin. Benar. Eyang Ila mengusir Natasha. Tanpa harus disuruh dua kali, Natasha memang berniat untuk pergi. Dia mendengus kasar lalu menyeret kakinya untuk segera m
Pembicaraan di antara Ryuga dan Aruna berlangsung cukup lama sehingga Emma dan Rudi menyuruh Claudia untuk makan malam tanpa keduanya.Kebetulan dengan apa yang menimpanya hari ini sangat menguras energi Claudia.Satu jam pertama, Claudia masih menunggu dengan menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan Emma usai makan malam selesai di halaman belakang.Dua jam berlalu hingga Emma, Rudi, dan Eyang Ila berpamitan pulang, Ryuga juga tidak kunjung ke luar kamar.‘Apa jangan-jangan Ryuga dan Aruna ketiduran?’ tebak Claudia.Beberapa kali Claudia tampak mondar-mandir di depan pintu. Jika bukan karena ucapan Ryuga yang mengatakan ingin bicara padanya, Claudia tidak akan segelisah ini.Jika Claudia pulang sekarang, dia takut Ryuga membutuhkannya.“Jadi pulang nggak, Mbak?”Suara Aland di belakang sana mengejutkan Claudia yang tengah menempelkan telinganya di depan pintu, mencoba mendeteksi suara di dalam kamar. “Aland!” pekik Claudia tertahankan. Dia langsung memegangi dadanya seraya menegakk
Aland yang salah, tapi Ryuga harus ikut bertanggung jawab.Jika bukan karena Aland adalah calon adik iparnya, Ryuga tidak akan mau membantu. Namun, setelah dipikir-pikir memang sebaiknya perasaan Dirga tidak perlu diketahui oleh Claudia.Bisa-bisa itu menambah beban pikiran wanitanya. Ryuga tidak mau Claudia jadi banyak pikiran. Akan lebih bagus jika Claudia hanya memikirkannya seorang.“Mau pake rawit berapa banyak, Ryuga?”Pria itu segera tersadarkan saat mendengar suara Claudia yang bertanya tanpa menoleh ke arahnya. “Satu saja, Claudia,” jawab Ryuga singkat seraya menatap punggung indah Claudia yang sibuk di meja dapur.“Okeee,” sahut Claudia disertai senyuman yang tidak dapat dilihat Ryuga. Pria itu tidak terlalu menyukai makanan pedas. Claudia akan mengingat baik-baik dalam kepalanya.Ryuga mendengus halus mengingat dirinya meminta Claudia untuk dibuatkan mie demi membelokkan topik pembicaraan. Tetapi, untung saja Claudia langsung mengiakan.Sekarang rasanya Ryuga tengah membay
Butuh beberapa detik bagi Ryuga untuk mencerna kalimat yang terlontar dari bibir cherry Claudia. Seorang Claudia mengatakan itu tanpa dipancing dulu oleh Ryuga? Jelas Ryuga dibuat speechless. Pria itu mengerutkan dahinya samar. “Ulangi sekali kali lagi, Claudia,” bisiknya dengan suara yang rendah. Rasanya Ryuga ingin merekam suara Claudia barusan dan memutarnya berulang kali sampai dirinya bosan. Claudia menggigit bibir bagian dalamnya. Selagi itu, tangan Claudia yang semula berada di puncak kepala Ryuga perlahan turun hingga menyentuh leher belakang pria itu. Masih saling beradu tatap, Claudia memiringkan kepalanya sedikit ke arah kanan. Dengan mata yang memicing, Claudia berucap, “A-aku–,” jedanya sambil menyunggingkan senyum. “Ah, mie-nya sudah matang, Ryuga.” Claudia dengan cepat membelokkan topik pembicaraan. Ryuga merasakan ada yang hilang ketika Claudia menarik diri dari hadapannya. Dia menggeram tertahan. Sesaat Ryuga memejamkan mata sebelum akhirnya ikut menyusul Claudia.
