Pagi itu David akan memberikan keputusannya. Dia bersiap menuju ke kantornya untuk bekerja. Sore nanti dia baru akan menemui Lilara. Namun, ketika pintu kamar David terbuka, pria tampan itu melihat Lilara yang juga baru saja keluar dari kamar di sebelahnya. Wanita itu menyeret sebuah koper besar.Hatinya tiba-tiba merasa resah. Dia menduga bahwa istrinya itu sedang mencoba menghindar darinya. Tanpa sadar David terus menatap ke arah koper besar sang istri dengan tajam.Lilara menangkap tatapan tajam suaminya. "Aku mau kembali ke rumahku." David menegakkan kepalanya dan kedua mata mereka saling bertemu. "Apa katamu?" tanya pria itu dengan dingin.Lila mencoba tegar menghadap suami dinginnya, "Aku mau pulang ke rumah lamaku yang sudah kembali padaku. Dan Mas David tidak perlu cemas, aku tidak akan merepotkan Mas lagi. Secepatnya aku akan mengurus perceraian kita sekaligus menyerahkan semua aset RH." Saat mendengar pernyataan tersebut, wajah David tampak terkejut. "Apa kau benar-benar i
Lila mendorong pelan tubuh suaminya, merasa tak tahan dengan dekapan hangat yang membuatnya sesak."Lepaskan ...." gumam Lila dengan perasaan berkecamuk.Kedua tangannya mendorong dada bidang David agar segera menjauh darinya. Dia tak mau terbuai dengan dekapan hangat pria dingin itu.David pun mengendurkan pelukannya. Pria itu menatap lekat-lekat wajah Lila, seolah tak ingin melewatkan untuk memandanginya. Namun, di lubuk hati Lila, rasanya sudah cukup memendam penderitaan ini. "Aku tidak ingin dipermainkan lagi, Mas. Aku tidak akan tertipu dengan akting manismu lagi," tegas Lila sembari melepaskan diri dari pelukan David. Wanita itu segera berbalik badan. Dalam langkah gontai, Lila menarik kopernya dengan perasaan yang berkecamuk."Aku tidak peduli jika surat kontrak pernikahan kita sobek. Yang pasti, aku akan tetap mengajukan gugatan perceraian," ujarnya dengan suara bergetar saat hendak mendekati pintu. "Sekarang aku permisi," lanjut wanita itu sembari hendak melanjutkan langka
Merasakan pelukan David yang semakin lama semakin menyesakkan membuat Lila menangis terisak. Dan dalam tangisannya itu, David menyadari betapa egoisnya dia dan kehendaknya telah menyakiti bukan hanya Lilara saja. Namun dirinya juga merasakan sakit yang sama.Perlahan tanganya mengusap lembut kepala dan punggung Lila yang ada dalam dekapannya. David tidak ingin melepaskan Lila dari pelukannya saat itu juga. Hingga dia akhirnya juga ikut terisak menyadari betapa jahatnya dia selama ini. Setelah beberapa menit, tangisan keduanya akhirnya mereda.Sambil mengusap air mata, David membawa Lila duduk di sofa ruang tengah tanpa melepaskan pelukan eratnya. Pria itu menatap istrinya dengan matanya yang berbinar dengan penyesalan."Maafkan aku, Lila ...."Lila memilih diam sembari mengusap air matanya sendiri. Wajahnya benar-benar kacau dan menyedihkan.David meraih tangan Lila dan menggenggamnya lembut. "... Tapi aku tidak ingin bercerai darimu."Lila tidak bisa menahan keterkejutan yang melanda
Lila menatap lekat-lekat wajah suaminya, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di pikiran David. Mendengar tawaran tersebut membuatnya ingin memanfaatkannya. Namun dia ragu.'Apakah ini hanya janji manisnya lagi? Apa dia benar-benar ingin memperbaiki hubungan ini?' batin Lila.Lagi pula, David hanya mengatakan bahwa dia tidak ingin pisah darinya, itu berarti dia masih diberi kebebasan. Tapi apa yang sebenarnya diinginkannya?"Kalau begitu izinkan aku pulang ke rumah lamaku. Hari ini aku akan mulai tinggal di sana," jawab Lila masih dengan sikap dinginnya.David mengernyitkan dahi, seolah mencoba memahami alasan di balik keputusan Lila. "Kenapa kamu ingin sekali pergi dariku?" tanya pria itu dengan nada seolah terluka.Lila menghela napas. "Aku sudah lelah, Mas. Biarkan aku menata hidupku lagi. Aku ingin mencari kebahagiaan dan rasa nyaman dalam hidupku."David memejamkan kedua matanya, tampak berat menerima keputusan Lila. Meski dia kesal, dia tidak boleh membentak. "Baiklah,"
