Esok harinya, Claudia sudah bangun pagi-pagi sekali. Dia memberanikan diri ke luar dari kamar tamu dan menuju ke satu tempat: kamar Ryuga.Pria itu sempat menunjukkan kamar yang ditempatinya semalam, “Kalau butuh apa-apa, kamu bisa datang ke kamarku, Claudia.” Kedengarannya tampak wajar, bukan? Tapi Ryuga menambahkan ucapannya, “Tenang saja, Aruna ada di kamar lain.”Memang bukan salah Ryuga jika Claudia salah menafsirkan ucapan pria itu. Hanya saja ucapan Ryuga terdengar ambigu bagi Claudia.Jarak antara kamar Ryuga dan kamarnya lumayan cukup jauh. Kamar Ryuga ada di sayap kanan sedangkan kamar Claudia di sayap kiri. Sepanjang jalan ke sana, Claudia mengedarkan pandangannya untuk melihat arsitektur bangunannya yang elegan.Sesampainya di depan kamar Ryuga, Claudia tidak langsung masuk. Dia menaikkan ponsel, mencari nomor Ryuga lalu meneleponnya. Claudia menunggu, tapi tidak ada jawaban.“Apa Ryuga masih tidur?” tebak Claudia. Semalam Claudia juga kesulitan tidur karena mengingat pelu
“Sorry sorry, Aruna nggak maksud ganggu beneran!” Untuk pertama kalinya, Aruna tak sengaja hampir menyaksikan daddy-nya ‘bermesraan’ dengan seorang wanita tepat di depan mata. Dia agak menyesal harus datang di waktu yang tidak tepat. Lihat bagaimana Claudia kelabakan menatap ke arahnya setelah menjauhkan diri dari Ryuga. Wajah Ryuga tampak kesulitan, “Kenapa, Na?” tanyanya dengan suara yang sedikit serak. “Aruna pikir Bu Claudia hilang, soalnya nggak ada di kamar waktu Aruna cari. Jadi, Aruna mau tanya Daddy dan yah … ternyata Bu Claudia ada di sini,” jelas Aruna meringis sambil mengusap tengkuknya. “A-ah i-iya, Ibu ke sini karena ada yang mau ibu omongin sama daddy kamu.” Claudia melirik Ryuga dengan canggung. ‘Ayolah, buat pembelaan Ryuga!’ harap Claudia dalam hatinya. Namun, harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. “Claudia tidak mungkin hilang, Aruna,” kekeh Ryuga. “Dia tidak akan bisa ‘kabur’– Manik hitam Ryuga menatap Claudia yang juga tengah menatapnya, lalu melanj
Bertemu Ryuga lagi setelah kejadian tadi membuat Claudia tetap harus bersikap profesional di depan keluarga Ryuga.Tak peduli jika detak jantung Claudia bertalu-talu saat bersitatap dengan manik hitam Ryuga. Wanita itu tersenyum kecil ke arahnya.Dan Ryuga membalas senyuman Claudia. Tanpa pernah Claudia bayangkan, Ryuga bisa melempar senyum yang hangat layaknya Ryuga tersenyum pada Aruna.Claudia terpesona, hanya sesaat sebelum menggelengkan kepalanya.Lalu Ryuga mendekati kursi Aruna dan mendaratkan satu kecupan di pipi putrinya. Aruna memprotes, “Dad, mulai sekarang jangan cium-cium Aruna sembarangan.”Mendengarnya, Ryuga menaikkan alis. Dia duduk di kursinya, terhalang satu kursi oleh Claudia untuk bisa menatap Aruna.Baru akan menanyakan maksud Aruna, Emma mewakili Ryuga, “Kenapa sayang? Malu, ya?”Bukan Ryuga namanya kalau tidak gampang tersinggung, alisnya kian menekuk. Dia hendak bertanya, namun suara Aruna lebih cepat mengudara, “Iya, Grammie. Kan, Aruna sudah besar. Terus … m
