Sore itu David kembali ke apartemennya sekitar pukul tiga. Dia langsung mencari keberadaan sang istri yang tak terlihat di mana pun. Dengan panik, David mencari keberadaan Lilara. Sementara Lila sedang duduk di dalam kamarnya sembari melamun."Sayang, kamu sedang apa?" tanya David sembari berjalan mendekat.Lila masih diam di tempatnya. Wanita itu kemudian menoleh menatap suaminya dengan kedua mata yang memerah."Ada apa?" David segera menghampiri istrinya dan berlutut di hadapan Lila.Wanita itu menatap David yang kini meraih kedua tangannya dengan lembut. Sungguh kali ini pria itu benar-benar jauh berbeda dari sebelumnya."Katakan ada apa? Kalau masalah rumah, kamu jangan khawatir. Meski memang sulit karena itu rumah lamamu yang penuh kenangan, tapi jangan putus asa," ujar pria itu."Aku hanya lelah," jawab Lila tak bersemangat.David menghela napas. "Kalau begitu mari makan," ajaknya."Tapi aku belum mandi," sahut Lila.David segera berdiri dari berlutut. "Kalau begitu mandilah dul
Lila sudah terlelap dalam tidurnya, kelelahan yang terpancar dari wajahnya begitu jelas terlihat. David menatap istrinya dengan mata lembutnya. Pria itu lantas membetulkan selimut yang melingkupi tubuh Lila, berharap istrinya tidur dengan nyaman.Bukankah Lila telah menderita cukup lama? Semakin David melihatnya seperti ini, semakin pria itu merasa menyesal dengan perbuatan yang telah dia lakukan. Pikiran itu membuat rasa sesak menghantam hati David.Pria itu melihat wajah Lila yang damai dengan seksama, seolah dia tak ingin melepaskan pandangannya. Dengan lembut, David mengulurkan tangannya dan membelai pipi Lila yang terasa semakin tirus.'Aku tak bisa menahan rasa bersalah ini lebih lama lagi. Kamu sudah terlalu lama menanggung semuanya sendiri, dan aku baru menyadarinya sekarang. Lila ... maafkan aku,' batin pria tampan itu dengan penyesalan yang menguasai hatinya. Dia merenung, berjanji pada dirinya sendiri untuk mengubah kehidupan pernikahannya.Rasa penyesalan membuat David mer
David kini punya kegiatan baru setiap paginya. Pria itu memasak untuk sang istri yang kini dia perintahkan untuk duduk menunggu di meja makan.Lila masih saja merasa aneh dan belum terbiasa dengan sikap suaminya yang berbeda. Namun dia tetap patuh dan menunggu di meja makan dengan sabar.TingTongSaat itu juga tiba-tiba terdengar suara bel pintu ditekan. Lila beranjak dari duduknya."Biar aku saja yang buka," ujarnya menghentikan langkah David yang hendak pergi dari dapur."Baiklah," sahur David dengan senyuman lembut.Lila berjalan menuju ke pintu masuk apartemen dan menilik siapa yang datang. Ternyata Helena yang datang berkunjung. Segera saja Lila membukakan pintu untuk ibu mertuanya."Selamat pagi, Mah," sapa Lila."Pagi, Lila ...." Helena segera memeluk sang menantu."Bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Helena sembari menatap wajah menantunya."Aku baik-baik saja, Mah," jawab Lila dengan senyuman."David tidak menyakitimu, kan?" tanya Helena penuh selidik. Lila m
"Iya, benar."Pintu lift terbuka pada lantai di mana apartemen David berada. Lila melangkah keluar bersama suaminya."Tapi ...." Mereka berdua kini berhenti di depan pintu."Tapi kenapa?" tanya David sembari menghadap sang istri."Aku kan masih nifas, Mas," jawab Lila.David terdiam seketika. Dia benar-benar lupa. Gara-gara merasa senang setelah mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya, dia malah melupakan hal penting yang sedang dialami oleh sang istri."Kamu benar. Aku lupa akan hal itu. Maaf ...." ucap David terlihat sedih. Dia lagi-lagi merasa bersalah karena mementingkan keinginan pribadinya sendiri. Seolah dia tak peduli pada keadaan sang istri."Sudah, Mas. Tidak apa-apa. Sekarang kita masuk," ajak Lila dengan lembut."Ya."Keduanya segera masuk kembali ke apartemen. Saat itu juga mereka menyadari bahwa ponsel David terus berdering dengan berisik di atas meja ruang tengah."Sebentar," ucap David bergegas mengambil ponselnya."Iya."Lila memilih pergi ke tempat cuci untuk mencu
