Dahi David mengernyit saat menatap istrinya yang menunduk. "Apa maksudmu?" tanya pria itu.Lila menegakkan kepalanya dan memberanikan diri menatap wajah David. "Mari kita bercerai," ulangnya dengan tegas.Tatapan tak percaya David berikan pada istri kontraknya. Dalam benaknya, terasa penuh tanda tanya, mengapa secara tiba-tiba Lila meminta cerai darinya? Terlebih lagi, dadanya semakin nyeri mendengar ucapan tersebut tanpa dia minta.Padahal dia sendiri tahu bahwa dalam waktu satu setengah tahun pernikahan mereka berdua memang akan berpisah sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Namun, tiba-tiba permintaan cerai itu datang lebih awal dari yang dia bayangkan.Lila masih terus menatap ke wajah tampan suaminya yang terlihat datar. Pria itu bahkan tak berkedip saat mendengar penegasan permintaan perceraiannya.David terdiam, dadanya bergemuruh karena mendengar ucapan tersebut dari istri kontraknya. Padahal pernikahan mereka awalnya hanya sebuah perjanjian bisnis semata, namun pria i
David memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Hingga malam tiba, mereka sama sekali tidak bertukar sepatah kata pun. Bahkan saat makan, mereka lebih memilih untuk makan di tempat yang berbeda.Kini, David duduk di kursi kerjanya yang berada di dalam kamar, sambil memijit pangkal hidungnya dengan lembut. Di atas meja, selembar kontrak pernikahan tergeletak dengan diam. 'Belum genap satu setengah tahun, kenapa kamu ingin segera bercerai dariku, Lila?' gumam David dalam hati.Pria itu merasakan dadanya sesak seketika saat mengingat permintaan perceraian yang diungkapkan oleh Lilara sebelumnya. Perasaannya semakin terpuruk ketika dia teringat betapa hangatnya Lila saat mereka berdua bersama."Sial..." gumam David pelan, perasaannya campur aduk antara marah dan menyesal.'Aku tidak bisa melepaskannya begitu saja. Bukan hanya karena aku ingin anak darinya, tapi juga aku tidak ingin ada wanita lain yang berkeliaran di sekitarku. Aku sudah terlalu terbiasa dengan kehadirannya,' gumam pria itu
Pagi itu David akan memberikan keputusannya. Dia bersiap menuju ke kantornya untuk bekerja. Sore nanti dia baru akan menemui Lilara. Namun, ketika pintu kamar David terbuka, pria tampan itu melihat Lilara yang juga baru saja keluar dari kamar di sebelahnya. Wanita itu menyeret sebuah koper besar.Hatinya tiba-tiba merasa resah. Dia menduga bahwa istrinya itu sedang mencoba menghindar darinya. Tanpa sadar David terus menatap ke arah koper besar sang istri dengan tajam.Lilara menangkap tatapan tajam suaminya. "Aku mau kembali ke rumahku." David menegakkan kepalanya dan kedua mata mereka saling bertemu. "Apa katamu?" tanya pria itu dengan dingin.Lila mencoba tegar menghadap suami dinginnya, "Aku mau pulang ke rumah lamaku yang sudah kembali padaku. Dan Mas David tidak perlu cemas, aku tidak akan merepotkan Mas lagi. Secepatnya aku akan mengurus perceraian kita sekaligus menyerahkan semua aset RH." Saat mendengar pernyataan tersebut, wajah David tampak terkejut. "Apa kau benar-benar i
Lila mendorong pelan tubuh suaminya, merasa tak tahan dengan dekapan hangat yang membuatnya sesak."Lepaskan ...." gumam Lila dengan perasaan berkecamuk.Kedua tangannya mendorong dada bidang David agar segera menjauh darinya. Dia tak mau terbuai dengan dekapan hangat pria dingin itu.David pun mengendurkan pelukannya. Pria itu menatap lekat-lekat wajah Lila, seolah tak ingin melewatkan untuk memandanginya. Namun, di lubuk hati Lila, rasanya sudah cukup memendam penderitaan ini. "Aku tidak ingin dipermainkan lagi, Mas. Aku tidak akan tertipu dengan akting manismu lagi," tegas Lila sembari melepaskan diri dari pelukan David. Wanita itu segera berbalik badan. Dalam langkah gontai, Lila menarik kopernya dengan perasaan yang berkecamuk."Aku tidak peduli jika surat kontrak pernikahan kita sobek. Yang pasti, aku akan tetap mengajukan gugatan perceraian," ujarnya dengan suara bergetar saat hendak mendekati pintu. "Sekarang aku permisi," lanjut wanita itu sembari hendak melanjutkan langka
