David masih memberikan tatapan tajam pada sang petugas keamanan. Pria itu kemudian memeluk Lila dan berusaha menenangkan sang istri yang tengah kecewa dan bersedih."Maaf, Tuan. Tapi apa yang Tuan Davidson lakukan di sini?" tanya sang petugas keamanan berubah sopan seketika. David menatap angkuh pada sang petugas keamanan. "Aku menemani istriku mengunjungi rumah lamanya. Tapi sepertinya ada masalah di sini," jawab pria tersebut sembari menoleh menatap rumah besar di belakangnya.'Apa terjadi sesuatu dengan rumah ini?' gumam David dalam hati, mencoba memahami keadaan dengan tenang. Niat hati ingin berduaan di rumah lama sang istri nampaknya akan pupus."Rumah lama? Tapi rumah ini milik majikan saya," jawab sang petugas keamanan masih dengan sopan.Lila membulatkan kedua matanya, merasa kaget dan terpukul dengan informasi yang baru saja didengarnya."A-apa? Apa maksudnya, Pak? Rumah ini milik Pak Ridho Hardianto," tegasnya menyebutkan nama sang ayah.Lila merasa ada sesuatu yang tidak
Sesampainya di apartemen, David menyeret koper Lila dan membawa serta tasnya kembali. Lila duduk dengan perasaan sedih setelah tak berhasil mendapatkan rumahnya."Maaf karena aku tidak bisa membantu mengambil kembali rumah tersebut," ujar David saat sudah duduk di samping istrinya.Lila mengusap air matanya yang tak berhenti sejak tadi. "Aku nggak nyalahin Mas David ...." cicitnya.Pria itu menatap nanar pada kesedihan istrinya. Jika dia ingat, Lila selalu saja menderita sejak berpisah dari mantan suami pertamanya. Dan parahnya dia yang menambah penderitaan Lila dengan kontrak pernikahannya."Atau aku paksa saja pria bernama Candra itu agar mau menyerahkan rumahmu?" tanya David memberikan tawaran.Lila menoleh kaget setelah mendengar tawaran tersebut. "Jangan nekat. Aku tidak mau kamu melakukan hal sekotor itu," ucapnya menolak."Tapi tak ada cara lain lagi," sahut David.Lila menautkan kedua alisnya. "Jika kamu melakukannya, aku akan pergi," ancamnya."Jangan. Apa pun asalkan kamu ti
Sore itu David kembali ke apartemennya sekitar pukul tiga. Dia langsung mencari keberadaan sang istri yang tak terlihat di mana pun. Dengan panik, David mencari keberadaan Lilara. Sementara Lila sedang duduk di dalam kamarnya sembari melamun."Sayang, kamu sedang apa?" tanya David sembari berjalan mendekat.Lila masih diam di tempatnya. Wanita itu kemudian menoleh menatap suaminya dengan kedua mata yang memerah."Ada apa?" David segera menghampiri istrinya dan berlutut di hadapan Lila.Wanita itu menatap David yang kini meraih kedua tangannya dengan lembut. Sungguh kali ini pria itu benar-benar jauh berbeda dari sebelumnya."Katakan ada apa? Kalau masalah rumah, kamu jangan khawatir. Meski memang sulit karena itu rumah lamamu yang penuh kenangan, tapi jangan putus asa," ujar pria itu."Aku hanya lelah," jawab Lila tak bersemangat.David menghela napas. "Kalau begitu mari makan," ajaknya."Tapi aku belum mandi," sahut Lila.David segera berdiri dari berlutut. "Kalau begitu mandilah dul