[Ryuga: Aku ingin bicara]Claudia menerima satu pesan dari Ryuga Daksa.“Aish, Ryuga nggak marah ‘kan?”Meskipun Claudia takut, tapi mau tidak mau dia harus menghadapi Ryuga dengan segala cuacanya. Claudia sudah terikat kontrak dengannya.Jadi, setelah selesai bersiap-siap, Claudia menuju pintu kamarnya untuk keluar. Wanita itu memakai pakaian selutut dengan rompi berwarna putih. Aruna memberikannya. Tapi, dia bilang itu dari Ryuga.Dan begitu Claudia membuka pintu, netranya langsung bersibobok dengan Ryuga.“Mau bicara di mana?”Ryuga mengedikkan dagunya. Itu artinya di kamar. Setengah was-was, tapi Claudia tetap membuka pintu dan mempersilakan masuk. Sebenarnya Claudia ingin sekali membiarkan pintu kamar terbuka, hanya saja dia takut Ryuga membahas soal pertunangan kontrak.“Aku rasa kamu yang berlebihan disini, Claudia,” tegas Ryuga membuka suara.Pelipis Claudia berkedut mendengarnya, “Berlebihan apanya?”Claudia berusaha menatap ke arah Ryuga yang sudah menekuk kedua alisnya. Pri
Berubah pikiran, Claudia hendak membatalkan niat untuk pergi bersama Emma. Kini, Emma sudah ada di hadapan. Semula Claudia ragu, namun melihat Emma tersenyum–dan percayalah, senyumnya nyaris persis milik Ryuga, mengurangi rasa gugup Claudia.“T-Tante Emma, a-aku nggak bisa nemenin Tante buat pergi siang ini,” sesalnya.“Loh, kenapa, Clau? Pasti karena Ryuga, ya?” tebak Emma memasang wajah kecewa. Dia sudah bersiap-siap dan merasa senang bukan main akan pergi dengan Sang calon menantu.“Ryuga, awas saja kamu ya!”Kalau bukan putra satu-satunya, sudah Emma coret dari daftar warisan.Claudia melambai-lambaikan tangannya selagi berkata, “Bu-bukan, Tante. Aku ada urusan mendadak. Bukan karena Ryuga.”Wanita itu sudah pasrah jika Emma akan memarahi Claudia. Kepalanya tertunduk. Sejurus kemudian Claudia mengangkat kepalanya kala sebuah tangan menyentuhnya dengan hangat.“Tante kira karena Ryuga. Kalau gitu sayang banget ya, Clau,” sahutnya menunjukkan raut wajah kekecewaan. “Tante agak sedik
Jangan lakukan apapun sebelum aku menghubungimu lagi, Claudia.”Itu hal terakhir yang dikatakan Ryuga pada Claudia. Wanita itu berpikir sejenak selagi melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, “Memangnya aku akan melakukan apa?”Tak mau memikirkan itu lebih lanjut, Claudia teralihkan dengan kondisi rumah yang benar-benar sepi. Dia menebak jika Larissa dan Anton tidak ada di rumah.Pelipis Claudia berkedut samar, “Dirga,” gumamnya pelan.Alih-alih menuju kamar lotengnya, Claudia menyeret kakinya ke kamar Dirga yang letaknya tak jauh dari ruang tamu.“Dirr,” panggil Claudia dari luar kamar. Tangannya terangkat, mengetuk pintu.Tak ada suara. Claudia mencoba memutar knop pintu dan ternyata pintunya tidak dikunci!“Dirga, Mbak izin masuk ya!” ucap Claudia keras-keras. Rasa khawatir semakin menyerangnya. Dirga pasti ada di rumah sebab Vespa merah kesayangan pemuda itu ada di teras depan.“Dirga,” panggil Claudia lagi.Kamarnya gelap. Claudia mendekat ke sisi dinding untuk mencari saklar l
