“Jangan ganggu Mbak Claudia, Aruna.”
Tiba-tiba saja Dirga datang dan hendak mengambil kotak susu kemasan tersebut. Tapi, tidak jadi karena Claudia lebih dulu mengambilnya.“Aruna nggak ganggu Mbak,” beritahu Claudia menatap tajam Dirga. Dia teringat bagaimana cara Dirga memperlakukan Aruna tadi. Sangat kasar.Sekarang, Claudia menatap Aruna. Sekeras apa pun Claudia berusaha mengenyahkan bayang-bayang Ryuga dalam sosok Aruna, sepertinya tidak akan pernah bisa.“Maafin sikap Dirga tadi ya, Aruna.” Mewakili Dirga, Claudia berucap maaf.“Kenapa jadi Mbak yang–“Siapa suruh kamu sekasar itu sama Aruna? Dia itu perempuan, Dirga. Perasaannya bisa dengan mudah terluka,” omel Claudia belum selesai. “Apa kamu selalu sekasar ini pada kekasihmu sendiri?!”Begini, Claudia menegaskan pada dirinya sendiri bahwa dia tidak membela Aruna karena dia putrinya Ryuga. Tapi, sikap Dirga sudah keterlaluan.Pemuda itu tak membalas, maniSepanjang perjalanan menuju kampus, Aruna menutup mulutnya rapat-rapat. Biasanya pasti Aruna akan sangat berisik dan mengganggu ketenangan Dirga.‘Ini Dirga betulan nggak ada inisiatif ngajak aku ngomong duluan?’ Aruna membatin sambil menatap punggung Dirga dengan senyum yang terlihat sedih.Sementara Dirga sendiri menyadari jika Aruna bersikap berbeda. Mungkin gara-gara hal di dapur tadi. Dirga sedikit menyesal dengan perbuatannya yang dipergoki secara tak sengaja oleh Claudia.Dirga takut Claudia berpikir lain-lain tentang dirinya.Sampai keduanya tiba di parkiran, Aruna menyodorkan helm tanpa suara cerianya. Keduanya sempat bersinggungan mata.“Aku pulangnya minta dijemput daddy aja.” Padahal Aruna hanya mengetes Dirga.Namun, dengan entengnya Dirga mengiyakan. “Ya udah.”Aruna sangat kesal mendengarnya. Dia menghentakkan kaki ke tanah dan memprotes, “Kamu nggak coba maksa aku buat pulang sama kamu, Dirga?!”
Seumur hidupnya, Claudia banyak menghabiskan waktu bertahun-tahun dengan Claire, teman dekatnya dari semasa SMA. Banyak hal yang telah dilalui oleh keduanya.Maka saat melihat dua sosok mahasiswa yang sedang tertawa-tiwi: yang satu terlihat bersikap manja dengan menggelayuti lengan sahabatnya, yang satunya lagi berusaha menepis, itu membuat Claudia teringat bagaimana dirinya dan Claire di masa lalu.‘Sadarlah, Claudia! Kamu hanya merindukan kenangannya saja!’ tekan Claudia dalam batinnya.Dia merengut, menanti dengan sabar kedatangan Ryuga yang akan menjemputnya Sabtu siang ini. Belasan menit lalu Ryuga mengirimkan pesan akan segera tiba di kampus. Jadi Claudia memutuskan menunggu Ryuga di gedung fakultas tempat dia mengajar.
