"Apa ini?" Helena bergumam dengan heran sambil meraih kertas tersebut. Kedua matanya membulat saat membaca judul di bagian atas kertas itu'Perjanjian Kontrak Pernikahan'Kedua alisnya bertaut dan dahinya mengernyit. Merasa penasaran, Helena melanjutkan membaca isi perjanjian tersebut. Di sana juga ada beberapa perjanjian dalam beberapa poin. Ada pula perjanjian yang ditulis tangan pada bagian yang sebelumnya kosong. Kernyitan Helena semakin dalam saat membaca tulisan tangan yang dia yakini merupakan tulisan Lilara karena kerapiannya.Keduanya terus bergerak membaca setiap huruf yang tertulis rapi. Ketika membaca bagian tentang peralihan hak asuh dan kuasa atas kelahiran cucunya, Helena menemukan tanda tangan Lilara yang rapi, serta tanda tangan dari putranya.Hatinya terenyuh, "Ya Tuhan ... Apa maksudnya ini ...?" gumam wanita itu sambil menutupi mulutnya, terkejut dengan apa yang baru saja dia baca. Perasaan Helena langsung campur aduk, mulai dari marah, sedih, dan kecewa. Wanita i
Lila menelan ludahnya. Wanita itu diam duduk di samping sang ibu mertua. Perjanjian rahasia dengan David sudah ketahuan. Bagaimana pun juga dia ikut bersalah karena telah setuju dan menipu kedua mertuanya."Maaf, Mah ...." cicit Lila dengan kedua tangan mengepal erat di atas lutut."Aku ... Aku memang telah membohongi Mamah dan Papah, juga membohongi keluarga angkatku," ucap Lila dengan kedua mata mulai berkaca-kaca.Helena merasakan nyeri di ulu hatinya."Aku tidak punya pilihan selain menerimanya demi balas dendamku pada Erik dan Sandra. Tapi ... seiring berjalannya waktu, aku sendiri tidak rela menyerahkan anak ini pada Mas David ...." cicitnya pilu.Lila kemudian mendongak. Air mata sudah berkumpul di kedua pelupuk matanya. "Mungkin ... Mungkin karena niat pernikahan kami yang tidak benar, anak ini diambil oleh Yang Maha Kuasa ...." Helena melihat Lila menangis sedih. Wanita itu tahu jika menantunya tidaklah berbohong. Lila sangat menginginkan dan menyayangi anak yang dikandungny
"Kenapa tidak, Lila?" tanya Helena begitu peduli dengan menantunya. Lila menggeleng pelan, rasa takut bercampur kebingungan membuat suaranya tak lagi bersemangat."Jangan, Mah ... Aku tidak mau Mamah juga terlibat dalam masalah ini," ujarnya dengan berat.Helena meraih tangan menantunya dengan lembut, mencoba menenangkan hati Lilara yang tengah gundah. "Tapi kamu yang tersakiti, Sayang ...." ucapnya penuh kasih sayang dan perasaan bersalah."Aku baik-baik saja, Mah ...." kata Lila berusaha memberikan kesan bahwa dia kuat, meskipun di hatinya rasa sakit masih melanda."Tidak. Kamu tidak baik-baik saja. Lagi pula ini salah putraku, David. Jadi ... Kalau kamu tidak mau Mamah membicarakan ini dengan David, maka Mamah minta kamu buatlah keputusanmu sendiri, Lila. Karena kamu berhak bahagia," ucap Helena yang terlihat begitu peduli dengan menantunya.Wanita itu tahu perjuangan Lila untuk bertahan di dalam hubungan pernikahannya tidaklah mudah, tetapi dia yakin menantunya ini pantas untuk ba