David masih memberikan tatapan tajam pada sang petugas keamanan. Pria itu kemudian memeluk Lila dan berusaha menenangkan sang istri yang tengah kecewa dan bersedih."Maaf, Tuan. Tapi apa yang Tuan Davidson lakukan di sini?" tanya sang petugas keamanan berubah sopan seketika. David menatap angkuh pada sang petugas keamanan. "Aku menemani istriku mengunjungi rumah lamanya. Tapi sepertinya ada masalah di sini," jawab pria tersebut sembari menoleh menatap rumah besar di belakangnya.'Apa terjadi sesuatu dengan rumah ini?' gumam David dalam hati, mencoba memahami keadaan dengan tenang. Niat hati ingin berduaan di rumah lama sang istri nampaknya akan pupus."Rumah lama? Tapi rumah ini milik majikan saya," jawab sang petugas keamanan masih dengan sopan.Lila membulatkan kedua matanya, merasa kaget dan terpukul dengan informasi yang baru saja didengarnya."A-apa? Apa maksudnya, Pak? Rumah ini milik Pak Ridho Hardianto," tegasnya menyebutkan nama sang ayah.Lila merasa ada sesuatu yang tidak
Sesampainya di apartemen, David menyeret koper Lila dan membawa serta tasnya kembali. Lila duduk dengan perasaan sedih setelah tak berhasil mendapatkan rumahnya."Maaf karena aku tidak bisa membantu mengambil kembali rumah tersebut," ujar David saat sudah duduk di samping istrinya.Lila mengusap air matanya yang tak berhenti sejak tadi. "Aku nggak nyalahin Mas David ...." cicitnya.Pria itu menatap nanar pada kesedihan istrinya. Jika dia ingat, Lila selalu saja menderita sejak berpisah dari mantan suami pertamanya. Dan parahnya dia yang menambah penderitaan Lila dengan kontrak pernikahannya."Atau aku paksa saja pria bernama Candra itu agar mau menyerahkan rumahmu?" tanya David memberikan tawaran.Lila menoleh kaget setelah mendengar tawaran tersebut. "Jangan nekat. Aku tidak mau kamu melakukan hal sekotor itu," ucapnya menolak."Tapi tak ada cara lain lagi," sahut David.Lila menautkan kedua alisnya. "Jika kamu melakukannya, aku akan pergi," ancamnya."Jangan. Apa pun asalkan kamu ti
Sore itu David kembali ke apartemennya sekitar pukul tiga. Dia langsung mencari keberadaan sang istri yang tak terlihat di mana pun. Dengan panik, David mencari keberadaan Lilara. Sementara Lila sedang duduk di dalam kamarnya sembari melamun."Sayang, kamu sedang apa?" tanya David sembari berjalan mendekat.Lila masih diam di tempatnya. Wanita itu kemudian menoleh menatap suaminya dengan kedua mata yang memerah."Ada apa?" David segera menghampiri istrinya dan berlutut di hadapan Lila.Wanita itu menatap David yang kini meraih kedua tangannya dengan lembut. Sungguh kali ini pria itu benar-benar jauh berbeda dari sebelumnya."Katakan ada apa? Kalau masalah rumah, kamu jangan khawatir. Meski memang sulit karena itu rumah lamamu yang penuh kenangan, tapi jangan putus asa," ujar pria itu."Aku hanya lelah," jawab Lila tak bersemangat.David menghela napas. "Kalau begitu mari makan," ajaknya."Tapi aku belum mandi," sahut Lila.David segera berdiri dari berlutut. "Kalau begitu mandilah dul
Lila sudah terlelap dalam tidurnya, kelelahan yang terpancar dari wajahnya begitu jelas terlihat. David menatap istrinya dengan mata lembutnya. Pria itu lantas membetulkan selimut yang melingkupi tubuh Lila, berharap istrinya tidur dengan nyaman.Bukankah Lila telah menderita cukup lama? Semakin David melihatnya seperti ini, semakin pria itu merasa menyesal dengan perbuatan yang telah dia lakukan. Pikiran itu membuat rasa sesak menghantam hati David.Pria itu melihat wajah Lila yang damai dengan seksama, seolah dia tak ingin melepaskan pandangannya. Dengan lembut, David mengulurkan tangannya dan membelai pipi Lila yang terasa semakin tirus.'Aku tak bisa menahan rasa bersalah ini lebih lama lagi. Kamu sudah terlalu lama menanggung semuanya sendiri, dan aku baru menyadarinya sekarang. Lila ... maafkan aku,' batin pria tampan itu dengan penyesalan yang menguasai hatinya. Dia merenung, berjanji pada dirinya sendiri untuk mengubah kehidupan pernikahannya.Rasa penyesalan membuat David mer