'Ketuk pintu, panggil nama, atau langsung masuk saja, ya?"Claudia menunjuk ketiga jarinya yang dijadikan sebagai pilihan. Dia sudah berdiri tepat di pintu kamar yang Ryuga masuki tadi dengan nampan yang sempat Claudia simpan di atas meja dekat pintu masuk kamar.Ada dua pilihan yang berisiko. Bisa saja baik Aruna maupun Aland akan memergoki Ryuda dan Claudia ada di satu kamar yang sama. Selagi Claudia memikirkan itu, tiba-tiba saja pintu kamar di depannya terbuka. Terlihat sosok Ryuga muncul dengan wajahnya yang tampak kusut."Kenapa tidak segera masuk, Claudia?" sindir Ryuga dengan suaranya yang setengah ketus. Dia membuka pintu kamar hingga terbuka lebar-lebar. Tadinya Ryuga memang berniat menyusul Claudia karena wanita itu tidak kunjung datang.Dagu Ryuga mengedik ke dalam. "Masuk sekarang." Suara husky-nya terdengar tidak ingin dibantah.Tahu Ryuga menaruh kesal, Claudia segera menganggukkan kepala. "O-oke," jawab Claudia seraya meraih nampan beserta tas bahunya untuk dibawa mas
Pemberkatan pernikahan Ryuga dan Claudia berlangsung hanya beberapa jam saja. Toh, memang tamu yang hadir juga tidak banyak. Sebelum selesai, para tamu dipersilakan untuk menikmati jamuan yang sudah disiapkan di taman Azzata. Sementara Sang pengantin–Ryuga dan Claudia masih harus melakukan sesi foto, kali ini diminta untuk berfoto dengan sosok lain. “Misiii, Aruna mau ikut foto juga. Tapi, wajib di tengah!” celetuk Aruna–sesosok gadis yang sedari tadi sudah tidak sabar untuk berada di antara Ryuga dan Claudia. Dengan berat hati, Ryuga melerai tautan tangannya dengan tangan Claudia. Ada sedikit ketidakrelaan. Mau tidak mau, Ryuga menggeser beberapa langkah agar Aruna bisa bersebelahan dengan Claudia. Pria itu berkomentar, “Setelah kamu, gantian Daddy juga mau di tengah, Aruna.” Nada suaranya seolah menyiratkan jika Aruna harus setuju dengan apa yang Ryuga katakan. Mata besar Aruna melirik Ryuga dengan horror. Sikap keposesifan Ryuga bahkan berlaku untuk putrinya sendiri. Aruna mengg
Lain halnya di ruangan mempelai pengantin pria, Ryuga saat ini hanya ditemani oleh sahabatnya, dr.Tirta. Pembawaan Ryuga yang tampak tenang diacungi jempol oleh sahabatnya. “Tinggal beberapa menit lagi prosesi pemberkatan pernikahan dimulai, Ryu,” beritahu Tirta saat melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. “Kamu dan Claudia akan menikah,” geleng Tirta masih tidak percaya sampai detik sekarang. Selaku orang yang paling mengenal Ryuga sedari lama, Tirta merasa takjub pada akhirnya Ryuga bisa menemukan seseorang yang dicintai dan juga mencintainya. Ryuga memperlihatkan senyum mahalnya. “Mmmm,” angguknya. Kemudian dia merasakan tepukan di pundaknya. Begitu Ryuga menoleh, dia menemukan wajah Tirta tahu-tahu sudah dekat dengannya. Pria itu berbisik di telinga Ryuga. “Sudah siap untuk malam pertamamu, Ryu?” Pertanyaan Tirta jelas menggoda Ryuga. Obrolan semacam ini terkadang terjadi saat pernikahan. Lagipula Tirta adalah orang terdekat Ryuga dan keduanya sama-sama pria. Air wajah R