David pulang dengan membawa box makanan di tangan kanannya. Ketika memasuki apartemennya, dia mendapati Lila yang sedang duduk diam di ruang tengah, ekspresi wajahnya terlihat muram dan kesal. Bahkan wanita itu tak sadar akan kehadiran suaminya.'Apa yang sedang dia lakukan?' gumam pria itu dalam hati.David melihat ada beberapa makanan di atas meja kaca, namun Lila sama sekali tidak menoleh ke arahnya, apalagi menyambut kepulangannya. Ada rasa penasaran yang menggelitik di hati David. Ada perasaan sedih juga ketika wanita itu tidak menyambutnya seperti biasanya meski hanya sekedar sapaan formal.Dengan langkah perlahan, David berjalan mendekati Lila, suasana di ruangan tersebut begitu sunyi. Mata pria itu kini tertuju pada tangan Lila yang menggenggam erat sesuatu. David menyadari itu adalah kontrak pernikahan mereka.'Apa yang dia lakukan dengan memandangi surat kontrak itu?' gumam David bertanya- tanya dalam hati."Ehem!" Pria itu sengaja berdeham di sebelah tubuh istrinya.Karena
Dahi David mengernyit saat menatap istrinya yang menunduk. "Apa maksudmu?" tanya pria itu.Lila menegakkan kepalanya dan memberanikan diri menatap wajah David. "Mari kita bercerai," ulangnya dengan tegas.Tatapan tak percaya David berikan pada istri kontraknya. Dalam benaknya, terasa penuh tanda tanya, mengapa secara tiba-tiba Lila meminta cerai darinya? Terlebih lagi, dadanya semakin nyeri mendengar ucapan tersebut tanpa dia minta.Padahal dia sendiri tahu bahwa dalam waktu satu setengah tahun pernikahan mereka berdua memang akan berpisah sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Namun, tiba-tiba permintaan cerai itu datang lebih awal dari yang dia bayangkan.Lila masih terus menatap ke wajah tampan suaminya yang terlihat datar. Pria itu bahkan tak berkedip saat mendengar penegasan permintaan perceraiannya.David terdiam, dadanya bergemuruh karena mendengar ucapan tersebut dari istri kontraknya. Padahal pernikahan mereka awalnya hanya sebuah perjanjian bisnis semata, namun pria i
David memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Hingga malam tiba, mereka sama sekali tidak bertukar sepatah kata pun. Bahkan saat makan, mereka lebih memilih untuk makan di tempat yang berbeda.Kini, David duduk di kursi kerjanya yang berada di dalam kamar, sambil memijit pangkal hidungnya dengan lembut. Di atas meja, selembar kontrak pernikahan tergeletak dengan diam. 'Belum genap satu setengah tahun, kenapa kamu ingin segera bercerai dariku, Lila?' gumam David dalam hati.Pria itu merasakan dadanya sesak seketika saat mengingat permintaan perceraian yang diungkapkan oleh Lilara sebelumnya. Perasaannya semakin terpuruk ketika dia teringat betapa hangatnya Lila saat mereka berdua bersama."Sial..." gumam David pelan, perasaannya campur aduk antara marah dan menyesal.'Aku tidak bisa melepaskannya begitu saja. Bukan hanya karena aku ingin anak darinya, tapi juga aku tidak ingin ada wanita lain yang berkeliaran di sekitarku. Aku sudah terlalu terbiasa dengan kehadirannya,' gumam pria itu
Pagi itu David akan memberikan keputusannya. Dia bersiap menuju ke kantornya untuk bekerja. Sore nanti dia baru akan menemui Lilara. Namun, ketika pintu kamar David terbuka, pria tampan itu melihat Lilara yang juga baru saja keluar dari kamar di sebelahnya. Wanita itu menyeret sebuah koper besar.Hatinya tiba-tiba merasa resah. Dia menduga bahwa istrinya itu sedang mencoba menghindar darinya. Tanpa sadar David terus menatap ke arah koper besar sang istri dengan tajam.Lilara menangkap tatapan tajam suaminya. "Aku mau kembali ke rumahku." David menegakkan kepalanya dan kedua mata mereka saling bertemu. "Apa katamu?" tanya pria itu dengan dingin.Lila mencoba tegar menghadap suami dinginnya, "Aku mau pulang ke rumah lamaku yang sudah kembali padaku. Dan Mas David tidak perlu cemas, aku tidak akan merepotkan Mas lagi. Secepatnya aku akan mengurus perceraian kita sekaligus menyerahkan semua aset RH." Saat mendengar pernyataan tersebut, wajah David tampak terkejut. "Apa kau benar-benar i
