Tersisa lima belas menit dari waktu yang diberikan Ryuga pada Claudia. Selain dipacu dengan waktu, sejujurnya … Claudia juga tidak sabar untuk melihat langsung keadaan Ryuga.Begitu dia dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangga, Claudia langsung bertemu keluarga Ryuga yang tengah berkumpul di sofa.“Claudia … sayang, kamu baik-baik saja, Nak?” Emma mendekat ke arah wanita muda tersebut.“A-aku baik-baik saja, Tante,” jawab Claudia sambil meringis. Dia tak menolak saat Emma memeriksa tubuhnya menggunakan kedua tangannya.“Kalau baik-baik saja, kenapa malah pergi alih-alih menemani Ryuga?! Apa kamu tidak tahu caranya berterima kasih setelah nyawamu diselamatkan Ryuga?!” Ratih menyemprot Claudia tanpa ampun.“Sebenarnya tunangan Ryuga itu kamu atau Bellanca?!” sindir Ratih.Tampaknya semua anggota keluarga Ryuga sudah mengetahui kejadian yang sebenarnya. Hanya Ratih yang berani memprotes sebagai bibinya Ryuga.Claudia menundukkan wajah, merasa sangat bersalah.“Kenapa Tante memarahi t
Senyum yang terlukis di bibir tipis menggoda Ryuga seketika membuat Claudia menahan napasnya. Kedua pasang manik itu saling menatap satu sama lain.Pikiran Claudia meliar. Perasaannya menjadi berdebar tidak jelas. Terlebih Ryuga kian mendekatkan wajah, mengikis jarak di antara keduanya.Refleks, satu tangan Claudia memegangi pundak Ryuga.“Aku tidak menginginkan jeruk,” beritahu Ryuga. Napas mint segar menerpa wajah Claudia. Manik hitamnya kembali turun untuk menatap bibir cherry Claudia. “Selain jeruk, aku … suka cherry.”Ryuga meneguk ludahnya dalam-dalam. Dia kembali melanjutkan, “Aku suka bibir cherry-mu, Claudia.”Sejurus kemudian, Ryuga tak memberikan Claudia kesempatan untuk membalas ucapannya. Pria itu membungkam bibir cherry Claudia melalui sentuhan bibirnya.Claudia selalu punya pilihan menolak untuk yang satu itu. Selama beberapa detik, Claudia membiarkan bibirnya dikecup Ryuga dengan lembut dan Claudia memutuskan untuk menerima ‘sentuhan’ yang diberikan Ryuga.Perlahan Cl
“Kamu sepeduli itu dengan putriku, Claudia?”Ryuga merasakan hatinya menjadi hangat begitu Claudia menganggukkan kepala. Manik hitamnya menatap lekat sosok Claudia.Saat kejadian tersebut, fokus Ryuga hanya untuk menyelamatkan Claudia saja. Dia tidak memikirkan apa pun lagi, termasuk soal Aruna.“Di mana Aruna, Ryuga? Dia tidak ada bersama keluargamu tadi.” Penasaran, Claudia pun bertanya mengenai keberadaan sesosok gadis yang dicemaskannya.Saat berkomunikasi dengan Riel, pria itu mengabari jika Aruna menangis hebat mendengar kabar tangan Ryuga patah dan harus memakai gips.Claudia bisa membayangkan bagaimana ketakutan Aruna sebagai seorang anak yang mengetahui orang tuanya terluka.“Putriku sedang tidur,” sahut Ryuga pendek. “Aku rasa kamu sudah tahu bagaimana kondisi Aruna dari Riel.” Terpaksa Ryuga mengungkit soal Riel.Kalau saja dia tak memergoki Riel yang diam-diam menerima telepon dari Claudia, Ryuga tak akan tahu jika keduanya berkomunikasi satu sama lain.“Ya, Riel–“Kenapa
