Awalnya Ryuga tidak percaya dengan balasan pesan dari Claudia yang dibacakan oleh Aruna. Apa Ryuga tidak salah mendengar Claudia menyuruhnya untuk pulang tanpa bertemu terlebih dahulu?“Kalau Daddy nggak percaya, coba lihat saja pesannya,” ucap Aruna menyodorkan ponsel ke hadapan wajah Ryuga. Dia paling kesal kalau sudah mendapati kedua alis Ryuga menukik seperti itu.Rasa-rasanya Aruna ingin menyetrikanya supaya lurus setiap saat.Manik hitam Ryuga menatap ponsel Aruna dengan serius. Baru beberapa detik, layar tampilan ponsel itu berubah menampilkan nama ‘Om Yel Yel’ yang menelepon Aruna.Melihat itu, kedua alis Ryuga hampir menyatu. “Ada apa Riel meneleponmu?”Tanpa persetujuan Aruna, Ryuga mengambil alih ponsel putrinya dan langsung mengangkatnya. Aruna hanya bisa terdiam, menunggu dengan sabar.“Ini aku, Riel,” ucap Ryuga mengawali pembicaraan setelah menaruh ponsel milik Aruna di telinga kanannya. “Ada keperluan apa menelepon Aruna?”Suaranya terdengar ketus. Aruna menebak jika R
Ya, statusku duda dengan satu anak,” aku Ryuga seraya menarik bahu Aruna agar lebih mendekat padanya. Dia sama sekali tidak mengalihkan manik hitamnya dari Aji.Jawaban Ryuga membuat Aji meresponsnya dengan menggelengkan kepalanya kecil. Dia berpikir keras memikirkan bagaimana bisa Claudia memiliki hubungan dengan pria kaya, duda, dan sudah memiliki satu orang anak?Tidak adakah pria lajang yang menarik perhatiannya? Aji menaruh curiga … apa jangan-jangan Claudia sudah diguna-guna?Pandangan Aruna menatap takut-takut ke arah Aji. Pria itu tampak galak dan tatapannya sangat tidak ramah.“H-halo, Granddy …,” sapa Aruna sambil melirik Aji kemudian Bahtiar. “Halo … Eyang.” Gadis itu meneguk ludahnya dalam-dalam. “Aku Aruna Lusa Daksa.” Di akhir ucapannya, Aruna membubuhkan senyum manisnya.Situasinya canggung dan menegangkan luar biasa karena baik Aji maupun Bahtiar sama sekali tidak meresponsnya. Aji cukup dibuat tercengang dengan panggilan nama yang terucap dari bibir Aruna.Mendadak sa
Beberapa jam berlalu, tiba waktunya bagi Claudia untuk pulang setelah beres mengajar di kelas malam. Dia tidak lupa jika malam ini dirinya harus menemui Aji dan Bahtiar. Seperti biasa, mobil Ryuga sudah terparkir layaknya kereta kuda yang siap menjemput pasangannya ke acara pesta. Hufft~ Claudia mencoba mengatur napasnya dari jarak satu meter dengan mobil Ryuga. Wanita itu mempercepat langkahnya namun penuh kehati-hatian setelah Ryuga turun dari mobil untuk membukakan pintu. ‘Hanya menjemputku saja Ryuga serapi itu?’ batin Claudia tidak habis pikir. Ryuga tampak mengenakan jas untuk menutupi kaus putih yang dipakainya. Dan Claudia baru menyadari di detik ke sekian kala tangan Ryuga menyembunyikan sesuatu dibalik punggungnya. “Sudah lama, Ryuga?” tanya Claudia begitu tiba di hadapan pria itu. Kepala Ryuga menggeleng sebagai respons. Tangan kanan dibalik punggungnya bergerak perlahan ke depan, menampilkan sebuket bunga Peony berwarna putih yang sangat cantik. “Maaf atas sikapku ta
