“Sorry sorry, Aruna nggak maksud ganggu beneran!” Untuk pertama kalinya, Aruna tak sengaja hampir menyaksikan daddy-nya ‘bermesraan’ dengan seorang wanita tepat di depan mata. Dia agak menyesal harus datang di waktu yang tidak tepat. Lihat bagaimana Claudia kelabakan menatap ke arahnya setelah menjauhkan diri dari Ryuga. Wajah Ryuga tampak kesulitan, “Kenapa, Na?” tanyanya dengan suara yang sedikit serak. “Aruna pikir Bu Claudia hilang, soalnya nggak ada di kamar waktu Aruna cari. Jadi, Aruna mau tanya Daddy dan yah … ternyata Bu Claudia ada di sini,” jelas Aruna meringis sambil mengusap tengkuknya. “A-ah i-iya, Ibu ke sini karena ada yang mau ibu omongin sama daddy kamu.” Claudia melirik Ryuga dengan canggung. ‘Ayolah, buat pembelaan Ryuga!’ harap Claudia dalam hatinya. Namun, harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. “Claudia tidak mungkin hilang, Aruna,” kekeh Ryuga. “Dia tidak akan bisa ‘kabur’– Manik hitam Ryuga menatap Claudia yang juga tengah menatapnya, lalu melanj
Bertemu Ryuga lagi setelah kejadian tadi membuat Claudia tetap harus bersikap profesional di depan keluarga Ryuga.Tak peduli jika detak jantung Claudia bertalu-talu saat bersitatap dengan manik hitam Ryuga. Wanita itu tersenyum kecil ke arahnya.Dan Ryuga membalas senyuman Claudia. Tanpa pernah Claudia bayangkan, Ryuga bisa melempar senyum yang hangat layaknya Ryuga tersenyum pada Aruna.Claudia terpesona, hanya sesaat sebelum menggelengkan kepalanya.Lalu Ryuga mendekati kursi Aruna dan mendaratkan satu kecupan di pipi putrinya. Aruna memprotes, “Dad, mulai sekarang jangan cium-cium Aruna sembarangan.”Mendengarnya, Ryuga menaikkan alis. Dia duduk di kursinya, terhalang satu kursi oleh Claudia untuk bisa menatap Aruna.Baru akan menanyakan maksud Aruna, Emma mewakili Ryuga, “Kenapa sayang? Malu, ya?”Bukan Ryuga namanya kalau tidak gampang tersinggung, alisnya kian menekuk. Dia hendak bertanya, namun suara Aruna lebih cepat mengudara, “Iya, Grammie. Kan, Aruna sudah besar. Terus … m
[Ryuga: Aku ingin bicara]Claudia menerima satu pesan dari Ryuga Daksa.“Aish, Ryuga nggak marah ‘kan?”Meskipun Claudia takut, tapi mau tidak mau dia harus menghadapi Ryuga dengan segala cuacanya. Claudia sudah terikat kontrak dengannya.Jadi, setelah selesai bersiap-siap, Claudia menuju pintu kamarnya untuk keluar. Wanita itu memakai pakaian selutut dengan rompi berwarna putih. Aruna memberikannya. Tapi, dia bilang itu dari Ryuga.Dan begitu Claudia membuka pintu, netranya langsung bersibobok dengan Ryuga.“Mau bicara di mana?”Ryuga mengedikkan dagunya. Itu artinya di kamar. Setengah was-was, tapi Claudia tetap membuka pintu dan mempersilakan masuk. Sebenarnya Claudia ingin sekali membiarkan pintu kamar terbuka, hanya saja dia takut Ryuga membahas soal pertunangan kontrak.“Aku rasa kamu yang berlebihan disini, Claudia,” tegas Ryuga membuka suara.Pelipis Claudia berkedut mendengarnya, “Berlebihan apanya?”Claudia berusaha menatap ke arah Ryuga yang sudah menekuk kedua alisnya. Pri
