‘Lariiiiii, Claudia. Eh, tapi Ryuga nggak mungkin ngejar ‘kan?’Wanita itu menolehkan wajahnya ke belakang dan hanya melihat pintu ruangan Ryuga yang tertutup. Pria itu tidak turut ke luar dalam hitungan detik.“Claudia?”“Y-ya?”Seseorang memanggilnya dan Claudia langsung menatap lurus ke depan. Dia mendapati sosok Riel yang tahu-tahu sudah ada di hadapannya.“Kenapa, Riel?” tanya Claudia memasang wajah setenang mungkin. Kedua sudut bibirnya melukis senyuman yang tampak kaku.“Pak Ryuga di ruangan kerjanya?” tanya Riel memastikan. “Iya, Ryuga di ruangannya,” jawab Claudia menganggukkan kepala.Riel berdekham, “Kalian dipanggil Pak Rudi ke ruang tamu, ada hal penting yang harus dibicarakan,” beritahunya.“S-soal apa?” tanya Claudia penasaran.Asisten Ryuga itu hanya menggelengkan kepala. Mana Riel tahu. Dia barusan lewat ruang tamu dan kebetulan Rudi meminta tolong padanya untuk memanggil Ryuga dan Claudia untuk bergabung bersama mereka.“O-oh oke, aku ke sana duluan,” pamit Claudia
“Aku– Belum sempat menjawab, Claudia teralihkan dengan ponselnya yang berdering panjang menandakan ada telepon masuk. “Angkat dulu, Clau,” titah Rudi mengedikkan dagunya karena Claudia tampak membiarkan. “O-oke, Om.” Seketika itu Claudia menarik tangannya dari Ryuga dengan hati-hati. Di saat yang bersamaan, Ryuga merasa sedikit kehilangan. Manik hitamnya memperhatikan gerak-gerik Claudia. Termasuk saat Claudia merogoh ponsel dari saku celana dan melihat nomor asing tertera di layar ponselnya. ‘Apa jangan-jangan ini …?’ tebak Claudia menggantung. “Kenapa tidak diangkat?” Ryuga mendengus melihat keterdiaman Claudia. “Ini mau kok,” sahut Claudia pelan. ‘Aku lagi ngumpulin napas dulu, Ryuga,’ bubuh Claudia dalam hatinya. Akhirnya Claudia pun mengangkat telepon dan mendekatkan ponselnya di telinga. “Halo, selamat siang. Saya Deni dari tim kepolisian yang bertugas memproses laporan atas nama Bu Claudia Mada,” ucap seseorang dari seberang sana dengan nada suara yang tegas. Mendeng
Menyaksikan sendiri bagaimana kepercayaan diri Claudia membuat Emma bertepuk tangan. Selepas itu, Emma juga mengacungkan kedua jempolnya ke arah Claudia.“Bagus, Claudia. Tante senang mendengar keberanian kamu sayang!” puji Emma. “Jika kamu butuh bantuan, jangan segan untuk mengatakannya pada Tante, ya. Sudah pasti Tante akan mendukungmu secara penuh, Clau.” Emma bersungguh-sungguh dalam ucapannya.“Mmm, jangan segan jika kamu perlu bantuan, Claudia,” sahut Rudi ikut-ikutan. Hal itu membuat Emma merasa gemas pada suaminya.“Pa, kamu tadi terdengar meragukan Claudia …. Kenapa sekarang tiba-tiba seperti ini?” Emma tidak menyindir Rudi, hanya sekadar bertanya.Ditodong pertanyaan seperti itu oleh Sang istri membuat Rudi berdeham pelan, “Bukan meragukan, Bu. Papa hanya memastikan jika memang Claudia yang akan menjadi menantu kita.”Percakapan itu sungguh menyentuh permukaan dasar hati Claudia. Suara-suara di dalam kepalanya mulai terdengar berisik.‘Wahhh, Claudia, aktingmu yang semakin n
Pertanyaan Rudi memancing rasa penasaran Ryuga untuk menoleh pada Claudia serta Emma yang buru-buru melerai pelukan dengan Claudia.“Sayang, kenapa menangis?” tanya Emma dengan perasaan khawatir.Claudia tersenyum getir. Dia menyeka bekas air mata di pipinya.‘Astaga, aku cengeng sekali hari ini!’ ucapnya merutuk dalam hati.Claudia mengedipkan matanya. “Eng-nggak, Om, Tan–“Enggak apanya? Ini yang keluar apa? Air hujan?!” sindir Ryuga dengan ketus. Jari telunjuk serta jempolnya ikut mengusap sebelah pipi Claudia.“Ryugaaa,” tegur Emma dengan lembut.“A-aku cuma sedikit terharu,” elak Claudia menepis halus tangan Ryuga. “A-aku izin ke kamar mandi dulu. Permisi,” pamit Claudia tanpa menunggu jawaban dari yang lain.Selepas kepergian Claudia, Emma menatap putranya penuh protes. Dia lalu menatap Sang suami. “Pa, sepertinya Ibu nggak jadi pulang,” beritahu Emma.“Oke.”Sebenarnya Rudi tidak masalah. Namun, Ryuga yang tampak keberatan dilihat dari kedua alisnya yang menekuk tajam. Pria itu
“Lohh, Kak Sam?!”Claire berjalan menghampiri tunangannya itu dengan raut wajah yang agak panik. Dia berusaha mengukir senyum manisnya seperti biasa.“Aku kira Kak Sam udah pergi, tapi ternyata masih di sini–“Claire,” potong Sam menarik lengan wanita itu hingga membuat Claire berhadapan dengan Sam. Sepasang manik coklatnya menyelami netra mata Claire yang jernih. “Sebenarnya apa yang kamu lakukan sayang?” sambungnya dengan suara yang lemah.Ditatap seperti itu tak membuat Claire gugup. Dia malah makin melebarkan senyumnya dan menyentuh sebelah pipi Sam lalu mengusapnya.Suara lembut wanita tersebut mengudara, “Ahhh, Kak Sam dengar pembicaraanku barusan di telpon, ya? Itu … aku dan timku mau menghancurkan pertandingan voli besok dengan mengalahkan tim lawan.”Penjelasan Claire membuat Sam menatapnya tidak mengerti. Pria itu mengerutkan dahinya dengan samar. “Kakak juga mendengar nama Ryuga. Yang kamu maksud Ryuga Daksa tunangannya Claudia?”Tiba-tiba saja Claire terkekeh, merasa lucu.