Merasa gemas dengan pertanyaan Claudia, Ryuga mendaratkan kecupan di bibir cherry wanita itu. Dan Claudia tidak sempat untuk menghindar. Untungnya Ryuga hanya sekadar mengecup, tidak lebih dari itu.Ada senyuman lembut di bibir tipis Ryuga kala menjauhkan wajah dari bibir cherry Claudia.Ryuga berucap, “Jelas kamu, Claudia Mada. Kenapa mempertanyakan itu, mmm?” Sorotan manik hitam pria itu menatap dalam ke arah Claudia.Sekali lagi Claudia kembali merasakan jika dia benar-benar dicintai melalui cara Ryuga menatapnya. Ryuga tidak bohong dengan ucapan jika pria itulah yang paling menyukai Claudia.Mendadak saja Claudia tersenyum dengan memiringkan kepalanya. Pipinya memanas, cepat-cepat Claudia menutupi wajahnya. Gawat! Degup jantungnya bekerja lebih cepat lagi.Tindakan Claudia itu membuat Ryuga keheranan. “Cemburu dengan Natasha, Claudia?” Dia menarik satu tangan Claudia yang menutupi wajah cantiknya.Hanya itu yang terlintas di dalam kepala Ryuga. Dan pertanyaan Ryuga itu seketika me
Tidak lama, selang Claudia dan Ryuga menyudahi pembicaraan, mobil hitam itu masuk ke dalam Paviliun yang dari luar terlihat menyeramkan.Setidaknya itu dalam pandangan Claudia. Pepohonan tinggi dan rimbun tampak memberikan kesan horror. Tapi, setelah dipikirkan bukankah akan lebih menyeramkan apa yang akan terjadi di dalam nanti?Netra mata Claudia tampak menyipit, dahinya mengernyit memperlihatkan raut wajah cantiknya yang gelisah.“Kalau takut, jangan dilihat, Claudia,” ucap Ryuga yang ternyata masih memperhatikan Claudia dari samping.Claudia segera mengalihkan pandangan dari jendela mobil. Dia meringis saat bertemu pandang dengan Ryuga.“Kenapa memilih bertemu di sini, Ryuga?” tanya Claudia tidak mengerti. Maksud Claudia, dari semua tempat yang ada, kenapa harus Paviliun dengan suasana seperti ini?“Ayahmu yang meminta,” jawab Ryuga seadanya. Dia mendengus mengingat dirinya tidak bisa menolak tempat yang sudah disewa oleh Aji.Ryuga takut jika restunya akan dicabut kalau-kalau Ryu
Semua orang menolehkan kepala untuk memastikan siapa pemilik suara wanita yang mengudara di belakang. Claudia sempat berpikir jika mungkin saja itu sosok hantu penunggu Paviliun. Tapi, rasa-rasanya suara wanita itu terdengar familier. “N-Natasha!” Emma yang pertama kali bersuara, dia memekik kaget. Wanita paruh baya itu sampai memegangi dadanya serta wajahnya yang memucat. Selama beberapa tahun terakhir tidak pernah melihat kemunculan Natasha di mana pun, tentu saja kehadirannya sangat mengejutkan bagi keluarga Daksa. “Ya, ini aku … Natasha.” Wanita itu bicara tanpa beban, mengabaikan tatapan-tatapan yang tidak menginginkan kehadirannya. “Siapa kamu?” tanya Bahtiar mewakili Aji dan Aland yang belum mengetahui wajah dari Natasha. Suaranya terdengar tidak ramah. Seharusnya Bahtiar menempatkan setidaknya satu penjaga untuk berjaga di sekitar Paviliun. Namun, dia tidak melakukan itu karena menghargai Aji. Pun, Rudi juga tidak membawa pengawalnya karena Ryuga yang meminta untuk orang
Semua anggota keluarga Daksa belum ada yang merespons ucapan Aruna. Pernyataan gadis itu terlalu mengejutkan dan membingungkan.Pun, sosok Natasha yang tidak kalah terkejut mendengar hal yang ke luar dari mulut putrinya itu.“Siapa yang mengatakan itu padamu, Aruna?” tanya Ryuga. Kedua alisnya menukik tajam. Rahangnya mengeras. Manik hitamnya menyorot Aruna dalam. “Natasha?!” Suara Ryuga terdengar penuh penekanan.Mendengar namanya dibawa-bawa, Natasha menggelengkan kepalanya. Dia mendengus kasar. “Bukankah sepanjang waktu Aruna bersamamu, Ryuga?” sindirnya. “Kapan aku memiliki waktu untuk mengatakan hal yang tidak masuk akal itu?!” Wanita itu merasa tertuduh. Mata besarnya mengkilap marah.“Kamu bisa saja menyuruh orang lain untuk mengusik ketenangan Aruna, Natasha!” tuduh Emma.Napas Natasha memburu. “Apa?! Aku bukan kalian–“Bisa hentikan perdebatan tidak berguna ini?” potong Claudia dengan tegas. Dia buru-buru menambahkan, “Apa untungnya saling menuduh tanpa disertai bukti?” Netra