Walaupun hanya pertunangan kontrak, Claudia merasa Ryuga memperlakukannya dengan baik dan tampak layaknya tunangan sungguhan.Pertanyaan sebelumnya yang ditanyakan Claudia dijawab tegas oleh Ryuga, “Sudah kubilang sebelumnya jika kamu berbeda, Claudia.”Seolah-olah Ryuga dapat menerima kepribadian Claudia dengan perbedaan yang ada pada dirinya sendiri. Tapi, perbedaan yang ada di antara keduanya terlalu kontras.‘Untuk apa aku memikirkan pantas atau tidak? Ryuga bilang, itu urusannya. Tugasku hanya menerima.’Lagipula menolak Ryuga adalah sebuah hal yang sia-sia. Pria itu selalu tampak mengintimidasi dan memaksakan kehendaknya. Seperti yang satu ini; pakaian yang dikenakan Claudia adalah pilihan Ryuga. Dress beludru berwarna maroon di bawah lutut yang tampak pas di tubuhnya. Malam ini Claudia tidak perlu repot-repot mendandani dirinya sendiri karena Ryuga mempermudah persiapan Claudia.“Sudah siap bertemu keluargaku, Claudia?”Di sampingnya, sosok Ryuga muncul dengan pakaian yang sen
Ini namanya bunuh diri. Claudia baru saja menyadari jika apa yang dilakukannya barusan adalah kebodohan.“Kyaaakk~ apa yang kamu lakukan, Claudia!’ rutuknya pada diri sendiri. Dia pasti tampak konyol di mata pasangan ayah dan anak itu. Alih-alih menunjukkan kepercayaan diri, dia malah bisa saja merusak reputasinya sendiri.Claudia memutar kepalanya ke belakang, melihat Ryuga. Bibirnya berucap tanpa suara, “A-aku harus gimana?” Tak lupa, wajahnya juga memelas. “Tolong aku, Ryuga.”Bibir tipis Ryuga menyeringai. Dia memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana dan menghampiri Claudia dengan santai.Di saat yang bersamaan, Aruna juga mendekat setelah beberapa saat mematung. Dia terkejut mendapati dosen baru yang juga kenalan Dirga, tiba-tiba saja berada di mansion keluarganya.“Daddy,” panggil Aruna pelan. Gadis itu menatap Ryuga serius. Sejurus kemudian, tiba-tiba Aruna melemparkan satu pukulan lemah di dada Ryuga.“Daddy jahat banget, sih, sama Aruna ….”Melihat itu jelas Claudia ter
Dan persis apa yang dikatakan Aruna, semua keluarga Ryuga sudah berkumpul dan menunggu kehadiran keduanya di meja makan panjang yang letaknya ada pada halaman belakang.Wajah-wajah yang Claudia lihat di dokumen yang Ryuga berikan, kini dia melihatnya secara langsung. Orang tuanya Ryuga: Rudi dan Emma, Eyang Ila, bahkan Tante Ratih dan keluarga kecilnya.Aruna berdeham lalu menyeletuk, “Calon mommy Aruna datangggg~!”“Aruna,” tegur sesosok wanita yang rambutnya hampir memutih. Eyang Ila membenarkan bingkai kacamatanya yang turun lalu menatap pada sosok di samping Aruna.Eyang Ila tersenyum, pun yang lain menyambut hangat kedatangan Claudia. Terkecuali Tante Ratih, yang senyumnya kelihatan sedikit dipaksakan.“Selamat datang, Nak.” Emma, ibunya Ryuga yang berbicara.Claudia mengangguk sopan serta senyum yang tak lepas dari bibirnya. “T-terima kasih, Tante.”“Duduklah,” ucap Ryuga menarik salah satu kursi untuk Claudia tepat di sebelahnya.Claudia tak langsung duduk di sana. Dia sempat b
‘Aku menyukai Claudia.’ ‘Itu sebabnya aku memilihnya.’ Claudia memejamkan matanya erat-erat. Lantas saat membuka mata, dia menemukan dirinya tengah berdiri di depan cermin kamar mandi tamu. “Ryuga sungguh pria berbahaya,” ucap Claudia menggelengkan kepalanya pelan. Dia mempunyai segala cara untuk membuat Claudia tak berkutik. Ryuga bahkan membuat Claudia menginap di kediaman keluarga Daksa. Itu tidak ada dalam rencana. Ryuga hanya mengundangnya untuk makan malam. Tapi, mengapa pakai acara menginap segala? Wanita itu ke luar dari kamar mandi dengan wajah tertekuk. Namun, dia berjengkit kaget saat menemukan sesosok gadis yang tengah berdiri di depan pintu kamar mandi. “Aruna,” pekik Claudia seraya memegangi jantungnya yang hampir copot. Ya, gadis itu Aruna. Dia menunjukkan wajah penuh penyesalan. “Bu Claudia, maaf aku mengganggu. Tapi, ada yang pengen aku obrolin,” ringis Aruna. Satu tangannya mengusap tengkuknya yang tidak gatal. Claudia langsung mengiakan, “Ayo, Aruna. Ibu jug