Berubah pikiran, Claudia hendak membatalkan niat untuk pergi bersama Emma. Kini, Emma sudah ada di hadapan. Semula Claudia ragu, namun melihat Emma tersenyum–dan percayalah, senyumnya nyaris persis milik Ryuga, mengurangi rasa gugup Claudia.“T-Tante Emma, a-aku nggak bisa nemenin Tante buat pergi siang ini,” sesalnya.“Loh, kenapa, Clau? Pasti karena Ryuga, ya?” tebak Emma memasang wajah kecewa. Dia sudah bersiap-siap dan merasa senang bukan main akan pergi dengan Sang calon menantu.“Ryuga, awas saja kamu ya!”Kalau bukan putra satu-satunya, sudah Emma coret dari daftar warisan.Claudia melambai-lambaikan tangannya selagi berkata, “Bu-bukan, Tante. Aku ada urusan mendadak. Bukan karena Ryuga.”Wanita itu sudah pasrah jika Emma akan memarahi Claudia. Kepalanya tertunduk. Sejurus kemudian Claudia mengangkat kepalanya kala sebuah tangan menyentuhnya dengan hangat.“Tante kira karena Ryuga. Kalau gitu sayang banget ya, Clau,” sahutnya menunjukkan raut wajah kekecewaan. “Tante agak sedik
Jangan lakukan apapun sebelum aku menghubungimu lagi, Claudia.”Itu hal terakhir yang dikatakan Ryuga pada Claudia. Wanita itu berpikir sejenak selagi melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, “Memangnya aku akan melakukan apa?”Tak mau memikirkan itu lebih lanjut, Claudia teralihkan dengan kondisi rumah yang benar-benar sepi. Dia menebak jika Larissa dan Anton tidak ada di rumah.Pelipis Claudia berkedut samar, “Dirga,” gumamnya pelan.Alih-alih menuju kamar lotengnya, Claudia menyeret kakinya ke kamar Dirga yang letaknya tak jauh dari ruang tamu.“Dirr,” panggil Claudia dari luar kamar. Tangannya terangkat, mengetuk pintu.Tak ada suara. Claudia mencoba memutar knop pintu dan ternyata pintunya tidak dikunci!“Dirga, Mbak izin masuk ya!” ucap Claudia keras-keras. Rasa khawatir semakin menyerangnya. Dirga pasti ada di rumah sebab Vespa merah kesayangan pemuda itu ada di teras depan.“Dirga,” panggil Claudia lagi.Kamarnya gelap. Claudia mendekat ke sisi dinding untuk mencari saklar l
“Cie, kangen Aruna, ya?”Claudia mencolek lengan pemuda yang masih betah dengan posisinya itu. “Sampe demam begini,” lanjutnya terkekeh.“Apaan, sih,” kesal Dirga mengangkat kepalanya. Manik hitamnya menatap tajam, “Kenapa jadi Aruna?”Dirga kembali membaringkan tubuhnya dan menaruh kompresan di tempat semula. Dia tidak lagi memandang Claudia dan mencoba memejamkan mata.“Ya ‘kan kekasih kamu Aruna–Mata Claudia memandang penuh selidik, “Dirga, jangan bilang kamu punya selingkuhan?”“Enggaklah!” bantah Dirga.“Ya udah iya.” Claudia menyerah. Rasa gengsi Dirga terlalu tinggi untuk semudah itu mengakui. Claudia jadi menaruh rasa iba pada Aruna.Perlahan, Claudia turun dari ranjang tidur. “Mbak ke depan dulu, ya,” pamitnya lembut.Dirga hanya menggumam tidak jelas. Matanya baru terbuka kala terdengar pintu kamar ditutup. Pemuda itu menghela napas kasar, “Gue kangen lo … Mbak Claudia.”Sementara Claudia sendiri memutuskan duduk sebentar di ruang tamu untuk menunggu makanan datang. Sambil
Sebelum pergi, Sam memutuskan untuk melihat keadaan Dirga. Saat dia masuk ke dalam kamar pemuda itu, Dirga tampak terkejut melihat sosok sepupunya tersebut.“Bang Sam?!”Sam menaikkan satu alisnya, “Clau bilang lo sakit, kenapa malah main ponsel?”Ya, Dirga tengah memegangi ponsel saat Sam masuk ke kamarnya. Pemuda itu melempar ponsel ke sisi ranjang.“Suka-suka gue,” sahutnya tak ramah. Manik hitamnya bergerak ke ke belakang Sam. “Mana Mbak Claudia?”Tidak mungkin Sam tidak bertemu Claudia ‘kan? Dirga merasa khawatir dengan perasaan Claudia.“Mmm tuh,” tunjuk Sam menolehkan wajahnya ke belakang dan sosok Claudia hendak masuk ke dalam sambil membawa nampan.“Kak, bisa tolong minggir?” tanya Claudia tanpa menatap Sam. Pria itu segera memberikan Claudia akses untuk masuk.“Mau Kakak bantu–“Nggak perlu, Kak Sam, makasih,” tolak Claudia dengan tegas.Pria jangkung itu melipat kedua tangannya di dada lalu menyandarkan sisi tubuhnya pada pintu dan menatap Dirga, “Jangan banyak bertingkah d
