"Kenapa tidak, Lila?" tanya Helena begitu peduli dengan menantunya. Lila menggeleng pelan, rasa takut bercampur kebingungan membuat suaranya tak lagi bersemangat."Jangan, Mah ... Aku tidak mau Mamah juga terlibat dalam masalah ini," ujarnya dengan berat.Helena meraih tangan menantunya dengan lembut, mencoba menenangkan hati Lilara yang tengah gundah. "Tapi kamu yang tersakiti, Sayang ...." ucapnya penuh kasih sayang dan perasaan bersalah."Aku baik-baik saja, Mah ...." kata Lila berusaha memberikan kesan bahwa dia kuat, meskipun di hatinya rasa sakit masih melanda."Tidak. Kamu tidak baik-baik saja. Lagi pula ini salah putraku, David. Jadi ... Kalau kamu tidak mau Mamah membicarakan ini dengan David, maka Mamah minta kamu buatlah keputusanmu sendiri, Lila. Karena kamu berhak bahagia," ucap Helena yang terlihat begitu peduli dengan menantunya.Wanita itu tahu perjuangan Lila untuk bertahan di dalam hubungan pernikahannya tidaklah mudah, tetapi dia yakin menantunya ini pantas untuk ba
David pulang dengan membawa box makanan di tangan kanannya. Ketika memasuki apartemennya, dia mendapati Lila yang sedang duduk diam di ruang tengah, ekspresi wajahnya terlihat muram dan kesal. Bahkan wanita itu tak sadar akan kehadiran suaminya.'Apa yang sedang dia lakukan?' gumam pria itu dalam hati.David melihat ada beberapa makanan di atas meja kaca, namun Lila sama sekali tidak menoleh ke arahnya, apalagi menyambut kepulangannya. Ada rasa penasaran yang menggelitik di hati David. Ada perasaan sedih juga ketika wanita itu tidak menyambutnya seperti biasanya meski hanya sekedar sapaan formal.Dengan langkah perlahan, David berjalan mendekati Lila, suasana di ruangan tersebut begitu sunyi. Mata pria itu kini tertuju pada tangan Lila yang menggenggam erat sesuatu. David menyadari itu adalah kontrak pernikahan mereka.'Apa yang dia lakukan dengan memandangi surat kontrak itu?' gumam David bertanya- tanya dalam hati."Ehem!" Pria itu sengaja berdeham di sebelah tubuh istrinya.Karena
Dahi David mengernyit saat menatap istrinya yang menunduk. "Apa maksudmu?" tanya pria itu.Lila menegakkan kepalanya dan memberanikan diri menatap wajah David. "Mari kita bercerai," ulangnya dengan tegas.Tatapan tak percaya David berikan pada istri kontraknya. Dalam benaknya, terasa penuh tanda tanya, mengapa secara tiba-tiba Lila meminta cerai darinya? Terlebih lagi, dadanya semakin nyeri mendengar ucapan tersebut tanpa dia minta.Padahal dia sendiri tahu bahwa dalam waktu satu setengah tahun pernikahan mereka berdua memang akan berpisah sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Namun, tiba-tiba permintaan cerai itu datang lebih awal dari yang dia bayangkan.Lila masih terus menatap ke wajah tampan suaminya yang terlihat datar. Pria itu bahkan tak berkedip saat mendengar penegasan permintaan perceraiannya.David terdiam, dadanya bergemuruh karena mendengar ucapan tersebut dari istri kontraknya. Padahal pernikahan mereka awalnya hanya sebuah perjanjian bisnis semata, namun pria i
David memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Hingga malam tiba, mereka sama sekali tidak bertukar sepatah kata pun. Bahkan saat makan, mereka lebih memilih untuk makan di tempat yang berbeda.Kini, David duduk di kursi kerjanya yang berada di dalam kamar, sambil memijit pangkal hidungnya dengan lembut. Di atas meja, selembar kontrak pernikahan tergeletak dengan diam. 'Belum genap satu setengah tahun, kenapa kamu ingin segera bercerai dariku, Lila?' gumam David dalam hati.Pria itu merasakan dadanya sesak seketika saat mengingat permintaan perceraian yang diungkapkan oleh Lilara sebelumnya. Perasaannya semakin terpuruk ketika dia teringat betapa hangatnya Lila saat mereka berdua bersama."Sial..." gumam David pelan, perasaannya campur aduk antara marah dan menyesal.'Aku tidak bisa melepaskannya begitu saja. Bukan hanya karena aku ingin anak darinya, tapi juga aku tidak ingin ada wanita lain yang berkeliaran di sekitarku. Aku sudah terlalu terbiasa dengan kehadirannya,' gumam pria itu