“Cie, kangen Aruna, ya?”Claudia mencolek lengan pemuda yang masih betah dengan posisinya itu. “Sampe demam begini,” lanjutnya terkekeh.“Apaan, sih,” kesal Dirga mengangkat kepalanya. Manik hitamnya menatap tajam, “Kenapa jadi Aruna?”Dirga kembali membaringkan tubuhnya dan menaruh kompresan di tempat semula. Dia tidak lagi memandang Claudia dan mencoba memejamkan mata.“Ya ‘kan kekasih kamu Aruna–Mata Claudia memandang penuh selidik, “Dirga, jangan bilang kamu punya selingkuhan?”“Enggaklah!” bantah Dirga.“Ya udah iya.” Claudia menyerah. Rasa gengsi Dirga terlalu tinggi untuk semudah itu mengakui. Claudia jadi menaruh rasa iba pada Aruna.Perlahan, Claudia turun dari ranjang tidur. “Mbak ke depan dulu, ya,” pamitnya lembut.Dirga hanya menggumam tidak jelas. Matanya baru terbuka kala terdengar pintu kamar ditutup. Pemuda itu menghela napas kasar, “Gue kangen lo … Mbak Claudia.”Sementara Claudia sendiri memutuskan duduk sebentar di ruang tamu untuk menunggu makanan datang. Sambil
Sebelum pergi, Sam memutuskan untuk melihat keadaan Dirga. Saat dia masuk ke dalam kamar pemuda itu, Dirga tampak terkejut melihat sosok sepupunya tersebut.“Bang Sam?!”Sam menaikkan satu alisnya, “Clau bilang lo sakit, kenapa malah main ponsel?”Ya, Dirga tengah memegangi ponsel saat Sam masuk ke kamarnya. Pemuda itu melempar ponsel ke sisi ranjang.“Suka-suka gue,” sahutnya tak ramah. Manik hitamnya bergerak ke ke belakang Sam. “Mana Mbak Claudia?”Tidak mungkin Sam tidak bertemu Claudia ‘kan? Dirga merasa khawatir dengan perasaan Claudia.“Mmm tuh,” tunjuk Sam menolehkan wajahnya ke belakang dan sosok Claudia hendak masuk ke dalam sambil membawa nampan.“Kak, bisa tolong minggir?” tanya Claudia tanpa menatap Sam. Pria itu segera memberikan Claudia akses untuk masuk.“Mau Kakak bantu–“Nggak perlu, Kak Sam, makasih,” tolak Claudia dengan tegas.Pria jangkung itu melipat kedua tangannya di dada lalu menyandarkan sisi tubuhnya pada pintu dan menatap Dirga, “Jangan banyak bertingkah d
Pras menarik jari miliknya dari bibir Aruna usai menutup pintu kamar hotel yang ditempati Aland dan Dirga. Sementara Aruna termangu menatap wajah pemuda tampan yang baru dua kali ditemuinya.Mata besarnya mengedip lambat, memastikan. ‘Ini beneran Pras? Ya ampun!’Sejujurnya di satu sisi Aruna merasa senang, akhirnya dia memiliki momen untuk bertemu Pras! Mata besarnya berbinar seolah baru saja menemukan sebuah harta karun.“Urungkan niatmu jika ingin menemui Dirga sekarang,” celetuk Pras menatap Aruna lekat-lekat. Dia menambahkan, “Setidaknya, tunggu sampai besok, Aruna.”Ini sudah lebih dari larut malam. Pras tidak bermaksud apa pun, hanya mengatakan untuk kebaikan saja.“Kamu sama Dirga berantem, Pras?”Mengabaikan perkataan Pras, Aruna langsung menodong pemuda itu dengan pertanyaan yang membuat Pras langsung membuang wajah ke samping kiri. Tangannya mengusap sudut bibir yang tampak terluka.Dahi Pras mengerut samar. Terdengar ringisan keluar dari bibirnya. Dugaan Aruna tidak melese
“Sosok yang ada di ruangan itu siapa, Runa? Terus maksudnya Kakakmu, Kak Garvi … koma?” Anjani benar-benar sudah dibuat penasaran. Tapi, mendadak Aruna menghentikkan cerita di tengah-tengah. Pandangan gadis itu tampak mengawang seolah tengah mengingat-ingat kejadian pada hari tersebut. Anjani mengembuskan napas berat. Dia tidak bisa digantungkan. Air wajahnya menunjukkan bentuk protes. “Aku nggak bisa tidur kalau kamu belum kasih tahu– “Iya, Kak Garvi koma, Jani,” sela Aruna dengan suara yang lirih. Aruna mengangkat satu tangannya ke arah langit-langit kamar lantas melipat dua jarinya. “Dirga bilang, hampir jalan tiga tahunan lebih … mungkin aja ini tahun keempat?” Aruna tidak begitu yakin. Lantas Aruna menghadapkan tubuhnya ke arah Anjani dan menatapnya lekat-lekat. “Kamu tahu apa penyebabnya, Jani?” Jika tadi Anjani sangat penasaran, kini mendadak Anjani takut mendengarnya setelah melihat air wajah Aruna yang tampak sendu. “A–apa?” Sudut bibir Aruna menyunggingkan senyum yang