Satu hari bergerak bak dalam satu kedipan. Karena saat membuka mata, Claudia tahu-tahu sudah ada di sebuah ruangan yang terdapat cermin berukuran besar di pojokan sehingga pandangannya tertuju ke arah sana. Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Di depan cermin tersebut Claudia bisa melihat dirinya sendiri tengah duduk mengenakan gaun pengantin putih dan tengah memegangi buket bunga kecil dalam genggaman kedua tangannya. Wajah cantik yang dilihatnya adalah hasil make up dari satu jam yang lalu. Dia mengangkat satu tangan untuk menyentuh pipinya. Namun, tidak benar-benar menyentuh, dibiarkan mengambang. Claudia bergumam pelan, “I–ini bukan mimpi ‘kan?” Rasa-rasanya baru dua hari yang lalu dia masih sibuk bekerja di kampus, kemudian menghabiskan malam bersama teman-temannya, dan kejadiannya begitu cepat … hari pernikahannya sudah tiba. Claudia akan menikah dengan Ryuga–pria yang dia cintai. Pun, sebaliknya. Pintu besar di hadapannya diketuk. Sebuah suara berat menyeletuk dari luar, “
Mendadak saja Ryuga terkekeh hambar. Bahkan saat statusnya sudah resmi menjadi suami dari Claudia Mada nanti, Ryuga tetap harus menahan diri?! Wah, buruk sekali nasibnya. “Yang benar saja,” gumamnya pelan sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya. Dia sampai membuang wajahnya ke samping. Sial. Raut wajah Ryuga yang tampak kesal membuat Claudia keheranan. Dia bertanya, “Ada apa, Ryuga?” Claudia membenahi posisi duduknya. Sedikit ragu, dia meraih rahang pria itu dan mencoba menggerakkannya agar menatap lurus tepat pada netra matanya. Dia meralat pertanyaannya tadi, “Apa ada yang salah, Ryuga?” Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga memicingkan mata. Satu tangannya naik, meraih tangan Claudia di sisi rahangnya kemudian tanpa diduga Ryuga mendaratkan kecupan di pergelangan tangan Claudia. Napas Claudia tercekat. Dia tidak bisa berkutik saat pria itu menaikkan pandangan untuk bertukar pandangan. Jantung Claudia kian berdebar kencang. Pertama, karena aksi Ryuga barusan. Kedua, mere
“Claudia ….”Ekspresi wajah Ryuga sedikit memerah. Rahangnya tampak mengeras. Manik hitamnya menyorot tajam ke arah Claudia. Perlahan Ryuga melangkahkan kaki untuk berjalan mendekati wanitanya.‘Astaga, sepertinya aku membuat kesalahan!’ ringis Claudia dalam batinnya.Tanpa mengatakan apa pun, Ryuga segera menarik lembut tangan Claudia dan menyembunyikan tubuh wanita tersebut dari pandangan sosok pria lain di hadapannya.“Ayolah, yang benar saja,” dengus pria tersebut. Dia menunjuk dasinya yang belum selesai dipasangkan dengan jari-jari tangannya yang terluka. “Wanita itu belum selesai–“Wanita yang kamu maksud wanitaku, Argus Adiwilaga,” sela Ryuga penuh penekanan. Manik hitamnya menyorot tajam Argus.Sosok Argus Adiwilaga terkekeh sinis. Dia sama sekali tidak terintimidasi oleh Ryuga. Pria itu menyahut dengan santai. “Ya, tentu aku tahu siapa wanita cantik di belakangmu.”“Claudia Mada,” jeda Argus sambil berusaha mencuri pandang ke arah Claudia dibalik tubuh Ryuga.Sementara itu Cl
“Dirga.” Tidak hanya memanggil dengan lembut, Aruna juga mendaratkan satu tangannya di atas tangan Dirga. Mata besarnya menatap Dirga penuh harap. Pandangan Dirga jatuh, menatap tangan Aruna yang menyentuhnya. Jauh di dalam lubuk hatinya, ada perasaan yang tidak bisa Dirga jabarkan dengan gamblang. “Please … Dirga.” Aruna tampak memohon dengan suara yang lirih. Firasatnya mendadak buruk. Lantas pandangan Dirga naik untuk menatap Aruna lagi. Sekelebat wajah Garvi muncul bak layar hologram. Gadis itu kembali berucap, “Kasih tahu aku maksud kamu apa, Dir?” Tangan Aruna meremat halus tangan pemuda itu. Terdengar embusan napas berat Dirga. “Besok selesai kuliah, gue jemput lo, Aruna. Kita ketemu sama Garvi.” Dirga mengatakan itu dengan nada suara yang final. Kepala Aruna mengangguk kuat-kuat. “Oke, besok aku ikut!” sahut Aruna terdengar antusias. Dia belum menyadari keanehan yang bisa ditemukan pada Dirga. Diam-diam pemuda itu bersyukur Aruna berhenti bicara dan berhenti bertanya. K