‘Lariiiiii, Claudia. Eh, tapi Ryuga nggak mungkin ngejar ‘kan?’Wanita itu menolehkan wajahnya ke belakang dan hanya melihat pintu ruangan Ryuga yang tertutup. Pria itu tidak turut ke luar dalam hitungan detik.“Claudia?”“Y-ya?”Seseorang memanggilnya dan Claudia langsung menatap lurus ke depan. Dia mendapati sosok Riel yang tahu-tahu sudah ada di hadapannya.“Kenapa, Riel?” tanya Claudia memasang wajah setenang mungkin. Kedua sudut bibirnya melukis senyuman yang tampak kaku.“Pak Ryuga di ruangan kerjanya?” tanya Riel memastikan. “Iya, Ryuga di ruangannya,” jawab Claudia menganggukkan kepala.Riel berdekham, “Kalian dipanggil Pak Rudi ke ruang tamu, ada hal penting yang harus dibicarakan,” beritahunya.“S-soal apa?” tanya Claudia penasaran.Asisten Ryuga itu hanya menggelengkan kepala. Mana Riel tahu. Dia barusan lewat ruang tamu dan kebetulan Rudi meminta tolong padanya untuk memanggil Ryuga dan Claudia untuk bergabung bersama mereka.“O-oh oke, aku ke sana duluan,” pamit Claudia
“Aku– Belum sempat menjawab, Claudia teralihkan dengan ponselnya yang berdering panjang menandakan ada telepon masuk. “Angkat dulu, Clau,” titah Rudi mengedikkan dagunya karena Claudia tampak membiarkan. “O-oke, Om.” Seketika itu Claudia menarik tangannya dari Ryuga dengan hati-hati. Di saat yang bersamaan, Ryuga merasa sedikit kehilangan. Manik hitamnya memperhatikan gerak-gerik Claudia. Termasuk saat Claudia merogoh ponsel dari saku celana dan melihat nomor asing tertera di layar ponselnya. ‘Apa jangan-jangan ini …?’ tebak Claudia menggantung. “Kenapa tidak diangkat?” Ryuga mendengus melihat keterdiaman Claudia. “Ini mau kok,” sahut Claudia pelan. ‘Aku lagi ngumpulin napas dulu, Ryuga,’ bubuh Claudia dalam hatinya. Akhirnya Claudia pun mengangkat telepon dan mendekatkan ponselnya di telinga. “Halo, selamat siang. Saya Deni dari tim kepolisian yang bertugas memproses laporan atas nama Bu Claudia Mada,” ucap seseorang dari seberang sana dengan nada suara yang tegas. Mendeng
Menyaksikan sendiri bagaimana kepercayaan diri Claudia membuat Emma bertepuk tangan. Selepas itu, Emma juga mengacungkan kedua jempolnya ke arah Claudia.“Bagus, Claudia. Tante senang mendengar keberanian kamu sayang!” puji Emma. “Jika kamu butuh bantuan, jangan segan untuk mengatakannya pada Tante, ya. Sudah pasti Tante akan mendukungmu secara penuh, Clau.” Emma bersungguh-sungguh dalam ucapannya.“Mmm, jangan segan jika kamu perlu bantuan, Claudia,” sahut Rudi ikut-ikutan. Hal itu membuat Emma merasa gemas pada suaminya.“Pa, kamu tadi terdengar meragukan Claudia …. Kenapa sekarang tiba-tiba seperti ini?” Emma tidak menyindir Rudi, hanya sekadar bertanya.Ditodong pertanyaan seperti itu oleh Sang istri membuat Rudi berdeham pelan, “Bukan meragukan, Bu. Papa hanya memastikan jika memang Claudia yang akan menjadi menantu kita.”Percakapan itu sungguh menyentuh permukaan dasar hati Claudia. Suara-suara di dalam kepalanya mulai terdengar berisik.‘Wahhh, Claudia, aktingmu yang semakin n
Pertanyaan Rudi memancing rasa penasaran Ryuga untuk menoleh pada Claudia serta Emma yang buru-buru melerai pelukan dengan Claudia.“Sayang, kenapa menangis?” tanya Emma dengan perasaan khawatir.Claudia tersenyum getir. Dia menyeka bekas air mata di pipinya.‘Astaga, aku cengeng sekali hari ini!’ ucapnya merutuk dalam hati.Claudia mengedipkan matanya. “Eng-nggak, Om, Tan–“Enggak apanya? Ini yang keluar apa? Air hujan?!” sindir Ryuga dengan ketus. Jari telunjuk serta jempolnya ikut mengusap sebelah pipi Claudia.“Ryugaaa,” tegur Emma dengan lembut.“A-aku cuma sedikit terharu,” elak Claudia menepis halus tangan Ryuga. “A-aku izin ke kamar mandi dulu. Permisi,” pamit Claudia tanpa menunggu jawaban dari yang lain.Selepas kepergian Claudia, Emma menatap putranya penuh protes. Dia lalu menatap Sang suami. “Pa, sepertinya Ibu nggak jadi pulang,” beritahu Emma.“Oke.”Sebenarnya Rudi tidak masalah. Namun, Ryuga yang tampak keberatan dilihat dari kedua alisnya yang menekuk tajam. Pria itu