Terlanjur dibuat kesal oleh darah dagingnya sendiri, Natasha bangkit dari duduknya. Mata besarnya menatap Aruna penuh amarah. “Beginikah sikapmu pada Mommy yang sudah melahirkanmu, Aruna?!” dengus Natasha. Hatinya merasa tercabik karena mendapati Aruna yang sama sekali tidak tertarik baik padanya maupun ayah kandungnya sendiri. “Aku rasa Ryuga tidak mendidikmu dengan sebaik itu.” Natasha menyalahkan Ryuga atas sikap kasar Aruna. Dia melayangkan tatapan kebencian ke arah pria itu. Ryuga sama sekali tidak memberikan respons. Hanya saja dahinya mengerut samar. Apa yang dikatakan Natasha tiba-tiba saja mengganggu isi kepala Ryuga. “Kamu sama sekali tidak berhak mengatakan hal tersebut, Natasha!” tegur Eyang Ila yang sedari tadi diam saja. “Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang,” tambahnya lagi dengan suaranya yang dingin. Benar. Eyang Ila mengusir Natasha. Tanpa harus disuruh dua kali, Natasha memang berniat untuk pergi. Dia mendengus kasar lalu menyeret kakinya untuk segera m
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.”Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian.Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu.“Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat.Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu.“Katakan saja.”Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.”Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Lilia ba
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du
Ternyata Ryuga benar. Dia sama sekali tidak salah mendengar. “Mas Ryuga?” ulang Ryuga lalu menusukkan ujung lidahnya di salah satu pipi. Dia mengurungkan niat–sebenarnya Ryuga hanya sekadar menggoda Claudia. Mendapati Ryuga yang merangkak mendekatinya, Claudia buru-buru meraih selimut dengan susah payah untuk menutupi tubuhnya yang polos. Setengah dari wajahnya sudah hampir tertutupi selimut, hanya saja Ryuga berhasil menariknya turun sebatas leher. “Ulangi, Claudia,” pintanya dengan suara yang rendah. Claudia menaikkan pandangan, menatap Ryuga, sebab tangan suaminya itu mengangkat dagunya. Seluruh wajah Claudia memanas. Bibir cherry-nya perlahan disentuh Ryuga dengan cara yang sensual. “Baiklah, jika memang Nyonya Daksa ini tidak mau bicara, aku menganggapmu tidak ingin melanjutkan– “Ja-hat!” Mendengar Claudia merutuk, sudut bibir Ryuga tertarik ke atas. Demi apapun, Claudia tampak menggemaskan. Apalagi Claudia yang menghindari kontak mata dengan manik hitamnya. “A–aku masih b
Warning: Mature content! Bagi yg kurang nyaman untuk baca, bisa skip bab ini okayyyy. Thank u … di atas ranjang.Namun, bukan berarti kehadiran calon anaknya yang sebentar lagi akan lahir tidak diinginkan oleh Ryuga. Dia sudah sangat menantikannya.“Lebih turun sedikit lagi, Claudia,” pinta Ryuga berbisik pelan di telinga istrinya itu dengan suaranya yang dalam. Tangannya membelai sisi pinggang atas Claudia yang terasa lembut.Pada kehamilan Claudia yang sudah menginjak tujuh bulan, Claudia tampak lebih berisi di beberapa bagian tubuh, salah satunya di bagian dada. Tangan Ryuga sudah bergeser pada bagian itu. Menekan lalu menggoda cherry di dada Claudia menggunakan dua jarinya.Satu lenguhan pelan mengudara. “Engh~”Dia