Selagi Aruna memundurkan langkah, sosok pria itu kian maju mendekati Aruna ditambah senyum seringaiannya yang tampak membuat ngeri.“T–to-long …,” gumam Aruna dengan napas yang terdengar putus-putus. Bahunya naik turun dan badannya tampak gemetar. Perasaannya bergemuruh. Entah apa yang membuatnya sampai bereaksi berlebihan seperti ini.“Runa?” panggil Anjani yang belum membaca keadaan. Dia kebingungan melihat Aruna yang tampak ringkih ketakutan.Sementara Lilia dan teman-temannya di belakang sana menyadari ada kejanggalan. Mereka persis di belakang Aruna. Dengan sigap Lilia langsung maju dan menempatkan dirinya di hadapan Aruna.Gadis itu segera dipegangi oleh Zoya dan Fanya di masing-masing kanan dan kiri. Fanya segera melayangkan pertanyaan, “Kamu baik-baik saja, Aruna?”Namun, Aruna belum memberikan respons. Zoya dan Fanya saling menatap satu sama lain seolah bertanya, ‘Apa yang terjadi?’“Aku mau berbicara dengan gadis kecil itu,” tunjuk sosok pria tadi ke arah Aruna yang tertutu
“Kamu lihat Aruna, Claudia?” Usai keluar dari ruangan pintu darurat, Ryuga melirik Claudia dan baru menanyakan soal putrinya. Sebelum tiba di kampus, selain mengirimkan pesan pada Bu Yuli, Ryuga juga mengirimkan pesan untuk Aruna. Tapi, tidak ada tanda-tanda Aruna membalas pesan bahkan membacanya. Claudia menggelengkan kepalanya ragu. “Aku belum bertemu Aruna hari ini, Ryuga.” Pun, Claudia sendiri tidak keluar jauh-jauh dari ruangan dosen dan prodi. Menelisik raut wajah tampan Ryuga yang tampak gelisah, Claudia memberikan rematan halus pada tangan pria itu. Pandangannya jatuh ke arah jam tangan yang dipakainya, mengira-ngira waktu yang tersisa sebelum acara dimulai. Lantas Claudia menatap Ryuga lagi. Dia meneguk ludahnya dalam-dalam. “Kamu keberatan kalau aku meminta bantuan Dirga untuk mencari Aruna, Ryuga?” Mendengar nama Dirga disebut, Ryuga menaikkan kedua alisnya. “Pemuda itu belum pergi, Claudia?” Ryuga tidak lupa pembicaraan Dirga dan Aruna di ruang tamu rumahnya pagi itu
Dua puluh menit lagi seminar untuk career preparation dalam acara Job Fair yang diadakan kampus Tuma akan segera dimulai. Selaku dosen muda yang ikut dilibatkan, Claudia seharusnya saat ini tengah ada di aula acara tersebut. “Kenapa Tante Yuli mengajakku untuk berbicara di sini?” tanya Claudia keheranan. Dia membiarkan punggungnya bersandar di dinding tembok sambil kedua tangan tengah memeluk dirinya sendiri. Pandangan Claudia mengedar ke sekeliling, tidak ada apa pun di dalam ruangan pintu darurat. Hanya ada sebuah tangga untuk akses dari ruangan atas yang belum sepenuhnya jadi. Lima menit yang lalu Tante Yuli menemui Claudia seraya mengatakan, ‘Sebelum acara, bisa kamu ke ruangan pintu tangga darurat dekat gedung prodi kita, Clau? Ada hal penting yang Tante ingin bicarakan.’ Alih-alih mengajaknya berbicara di ruangan fakultas, Bu Yuli malah mengajaknya berbicara di ruangan pintu darurat. Sekon berikutnya, Claudia tersentak. Dia segera menegakkan tubuhnya. ‘Tunggu … Tante Yuli tida