“Lohh, Kak Sam?!”Claire berjalan menghampiri tunangannya itu dengan raut wajah yang agak panik. Dia berusaha mengukir senyum manisnya seperti biasa.“Aku kira Kak Sam udah pergi, tapi ternyata masih di sini–“Claire,” potong Sam menarik lengan wanita itu hingga membuat Claire berhadapan dengan Sam. Sepasang manik coklatnya menyelami netra mata Claire yang jernih. “Sebenarnya apa yang kamu lakukan sayang?” sambungnya dengan suara yang lemah.Ditatap seperti itu tak membuat Claire gugup. Dia malah makin melebarkan senyumnya dan menyentuh sebelah pipi Sam lalu mengusapnya.Suara lembut wanita tersebut mengudara, “Ahhh, Kak Sam dengar pembicaraanku barusan di telpon, ya? Itu … aku dan timku mau menghancurkan pertandingan voli besok dengan mengalahkan tim lawan.”Penjelasan Claire membuat Sam menatapnya tidak mengerti. Pria itu mengerutkan dahinya dengan samar. “Kakak juga mendengar nama Ryuga. Yang kamu maksud Ryuga Daksa tunangannya Claudia?”Tiba-tiba saja Claire terkekeh, merasa lucu.
Seorang pria cenderung mengikuti logika dibandingkan perasaannya. Riel termasuk pria dengan tipe pertama. Akan tetapi, sepertinya itu tampak berbeda dengan apa yang baru saja dilakukannya. Dengan kesadaran penuh, kini Riel tengah berdiri di sebuah kamar flat–tempat yang baru didatanginya kedua kali. Tangan kanannya sudah terangkat, hendak mengetuk pintu. Namun, mendadak Riel ragu. Tapi, sudah terlanjur disini …. Alhasil tangannya menggantung di udara. Riel membuang wajah sekaligus mengembuskan napas kasarnya. Bertepatan dengan itu, pintu kamar flat tersebut terbuka dari dalam. Refleks, Riel kembali meluruskan pandangan. Maniknya langsung bersitatap dengan sosok penghuni kamar pemilik flat. Bibir Riel sudah terbuka, hendak mengatakan sesuatu selagi dia menurunkan tangan. Namun, sebelum suaranya mengudara, mulutnya dibungkam oleh sebuah tangan mungil di hadapannya. Jarak keduanya dekat sekali. Riel bisa merasakan deru napas pendek wanita di hadapannya. Sementara sang wanita juga bi
Selagi Ryuga mengambil tab dan catatan di ruangan kerjanya, secara bersamaan dia mendapatkan panggilan telepon dari Riel. Pria dengan tahun kelahiran yang sama dengan Claudia itu menanyakan satu dua hal terkait kontrak kerjasama dengan perusahaan lain.“Besok aku tinjau kembali terkait kontrak dari perusahaan yang kamu maksud, Riel. Sekarang, aku harus menemui Claudia dulu.” Dengan kata lain, Ryuga sedang tidak mau diganggu.Bisa berduaan dengan Claudia adalah waktu emas bagi Ryuga. Jadi, tidak boleh disia-siakan.“Baik, Pak Ryuga.”Ibu jari Ryuga yang hendak menekan tombol merah di layar ponsel tertahan saat mendengar suara Riel bicara lagi di seberang sana. “Apa Anda sedang bersama Bu Claudia, Pak Ryuga?”Mendapatkan pertanyaan itu, Ryuga mengurungkan niat untuk mengakhiri panggilan. Dia menautkan alis. “Kenapa kamu ingin tahu, Riel?” tanyanya dengan nada cukup sinis.Riel menahan napas menyadari betapa bodohnya pertanyaan itu. Dia sesaat lupa jika Ryuga benar-benar bersikap posesif