Sore ini Claudia dan Dirga jadi pergi ke sebuah restoran ayam yang terletak di salah satu mall. Jaraknya setengah jam lebih dari rumah.“Biar Mbak yang traktir,” ucap Claudia sesaat setelah masuk ke dalam dan sedang melihat-lihat menu.Meskipun uang pegangan Claudia sudah sangat menipis, dia berniat mentraktir Dirga karena pemuda itu sudah baik padanya.“Apaan, sih, gue aja yang bayar,” tolak Dirga tidak terima. Egonya terluka sebagai seorang pria sejati jika sampai sang wanita yang membayar makanannya.“Nggak usah, Mbak–“Tolong ya, gue cuma mau makan ayam sama Mbak, nggak minta dibayarin pula!” sela Dirga memasang wajah dinginnya.“Oke oke, galak banget, sih,” cibir Claudia tidak habis pikir. Dia menurut saja apa kata Dirga daripada membuat pemuda itu mengeluarkan taringnya.Keduanya memesan ayam satu paket untuk dua orang, pesanan diambil dan langsung bayar, Claudia mengedarkan pandangan untuk mencari tempat duduk. Tersisa beberapa meja yang kosong. Pandangan Claudia tertuju pada s
Karena pertolongan dua pemuda itu, Aruna dibaringkan di sisi lapangan tepat di bawah pohon yang cukup rindang sehingga tidak terpapar sinar matahari secara langsung.Usai membaringkan Aruna, Aland menatap ke arah gadis yang diduga sebagai teman larinya Aruna.“Kenapa Aruna bisa sampai pingsan segala?!” protesnya.Ditodong pertanyaan seperti itu, siapa yang tidak kesal? Anjani tidak merasa dirinya salah, alhasil dia menyahut santai. “Mana aku tahu. Kamu tanya Aruna saja.”Aland yang hendak menyahut lagi tertahan karena tangannya disentuh oleh pemuda yang bersamanya. “Tidak perlu marah-marah segala, Al. Mending kamu belikan Aruna minuman hangat.”“Sekalian sama minyak kayu putih, ya!” tambah Anjani. Takut disemprot lagi, Anjani menambahkan, “Biar Aruna cepet sadar ‘kan?!”Kalau bukan untuk Aruna, Aland mana mau. Mengembuskan napas berat, Aland pun berdiri lalu pergi meninggalkan keduanya.Entah kenapa Anjani merasa lucu melihat wajah kesal Aland yang tertahankan. Namun, fokusnya langsun
Tidak ingin menyia-nyiakan hari terakhir libur sebelum masuk perkuliahan, Aruna dan Anjani pagi-pagi sekali sudah siap dengan setelan training dan sweater rajut.Ya, keduanya memutuskan untuk berjalan sehat mengitari lapangan lari yang jaraknya tidak jauh dari kampus.“Nggak diantar Daddy kamu, Runa?” tanya Anjani begitu melihat Aruna yang datang turun dari ojek online.Aruna menggelengkan kepalanya. “Daddy lagi nggak ada.”“Emang Daddy kamu ke mana?” tanya Anjani lagi. Dia merasa penasaran. Anjani mengimbangi langkah Aruna untuk berjalan santai. Bukan berarti Anjani memutuskan tidak berlari seperti orang-orang di sekitarnya karena tahu Aruna memiliki asma, tapi itu karena Anjani malas saja. Dasar.Mata besar Aruna melirik teman dekatnya dengan senyum yang terlihat mengerikan. “Cari Mommy baru buat aku.”TUKKK“Aww, Anjani sakit!” ringis Aruna saat mendapatkan jitakan di pinggir dahinya.Tidak ada tanda-tanda Anjani menunjukkan perasaan bersalahnya. Dia malah mengajukan pertanyaan lag