Lila sudah terlelap dalam tidurnya, kelelahan yang terpancar dari wajahnya begitu jelas terlihat. David menatap istrinya dengan mata lembutnya. Pria itu lantas membetulkan selimut yang melingkupi tubuh Lila, berharap istrinya tidur dengan nyaman.Bukankah Lila telah menderita cukup lama? Semakin David melihatnya seperti ini, semakin pria itu merasa menyesal dengan perbuatan yang telah dia lakukan. Pikiran itu membuat rasa sesak menghantam hati David.Pria itu melihat wajah Lila yang damai dengan seksama, seolah dia tak ingin melepaskan pandangannya. Dengan lembut, David mengulurkan tangannya dan membelai pipi Lila yang terasa semakin tirus.'Aku tak bisa menahan rasa bersalah ini lebih lama lagi. Kamu sudah terlalu lama menanggung semuanya sendiri, dan aku baru menyadarinya sekarang. Lila ... maafkan aku,' batin pria tampan itu dengan penyesalan yang menguasai hatinya. Dia merenung, berjanji pada dirinya sendiri untuk mengubah kehidupan pernikahannya.Rasa penyesalan membuat David mer
David kini punya kegiatan baru setiap paginya. Pria itu memasak untuk sang istri yang kini dia perintahkan untuk duduk menunggu di meja makan.Lila masih saja merasa aneh dan belum terbiasa dengan sikap suaminya yang berbeda. Namun dia tetap patuh dan menunggu di meja makan dengan sabar.TingTongSaat itu juga tiba-tiba terdengar suara bel pintu ditekan. Lila beranjak dari duduknya."Biar aku saja yang buka," ujarnya menghentikan langkah David yang hendak pergi dari dapur."Baiklah," sahur David dengan senyuman lembut.Lila berjalan menuju ke pintu masuk apartemen dan menilik siapa yang datang. Ternyata Helena yang datang berkunjung. Segera saja Lila membukakan pintu untuk ibu mertuanya."Selamat pagi, Mah," sapa Lila."Pagi, Lila ...." Helena segera memeluk sang menantu."Bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Helena sembari menatap wajah menantunya."Aku baik-baik saja, Mah," jawab Lila dengan senyuman."David tidak menyakitimu, kan?" tanya Helena penuh selidik. Lila m
"Iya, benar."Pintu lift terbuka pada lantai di mana apartemen David berada. Lila melangkah keluar bersama suaminya."Tapi ...." Mereka berdua kini berhenti di depan pintu."Tapi kenapa?" tanya David sembari menghadap sang istri."Aku kan masih nifas, Mas," jawab Lila.David terdiam seketika. Dia benar-benar lupa. Gara-gara merasa senang setelah mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya, dia malah melupakan hal penting yang sedang dialami oleh sang istri."Kamu benar. Aku lupa akan hal itu. Maaf ...." ucap David terlihat sedih. Dia lagi-lagi merasa bersalah karena mementingkan keinginan pribadinya sendiri. Seolah dia tak peduli pada keadaan sang istri."Sudah, Mas. Tidak apa-apa. Sekarang kita masuk," ajak Lila dengan lembut."Ya."Keduanya segera masuk kembali ke apartemen. Saat itu juga mereka menyadari bahwa ponsel David terus berdering dengan berisik di atas meja ruang tengah."Sebentar," ucap David bergegas mengambil ponselnya."Iya."Lila memilih pergi ke tempat cuci untuk mencu
David menatap ke arah seorang pria paruh baya bertubuh sedikit tambun dengan sebagian rambut yang sudah memutih. Di sampingnya ada wanita yang David duga adalah istrinya."Jadi kamu yang sengaja menabrak ibuku?" tanya David dengan dingin.Sang pemilik rumah kaget bukan main saat melihat pria paling berpengaruh di kota mengunjungi rumahnya secara tiba-tiba. David sudah terkenal sejak kemunculannya di layar kaca."Ma-maaf, Tuan Davidson. Tapi saya benar-benar tidak pernah mencelakai siapa pun ...." cicit pria itu.David segera duduk di hadapannya bersama Farhan yang berdiri di belakangnya. Pria itu menatap tajam penuh ancaman pada sang tuan rumah."Tuan Davidson, maaf jika saya lancang, tapi suami saya tidak pernah mencelakai siapa pun. Bahkan kami belum pernah melihat bagaimana ibu Tuan Davidson," timpal dari istri pria tersebut."Pak Heru." David memanggil nama pria di hadapannya dengan dingin. "Kami sudah mendapatkan bukti dari kejahatan Anda. Jadi jangan mengelak lagi," lanjutnya.H