Melalui ekor matanya Ryuga melirik sekilas. Claudia tahu-tahu sudah ada di sebelahnya, ikut bersedekap dada dan memandang lurus ke depan. Entah bagaimana piyama milik Aruna begitu pas saat dikenakan Claudia.Wanita itu mengembuskan napas beratnya. “Aku … tidak masalah.”Ya, apa masalahnya? pikir Claudia. Buru-buru Claudia menolehkan wajahnya ke arah Ryuga, “Tolong jangan salah paham, Ryuga. Aku nggak berusaha mengambil hatinya Aruna.”Namun, Ryuga malah tersenyum. Di mata Claudia, senyum itu seperti tengah mengejeknya. Jadi, Claudia meyakinkan sekali lagi, “Aku serius. Lagipula Aruna kekasihnya Dirga—Claudia menjeda ucapannya. Dia teringat ucapan Aruna sebelumnya bahwa Ryuga mengetahui soal Dirga.Alisnya menekuk, “Ryuga,” panggil Claudia.Ryuga menyadari kala Claudia menyerukan namanya tidak secanggung dulu. Dan itu artinya sebuah kemajuan?“Ryuga.” Claudia memanggil lagi. Namun, Ryuga tidak merespons sama sekali. Dia tak bergeming di tempatnya.‘Pria ini kenapa?! Cosplay jadi patun
Esok harinya, Claudia sudah bangun pagi-pagi sekali. Dia memberanikan diri ke luar dari kamar tamu dan menuju ke satu tempat: kamar Ryuga.Pria itu sempat menunjukkan kamar yang ditempatinya semalam, “Kalau butuh apa-apa, kamu bisa datang ke kamarku, Claudia.” Kedengarannya tampak wajar, bukan? Tapi Ryuga menambahkan ucapannya, “Tenang saja, Aruna ada di kamar lain.”Memang bukan salah Ryuga jika Claudia salah menafsirkan ucapan pria itu. Hanya saja ucapan Ryuga terdengar ambigu bagi Claudia.Jarak antara kamar Ryuga dan kamarnya lumayan cukup jauh. Kamar Ryuga ada di sayap kanan sedangkan kamar Claudia di sayap kiri. Sepanjang jalan ke sana, Claudia mengedarkan pandangannya untuk melihat arsitektur bangunannya yang elegan.Sesampainya di depan kamar Ryuga, Claudia tidak langsung masuk. Dia menaikkan ponsel, mencari nomor Ryuga lalu meneleponnya. Claudia menunggu, tapi tidak ada jawaban.“Apa Ryuga masih tidur?” tebak Claudia. Semalam Claudia juga kesulitan tidur karena mengingat pelu
Karena pertolongan dua pemuda itu, Aruna dibaringkan di sisi lapangan tepat di bawah pohon yang cukup rindang sehingga tidak terpapar sinar matahari secara langsung.Usai membaringkan Aruna, Aland menatap ke arah gadis yang diduga sebagai teman larinya Aruna.“Kenapa Aruna bisa sampai pingsan segala?!” protesnya.Ditodong pertanyaan seperti itu, siapa yang tidak kesal? Anjani tidak merasa dirinya salah, alhasil dia menyahut santai. “Mana aku tahu. Kamu tanya Aruna saja.”Aland yang hendak menyahut lagi tertahan karena tangannya disentuh oleh pemuda yang bersamanya. “Tidak perlu marah-marah segala, Al. Mending kamu belikan Aruna minuman hangat.”“Sekalian sama minyak kayu putih, ya!” tambah Anjani. Takut disemprot lagi, Anjani menambahkan, “Biar Aruna cepet sadar ‘kan?!”Kalau bukan untuk Aruna, Aland mana mau. Mengembuskan napas berat, Aland pun berdiri lalu pergi meninggalkan keduanya.Entah kenapa Anjani merasa lucu melihat wajah kesal Aland yang tertahankan. Namun, fokusnya langsun
Tidak ingin menyia-nyiakan hari terakhir libur sebelum masuk perkuliahan, Aruna dan Anjani pagi-pagi sekali sudah siap dengan setelan training dan sweater rajut.Ya, keduanya memutuskan untuk berjalan sehat mengitari lapangan lari yang jaraknya tidak jauh dari kampus.“Nggak diantar Daddy kamu, Runa?” tanya Anjani begitu melihat Aruna yang datang turun dari ojek online.Aruna menggelengkan kepalanya. “Daddy lagi nggak ada.”“Emang Daddy kamu ke mana?” tanya Anjani lagi. Dia merasa penasaran. Anjani mengimbangi langkah Aruna untuk berjalan santai. Bukan berarti Anjani memutuskan tidak berlari seperti orang-orang di sekitarnya karena tahu Aruna memiliki asma, tapi itu karena Anjani malas saja. Dasar.Mata besar Aruna melirik teman dekatnya dengan senyum yang terlihat mengerikan. “Cari Mommy baru buat aku.”TUKKK“Aww, Anjani sakit!” ringis Aruna saat mendapatkan jitakan di pinggir dahinya.Tidak ada tanda-tanda Anjani menunjukkan perasaan bersalahnya. Dia malah mengajukan pertanyaan lag