Merasakan pelukan David yang semakin lama semakin menyesakkan membuat Lila menangis terisak. Dan dalam tangisannya itu, David menyadari betapa egoisnya dia dan kehendaknya telah menyakiti bukan hanya Lilara saja. Namun dirinya juga merasakan sakit yang sama.Perlahan tanganya mengusap lembut kepala dan punggung Lila yang ada dalam dekapannya. David tidak ingin melepaskan Lila dari pelukannya saat itu juga. Hingga dia akhirnya juga ikut terisak menyadari betapa jahatnya dia selama ini. Setelah beberapa menit, tangisan keduanya akhirnya mereda.Sambil mengusap air mata, David membawa Lila duduk di sofa ruang tengah tanpa melepaskan pelukan eratnya. Pria itu menatap istrinya dengan matanya yang berbinar dengan penyesalan."Maafkan aku, Lila ...."Lila memilih diam sembari mengusap air matanya sendiri. Wajahnya benar-benar kacau dan menyedihkan.David meraih tangan Lila dan menggenggamnya lembut. "... Tapi aku tidak ingin bercerai darimu."Lila tidak bisa menahan keterkejutan yang melanda
Lila menatap lekat-lekat wajah suaminya, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di pikiran David. Mendengar tawaran tersebut membuatnya ingin memanfaatkannya. Namun dia ragu.'Apakah ini hanya janji manisnya lagi? Apa dia benar-benar ingin memperbaiki hubungan ini?' batin Lila.Lagi pula, David hanya mengatakan bahwa dia tidak ingin pisah darinya, itu berarti dia masih diberi kebebasan. Tapi apa yang sebenarnya diinginkannya?"Kalau begitu izinkan aku pulang ke rumah lamaku. Hari ini aku akan mulai tinggal di sana," jawab Lila masih dengan sikap dinginnya.David mengernyitkan dahi, seolah mencoba memahami alasan di balik keputusan Lila. "Kenapa kamu ingin sekali pergi dariku?" tanya pria itu dengan nada seolah terluka.Lila menghela napas. "Aku sudah lelah, Mas. Biarkan aku menata hidupku lagi. Aku ingin mencari kebahagiaan dan rasa nyaman dalam hidupku."David memejamkan kedua matanya, tampak berat menerima keputusan Lila. Meski dia kesal, dia tidak boleh membentak. "Baiklah,"
David masih memberikan tatapan tajam pada sang petugas keamanan. Pria itu kemudian memeluk Lila dan berusaha menenangkan sang istri yang tengah kecewa dan bersedih."Maaf, Tuan. Tapi apa yang Tuan Davidson lakukan di sini?" tanya sang petugas keamanan berubah sopan seketika. David menatap angkuh pada sang petugas keamanan. "Aku menemani istriku mengunjungi rumah lamanya. Tapi sepertinya ada masalah di sini," jawab pria tersebut sembari menoleh menatap rumah besar di belakangnya.'Apa terjadi sesuatu dengan rumah ini?' gumam David dalam hati, mencoba memahami keadaan dengan tenang. Niat hati ingin berduaan di rumah lama sang istri nampaknya akan pupus."Rumah lama? Tapi rumah ini milik majikan saya," jawab sang petugas keamanan masih dengan sopan.Lila membulatkan kedua matanya, merasa kaget dan terpukul dengan informasi yang baru saja didengarnya."A-apa? Apa maksudnya, Pak? Rumah ini milik Pak Ridho Hardianto," tegasnya menyebutkan nama sang ayah.Lila merasa ada sesuatu yang tidak
Sesampainya di apartemen, David menyeret koper Lila dan membawa serta tasnya kembali. Lila duduk dengan perasaan sedih setelah tak berhasil mendapatkan rumahnya."Maaf karena aku tidak bisa membantu mengambil kembali rumah tersebut," ujar David saat sudah duduk di samping istrinya.Lila mengusap air matanya yang tak berhenti sejak tadi. "Aku nggak nyalahin Mas David ...." cicitnya.Pria itu menatap nanar pada kesedihan istrinya. Jika dia ingat, Lila selalu saja menderita sejak berpisah dari mantan suami pertamanya. Dan parahnya dia yang menambah penderitaan Lila dengan kontrak pernikahannya."Atau aku paksa saja pria bernama Candra itu agar mau menyerahkan rumahmu?" tanya David memberikan tawaran.Lila menoleh kaget setelah mendengar tawaran tersebut. "Jangan nekat. Aku tidak mau kamu melakukan hal sekotor itu," ucapnya menolak."Tapi tak ada cara lain lagi," sahut David.Lila menautkan kedua alisnya. "Jika kamu melakukannya, aku akan pergi," ancamnya."Jangan. Apa pun asalkan kamu ti