"Silakan ikuti kami dengan tenang atau Anda ingin pihak berwajib terlibat?" tanya David dengan nada yang terdengar mengancam.Tubuh Heru seketika menegang, wajahnya semakin pucat."Pah ...." Sang istri memanggil suaminya yang tak memberi respon, seolah Heru membenarkan bahwa dia bersalah dalam kejadian kecelakaan di depan restoran Lotus.'Apa yang harus kukatakan? Bagaimana istri dan anakku akan menerima apa yang aku lakukan selama ini?' batin Heru dengan cemas.David mengeratkan rahangnya, berusaha untuk menahan amarah yang membuncah di dalam dirinya. Dia ingin melabrak Heru, namun dia tidak ingin melampiaskannya di depan keluarga Heru. Akan tetapi ingatan akan kesedihan Lila ikut menyayat hati David, membuatnya kembali marah."Apakah Anda sedang mencoba menghindar dari tanggung jawab?" gerutu David memberikan tatapan tajam pada Heru.Heru masih bungkam. Dia sendiri nyatanya tidak mengenal Helena."CEPATLAH MENGAKU!" bentak David tiba-tiba, membuat semua orang di ruangan itu terkejut
Setelah mengetahui siapa yang membuat masalah dengannya, David tentu saja tak tinggal diam. Pria itu memanggil Tristan, orang yang pernah merebut mantan kekasihnya dulu dan berhasil menghancurkan rencana pernikahannya. Dia sendiri mengenal Tristan sebagai anak seorang pemilik perusahaan yang cukup terkenal.Setelah membuat jadwal dan undangan, akhirnya David bisa menemui Tristan. David segera pergi ke Singapura. Dua orang yang sudah lama tak berjumpa itu pun kembali saling berhadapan dengan atmosfer yang penuh dengan ketegangan."Jadi, apa maksud dari semua ini, Pak Tristan?" David langsung memberikan pertanyaan inti meski masih tetap mencoba bersikap sopan pada pria di hadapannya.Tristan melihat laporan yang ditunjukkan asisten kepercayaan David padanya. Kedua alisnya pun saling bertaut. "Saha memang tidak menyukai Anda, Pak David. Tapi saya tidak punya waktu untuk melakukan tindakan kotor seperti ini." Tristan mulai berkilah."Mohon jangan berkilah, Pak Tristan," tekan David menco
Lila menaikkan kedua alisnya. "Aku nggak bentak Mas David ....""Tapi terdengar begitu. Kenapa kamu menyuruhku mandi? Padahal aku capek, Sayang. Aku hanya ingin bermanja - manja denganmu dulu," ujar David dengan ekspresi sedihnya yang berubah menjadi kesal.Lila menatap heran suaminya yang salah sangka. Melihat pertengkaran kecil tersebut, Shiro memilih pergi. Sementara Lila masih menatap suaminya. Dia merasa takut jika David kembali bersikap kasar dan dingin seperti saat mereka masih menikah kontrak."Maaf ...." David menunduk. Pria itu merasa bersalah. Dia pun memeluk sang istri."Aku seharusnya tidak bersikap seperti ini. Maafkan aku, Sayang ...." sesalnya sembari mencium kening Lila dan memeluk lembut wanitanya itu.Lila menghela napas. Sepertinya memang David terlalu banyak pikiran. Wajar saja. Pria itu bekerja tanpa henti. Apa lagi David semakin sibuk selain ikut mengurus anak pertama mereka. Sebelumnya juga dia sering menghadapi masalah dan mungkin saja David sudah jengah."Aku