Lila mendorong pelan tubuh suaminya, merasa tak tahan dengan dekapan hangat yang membuatnya sesak."Lepaskan ...." gumam Lila dengan perasaan berkecamuk.Kedua tangannya mendorong dada bidang David agar segera menjauh darinya. Dia tak mau terbuai dengan dekapan hangat pria dingin itu.David pun mengendurkan pelukannya. Pria itu menatap lekat-lekat wajah Lila, seolah tak ingin melewatkan untuk memandanginya. Namun, di lubuk hati Lila, rasanya sudah cukup memendam penderitaan ini. "Aku tidak ingin dipermainkan lagi, Mas. Aku tidak akan tertipu dengan akting manismu lagi," tegas Lila sembari melepaskan diri dari pelukan David. Wanita itu segera berbalik badan. Dalam langkah gontai, Lila menarik kopernya dengan perasaan yang berkecamuk."Aku tidak peduli jika surat kontrak pernikahan kita sobek. Yang pasti, aku akan tetap mengajukan gugatan perceraian," ujarnya dengan suara bergetar saat hendak mendekati pintu. "Sekarang aku permisi," lanjut wanita itu sembari hendak melanjutkan langka
Setelah mengetahui siapa yang membuat masalah dengannya, David tentu saja tak tinggal diam. Pria itu memanggil Tristan, orang yang pernah merebut mantan kekasihnya dulu dan berhasil menghancurkan rencana pernikahannya. Dia sendiri mengenal Tristan sebagai anak seorang pemilik perusahaan yang cukup terkenal.Setelah membuat jadwal dan undangan, akhirnya David bisa menemui Tristan. David segera pergi ke Singapura. Dua orang yang sudah lama tak berjumpa itu pun kembali saling berhadapan dengan atmosfer yang penuh dengan ketegangan."Jadi, apa maksud dari semua ini, Pak Tristan?" David langsung memberikan pertanyaan inti meski masih tetap mencoba bersikap sopan pada pria di hadapannya.Tristan melihat laporan yang ditunjukkan asisten kepercayaan David padanya. Kedua alisnya pun saling bertaut. "Saha memang tidak menyukai Anda, Pak David. Tapi saya tidak punya waktu untuk melakukan tindakan kotor seperti ini." Tristan mulai berkilah."Mohon jangan berkilah, Pak Tristan," tekan David menco
Lila menaikkan kedua alisnya. "Aku nggak bentak Mas David ....""Tapi terdengar begitu. Kenapa kamu menyuruhku mandi? Padahal aku capek, Sayang. Aku hanya ingin bermanja - manja denganmu dulu," ujar David dengan ekspresi sedihnya yang berubah menjadi kesal.Lila menatap heran suaminya yang salah sangka. Melihat pertengkaran kecil tersebut, Shiro memilih pergi. Sementara Lila masih menatap suaminya. Dia merasa takut jika David kembali bersikap kasar dan dingin seperti saat mereka masih menikah kontrak."Maaf ...." David menunduk. Pria itu merasa bersalah. Dia pun memeluk sang istri."Aku seharusnya tidak bersikap seperti ini. Maafkan aku, Sayang ...." sesalnya sembari mencium kening Lila dan memeluk lembut wanitanya itu.Lila menghela napas. Sepertinya memang David terlalu banyak pikiran. Wajar saja. Pria itu bekerja tanpa henti. Apa lagi David semakin sibuk selain ikut mengurus anak pertama mereka. Sebelumnya juga dia sering menghadapi masalah dan mungkin saja David sudah jengah."Aku