David menatap ke arah seorang pria paruh baya bertubuh sedikit tambun dengan sebagian rambut yang sudah memutih. Di sampingnya ada wanita yang David duga adalah istrinya."Jadi kamu yang sengaja menabrak ibuku?" tanya David dengan dingin.Sang pemilik rumah kaget bukan main saat melihat pria paling berpengaruh di kota mengunjungi rumahnya secara tiba-tiba. David sudah terkenal sejak kemunculannya di layar kaca."Ma-maaf, Tuan Davidson. Tapi saya benar-benar tidak pernah mencelakai siapa pun ...." cicit pria itu.David segera duduk di hadapannya bersama Farhan yang berdiri di belakangnya. Pria itu menatap tajam penuh ancaman pada sang tuan rumah."Tuan Davidson, maaf jika saya lancang, tapi suami saya tidak pernah mencelakai siapa pun. Bahkan kami belum pernah melihat bagaimana ibu Tuan Davidson," timpal dari istri pria tersebut."Pak Heru." David memanggil nama pria di hadapannya dengan dingin. "Kami sudah mendapatkan bukti dari kejahatan Anda. Jadi jangan mengelak lagi," lanjutnya.H
"Silakan ikuti kami dengan tenang atau Anda ingin pihak berwajib terlibat?" tanya David dengan nada yang terdengar mengancam.Tubuh Heru seketika menegang, wajahnya semakin pucat."Pah ...." Sang istri memanggil suaminya yang tak memberi respon, seolah Heru membenarkan bahwa dia bersalah dalam kejadian kecelakaan di depan restoran Lotus.'Apa yang harus kukatakan? Bagaimana istri dan anakku akan menerima apa yang aku lakukan selama ini?' batin Heru dengan cemas.David mengeratkan rahangnya, berusaha untuk menahan amarah yang membuncah di dalam dirinya. Dia ingin melabrak Heru, namun dia tidak ingin melampiaskannya di depan keluarga Heru. Akan tetapi ingatan akan kesedihan Lila ikut menyayat hati David, membuatnya kembali marah."Apakah Anda sedang mencoba menghindar dari tanggung jawab?" gerutu David memberikan tatapan tajam pada Heru.Heru masih bungkam. Dia sendiri nyatanya tidak mengenal Helena."CEPATLAH MENGAKU!" bentak David tiba-tiba, membuat semua orang di ruangan itu terkejut
Tiba-tiba saja sunyi senyap. David tengah memikirkan sesuatu tentang Tiara yang lancang."Sekarang katakan di mana Tiara berada!" desaknya kemudian.Heru kembali menelan ludahnya susah payah. Sementara sang istri menunggu suaminya itu menjawab. Wanita itu mengira jika orang yang meminjam mobil suaminya merupakan seorang pria, nyatanya merupakan seorang wanita. Rasa curiga pun mulai muncul di hatinya karena dia dan suaminya tak pernah punya teman bernama Tiara."Dia ...." gumam Heru mulai panik."Cepat katakan atau Anda yang akan menanggung hukuman berat!" desak David lagi.Heru tersentak."Pah, katakan saja," bujuk sang istri ikut mendesak Heri untuk berbicara.Heru menelan ludahnya untuk ke sekian kalinya saat dia ketakutan."Tuan, tapi saya benar-benar tidak tahu dia akan menggunakan mobil saya untuk melakukan kejahatan ...." cicit Heru memohon."Saya hanya menanyakan di mana Tiara berada," tegas David dengan tatapan tajam.Heru tak dapat berkilah lagi. Dia harus segera mengaku. "Ti
Lilara segera mengakhiri panggilan karena masih merasa aneh dengan perubahan drastis dari sikap suaminya. Sementara David terus melanjutkan perjalannya bersama sang asisten kepercayaan."Pak David," panggil Farhan."Hm.""Maaf jika saya lancang menanyakan hal ini. Tapi ... Apakah Pak David merubah rencana pernikahan Bapak dengan Nona Lilara?" tanya Farhan dengan hati-hati.David menatap ke depan. "Aku tidak merubahnya," jawabnya.Farhan pun terdiam. Dia takut salah bicara dan membuat suasana hati sang bos berubah jelek."Aku hanya memperbaruinya. Dan kami tidak akan bercerai apa pun yang terjadi. Bukan juga aku ingin mengambil anak darinya, tapi aku ingin memiliki keluarga yang utuh bersamanya," tegas David. Ekspresi wajahnya begitu lembut saat mengucapkan kalimat tersebut.Farhan terkejut mendengar pengakuan sang bos. Namun pria itu pun akhirnya tersenyum. "Saya ikut senang mendengarnya, Pak. Saya berdoa agar Pak David dan Nona Lila bahagia," ujar pria itu.David melipat kedua tangan