Jika bukan karena alarm yang sudah menjerit-jerit, sepasang pria dan wanita yang tidur dalam satu ranjang itu tidak akan terbangun dalam bersamaan.Sang wanita berhasil membuka matanya lebih dulu. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, dia merasakan pergerakan dari sisi ranjangnya yang memang tidak begitu besar.Begitu menoleh, dia mendapati sesosok pria tampan yang tanpa mengenakan atasan juga tengah menolehkan kepalanya. Keduanya bertukar pandangan.“Saya bisa jelaskan–“Nggak perlu, gue inget apa yang terjadi semalam kok,” selanya dengan santai. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Dia kembali berucap, “Gue nggak akan minta pertanggung jawaban apa pun dari lo.” Nada bicaranya terdengar sangat serius sehingga membuat Sang pria mengerutkan dahinya samar.“Seharusnya saya bisa membantu Anda dengan cara yang lain, Nona Lilia.” Sang pria menyebutkan nama wanita yang terbaring di sebelahnya.‘Cara lain?’ batin Lilia sambil mendengus kasar. Satu-satunya cara yang ampuh untuk melep
Dilihat dari sudut mana pun, jika dari luar Claudia tampak baik-baik saja. Wanita itu baru saja berdiri dari kursi meja riasnya dan tengah memunguti kapas kotor untuk dibuangnya ke dalam tong sampah kecil di sudut ruangan.Namun, belum sempat beranjak pergi, ada sepasang tangan yang melingkari perutnya.“Ryuga,” tegur Claudia dengan suara yang mengalun lembut.Alih-alih mengerti maksud teguran halus itu, Ryuga malah sengaja mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Claudia.“Biarkan seperti ini dulu. Aku masih merindukanmu, Claudia.” Suara rendah Ryuga yang berbisik tepat di belakang cuping telinga Claudia membuat wanita itu merasa kegelian.Pandangan keduanya beradu tatap melalui cermin rias milik Claudia. Manik hitam pria itu menyorotnya lembut. Dan sudah bisa dipastikan itu memicu debar di dada Claudia.Untuk mengalihkan itu, Claudia memutuskan bertanya selagi dirinya teringat, “Apa aku tidak salah dengar kamu menyebut nama Lilia, Ryuga? Apa terjadi sesuatu padanya?”Ryuga mende
Dibalik Ryuga dan Claudia yang kini sudah tiba di flat, lain lagi Riel yang harus terjebak bersama Idellia. Pria itu kesulitan mencari celah untuk melarikan diri sebab Idellia yang kini setengah mabuk tampak gelonjotan di lengannya.Kewarasan Idellia pasti berkurang sebab dia dengan berani menyentuh lengan bisep Riel yang tampak berotot. Idellia bergumam, “Wow, ototmu besar juga!”Ekspresi Riel menunjukkan kerisihannya. Dia belum pernah bertemu wanita seagresif Idellia. Maka, sehalus mungkin Riel mencoba menepis lengan Idellia.Selain dia tidak suka bersikap kasar pada wanita, Idellia adalah teman dari Claudia.“Saya harus pergi, Nona Idellia. Sepertinya Pak Ryuga dan Bu Claudia juga sudah tidak lagi di Club,” beritahu Riel sambil menundukkan wajah untuk melihat ke arah kepala Idellia yang sekarang tengah bersandar di sebelah pundaknya.Pria itu mengembuskan napas beratnya. Kalau seperti ini, bagaimana caranya agar dia pergi?“Kamu … pergi?” lirih Idellia. “Jangannnn~,” jawabnya denga
Untuk apa menghindar jika tidak mempunyai salah? Lagipula … percuma saja menghindari Ryuga. Ditambah posisi untuk Claudia kabur sangat tidak memungkinkan karena kedua tangan Ryuga mencengkram sisi-sisi kursi yang diduduki Claudia. Wanita itu merasakan detak jantungnya meningkat kala bersinggungan mata dengan manik hitam Ryuga. Sesaat Claudia memejamkan matanya, ‘Astaga … jantungku.’ Rasanya seperti ingin meledak. Bertepatan Claudia membuka mata, suara berat Ryuga mengudara, “Ikut aku sekarang, Claudia!” Ucapannya jelas tidak ingin dibantah. Begitu tangan kiri Ryuga menyentuh lengannya, pandangan Claudia turun untuk melihat. Entah sejak kapan gips di tangan Ryuga berhasil dilepaskan. Tapi, yang pasti Claudia merasa bersyukur. Claudia tidak terlalu memperhatikan saat acara pameran berlangsung tadi. Sekarang, tahu-tahu saja Ryuga melepaskan lengan Claudia. Manik hitamnya menyorot Claudia tajam. “Mau aku gendong atau berjalan sendiri, Claudia?” tanyanya tidak sabar. Ditambah kedua