Keheningan itu membuat Farhan merasa tidak nyaman. Sang bos belum memberikan respon apa pun atas pengakuannya kerena teledor. Perlahan pria itu mendongak, memberanikan diri untuk menatap dan menghadapi sang atasan.David ternyata diam sembari menatap lurus ke arahnya. Ketegangan semakin bertambah saat kedua mata Farhan bertemu dengan iris kecokelatan Davidson."Kalau kamu memang merasa bersalah dan bertanggung jawab soal masalah ini, maka cari dan tangkap karyawan itu! Kamu harus menyerahkannya padaku dan cari tahu alasannya serta pada siapa dia 'menjual' rahasia perusahaan!" David berujar tegas dan dingin saat memberikan perintah.Farhan menelan ludahnya. Sudah lama sekali dia tak diperlakukan sedingin ini oleh sang bos. Namun dia harus tetap patuh."Baik, Pak.""Aku tidak akan memecatmu. Karena bagaimana pun juga kamu telah membantuku agar aku bisa tiba di rumah sakit tepat waktu," imbuh David sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja.Farhan lagi - lagi terkejut at
Penyelidikan segera dilaksanakan. David memerintahkan anak buahnya terlebih dahulu sebelum melibatkan pihak luar. Apa lagi ini merupakan masalah internal yang memang harus diatasi oleh perusahaan.Di dalam perusahaan yang terlihat baik - baik saja dari luar, para petingginya sedang mencoba membereskan masalah yang ada. David bersama Farhan kini sedang memeriksa beberapa data yang sudah terlanjur tersebar dan sedang mencoba menghentikannya.Farhan sendiri sudah mendapatkan rekaman CCTV yang dia butuhkan. Kini pria itu memeriksa rekaman yang ada. Beberapa video dari beberapa sudut telah dia periksa. Namun tak ada yang mencurigakan. Hingga dia menemukan video di mana saat dirinya sebelum mengantarkan sang bos menuju ke rumah sakit untuk mendampingi sang istri yang melahirkan."I-ini ...." Farhan bergumam sembari membetulkan kacamatanya.Kedua alis pria itu saling bertaut. Kini memorinya tertuju pada saat dia menyerahkan hasil rapat pada salah satu karyawan pria yang dia mintai tolong unt
Farhan menarik napas sebelum menjawab. "Maaf, Pak David. Tapi data itu telah bocor."David membulatkan kedua matanya. "Apa?! Bagaimana bisa?" tanya pria itu dengan ekspresi kaget dan tak percaya.Lila pun mendongak menatap heran ke arah suaminya. Terlihat jelas bahwa David sedang terkejut."Maaf, Pak David. Saya dan juga Cindy sedang menyelidikinya. Kami sedang mencari tahu bagaimana data itu sampai bocor," jawab Farhan terdengar ketakutan.David menghela napas kasar. Pria itu kemudian duduk di samping sang istri, tepatnya pada salah satu sisi tempat tidur. Tangan kanannya menggenggam ponsel, sementara tangan kirinya menyugar rambutnya."Kalau begitu teruslah selidiki. Aku akan segera ke kantor," ucap David kemudian sembari menutup panggilan telepon.Pria itu kini menunduk. Lila yang merasa khawatir segera mendekati suaminya dan meraih lengan kekar pria itu dengan lembut."Mas ... Ada apa?" tanya wanita itu khawatir. Melihat dari respon suaminya, dia menduga adanya masalah yang sedang
Malam itu suhu cukup panas. Bayi mungil David dan Lila mulai rewel karena kegerahan. Beruntung sang ayah dengan sigap menyetel suhu dalam ruangan tersebut agar putranya kembali nyaman."Ternyata dia merasa kegerahan juga," ucap David yang kini berjalan mendekati istri dan anaknya."Iya, Mas. Sekarang cukup sejuk," sahut Lila.Bayi mungilnya masih menangis. Lalu segera saja Lila memberikan ASI padanya. Dan ternyata tak hanya kegerahan saja, bayi kecil itu juga meredakan haus dan lapar."Ternyata lapar juga Adek, ya?" Lila bertanya dengan lembut seolah sedang bertanya langsung pada putranya.David duduk di samping Lila yang sedang menyusui putranya. Tatapan pria itu tertuju pada payudara Lila yang terlihat padat dan berisi. Kini dia menelan ludahnya seolah ikut merasakan kehausan."Kenapa lihatinnya kaya gitu, Mas?" tanya Lila menatap curiga pada suaminya.David tersenyum penuh arti. Pria itu kemudian beralih menatap wajah cantik istrinya."Aku hanya penasaran bagaimana rasanya," gumam