Mas RyugaMungkin sudah ratusan kali–oke, bagi Claudia itu berlebihan, rasanya sudah puluhan kali dia merapalkannya baik dalam hati maupun isi pikirannya. Bibirnya terlalu kelu untuk memanggil Ryuga demikian.Lidahnya terlalu kaku. Sisi dalam diri Claudia berbisik, ‘Semua akan terbiasa. Jadi, dicoba dulu, Clauuuu!’“Ryuga dan Aland belum pulang, Clau?”Celetukkan itu membuat Claudia mengerjapkan mata lantas menatap Sang Ayah yang sudah tampil rapi di hadapannya. “Ha? O–oh, belum, Yah. Sepertinya sebentar lagi,” jawab Claudia menduga-duga.Dia mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang kini menunjukkan baru pukul tujuh pagi. Sekitar satu setengah jam lalu, Aji mengatakan jika Ryuga dan Aland ke luar untuk lari pagi.Baru Claudia ketahui setelah menikah jika Ryuga akan pergi berolahraga minimal satu kali dalam seminggu. Claudia menolehkan wajahnya lagi ke arah Aji. “Ayah sudah harus pergi sekarang?”Aji menganggukkan kepalanya. “Rasanya ada yang kurang kalau belum Ayah pastikan s
Pras mengantarkan Aruna pulang sesuai jam yang sudah ditetapkan Aji. Tidak ada keanehan. Sepanjang makan malam pun, Aruna bahkan tak segan memamerkan manik-manik yang dibelikan Pras di Pasar Sabtu. Namun, sekitar hampir jam setengah sembilan malam, gadis itu mulai terbatuk-batuk dan kesulitan bernapas. Asma Aruna … kambuh. Dan di saat-saat seperti itu, kekhawatiran Ryuga datang dua kali lipat. Pria itu cekatan memastikan kebutuhan Aruna terpenuhi. Claudia tidak diperbolehkan membantu, hanya menemani Aruna yang berbaring di ranjang tidur. Lagi-lagi Claudia dibuat terpesona. Dia beberapa kali kedapatan menggigit bibir bawahnya, menginginkan sesuatu dari suaminya itu. Akan tetapi, dengan cepat Claudia menepis jauh-jauh pemikirannya. ‘Ish, mikir apa, sih, kamu, Clau?!’ “Mom, tidur dengan Aruna, ya, malam ini?” pinta gadis itu sambil memeluk lengan Claudia. Hal itu membuat fokus Claudia teralihkan. Dia tidak langsung mengiakan. Malah melemparkan pandangan pada Ryuga yang ternyata sudah
Ryuga menjeda ucapannya, dia belum sepenuhnya selesai. “Coba saja kalau kamu berani, Al.”Suaranya yang terdengar tegas dengan manik hitam yang menyorot tajam membuat Aland perlahan menarik kembali kepalanya ke dalam dan menutup pintu rapat-rapat setelah memberikan cengiran khasnya.‘Ya mana berani kalau sama Om Ryuga.’ Aland berani menghadapi masalah lain di luar sana, tapi jika menyangkut kakak iparnya, Aland rasanya sudah menyerah duluan.Pemuda itu meneguk ludahnya dalam-dalam. “Om Ryuga kapan nggak kelihatan seremnya, sih, Mbak?” keluhnya sambil berjalan mendekati Claudia. Jari telunjuk Aland mengambang, menunjuk ke arah perut besar kakak perempuannya. “Curiga … anaknya bakal mirip Om Ryuga banget kalau sudah dewasa.”Claudia mengelus perutnya dengan sayang. Bibir cherry-nya tersenyum mendengar Ryuga dalam keadaan marah pun masih peduli padanya. “Kok mesti dicurigai segala, Al? Wajar kalau mirip Ryuga, ‘kan memang Daddy-nya.”Mendaratkan bokongnya kembali di ranjang tidur, Aland