Pagi itu David akan memberikan keputusannya. Dia bersiap menuju ke kantornya untuk bekerja. Sore nanti dia baru akan menemui Lilara. Namun, ketika pintu kamar David terbuka, pria tampan itu melihat Lilara yang juga baru saja keluar dari kamar di sebelahnya. Wanita itu menyeret sebuah koper besar.Hatinya tiba-tiba merasa resah. Dia menduga bahwa istrinya itu sedang mencoba menghindar darinya. Tanpa sadar David terus menatap ke arah koper besar sang istri dengan tajam.Lilara menangkap tatapan tajam suaminya. "Aku mau kembali ke rumahku." David menegakkan kepalanya dan kedua mata mereka saling bertemu. "Apa katamu?" tanya pria itu dengan dingin.Lila mencoba tegar menghadap suami dinginnya, "Aku mau pulang ke rumah lamaku yang sudah kembali padaku. Dan Mas David tidak perlu cemas, aku tidak akan merepotkan Mas lagi. Secepatnya aku akan mengurus perceraian kita sekaligus menyerahkan semua aset RH." Saat mendengar pernyataan tersebut, wajah David tampak terkejut. "Apa kau benar-benar i
Lila mendorong pelan tubuh suaminya, merasa tak tahan dengan dekapan hangat yang membuatnya sesak."Lepaskan ...." gumam Lila dengan perasaan berkecamuk.Kedua tangannya mendorong dada bidang David agar segera menjauh darinya. Dia tak mau terbuai dengan dekapan hangat pria dingin itu.David pun mengendurkan pelukannya. Pria itu menatap lekat-lekat wajah Lila, seolah tak ingin melewatkan untuk memandanginya. Namun, di lubuk hati Lila, rasanya sudah cukup memendam penderitaan ini. "Aku tidak ingin dipermainkan lagi, Mas. Aku tidak akan tertipu dengan akting manismu lagi," tegas Lila sembari melepaskan diri dari pelukan David. Wanita itu segera berbalik badan. Dalam langkah gontai, Lila menarik kopernya dengan perasaan yang berkecamuk."Aku tidak peduli jika surat kontrak pernikahan kita sobek. Yang pasti, aku akan tetap mengajukan gugatan perceraian," ujarnya dengan suara bergetar saat hendak mendekati pintu. "Sekarang aku permisi," lanjut wanita itu sembari hendak melanjutkan langka
Merasakan pelukan David yang semakin lama semakin menyesakkan membuat Lila menangis terisak. Dan dalam tangisannya itu, David menyadari betapa egoisnya dia dan kehendaknya telah menyakiti bukan hanya Lilara saja. Namun dirinya juga merasakan sakit yang sama.Perlahan tanganya mengusap lembut kepala dan punggung Lila yang ada dalam dekapannya. David tidak ingin melepaskan Lila dari pelukannya saat itu juga. Hingga dia akhirnya juga ikut terisak menyadari betapa jahatnya dia selama ini. Setelah beberapa menit, tangisan keduanya akhirnya mereda.Sambil mengusap air mata, David membawa Lila duduk di sofa ruang tengah tanpa melepaskan pelukan eratnya. Pria itu menatap istrinya dengan matanya yang berbinar dengan penyesalan."Maafkan aku, Lila ...."Lila memilih diam sembari mengusap air matanya sendiri. Wajahnya benar-benar kacau dan menyedihkan.David meraih tangan Lila dan menggenggamnya lembut. "... Tapi aku tidak ingin bercerai darimu."Lila tidak bisa menahan keterkejutan yang melanda
Lila menatap lekat-lekat wajah suaminya, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di pikiran David. Mendengar tawaran tersebut membuatnya ingin memanfaatkannya. Namun dia ragu.'Apakah ini hanya janji manisnya lagi? Apa dia benar-benar ingin memperbaiki hubungan ini?' batin Lila.Lagi pula, David hanya mengatakan bahwa dia tidak ingin pisah darinya, itu berarti dia masih diberi kebebasan. Tapi apa yang sebenarnya diinginkannya?"Kalau begitu izinkan aku pulang ke rumah lamaku. Hari ini aku akan mulai tinggal di sana," jawab Lila masih dengan sikap dinginnya.David mengernyitkan dahi, seolah mencoba memahami alasan di balik keputusan Lila. "Kenapa kamu ingin sekali pergi dariku?" tanya pria itu dengan nada seolah terluka.Lila menghela napas. "Aku sudah lelah, Mas. Biarkan aku menata hidupku lagi. Aku ingin mencari kebahagiaan dan rasa nyaman dalam hidupku."David memejamkan kedua matanya, tampak berat menerima keputusan Lila. Meski dia kesal, dia tidak boleh membentak. "Baiklah,"