Sehari setelahnya, Lila diperbolehkan pulang. Wanita cantik itu pun berjalan dengan menggendong putranya yang tampan dan menggemaskan."Biarkan Mamah yang gendong. Kamu jalan aja duluan sama David," ujar Helena sembari mengulurkan kedua tangannya."Nggak papa, Mah?" tanya Lila merasa tak enak hati karena membiarkan ibu mertuanya yang menggendong bayinya."Nggak papa. Kamu jalan duluan aja. Mamah juga pengen gendong cucu Mamah," jawab Helena dengan senyuman senang dan terlihat jelas bahwa wanita itu tidak sabar ingin menggendong cucunya untuk pertama kali."Baiklah, Mah. Makasih, ya," ucap Lila sembari menyerahkan putranya pada sang ibu mertua.Lila pun berjalan dengan dituntun oleh suaminya. David begitu protektif pada sang istri yang baru saja melahirkan. Sementara di belakangnya ada ibu beserta salah satu asisten rumah tangga yang membantu membawakan barang - barang mereka.Selama dalam perjalanan pulang, putra kecil David tertidur lelap di pangkuan Lila. Terlihat jelas bahwa bayi m
Semua orang yang datang ikut menatap ke arah bayi yang baru saja lahir itu. Mereka ikut penasaran karena David dan Lila tak juga memberi tahu mereka soal jenis kelamin bayinya.Lila pun melirik sang suami. Terlihat David yang sedang tersenyum karena rasa penasaran dari ibunya. Mungkin menurutnya seru merahasiakan jenis kelamin anaknya pada keluarganya sendiri, bahkan sejak kehamilan Lila yang semakin besar."Coba Mamah perhatikan dia laki - laki atau perempuan?" tanya David sengaja ingin menbuat ibunya menebak."Kok gitu? Mamah penasaran, loh. Lila juga nggak mau kasih tahu Mamah pas hamil," protes Helena."Sudahlah, Mah. Nanti kita juga akan tahu sendiri," ucap Norman sembari mengusap lembut bahu istrinya."Tapi Mamah penasaran, Pah. Mamah kan pengen manggil ganteng apa cantik gitu," protes Helena lagi. Terlihat jelas bahwa wanita itu akan sangat menyayangi cucunya."Mas David, kita kasih tahu Mamah saja kenapa, sih? Yang lainnya juga penasaran, tuh," ucap Lila ikut membujuk suaminya
Peluh mulai membasahi dahi Lilara. Dengan sigap dan sabar David mengelapnya dengan sapu tangannya. Tak lupa pria itu terus berdoa di dalam hati agar persalinan sang istri berjalan dengan lancar.Saat ini dia semakin menyadari bahwa wanita hebatnya juga sedang berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Wajah Lila yang terlihat pucat, menunjukkan bahwa wanita itu merasakan kesakitan. Jujur saja sebagai suami, David tentu merasa tak tega saat melihat kesakitan istrinya."Ughhhh." Lila kembali mengejan sesuai dengan instruksi Dokter Nimas. Tangan kanannya menggenggam erat tangan David yang duduk di sampingnya.'Kamu pasti bisa, Sayang,' bisiknya dalam hati.Lila kembali mengejan lagi. Karena pembukaan sudah lengkap, maka wanita itu siap untuk melahirkan anaknya. Suasana di dalam ruangan begitu menegangkan. Apa lagi David terus saja merasakan desiran tak mengenakkan sehingga dia terus saja berdoa untuk keselamatan anak dan istrinya. Sebagai pria yang sudah sangat mencintai mantan pemb