Jika bukan karena alarm yang sudah menjerit-jerit, sepasang pria dan wanita yang tidur dalam satu ranjang itu tidak akan terbangun dalam bersamaan.Sang wanita berhasil membuka matanya lebih dulu. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, dia merasakan pergerakan dari sisi ranjangnya yang memang tidak begitu besar.Begitu menoleh, dia mendapati sesosok pria tampan yang tanpa mengenakan atasan juga tengah menolehkan kepalanya. Keduanya bertukar pandangan.“Saya bisa jelaskan–“Nggak perlu, gue inget apa yang terjadi semalam kok,” selanya dengan santai. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Dia kembali berucap, “Gue nggak akan minta pertanggung jawaban apa pun dari lo.” Nada bicaranya terdengar sangat serius sehingga membuat Sang pria mengerutkan dahinya samar.“Seharusnya saya bisa membantu Anda dengan cara yang lain, Nona Lilia.” Sang pria menyebutkan nama wanita yang terbaring di sebelahnya.‘Cara lain?’ batin Lilia sambil mendengus kasar. Satu-satunya cara yang ampuh untuk melep
Dilihat dari sudut mana pun, jika dari luar Claudia tampak baik-baik saja. Wanita itu baru saja berdiri dari kursi meja riasnya dan tengah memunguti kapas kotor untuk dibuangnya ke dalam tong sampah kecil di sudut ruangan.Namun, belum sempat beranjak pergi, ada sepasang tangan yang melingkari perutnya.“Ryuga,” tegur Claudia dengan suara yang mengalun lembut.Alih-alih mengerti maksud teguran halus itu, Ryuga malah sengaja mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Claudia.“Biarkan seperti ini dulu. Aku masih merindukanmu, Claudia.” Suara rendah Ryuga yang berbisik tepat di belakang cuping telinga Claudia membuat wanita itu merasa kegelian.Pandangan keduanya beradu tatap melalui cermin rias milik Claudia. Manik hitam pria itu menyorotnya lembut. Dan sudah bisa dipastikan itu memicu debar di dada Claudia.Untuk mengalihkan itu, Claudia memutuskan bertanya selagi dirinya teringat, “Apa aku tidak salah dengar kamu menyebut nama Lilia, Ryuga? Apa terjadi sesuatu padanya?”Ryuga mende
Dibalik Ryuga dan Claudia yang kini sudah tiba di flat, lain lagi Riel yang harus terjebak bersama Idellia. Pria itu kesulitan mencari celah untuk melarikan diri sebab Idellia yang kini setengah mabuk tampak gelonjotan di lengannya.Kewarasan Idellia pasti berkurang sebab dia dengan berani menyentuh lengan bisep Riel yang tampak berotot. Idellia bergumam, “Wow, ototmu besar juga!”Ekspresi Riel menunjukkan kerisihannya. Dia belum pernah bertemu wanita seagresif Idellia. Maka, sehalus mungkin Riel mencoba menepis lengan Idellia.Selain dia tidak suka bersikap kasar pada wanita, Idellia adalah teman dari Claudia.“Saya harus pergi, Nona Idellia. Sepertinya Pak Ryuga dan Bu Claudia juga sudah tidak lagi di Club,” beritahu Riel sambil menundukkan wajah untuk melihat ke arah kepala Idellia yang sekarang tengah bersandar di sebelah pundaknya.Pria itu mengembuskan napas beratnya. Kalau seperti ini, bagaimana caranya agar dia pergi?“Kamu … pergi?” lirih Idellia. “Jangannnn~,” jawabnya denga