Alih-alih langsung tertidur usai terakhir kali seperti apa yang Claudia katakan, baik Claudia maupun Ryuga masih memiliki energi untuk saling mengobrol sambil berpelukan satu sama lain. Claudia bisa merasakan debar jantung Ryuga begitu tangannya tidak sengaja menyentuh bagian dada. Ketika akan menariknya, Ryuga menahan lengan kecil istrinya agar tetap di sana. “Aku ingin membuat satu pengakuan, Claudia.” Suara beratnya terasa di ubun-ubun Claudia. Penasaran akan hal itu, Claudia mendongakkan kepala agar bisa menatap wajah tampan suaminya. “Pengakuan apa, Ryuga?” Bibir tipis Ryuga mengulas senyum. Dia mendaratkan kecupan di puncak kepala Claudia sebelum mengatakan, “Aku mencintaimu, Claudia.” Pengakuan Ryuga mengundang senyum di bibir cherry Claudia. Dia menatap lamat-lamat manik hitam Ryuga. “Apa yang membuatmu mencintaiku, Ryuga?” Claudia menambahkan, “Jika mengingat aku pernah menyewa gigolo, tidakkah seharusnya kamu berpikir dua kali untuk menaruh perasaan padaku, Ryuga?” Fakt
Ryuga tidak bercanda saat mengatakan akan membuat Claudia mendesahkan namanya sepanjang malam. Sekarang, bahkan sudah lewat dari jam setengah satu dini hari. Dan Ryuga masih belum ingin menyudahi aktivitas favoritnya dengan Claudia. Pria itu masih berada di atas, menatap wajah cantik Claudia lamat-lamat sambil terus menggerakkan bagian pinggangnya ke bawah. Penyatuan itu nyaris membuat Ryuga bergerak secara kasar jika tidak teringat bahwa ini pertama kalinya Claudia bercinta. “Ahh … Ryu~” Beberapa kali Claudia mencoba meredam suara desahan miliknya yang terdengar erotis dengan cara menutup mulut menggunakan punggung tangannya. Akan tetapi, setiap kali Claudia melakukan itu, Ryuga akan menepis tangan Claudia dan menautkan jari lentik itu dengan jari besarnya di atas bantal. Sementara itu, satu tangan Ryuga yang lain sibuk memegangi Claudia yang tersampir di bahu kirinya. Kepala Ryuga sedikit tertunduk untuk bisa mengecup bahkan memberikan belaian halus dari lidahnya pada bawah lutut
“A–aku butuh ke kamar mandi lebih dulu.”Mata Claudia tampak meringis. Gelagatnya juga tampak gelisah. Melihat gerak-gerik tersebut, Ryuga menafsirkan jika memang Claudia butuh pergi ke kamar mandi untuk menyelesaikan urusannya.Maka, pria itu menganggukkan kepala. “Yasudah. Kamu yang pertama pakai kamar mandinya, Claudia.” Kebetulan ada yang harus Ryuga lakukan selagi menunggu gilirannya mandi.“O–oke, Ryuga. Terima kasih,” ucap Claudia sambil berniat untuk pergi. Namun, Ryuga menahan pergelangan tangan wanita itu. Dia menyeletuk tepat di belakang telinga Claudia, “Kamu akan pergi ke kamar mandi dengan gaun pengantinmu … Claudia?”Dibisiki dengan suara rendah Ryuga kembali membuat Claudia merasa geli. Pandangan Claudia menoleh ke samping, ke arah cermin besar yang menampilkan sosok dirinya dan Ryuga di belakang tubuhnya.“Ah … ya, kancingnya,” lirih Claudia menatap kancing-kancing kecil terletak di belakang gaun pengantinnya. Dia tidak sampai untuk membuka kancing-kancing tersebut.