Pencahayaan lampu yang berkelap-kelip itu tidak terbiasa dilihat oleh netra mata Claudia sehingga dia membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi. Selain itu, ada hal lain yang membuat Claudia tiba-tiba saja menolak bergabung ke lantai dansa.“Nanti aku menyusul. Aku merasa haus, ingin pesan minuman,” beritahu Claudia beralibi.Untung saja yang lain tidak curiga. Zoya menyahut, “Oke, Clau.” Lantas Zoya, Praya, dan Fanya berlalu pergi. Meninggalkan Claudia dan Lilia yang berdiri bersisian.Claudia menolehkan wajahnya ke arah Lilia. “Kamu … mau pesan minuman juga, Lilia?”Wanita itu merespons dengan menganggukkan kepala. Lalu Lilia baru menolehkan wajahnya. Tanpa mengatakan apa pun, dia menyambar lengan Claudia dan menariknya pergi menuju meja bartender.Claudia pasrah saja tangannya ditarik karena sejujurnya dia sudah tidak memiliki energi apa pun. Pandangannya tampak kosong dan Claudia tidak memperhatikan kondisi sekitar, termasuk ekspresi wajah Lilia yang tampak berubah sedikit gelisah.
Miwa Club.Claudia kedapatan menghela napas saat melihat papan nama dari tempat Club tersebut."Masih memikirkan Ryuga, Clau?"Mendengar pertanyaan itu, Claudia menolehkan kepalanya ke arah sesosok wanita seusianya yang menunjukkan raut wajah polosnya. Begitulah Idellia.Kedua sudut bibir Claudia tersenyum tipis. "Kenapa aku harus memikirkan Ryuga?" jawabnya dengan pertanyaan lagi.Idellia belum sempat memprotes karena Claudia kembali menyambung ucapannya. "Ah, gara-gara ucapanku tadi, ya?" tebaknya. Kepala Claudia mengangguk. "Aku memang merindukannya. Tapi, itu tadi."Tentu lain lagi tadi dan sekarang. Claudia kembali tersenyum. Pandangannya turun dan tangannya menyambar lengan Idellia. Dengan santainya, Claudia berucap, "Let's go, Idel. Kita akan bersenang-senang 'kan malam ini?"Setengah tidak percaya dengan jawaban dan sikap Claudia, Idellia hanya mengangguk pasrah dan diam saja ketika Claudia setengah menyeret langkahnya.Wanita itu membatin sambil menatap punggung Claudia lamat
Bohong jika tidak satu hari pun Ryuga tidak memikirkan Claudia. Bahkan ketika Ryuga tertidur, dia sampai memimpikannya.Apa yang Claudia katakan hari itu masih membekas dalam ingatan Ryuga. Setiap ucapan yang terucap dari bibir cherry Claudia dan juga air wajah yang diperlihatkan wanita itu.‘Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi, Ryuga. Aku ingin … kita selesai.’“Kita sudah sampai, Pak Ryuga.” Perkataan Riel menyudahi aksi lamunan Ryuga yang sedikit menggores permukaan hatinya. Selain mengenai Aruna, hal yang bisa menyakitinya adalah Claudia.Ryuga berdehem lalu bertanya, “Claudia dan teman-temannya belum sampai ‘kan?”Manik hitamnya melirik Riel yang kini tengah duduk dibalik stir kemudi. Pria yang lebih muda darinya itu meraih ponsel di saku kemeja dan mengotak-atiknya sesaat sebelum menatap Ryuga dan memberikan jawaban.“Belum, Pak Ryuga. Idellia bilang mereka baru saja berangkat dari restoran menuju club,” papar Riel. “Idellia bilang dia sudah menyiapkan sesuatu. Kita han