Keheningan itu membuat Farhan merasa tidak nyaman. Sang bos belum memberikan respon apa pun atas pengakuannya kerena teledor. Perlahan pria itu mendongak, memberanikan diri untuk menatap dan menghadapi sang atasan.David ternyata diam sembari menatap lurus ke arahnya. Ketegangan semakin bertambah saat kedua mata Farhan bertemu dengan iris kecokelatan Davidson."Kalau kamu memang merasa bersalah dan bertanggung jawab soal masalah ini, maka cari dan tangkap karyawan itu! Kamu harus menyerahkannya padaku dan cari tahu alasannya serta pada siapa dia 'menjual' rahasia perusahaan!" David berujar tegas dan dingin saat memberikan perintah.Farhan menelan ludahnya. Sudah lama sekali dia tak diperlakukan sedingin ini oleh sang bos. Namun dia harus tetap patuh."Baik, Pak.""Aku tidak akan memecatmu. Karena bagaimana pun juga kamu telah membantuku agar aku bisa tiba di rumah sakit tepat waktu," imbuh David sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja.Farhan lagi - lagi terkejut at
Penyelidikan segera dilaksanakan. David memerintahkan anak buahnya terlebih dahulu sebelum melibatkan pihak luar. Apa lagi ini merupakan masalah internal yang memang harus diatasi oleh perusahaan.Di dalam perusahaan yang terlihat baik - baik saja dari luar, para petingginya sedang mencoba membereskan masalah yang ada. David bersama Farhan kini sedang memeriksa beberapa data yang sudah terlanjur tersebar dan sedang mencoba menghentikannya.Farhan sendiri sudah mendapatkan rekaman CCTV yang dia butuhkan. Kini pria itu memeriksa rekaman yang ada. Beberapa video dari beberapa sudut telah dia periksa. Namun tak ada yang mencurigakan. Hingga dia menemukan video di mana saat dirinya sebelum mengantarkan sang bos menuju ke rumah sakit untuk mendampingi sang istri yang melahirkan."I-ini ...." Farhan bergumam sembari membetulkan kacamatanya.Kedua alis pria itu saling bertaut. Kini memorinya tertuju pada saat dia menyerahkan hasil rapat pada salah satu karyawan pria yang dia mintai tolong unt
Farhan menarik napas sebelum menjawab. "Maaf, Pak David. Tapi data itu telah bocor."David membulatkan kedua matanya. "Apa?! Bagaimana bisa?" tanya pria itu dengan ekspresi kaget dan tak percaya.Lila pun mendongak menatap heran ke arah suaminya. Terlihat jelas bahwa David sedang terkejut."Maaf, Pak David. Saya dan juga Cindy sedang menyelidikinya. Kami sedang mencari tahu bagaimana data itu sampai bocor," jawab Farhan terdengar ketakutan.David menghela napas kasar. Pria itu kemudian duduk di samping sang istri, tepatnya pada salah satu sisi tempat tidur. Tangan kanannya menggenggam ponsel, sementara tangan kirinya menyugar rambutnya."Kalau begitu teruslah selidiki. Aku akan segera ke kantor," ucap David kemudian sembari menutup panggilan telepon.Pria itu kini menunduk. Lila yang merasa khawatir segera mendekati suaminya dan meraih lengan kekar pria itu dengan lembut."Mas ... Ada apa?" tanya wanita itu khawatir. Melihat dari respon suaminya, dia menduga adanya masalah yang sedang
Malam itu suhu cukup panas. Bayi mungil David dan Lila mulai rewel karena kegerahan. Beruntung sang ayah dengan sigap menyetel suhu dalam ruangan tersebut agar putranya kembali nyaman."Ternyata dia merasa kegerahan juga," ucap David yang kini berjalan mendekati istri dan anaknya."Iya, Mas. Sekarang cukup sejuk," sahut Lila.Bayi mungilnya masih menangis. Lalu segera saja Lila memberikan ASI padanya. Dan ternyata tak hanya kegerahan saja, bayi kecil itu juga meredakan haus dan lapar."Ternyata lapar juga Adek, ya?" Lila bertanya dengan lembut seolah sedang bertanya langsung pada putranya.David duduk di samping Lila yang sedang menyusui putranya. Tatapan pria itu tertuju pada payudara Lila yang terlihat padat dan berisi. Kini dia menelan ludahnya seolah ikut merasakan kehausan."Kenapa lihatinnya kaya gitu, Mas?" tanya Lila menatap curiga pada suaminya.David tersenyum penuh arti. Pria itu kemudian beralih menatap wajah cantik istrinya."Aku hanya penasaran bagaimana rasanya," gumam