Menjelang sore hari, usai semua acara sudah selesai, Claudia dan Ryuga baru akan pergi ke kamar hotel. Berdua saja. Aruna dan keluarganya juga menginap di hotel yang sama. Namun, berbeda lantai dan kamar. “Ryuga,” panggil Claudia sambil menolehkan wajah ke arah Ryuga. Pria itu balas menoleh, “Mmm?” Ryuga menyahut singkat sembari tangannya memberikan rematan halus di sisi lengan kanan Claudia. “Ada apa … sayang?” Manik hitam Ryuga yang menyorot Claudia dalam ditambah suara berat Ryuga yang terdengar seksi di telinganya, membuat Claudia meneguk ludah. Jujur saja, Claudia mulai merasa gugup membayangkan tidak hanya nanti malam dia dan Ryuga akan tinggal bersama, tetapi selamanya. Baru membayangkannya saja tiba-tiba pipi Claudia bersemu. Cepat-cepat dia menepis pikiran itu. ‘Mikir apa, sih, Clau!’ Untungnya Claudia mengajak Ryuga berbicara sehingga hal itu mengaburkan suara-suara di dalam pikirannya. “Kenapa kita tidak satu lantai dengan Aruna dan yang lain, Ryuga?” tanya Claudia pena
Pemberkatan pernikahan Ryuga dan Claudia berlangsung hanya beberapa jam saja. Toh, memang tamu yang hadir juga tidak banyak. Sebelum selesai, para tamu dipersilakan untuk menikmati jamuan yang sudah disiapkan di taman Azzata. Sementara Sang pengantin–Ryuga dan Claudia masih harus melakukan sesi foto, kali ini diminta untuk berfoto dengan sosok lain. “Misiii, Aruna mau ikut foto juga. Tapi, wajib di tengah!” celetuk Aruna–sesosok gadis yang sedari tadi sudah tidak sabar untuk berada di antara Ryuga dan Claudia. Dengan berat hati, Ryuga melerai tautan tangannya dengan tangan Claudia. Ada sedikit ketidakrelaan. Mau tidak mau, Ryuga menggeser beberapa langkah agar Aruna bisa bersebelahan dengan Claudia. Pria itu berkomentar, “Setelah kamu, gantian Daddy juga mau di tengah, Aruna.” Nada suaranya seolah menyiratkan jika Aruna harus setuju dengan apa yang Ryuga katakan. Mata besar Aruna melirik Ryuga dengan horror. Sikap keposesifan Ryuga bahkan berlaku untuk putrinya sendiri. Aruna mengg
Lain halnya di ruangan mempelai pengantin pria, Ryuga saat ini hanya ditemani oleh sahabatnya, dr.Tirta. Pembawaan Ryuga yang tampak tenang diacungi jempol oleh sahabatnya. “Tinggal beberapa menit lagi prosesi pemberkatan pernikahan dimulai, Ryu,” beritahu Tirta saat melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. “Kamu dan Claudia akan menikah,” geleng Tirta masih tidak percaya sampai detik sekarang. Selaku orang yang paling mengenal Ryuga sedari lama, Tirta merasa takjub pada akhirnya Ryuga bisa menemukan seseorang yang dicintai dan juga mencintainya. Ryuga memperlihatkan senyum mahalnya. “Mmmm,” angguknya. Kemudian dia merasakan tepukan di pundaknya. Begitu Ryuga menoleh, dia menemukan wajah Tirta tahu-tahu sudah dekat dengannya. Pria itu berbisik di telinga Ryuga. “Sudah siap untuk malam pertamamu, Ryu?” Pertanyaan Tirta jelas menggoda Ryuga. Obrolan semacam ini terkadang terjadi saat pernikahan. Lagipula Tirta adalah orang terdekat Ryuga dan keduanya sama-sama pria. Air wajah R
Satu hari bergerak bak dalam satu kedipan. Karena saat membuka mata, Claudia tahu-tahu sudah ada di sebuah ruangan yang terdapat cermin berukuran besar di pojokan sehingga pandangannya tertuju ke arah sana. Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Di depan cermin tersebut Claudia bisa melihat dirinya sendiri tengah duduk mengenakan gaun pengantin putih dan tengah memegangi buket bunga kecil dalam genggaman kedua tangannya. Wajah cantik yang dilihatnya adalah hasil make up dari satu jam yang lalu. Dia mengangkat satu tangan untuk menyentuh pipinya. Namun, tidak benar-benar menyentuh, dibiarkan mengambang. Claudia bergumam pelan, “I–ini bukan mimpi ‘kan?” Rasa-rasanya baru dua hari yang lalu dia masih sibuk bekerja di kampus, kemudian menghabiskan malam bersama teman-temannya, dan kejadiannya begitu cepat … hari pernikahannya sudah tiba. Claudia akan menikah dengan Ryuga–pria yang dia cintai. Pun, sebaliknya. Pintu besar di hadapannya diketuk. Sebuah suara berat menyeletuk dari luar, “