Keputusan Aruna sudah benar dengan tidak ingin menambah urusan Claudia lebih banyak. Kini Claudia tengah dibuat pusing karena Emma menodongkan pertanyaan yang cukup membuat Claudia kepikiran.‘Memikirkan jawaban untuk pertanyaan Tante Em jauh lebih sulit dibandingkan memikirkan jawaban untuk pertanyaan mahasiswa,’ batin Claudia seraya menggeleng-gelengkan kepala.Saking fokus berpikir sambil melamun, Claudia sampai tidak lagi mengikuti alur cerita film yang tengah ditontonnya sejak lima belas menit lalu bersama Ryuga. Merasa diabaikan, Ryuga berusaha mencari perhatian. Bersama Claudia, Ryuga merasa menjadi pria yang haus dengan atensi dan juga … sentuhan.Demikian, Ryuga mengubah posisinya yang duduk menjadi terbaring dengan kepala yang sengaja dijatuhkan di atas paha wanita itu.Tindakan kecil Ryuga tersebut berhasil membuyarkan lamunan Claudia. Pandangan Claudia turun dan langsung bertukar pandangan dengan manik hitam Ryuga.“Beritahu aku apa yang mengganggu pikiranmu saat ini, Clau
Tampak seorang pemuda tengah berdiri seorang diri di dekat tempat pembelian tiket masuk. Dia baru saja membeli dua tiket untuk masuk ke dalam wahana bermain. Bibir tipisnya mengulas senyum kecil menatap tiket di tangannya lamat-lamat. Satu tiket untuk dirinya dan satu lagi untuk seorang gadis berharga baginya. Membayangkan keduanya akan menghabiskan waktu berdua membuat Dirga tersenyum sendiri. Detik berikutnya, Dirga menggelengkan kepalanya. Jangan senang dulu, pikirnya. Lantas Dirga meluruskan pandangannya. Dari jarak satu meter, Dirga melihat Aruna berjalan tidak sendirian. Gadis itu ditemani dua sosok yang sangat Dirga kenali. "Apa itu Aland sama Anjani?" gumam Dirga seraya melorotkan kacamata hitamnya ke bawah. Kedua alis Dirga menukik kesal. Sepertinya tebakannya tidak meleset. Aruna memang datang bersama Aland dan Anjani. "Udah lama nunggunya, Dir?" Hilang sudah sapaan manis dari Aruna yang biasa diucapkannya pada Dirga. Kini, Aruna tampak kehilangan minat untuk berbicara
Jika Ryuga dan Claudia tengah sibuk dan kewalahan karena baik Emma maupun Ratih mulai membahas tentang pernikahan, di sisi lain mobil yang dikendarai Aland baru saja tiba di depan kompleks perumahan Anjani. Tampak Anjani yang ke luar dari pos satpam. Gadis itu sepertinya menunggu di sana. Dia berlarian kecil sehingga membuat poninya bergerak lucu. “Pagi, Runa!” panggil Jani seraya mendekat ke arah mobil. Dibalik poninya yang sedikit menutupi pandangan, dia bisa melihat sosok lain selain Aruna di mobil tersebut. Demikian, Anjani sedikit memiringkan kepalanya untuk menatap ke arah sosok tersebut. Dia tidak lagi terkejut sebab Aruna sudah memberitahunya tentang sosok itu. Karena itulah Anjani setuju untuk ikut. Aruna melambaikan tangan lalu mengembangkan senyum cerahnya dan membalas, “Pagi, Jani. Ayo masuk!” titah Aruna. Detik setelah Aruna mengatakan itu, Aland–sosok lain dan tidak bukan di sebelah Aruna ke luar dari mobil. “Mau ke mana, Om Aland?” tanya Aruna keheranan. Pandangann
Emma mengabaikan Ryuga karena dua hal, pertama karena ternyata Ryuga sudah sembuh. Itu bisa dipastikan saat Emma melihat putra semata wayangnya itu bisa berdiri dan menimpali ucapannya. Dan yang kedua jelas karena Claudia Mada. Emma meneriaki nama wanita itu sekali lagi sesaat sebelum si pemilik nama ke luar dari salah satu ruangan yang ada di rumah Ryuga. “Tante Emma?” panggil Claudia pelan saat melihat sosok Emma. Dalam hatinya Claudia berbicara, ‘Apa tamu barusan itu Tante Emma?’ “Syukurlah ….” Ekspresi wajah Emma yang panik kini perlahan berubah menjadi raut wajah penuh kelegaan. Dia mengelus dadanya perlahan. Baru saja Emma mendapati Claudia keluar dari ruangan kerja Ryuga, bukan dari kamar. Hal itu membuat Emma merasa lega tanpa mengetahui kejadian beberapa saat lalu dirinya datang. Dia mendekati Claudia dengan langkah tergopoh-gopoh. “Kamu di sini karena mendengar Ryuga sakit, Clau?” Seketika Claudia meringis. Dia menatap Emma dengan pandangan tidak enak. “I–iya, Tan