Untuk apa menghindar jika tidak mempunyai salah? Lagipula … percuma saja menghindari Ryuga. Ditambah posisi untuk Claudia kabur sangat tidak memungkinkan karena kedua tangan Ryuga mencengkram sisi-sisi kursi yang diduduki Claudia. Wanita itu merasakan detak jantungnya meningkat kala bersinggungan mata dengan manik hitam Ryuga. Sesaat Claudia memejamkan matanya, ‘Astaga … jantungku.’ Rasanya seperti ingin meledak. Bertepatan Claudia membuka mata, suara berat Ryuga mengudara, “Ikut aku sekarang, Claudia!” Ucapannya jelas tidak ingin dibantah. Begitu tangan kiri Ryuga menyentuh lengannya, pandangan Claudia turun untuk melihat. Entah sejak kapan gips di tangan Ryuga berhasil dilepaskan. Tapi, yang pasti Claudia merasa bersyukur. Claudia tidak terlalu memperhatikan saat acara pameran berlangsung tadi. Sekarang, tahu-tahu saja Ryuga melepaskan lengan Claudia. Manik hitamnya menyorot Claudia tajam. “Mau aku gendong atau berjalan sendiri, Claudia?” tanyanya tidak sabar. Ditambah kedua
Pencahayaan lampu yang berkelap-kelip itu tidak terbiasa dilihat oleh netra mata Claudia sehingga dia membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi. Selain itu, ada hal lain yang membuat Claudia tiba-tiba saja menolak bergabung ke lantai dansa.“Nanti aku menyusul. Aku merasa haus, ingin pesan minuman,” beritahu Claudia beralibi.Untung saja yang lain tidak curiga. Zoya menyahut, “Oke, Clau.” Lantas Zoya, Praya, dan Fanya berlalu pergi. Meninggalkan Claudia dan Lilia yang berdiri bersisian.Claudia menolehkan wajahnya ke arah Lilia. “Kamu … mau pesan minuman juga, Lilia?”Wanita itu merespons dengan menganggukkan kepala. Lalu Lilia baru menolehkan wajahnya. Tanpa mengatakan apa pun, dia menyambar lengan Claudia dan menariknya pergi menuju meja bartender.Claudia pasrah saja tangannya ditarik karena sejujurnya dia sudah tidak memiliki energi apa pun. Pandangannya tampak kosong dan Claudia tidak memperhatikan kondisi sekitar, termasuk ekspresi wajah Lilia yang tampak berubah sedikit gelisah.
Miwa Club.Claudia kedapatan menghela napas saat melihat papan nama dari tempat Club tersebut."Masih memikirkan Ryuga, Clau?"Mendengar pertanyaan itu, Claudia menolehkan kepalanya ke arah sesosok wanita seusianya yang menunjukkan raut wajah polosnya. Begitulah Idellia.Kedua sudut bibir Claudia tersenyum tipis. "Kenapa aku harus memikirkan Ryuga?" jawabnya dengan pertanyaan lagi.Idellia belum sempat memprotes karena Claudia kembali menyambung ucapannya. "Ah, gara-gara ucapanku tadi, ya?" tebaknya. Kepala Claudia mengangguk. "Aku memang merindukannya. Tapi, itu tadi."Tentu lain lagi tadi dan sekarang. Claudia kembali tersenyum. Pandangannya turun dan tangannya menyambar lengan Idellia. Dengan santainya, Claudia berucap, "Let's go, Idel. Kita akan bersenang-senang 'kan malam ini?"Setengah tidak percaya dengan jawaban dan sikap Claudia, Idellia hanya mengangguk pasrah dan diam saja ketika Claudia setengah menyeret langkahnya.Wanita itu membatin sambil menatap punggung Claudia lamat
Bohong jika tidak satu hari pun Ryuga tidak memikirkan Claudia. Bahkan ketika Ryuga tertidur, dia sampai memimpikannya.Apa yang Claudia katakan hari itu masih membekas dalam ingatan Ryuga. Setiap ucapan yang terucap dari bibir cherry Claudia dan juga air wajah yang diperlihatkan wanita itu.‘Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi, Ryuga. Aku ingin … kita selesai.’“Kita sudah sampai, Pak Ryuga.” Perkataan Riel menyudahi aksi lamunan Ryuga yang sedikit menggores permukaan hatinya. Selain mengenai Aruna, hal yang bisa menyakitinya adalah Claudia.Ryuga berdehem lalu bertanya, “Claudia dan teman-temannya belum sampai ‘kan?”Manik hitamnya melirik Riel yang kini tengah duduk dibalik stir kemudi. Pria yang lebih muda darinya itu meraih ponsel di saku kemeja dan mengotak-atiknya sesaat sebelum menatap Ryuga dan memberikan jawaban.“Belum, Pak Ryuga. Idellia bilang mereka baru saja berangkat dari restoran menuju club,” papar Riel. “Idellia bilang dia sudah menyiapkan sesuatu. Kita han