Sehari setelahnya, Lila diperbolehkan pulang. Wanita cantik itu pun berjalan dengan menggendong putranya yang tampan dan menggemaskan."Biarkan Mamah yang gendong. Kamu jalan aja duluan sama David," ujar Helena sembari mengulurkan kedua tangannya."Nggak papa, Mah?" tanya Lila merasa tak enak hati karena membiarkan ibu mertuanya yang menggendong bayinya."Nggak papa. Kamu jalan duluan aja. Mamah juga pengen gendong cucu Mamah," jawab Helena dengan senyuman senang dan terlihat jelas bahwa wanita itu tidak sabar ingin menggendong cucunya untuk pertama kali."Baiklah, Mah. Makasih, ya," ucap Lila sembari menyerahkan putranya pada sang ibu mertua.Lila pun berjalan dengan dituntun oleh suaminya. David begitu protektif pada sang istri yang baru saja melahirkan. Sementara di belakangnya ada ibu beserta salah satu asisten rumah tangga yang membantu membawakan barang - barang mereka.Selama dalam perjalanan pulang, putra kecil David tertidur lelap di pangkuan Lila. Terlihat jelas bahwa bayi m
Semua orang yang datang ikut menatap ke arah bayi yang baru saja lahir itu. Mereka ikut penasaran karena David dan Lila tak juga memberi tahu mereka soal jenis kelamin bayinya.Lila pun melirik sang suami. Terlihat David yang sedang tersenyum karena rasa penasaran dari ibunya. Mungkin menurutnya seru merahasiakan jenis kelamin anaknya pada keluarganya sendiri, bahkan sejak kehamilan Lila yang semakin besar."Coba Mamah perhatikan dia laki - laki atau perempuan?" tanya David sengaja ingin menbuat ibunya menebak."Kok gitu? Mamah penasaran, loh. Lila juga nggak mau kasih tahu Mamah pas hamil," protes Helena."Sudahlah, Mah. Nanti kita juga akan tahu sendiri," ucap Norman sembari mengusap lembut bahu istrinya."Tapi Mamah penasaran, Pah. Mamah kan pengen manggil ganteng apa cantik gitu," protes Helena lagi. Terlihat jelas bahwa wanita itu akan sangat menyayangi cucunya."Mas David, kita kasih tahu Mamah saja kenapa, sih? Yang lainnya juga penasaran, tuh," ucap Lila ikut membujuk suaminya
Peluh mulai membasahi dahi Lilara. Dengan sigap dan sabar David mengelapnya dengan sapu tangannya. Tak lupa pria itu terus berdoa di dalam hati agar persalinan sang istri berjalan dengan lancar.Saat ini dia semakin menyadari bahwa wanita hebatnya juga sedang berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Wajah Lila yang terlihat pucat, menunjukkan bahwa wanita itu merasakan kesakitan. Jujur saja sebagai suami, David tentu merasa tak tega saat melihat kesakitan istrinya."Ughhhh." Lila kembali mengejan sesuai dengan instruksi Dokter Nimas. Tangan kanannya menggenggam erat tangan David yang duduk di sampingnya.'Kamu pasti bisa, Sayang,' bisiknya dalam hati.Lila kembali mengejan lagi. Karena pembukaan sudah lengkap, maka wanita itu siap untuk melahirkan anaknya. Suasana di dalam ruangan begitu menegangkan. Apa lagi David terus saja merasakan desiran tak mengenakkan sehingga dia terus saja berdoa untuk keselamatan anak dan istrinya. Sebagai pria yang sudah sangat mencintai mantan pemb