Sadar jika kamar adalah tempat yang paling ‘berbahaya’, Claudia meminta Ryuga untuk membawanya ke ruangan lain. Claudia sempat berpikir, ‘Jika bukan di kamar, semua akan aman. Baik aku dan Ryuga tidak akan berlebihan.’Namun, tidak ada orang yang benar-benar pasti bisa menebak yang akan terjadi selanjutnya.Keduanya berakhir ada di ruangan kerja Ryuga dengan posisi sekarang ini Claudia tengah duduk di atas pangkuan Ryuga. Sementara Ryuga terduduk di atas kursi kerjanya.Mmhh~Suara lenguhan Claudia terdengar. Di sela-sela perang bibir keduanya, Ryuga melarikan kedua tangannya pada tubuh Claudia. Satu di leher dan satu di paha wanita itu. Claudia memberikan respons dengan menyelipkan jari-jari telunjuknya ke dalam helaian rambut Ryuga.Pagutan panas keduanya terlepas kala Sang pria menyadari jika wanitanya membutuhkan pasokan oksigen untuk bernapas. Tampak benang saliva sisa-sisa penyatuan lidah keduanya tampak mengkilat di sekitaran bibir.“Claudia,” panggil Ryuga dengan suara rendah.
Usai mengantarkan Aruna dan Aland, Ryuga dan Claudia masuk kembali ke dalam rumah. Claudia mendadak fokus pada ponsel di tangannya karena kebetulan ada pesan masuk dari Dirga. [Dirga: Di kehidupan selanjutnya, gue nggak mau terlahir sebagai anak tunggal. Gue mau punya Mbak … kayak Mbak Claudia.] Mendapatkan pesan itu, Claudia tidak dapat menahan senyumnya. Dia membatin, ‘Hmm, kayaknya kalau aku dilahirkan kembali juga aku maunya adikku dua. Aland dan Dirga.’ Meskipun sikap kedua pemuda itu tampak sama, sebelas dua belas. Namun, baik Aland dan Dirga memiliki sikap yang berbeda. SRETTTT Terdengar bunyi sesuatu yang ditutup di belakang sana. Hal itu berhasil mengejutkan Claudia. Wanita itu menolehkan wajahnya ke samping terlebih dahulu, Claudia baru menyadari jika Ryuga tidak berjalan di sisinya. ‘Lho, mana Ryuga?’ Detik berikutnya, Claudia menyeletuk, “Ryuga?” panggilnya selagi tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku celana. “Aku di sini, Claudia,” sahut Ryuga dengan suaranya
Insiden air minum itu membuat Aland kesal. Pada akhirnya, Ryuga menyodorkan segelas air minum padanya karena Aruna mengambil gelas milik Claudia. “Jadi minum atau tidak, Aland?” tanya Ryuga dengan alis yang sudah menukik kesal karena pemuda di hadapannya tak kunjung menerima gelas air minum yang disodorkannya. Ujung-ujungnya Aland segera mengambilnya. “Makasih, Om.” Lantas Aland meneguk dan menghabiskan setengah air dari gelas itu. Dia mengusap bibirnya kasar. Pandangan yang dilayangkan Aland pada Claudia tampak sinis. “Mbak udah nggak sayang gue lagi sekarang?” Ditodong pertanyaan seperti itu, Claudia menatap Aland dengan tatapan nanar. “Kamu … ngerasanya gitu, Al?” Jika memang Aland merasa seperti itu, Claudia merasa bersalah. Air wajahnya berubah menjadi murung. “Pertanyaan gue yang barusan nggak serius kok, Mbak, hehe,” cengir Aland sambil memegangi leher belakangnya. Dia lupa jika kakak perempuannya adalah pribadi yang sensitif dan gampang kepikiran. Mata Claudia memicing m