[08xxxx: Bu Claudia, Bu Claire jatuh pingsan sehingga dia belum bisa dibawa ke kantor.] “Claire beneran pingsan?” gumam Claudia saat membaca pesan masuk itu di kamar mandi. Ya, Claudia masih di sana setelah mencuci wajahnya di wastafel dan belum memiliki niatan untuk ke luar dari kamar mandi di rumah Ryuga. Wanita itu menaikkan pandangan, menatap dirinya pada cermin di hadapannya. Matanya terlihat sembab dan hidungnya sedikit meninggalkan bekas kemerahan. “Apa yang aku lakukan sudah tepat?” ucap Claudia yang kemudian menggigit bibir bawah bagian dalamnya. Sejujurnya, Claudia tidak tahu apakah dirinya siap dengan konsekuensi dari tindakan yang diambilnya kini. Di satu titik dia merasa siap, namun di titik lain Claudia merasa tidak yakin. Ketukan di pintu luar membuat Claudia menolehkan wajahnya. “Claudia,” panggil Ryuga dengan suaranya yang dalam di luar kamar mandi. Ingin menyahut, tapi bibir Claudia kelu. Satu tangannya meremas ponsel dan satu tangannya lagi meremas sisi cela
Memberanikan diri, tangan kiri Claudia melingkari pundak pria yang lebih tinggi darinya itu. Hanya sesaat sebelum sesosok gadis memergoki keduanya tengah berpelukan. “Aruna boleh peluk Bu Claudia juga, Dad?” Pertanyaan itu jelas membuat baik Ryuga maupun Claudia melepaskan diri masing-masing. Keduanya tampak kelihatan salah tingkah meskipun Ryuga lebih bisa mengendalikan ekspresinya. Ryuga membalikkan tubuhnya agar melihat keberadaan putrinya yang sepertinya baru saja bangun dari tidurnya. Aruna tampak menggemaskan dengan baju terusan selutut bermotif strawberry. “Mau peluk Claudia, Aruna?” tanya Ryuga memperjelas. Sepasang manik hitamnya memicing menatap putrinya. “Aruna, ganti dulu bajunya– “Sini, Aruna,” sela Claudia memotong ucapan Ryuga. Dia merentangkan kedua tangannya. Sekilas Claudia memandang Ryuga tak percaya. Kenapa Aruna harus repot-repot mengganti bajunya terlebih dahulu? Claudia tidak habis pikir. Ryuga berlebihan sekali. “Yes!” Melihat itu, Aruna bergegas melang
“Tentu saja, Aruna,” aku Claudia.Sekitar tiga detik berlalu, Claudia baru menjawab pertanyaan gadis itu. Dia pun menambahkan, “Kalau belum, tidak mungkin Ibu ada di sini ‘kan?”Jawaban Claudia sangat masuk akal. Dan yang paling penting, Claudia sudah menunjukkan sikap profesionalnya di depan Aruna.Aruna terkekeh, “Benar juga, sih.”Kedua gadis itu saling melemparkan senyum. Berbeda dengan Ryuga yang menunjukkan ekspresi kesulitan. Satu tangannya yang berada di saku celana training hitam menggenggam erat-erat kotak persegi beludru berwarna merah.Ya, Ryuga sudah mengambil cincin berlian yang ada di ruangan kerjanya sebelum benar-benar memutuskan menghampiri Claudia. Ryuga seketika langsung mengeluarkan tangannya.Sepertinya waktunya belum tepat untuk memberikannya pada Claudia. Namun, Ryuga akan berencana memberikannya hari ini.“Jadi pesan ayam dan pizza-nya, Aruna?” Ryuga membelokkan topik.Gadis itu mengangguk kuat-kuat. “Jadi, Dad!”Tak lupa Ryuga juga menanyai Claudia. Suaranya